SD6 Tema 3-4 – Literasi Penemu yang mengubah dunia

SD6 Tema 3-4 – Literasi Penemu yang mengubah dunia.

Aku Cinta Membaca.

Laba-laba Buncit – Cerita Rakyat Malaysia.

Di sebuah hutan tinggal seekor laba-laba. Sarangnya lebih besar dari sarang laba-laba lain. Dulu, sarang itu dibuat oleh ayahnya, lalu ia menambah luas sarangnya. Laba-laba itu selalu bergerak di sarangnya untuk menangkap mangsanya. Semua yang ditangkap segera dimakannya. Badannya semakin hari semakin besar. Perutnya juga, semakin hari semakin buncit karena banyak makan.

Suatu hari, datang dua ekor laba-laba temannya. Satu datang dari arah Timur, satu lagi datang dari arah Barat. Kedua laba-laba tersebut ingin menjemput si laba-laba buncit untuk datang ke pesta undangan. Namun, pesta undangan diadakan di waktu yang sama. Laba-laba buncit jadi bingung. Ia ingin hadir di kedua pesta, tetapi ia bingung harus memilih yang mana. Tetapi ia lalu mempunyai akal! Laba-laba buncit memberi ujung tali kepada kedua temannya. Tali itu ia lilitkan juga di pinggangnya, supaya tidak terlepas. Ia minta kedua temannya pergi lebih dahulu ke pesta undangan. Apabila makanan sudah dihidangkan ia meminta temannya menarik tali yang dibawanya.  Laba- laba buncit akan segera menyusul ke lokasi undangan yang lebih dahulu menyediakan makan.

Maka, kedua teman laba-laba pun pergi. Satu ke Timur, satu lagi ke Barat. Ternyata makanan dihidangkan di kedua lokasi pada waktu yang sama! Laba- laba di Timur menarik tali, bersamaan pula laba-laba di Barat menarik juga tali tersebut. Laba-laba buncit terjerat tarikan tali di bagian pinggangnya. Ia tidak dapat bergerak ke Timur maupun ke Barat. Oleh karena laba-laba buncit tidak kunjung datang, kedua temannya terus menarik ujung tali semakin kencang. Mereka menarik tali sambil makan di tempat pesta.

Usai pesta, kedua teman laba-laba datang kembali ke sarang laba-laba buncit. Mereka menemui laba-laba buncit sudah lemas terduduk di sarang dengan tali mengikat kencang di pinggangnya. Sejak saat itu, laba-laba buncit tidak lagi merasa selalu lapar, makannya juga tidak sebanyak dulu lagi. Pinggang laba-laba tidak lagi buncit. Perutnya ramping karena terjerat tali. Hingga saat ini, pinggang laba-laba kecil dan ramping.

 


Khek dan Keledai – Cerita Rakyat Kamboja.

Di  Kamboja  hidup  seorang   laki-laki bernama  Khek. Ia tinggal bersama seorang anak laki-lakinya. Suatu hari, Khek ingin menjual keledainya. Maka, ia pun mengajak anak laki-lakinya ke pasar untuk menjual si keledai. Khek berpikir untuk menjaga keledainya baik-baik selama perjalanan, agar harga jualnya tinggi. Maka, Khek menggendong si keledai di punggungnya, agar si keledai tidak lelah berjalan ke pasar.

Orang-orang yang mereka temui sepanjang  perjalanan menertawakan Khek. “Kamu ada-ada saja, Khek! Keledai untuk ditunggangi, bukan untuk digendong,” begitu kata mereka. Khek menurunkan si keledai dari pungungnya. Lalu, ia meminta anak laki-lakinya menunggangi keledai sementara ia sendiri berjalan menuntun si keledai.

Kemudian, mereka bertemu lagi dengan sekelompok orang di jalan. “Anakmu sungguh kurang ajar, Khek. Betapa teganya ia membiarkan ayahnya menuntun keledai, sementara  ia  enak  duduk  santai   menunggang keledai,” kata mereka.

Mendengar perkataan kelompok tersebut, Khek memutuskan untuk menungganggi keledai berdua dengan anaknya. Baru saja berjalan beberapa langkah, ada lagi seseorang yang menegur mereka. “Khek, kamu ini bodoh sekali! Tubuh keledai kecil. Jangan samakan keledai dengan kuda. Keledaimu akan lemas kelelahan karena ditunggangi oleh dua orang. Lemas sudah nanti keledaimu di pasar.”

Akhirnya Khek dan anak laki-lakinya turun dari keledai. “Sudahlah nak, kita tuntun saja keledai ini. Kita berdua berjalan kaki saja. Kita lakukan saja yang terbaik menurut kita. Kita tidak dapat mendengarkan dan mengikuti pendapat semua orang,” Khek berkata pada anaknya.

Khek dan anak laki-lakinya berjalan perlahan sambil menuntun si keledai hingga sampai di pasar. Tak dipedulikan lagi apa yang dikatakan orang sepanjang sisa perjalanan mereka. Ternyata, Khek berhasil menjual si keledai dengan harga yang pantas di pasar. Khek dan anak laki-lakinya pun pulang dengan tersenyum senang.

 


 

Mari  Menghargai Waktu

Oleh: Santi Hendriyeti

Senang tak terkira hati Lumu. Ia terpilih mewakili sekolahnya untuk ikut dalam kegiatan Perkemahan Sains di kabupaten. Tak sia-sia rasanya. Kecintaannya pada sains akan membawanya bertemu teman-teman baru -sesama pencinta sains- dari berbagai daerah. Sudah terbayang olehnya, pasti kegiatan perkemahan tersebut akan ramai dan seru.

Hari itu, lokasi perkemahan ramai oleh anak-anak dari berbagai daerah. Lumu akan tinggal di dalam sebuah tenda, bersama beberapa teman barunya. Juna, Irawan, dan Dino adalah beberapa teman yang dikenalnya di sana. Mereka berempat langsung akrab, ramai bercerita tentang daerah masing-masing.

Walaupun dikemas dalam bentuk perkemahan yang menyenangkan, namun disiplin peserta tetap diperhatikan. Dini hari, para peserta diwajibkan berkumpul di lapangan untuk olahraga pagi. Bahkan ada pencatatan kehadiran untuk tiap kegiatan.

Dingin udara pagi terasa menusuk, namun bel tanda berkumpul sudah dibunyikan. Segera Lumu membangunkan teman-teman setendanya. Sambil menguap malas, melepas bungkus selimut mereka perlahan keluar berkumpul di lapangan. Setelah senam pagi dimulai, tubuh mulai terasa hangat. Ditambah lagi dengan hangatnya perut akibat menu sarapan bubur kacang hijau yang disediakan panitia. Kantuk tak lagi terasa. Bergegas Lumu dan teman-teman kembali ke tenda untuk mandi pagi. Setelahnya mereka harus berkumpul lagi memulai kegiatan jelajah sains.

Bergantian Lumu, Irawan, dan Dino mandi di deretan kamar mandi perkemahan. Sampai di tenda, mereka melihat Juna meringkuk lelap di balik selimut.

“Hai, Juna. Ayo, mandi pagi. 10 menit lagi kita harus berkumpul di tenda jelajah sains” ujar Lumu mengingatkan

Bergeming Juna di balik selimutnya. Hanya gumaman pelan yang terdengar.

“Ah, aku ngantuk sekali. Biar saja, ‘kan tadi kita sudah mengisi lembar catatan kehadiran pagi. Di antara peserta sebanyak ini, tidak ada yang tahu aku tidak hadir. Nanti saja agak siang aku menyelinap ke sana. “ ujar Juna malas.

“Wah, kok begitu, Juna? tukas Dino. “Rugi dong. Kamu sudah sampai di sini, tetapi tidak memanfaatkan waktu dengan baik. “ tambahnya.

“Iya, Juna. Rugi.” timpal Irawan. “Memang sih, mungkin tidak ada yang tahu kamu tidak hadir. Tetapi apa gunanya kita di sini kalau hanya untuk mencatat nama di daftar kehadiran ?” tanyanya. “Itu ‘kan namanya kamu mengorupsi waktu, Juna.” tambah Irawan lugas. “Waktu yang seharusnya kamu manfaatkan untuk menambah ilmu, malah kamu pergunakan untuk menambah tidur. Apa yang akan kamu bagikan kepada teman-temanmu setelah pulang nanti?” Irawan terus berbicara pada Juna.

“Iya, Juna. Pasti ada alasan yang baik, sehingga sekolahmu mempercayai kamu untuk hadir di sini. Jangan membuang kesempatan, jangan mengecewakan teman-teman yang menunggumu pulang untuk berbagi ilmu.” Lumu ikut menambahkan.

“Aaah..kalian ini. Manalah aku dapat tidur kalau kalian berisik sekali berbicara bersahutan.” tukas Juna sambil menyibak selimutnya. Juna tidak marah, ia bahkan tersenyum. “Tetapi memang benar apa yang kalian katakan,”ujarnya. “Tidak sepantasnya aku hanya mencantumkan nama di daftar hadir. Aku ini utusan sekolah. Tidak patut aku mengorupsi waktu hanya untuk menambah waktu tidurku. Untung saja aku kenal dengan kalian, teman-teman  baruku yang kritis. ”tambah Juna, bergegas berdiri. “Beri aku waktu 7 menit, ya! Aku segera menyusul kalian di tenda jelajah sains!” teriak Juna sambil berlari ke kamar mandi.

Lumu senang menjadi bagian dalam Perkemahan Sains. Memang banyak hal yang dapat dipelajari di sana. Teman baru, ilmu baru, dan tentunya … menghargai waktu.


Kertas, Penemuan Sederhana yang Kaya Manfaat.

Oleh: Aiko Humaira.

Kertas adalah suatu bahan yang tipis dan rata, dan terbuat dari pulp. Pulp sendiri merupakan bahan baku kertas yang merupakan hasil pemisahan serat. Kertas berasal dari Cina Kuno, dan fungsi utamanya dulu adalah untuk membersihkan kotoran setelah buang air. Dulu, hanya orang kaya yang mampu membeli kertas. Berapa beruntungnya kita karena sekarang mudah sekali mendapatkan kertas. Kertas memiliki 1001 manfaat. Untuk menulis, mencetak, membuat prakarya, dan kertas juga bahan utama dari tisu yang manfaat utamanya adalah untuk membersihkan.

Coba, bayangkan sebuah dunia tanpa kertas. Jika ingin menulis cerita, atau membuat PR, harus mencari batu besar dulu, dan harus susah payah menulis  dengan  batu  lain.  Kita  tidak dapat membuat kartu ucapan untuk ulang tahun ayah,

atau mainan pesawat untuk teman dekat kita. Kita juga tidak akan dapat melukis imajinasi yang muncul

di benak kita, atau pemandangan yang kita lihat dengan mata kita sendiri. Kita tidak akan mampu mencetak foto keluarga saat jalan-jalan atau foto- foto teman-teman saat perpisahan sekolah. Kita tidak akan dapat membersihkan saus yang kita tidak sengaja kita senggol saat sedang makan.

Jadi, kertas sangatlah bermanfaat.  Janganlah  membuang- buang kertas jika masih dapat dipakai. Jika sudah tidak dapat dipakai pun, sebenarnya masih dapat didaur ulang lagi. Akan sangat sulit untuk hidup tanpa kertas. Padahal untuk menghasilkan kertas, ada banyak pohon yang harus dikorbankan. Jadi, ayo kita ingat untuk menggunakan kertas dengan baik dan bijaksana.

 


Ibu Puni, Membawa Listrik ke Pedalaman.
Oleh: Amanda Najla.

Tri Mumpuni Wiyatno, nama lengkapnya. Ia adalah seorang wanita Indonesia yang mengabdikan dirinya agar masyarakat Indonesia di pedalaman dapat menikmati listrik.

Sebagai anak ke-3 dari delapan bersaudara, sejak kelas 4 SD Ibu Puni sering menemani ibunya membantu warga desa yang menderita penyakit kulit. “Pengalaman saya menemani Ibu itu sangat membekas dalam ingatan saya. Dari pengalaman itu saya belajar bahwa uang bukanlah segalanya. Membantu saudara-saudara setanah air agar merasakan sedikit  saja  kesejahteraan  yang kita miliki, itu sangat berarti,” begitu Ibu Puni berkilas balik tentang pengalamannya.

Bersama suaminya, Bapak Iskandar Kuntoadji, Ibu Puni membantu warga di pedalaman yang tak tersentuh program pemerintah, untuk membangun sendiri listrik mereka dari sumber daya yang ada di desa itu, yaitu dengan membuat generator mikrohidro energi dari arus sungai.

Apa yang Ibu Puni kerjakan ini bukanlah hal yang mudah. Bukan teknologinya yang sulit, tetapi membangun semangat penduduk desa pedalaman agar mau

mengelola diri masing-masing sebagai suatu bagian dari komunitas, belajar bersama tentang listrik, berusaha mencari dana untuk kepentingan bersama. Tak kalah sulitnya, setelah dana terkumpul dan tenaga listrik mulai dapat dinikmati, warga harus dilatih untuk memelihara generator agar kelangsungan tenaga listrik terjaga.

Hasil kerja keras Ibu Puni membangun kemandirian masyarakat di pedalaman membuahkan hasil yang manis. Saat ini, ratusan desa yang merasakan manfaat dari adanya tenaga listrik. Anak-anak dapat belajar dan membaca di malam hari. Bahkan warga desa dapat mulai membangun industri rumahan dan mengembangkan perekonomian desanya.

Untuk jasanya, Ibu Puni menerima beberapa penghargaan dari badan dunia seperti WWF dan PBB, termasuk juga terpilih sebagai salah satu pembawa obor dalam Olimpiade di Beijing, tahun 2008.