ips bab 2

 

 

Gajah Mada tetap menjadi Patih mangkubumi ketika Hayam Wuruk naik tahta. Beliau mendampingi Hayam Wuruk menjalankan pemerintahan. Pada masa inilah Majapahit mengalami masa Kejayaan. Wilayah Majapahit meliputi hampir seluruh Jawa, sebagian besar Pulau Sumatera, Semenan- jung Malaya, Kalimantan, dan Indonesia bagian timur hingga Papua.

 

9. Hayam Wuruk.

Hayam Wuruk (1334-1389) adalah raja terbesar Majapahit. Beliau ber- gelar Sri Rajasanagara. Beliau adalah Putra Ratu Tribhuanatunggadewi dan Kertawardana. Di bawah pemerintahan beliau, Majapahit mengalami puncak kebesaran dan zaman keemasan. Pada masa itu, Mahapatih Gajah Mada berhasil mempersatukan seluruh Nusantara. Daerah kekuasaan Majapahit kurang lebih meliputi wilayah Indonesia saat ini. Perdagangan dengan luar negeri, terutama Cina, mencapai kema- juan, begitu pula bidang kesusastraan, seni pahat, seni bangun, kehakiman, dan agama.

Nama Hayam Wuruk terkenal dalam sejarah Indonesia karena di- kisahkan dalam kitab Negarakertagama yang disusun oleh Empu Prapanca. Peninggalan Majapahit yang terkenal dari masa pemerintahan Hayam Wuruk antara lain himpunan kitab sejarah Singsari dan Majapahit hasil karya Empu Prapanca, serta cerita sastra Arjunawiwaha dan Sutasoma gubahan Empu Tantular. Salah satu peristiwa penting ketika Hayam Wuruk berkuasa adalah kemenangan Majapahit dalam pertempuran melawan Kerajaan Sunda (Pajajaran) tahun 1351. Perang tersebut dikenal dengan sebutan Perang Bubat. Setelah Hayam Wuruk wafat (1389), Majapahit mengalami kemerosotan.

 

C. Tokoh-tokoh Sejarah pada Masa Buddha.

Kita memiliki banyak peninggalan sejarah kerajaan Buddha. Namun, catatan sejarah tentang masa itu masih sangat kurang. Salah satu catatan sejarah yang sangat penting untuk mengetahui sejarah kerajaan Buddha, khususnya Sriwijaya adalah catatan sejarah I-Tsing.
I-Tsing adalah seorang pendeta Buddha dari Cina. Pada tahun 671, be- liau pergi ke India untuk mempelajari ajaran Buddha. Beliau singgah di Sriwijaya selama enam bulan untuk mempelajarai tata bahasa Sansekerta. Ketika kembali dari India I-Tsing, tinggal di Sriwijaya untuk menerjemahkan naskah-naskah Buddha berbahasa Sansekerta ke dalam bahasa Cina.
Pada tahun 689, I-Tsing pulang ke Kanton. Beliau menjemput empat orang pembantunya. Kemudian beliau kembali lagi ke Sriwijaya. Beliau menyelesaikan dua buah karya tulis termasyhur, yaitu Catatan Ajaran Agama Buddha yang dikirim dari Laut Selatan dan Catatan Pendeta- pendeta yang menuntut ilmu di India pada zaman Dinasti Tang. Dalam ke- dua karya ini, I-Tsing menguraikan letak dan keadaan Sriwijaya dan negara- negara Nusantara lainnya. Karya I-Tsing ini menjadi sumber informasi penting tentang sejarah Nusantara abad ke-7, khususnya tentang Sriwijaya.
Mari kita bahas beberapa tokoh pada masa kerjaan Buddha di Indone- sia. Kita akan membahas tiga tokoh, yaitu Balaputradewa, Sakyakirti, dan Kertanegara.

1. Balaputradewa.
Balaputradewa adalah raja Sriwijaya yang memerintah sekitar abad ke-9 atau ke-10 Masehi. Beliau berasal dari keluarga Syailendra, yang berkuasa di Pulau Jawa mulai sekitar tahun 750. Ayah Balaputradewa bernama Samaragrawira dan ibunya bernama Tara. Balaputradewa kemu- dian bergelar Sri Wirawairimathana.
Pada zaman pemerintahan Balaputradewa, Sriwijaya menjalin hubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan di Jawa, Semenanjung Ma- laya, dan Cina. Karena itu, nama Balaputradewa juga dikenal di negeri lain. Di daerah Nalanda, India, nama Balaputradewa terpahat pada prasasti di antara puing suatu wihara kuno. Di situ tercantum Suwarnadwipa, sebut- an lain bagi Pulau Sumatra atau Kerajaan Sriwijaya.

2. Sakyakirti.
Sakyakirti adalah seorang mahaguru agama Buddha yang ada di Kerajaan Sriwijaya. Menurut kesaksian I-Tsing Sriwijaya telah menjadi pusat agama Buddha. Di sana ada lebih dari seribu pendeta yang belajar agama Buddha. Diperkirakan di Sriwijaya sudah berdiri sebuah perguruan Buddha. Perguruan ini mempunyai hubungan baik dengan perguruan Bud- dha yang ada di Nalanda, India.

3. Kertanegara.
Kertanegara adalah raja terakhir dari Kerajaan Singasari. Beliau adalah cicit Ken Arok. Kertanegara meme- rintah tahun 1268-1292. Kertanegara bergelar Maharajadhiraja Sri Kertane- gara Wikrama Dharmottunggadewa. Kertanegara adalah raja yang sangat terkenal baik dalam bidang politik maupun keagamaan. Dalam bidang politik, Jayanegara dikenal sebagai raja yang menguasai ilmu ketatanegaraan dan mempunyai gagasan memperluas wilayah kerajaannya. Kertanegara menganut agama Buddha Tantrayana.
Tahun 1275 Kertanegara mengirim pasukan untuk menaklukkan Kerajaan Sriwijaya. Pengiriman pasukan itu di- kenal dengan ekspedisi Pamalayu. Ketika Kertanegara memerintah, Kera- jaan Singasari sempat menguasai Su- matera, Bakulapura (Kalimantan Barat), Jawa Barat (Sunda), Madura, Bali, dan Gurun (bagian Indonesia Timur).

Pemerintahan Kertanegara berakhir ketika diserang oleh Jayakatwang dari Gelang-gelang. Setelah Kertanegara gugur, seluruh kerajaan Singasari dikuasai oleh Jayakatwang.

 

D. Tokoh-tokoh Sejarah pada Masa Islam.

Agama Islam masuk ke wilayah Indonesia dibawa oleh para pedagang dari Arab dan Gujarat. Mula-mula Islam dikenal dan berkembang di daerah Sumatra Utara, tepatnya di Pasai dan Peurlak. Dari daerah tersebut, Agama Islam terus menyebar ke hampir seluruh wilayah Nusantara. Agama Islam dapat diterima dengan mudah oleh masyarakat Indonesia waktu itu. Mengapa agama Islam dapat diterima dengan mudah? Sebab-sebabnya antara lain sebagai berikut.
1. Syarat-syarat untuk masuk Islam tidak sulit. Untuk masuk Islam seseorang cukup mengucapkan dua kalimat syahadat.
2. Peran ulama, kyai, dan para pendakwah giat melakukan siar agama. Banyak tokoh penyebar agama Islam menggunakan sarana budaya setempat. Misalnya, beberapa wali di Pulau Jawa menggunakan sarana wayang untuk sarana dakwah.
Siapa saja tokoh-tokoh penyebaran Agama Islam di tanah air? Kita akan membahas tokoh-tokoh penyebaran agama Islam di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Maluku, dan Sulawesi.

1. Tokoh-tokoh Sejarah Islam di Sumatera.
Di Sumatra pernah berdiri kerajaan-kerajaan Islam, yaitu Samudra Pasai dan Kerajaan Aceh. Beberapa tokohnya sebagai berikut.

a. Sultan Malik Al-Saleh.
Sultan Malik Al-Saleh adalah pen- diri dan raja pertama Kerajaan Samu- dera Pasai. Sebelum menjadi raja beliau bergelar Merah Sile atau Merah Selu. Beliau adalah putera Merah Gajah. Diceritakan Merah Selu me- ngembara dari satu tempat ke tempat lain. Akhirnya, beliau berhasil diangkat menjadi raja di suatu daerah, yaitu Samudra Pasai.
Merah Selu masuk Islam berkat per- temuannya dengan Syekh Ismail, se- orang Syarif Mekah. Setelah masuk Is- lam, Merah Selu diberi gelar Sultan Malik Al-Saleh atau Sultan Malikus Saleh. Sultan Malik Al-Saleh wafat pada tahun 1297 M.

b. Sultan Ahmad (1326-1348).
Sultan Ahmad adalah sultan Samudera Pasai yang ketiga. Beliau ber- gelar Sultan Malik Al-Tahir II. Pada masa pemerintahan beliau, Samudera Pasai dikunjungi oleh seorang ulama Maroko, yaitu Ibnu Battutah. Ulama ini mendapat tugas dari Sultan Delhi, India untuk berkunjung ke Cina. Dalam perjalanan ke Cina Ibnu Battutah singgah di Samudera Pasai.
Ibnu Battutah menceritakan bahwa Sultan Ahmad sangat mem- perhatikan perkembangan Islam. Sultan Ahmad selalu berusaha menyebar- kan Islam ke wilayah-wilayah yang berdekatan dengan Samudera Pasai. Beliau juga memperhatikan kemajuan kerajaannya.

c. Sultan Alauddin Riyat Syah.
Sultan Alauddin Riyat Syah adalah sultan Aceh ketiga. Beliau memerintah tahun 1538-1571. Sultan Alauddin Riyat Syah meletakan dasar- dasar kebesaran Kesultanan Aceh. Untuk menghadapi ancaman Portugis, beliau menjalin kerja sama dengan Kerajaan Turki Usmani dan kerajaan- kerajaan Islam lainnya. Dengan bantuan Kerajaan Turki Usmani, Aceh dapat membangun angkatan perang yang baik.
Sultan Alauddin Riyat Syah mendatangkan ulama-ulama dari India dan Persia. Ulama-ulama tersebut mengajarkan agama Islam di Kesultanan Aceh. Selain itu, beliau juga mengirim pendakwah-pendakwah masuk ke pedalaman Sumatera, mendirikan pusat Islam di Ulakan, dan membawa ajaran Islam ke Minang Kabau dan Indrapura. Sultan Alauddin Riyat Syah wafat pada tanggal 28 September 1571.

 

d. Sultan Iskandar Muda 1606-1637).
Sultan Iskandar Muda adalah sultan Aceh yang ke-12. Beliau memerintah tahun 1606-1637. Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, Aceh mengalami puncak ke- makmuran dan kejayaan. Aceh memperluas wilayahnya ke selatan dan memperoleh kemajuan ekono- mi melalui perdagangan di pesisir

Sumatera Barat sampai Indrapura. Aceh meneruskan perlawanan ter- hadap Portugis dan Johor untuk merebut Selat Malaka. Sultan Iskandar Muda menaruh perhatian dalam bidang agama. Beliau mendirikan sebuah masjid yang megah, yaitu Masjid Baiturrahman. Beliau juga mendirikan pusat pen- didikan Islam atau dayah. Pada masa inilah, di Aceh hidup seorang ulama yang sangat terkenal, yaitu Hamzah Fansuri.
Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, disusun sistem per- undang-undangan yang disebut Adat Mahkota Alam. Sultan Iskandar Muda juga menerapkan hukum Islam dengan tegas. Bahkan beliau menghukum rajam puteranya sendiri. Ketika dicegah melakukan hal tersebut, beliau mengatakan, “Mati anak ada makamnya, mati hukum ke mana lagi akan dicari keadilan.” Setelah beliau wafat, Aceh mengalami kemunduran.

2. Tokoh-tokoh Sejarah Islam di Jawa
Di pulau Jawa terdapat sembilan ulama pelopor dan pejuang pengem- bangan Islam. Mereka adalah Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Giri, Sunan Drajat, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati. Mereka lebih populer dengan sebutan Wali Songo.
a. Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim).
Sunan Gresik juga dikenal dengan nama Maulana Malik Ibrahim, Maulana Magribi atau Syekh Magribi, dan Jumadil Kubra. Tapi masyara- kat umum di Jawa lebih mengenalnya sebagai Sunan Gresik, karena beliau menyiarkan agama Islam dan dimakamkan di Gresik.

Sunan Gresik adalah pendiri pondok pesantren pertama di Indo- nesia. Beliau menyebarkan agama Islam dengan bijaksana. Waktu itu penduduk di sekitar Gresik belum beragama Islam. Penyebaran agama yang dilakukan Sunan Gresik dapat diterima dengan cepat. Beliau wafat pada tahun 1419 dan dimakamkan di Gresik.

b. Sunan Ampel (Raden Rahmat).
Nama asli Sunan Ampel adalah Raden Rahmat. Beliau adalah putra Maulana Malik Ibrahim. Beliau dilahirkan di Campa, Aceh sekitar tahun 1401. Ketika berumur 20 tahun, Sunan Ampel hijrah ke Pulau Jawa. Beliau meneruskan cita-cita dan perjuangan Maulana Malik Ibrahim.

Sunan Ampel memulai kegiatan dakwahnya dengan mendirikan dan mengasuh pesantren di Ampel Denta, dekat Surabaya. Di pesantren inilah, Sunan Ampel mendidik para pemuda untuk menjadi dai-dai yang akan disebar ke seluruh Jawa. Mu- rid-murid beliau yang terkenal adalah Raden Paku (Sunan Giri), Raden Fatah (raja/sultan pertama kerajaan Demak), Raden Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang), Syarifud- din (Sunan Drajat), dan Maulana Ishak.

Sunan Ampel merancang kerajaan Islam di Pulau Jawa, yaitu kerajaan Demak. Beliau yang mengangkat Raden Fatah sebagai sultan pertama Demak. Selain itu, beliau juga berperan besar dalam membangun Masjid Agung Demak. Sunan Ampel wafat pada tahun 1481. Jenazahnya di- makamkan di daerah Ampel.

 

c. Sunan Bonang (Maulana Makdum Ibrahim).
Sunan Bonang adalah penyebar Islam di pesisir utara Jawa Timur. Beliau adalah putra Sunan Ampel. Nama lain beliau adalah Maulana Makdum Ibrahim atau Raden Ibrahim. Ketika masih remaja, bersama dengan Raden Paku, Sunan Bonang dikirim oleh Sunan Ampel ke Pasai untuk memperdalam ilmu agama. Sepulang dari sana, beliau mulai berdakwah dengan cara menjadi guru dan mubalig. Beliau juga mendirikan pesantren di daerah Tuban, Jawa Timur. Santri-santri yang menjadi muridnya berasal dari berbagai daerah di Nusantara.

Dalam menyebarkan agama Is- lam, Sunan Bonang selalu menye- suaikan diri dengan corak kebuda- yaan masyarakat Jawa. Beliau di- anggap sebagai pencipta gending (lagu) pertama dalam rangka siar agama Islam. Sunan Bonang dan wali-wali lainnya, menggunakan wa- yang dan musik gamelan sebagai sa- rana dakwah Islam. Sunan Bonang sendiri menciptakan lagu-lagu untuk kegiatan dakwah yang dikenal dengan nama Tembang Durma. Sunan Bonang wafat tahun 1525 dan dimakamkan di Tuban, Jawa Timur.

d. Sunan Giri (Raden Paku).
Sunan Giri adalah seorang ulama yang menyebarkan agama di daerah Blambangan. Beliau adalah saudara Sunan Gunung Jati. Nama asli beliau adalah Raden Paku, di- kenal juga dengan nama Prabu Satmata.
Ketika remaja beliau belajar agama di Pondok Pesantren Ampel Denta yang dipimpin oleh Sunan Ampel. Bersama Sunan Bonang, beliau memperdalam ilmu agama di Pasai. Setelah kembali dari Pasai, Sunan Giri menyebarkan agama Is- lam lewat berbagai cara. Beliau mendirikan pesantren di daerah Giri. Sunan Giri mengirim juru dakwah terdidik ke berbagai daerah di luar Pulau Jawa, antara lain Madura, Bawean, Kangean, Ternate, dan Tidore. Sunan Giri mendidik anak-anak melalui berbagai permainan yang berjiwa agamis, misalnya melalui permainan Jelungan, Jamuran, Gendi Ferit, Gula Ganti, Cublak-cublak Suweng, dan Ilir-ilir.
Selain aktif menyebarkan agama, beliau juga menjadi pemimpin masya- rakat di daerah Giri. Daerah yang dipimpinnya kemudian berkembang menjadi kerajaan kecil yang bernama Kerajaan Giri. Sebagai raja Giri, beliau bergelar Sultan Abdul Faqih. Beliau juga sangat berpengaruh dalam peme- rintahan Kesultanan Demak. Setiap ada masalah penting yang harus dipu- tuskan, para wali yang lain selalu menanti keputusan dan pertimbangannya. Sunan Giri wafat pada tahun 1506. Beliau dimakamkan di Bukit Giri, Gresik.

e. Sunan Drajat (Syarifuddin).
Sunan Drajat adalah penyebar agama Islam di daerah Sedayu, Gresik, Jawa Timur. Beliau putra Sunan Ampel dan adik Sunan Bonang. Nama asli beliau adalah Raden Kosim atau Syarifuddin. Namun, kebanyakan masyarakat mengenalnya sebagai Sunan Sedayu.
Untuk melancarkan kegiatan dakwah, Sunan Drajat menciptakan satu jenis lagu yang disebut gending pangkur. Beliau menjadikan Sedayu sebagai wilayah penyebaran dakwahnya. Murid-muridnya berasal dari berbagai wilayah Nusantara. Bahkan, ada yang berasal dari Ternate dan Hitu Ambon. Sunan Drajat sangat menekankan sifat sosial sebagai peng- amalan agama Islam. Beliau memberi pertolongan kepada masyarakat umum dan menyantuni anak yatim serta fakir miskin.

f. Sunan Kalijaga (Raden Mas Syahid).
Nama asli Sunan Kalijaga adalah Raden Mas Syahid. Beliau juga men- dapat julukan Syek Malaya. Beliau adalah putra seorang bupati Tuban, yang bernama Raden Sahur Tumenggung Wilatikta. Sunan Kalijaga dikenal sebagai wali berjiwa besar, berpikiran tajam, dan berpandangan jauh.
Beliau berdakwah sebagai mubalig dari satu daerah ke daerah lain. Ka- rena dakwahnya yang intelek, beliau dapat diterima di kalangan para bangsawan, kaum cendikiawan, dan para penguasa. Beliau juga menjadi penasihat Kesultanan Demak.
Sunan Kalijaga memiliki pe- ngetahuan luas dalam bidang kese- nian dan kebudayaan Jawa. Beliau
menggunakan wayang dan gamelan sebagai sarana dakwah. Sunan Kalijaga mengarang cerita wayang yang bernafaskan Islam. Selain itu, beliau juga berjasa dalam mengem- bangkan seni ukir, seni busana, seni pahat, dan kesusastraan. Salah satu karya beliau yang terkenal adalah lagu Ilir-ilir. Lagu ini berisi ajakan untuk masuk Islam.

g. Sunan Kudus (Ja’far Sadiq).
Sunan Kudus adalah putera Raden Umar Haji, penyebar agama Islam di daerah Jipang Panolan, Blora, Jawa Timur. Nama asli beliau adalah Ja’far Sadiq. Ketika kecil beliau biasa dipanggil Raden Undung.
Sunan Kudus menyiarkan agama Islam di daerah Kudus dan sekitar- nya. Selain menjadi pendakwah, Sunan Kudus juga menjadi Panglima Perang Kesultanan Demak. Beliau dipercaya untuk mengendalikan peme- rintahan di daerah Kudus. Di wilayah tersebut, beliau menjadi pemimpin pemerintahan sekaligus pemimpin agama. Beliau dianggap sebagai pendiri Masjid Raya Kudus. Masjid Kudus memiliki menara yang indah. Oleh karena itu, masjid tersebut terkenal dengan nama Masjid Menara Kudus. Sunan Kudus wafat pada tahun 1550 dan dimakamkan di kota Kudus.

h. Sunan Muria (Raden Umar Said).
Sunan Muria adalah putra Sunan Kalijaga. Nama aslinya Raden Umar Said. Beliau menjadi wali yang banyak berjasa dalam menyiarkan agama Islam di pedesaan pulau Jawa. Ciri khas Sunan Muria adalah menyiarkan agama Islam di desa-desa terpencil. Beliau lebih suka menyendiri dan tinggal di desa serta bergaul dengan rakyat biasa. Beliau mendidik rakyat di sekitar Gunung Muria. Cara beliau menyiarkan agama Islam adalah dengan mengadakan kursus bagi kaum pedagang, para nelayan, dan rakyat biasa. Sebagai sarana dakwah beliau menciptakan Tembang Sinom dan Kinanti.

i. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah).
Sunan Gunung Jati adalah wali yang banyak berjasa dalam menye- barkan agama Islam di daerah Jawa Barat. Beliau masih keturunan raja Pajajaran, Prabu Siliwangi. Ibunya, Nyai Larang Santang, adalah putri Prabu Siliwangi. Sementara ayahnya, Maulana Sultan Mahmud (Syarif Abdullah), adalah seorang bangsawan Arab. Nama kecil beliau adalah Syarif Hidayatullah.
Ketika dewasa, Syarif Hidayatullah memilih berdakwah ke Jawa, dari- pada menetap di tanah kelahirannya, Arab. Beliau menemui pamannya Raden Walangsungsang di Cirebon. Setelah pamannya wafat, beliau menggantikan kedudukannya. Syarif Hidayatullah berhasil meningkatkan Cirebon menjadi sebuah kesultanan.

Setelah Cirebon menjadi keraja-an Islam, Sunan Gunung Jati ber-usaha mempengaruhi Kerajaan Pajajaran yang belum menganut Is- lam. Dari Cirebon Sunan Gunung Jati mengembangkan Islam ke daerah-daerah lain seperti Maja- lengka, Kuningan, Kawali (Galuh), Sunda Kelapa, dan Banten. Beliau meletakkan dasar bagi pengem- bangan dan perdaganan Islam di Banten. Ketika beliau kembali ke Cirebon, Banten diserahkan kepada Putranya, Sultan Maulana Hasanud- din yang kemudian menurunkan raja-raja Banten. Sunan Gunung Jati wafat pada tahun 1570. Beliau dimakamkan di Gunung Jati, Cire- bon, Jawa Barat.

 

3. Tokoh-tokoh Sejarah Islam di Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.

Perkembangan Islam di wilayah Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku ju- ga terjadi melalui jalur perdagangan. Perkembangan Islam di daerah ini semakin cepat karena peran putra-putra daerah ini menuntut ilmu agama Islam ke Jawa. Ketika pulang mereka menjadi ulama yang menyebarkan agama di daerahnya. Perkembangan Islam di wilayah ini ditandai dengan berdirinya kerajaan Islam seperti Kesultanan Kutai Kertanegara, Ternate, dan Kerajaan Gowa-Tallo. Beberapa tokoh dari sejarah perkembangan Is- lam di Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku antara lain sebagai berikut.

a. Dato ri Bandang dan kawan-kawan.
Ada tiga mubalik asal Minangkabau yang merintis penyebaran Islam di Sulawesi Selatan. Mereka adalah Dato ri Bandang (Abdul Makmur Khatib Tunggal), Dato ri Patimang (Sulaiman Khatib Sulung), dan Dato ri Tiro (Jawad Khatib Bungsu). Dato ri Bandang bersama dengan Dato Suleman datang ke Kerajaan Gowa-Tallo untuk menyiarkan agama Islam. Mereka berdua dengan giat mengenalkan agama Islam dan seluk-beluknya kepada masyarakat setempat. Lambat laun, banyak masyarakat yang tertarik me- meluk agama Islam. Setelah masuk Islam Sultan Gowa tersebut bergelar Sultan Alauddin.

b. Sultan Alauddin
Sultan Alauddin adalah raja Gowa ke-14. Beliau adalah raja Gowa pertama yang memeluk agama Islam. Beliau masuk Islam bersamaan dengan raja Tallo. Raja Tallo tersebut sekaligus menjadi Mangkubumi Kera- jaan Gowa. Setelah masuk Islam, raja Tallo itu dinamai Sultan Abdullah Awwal al-Islam.

SetelahSultan Alauddin dan Mangkubuminya Sultan Abdullah Awwal al-Islam masuk Islam, berangsur-angsur rakyat Gowa-Tallo juga di-islam- kan. Sultan Alauddin juga berusaha menyebarkan Islam ke kerajaan tetang- ganya. Kerajaan-kerajaan yang berhasil di-islam-kan antara lain Kerajaan Soppeng (1607), Wajo (1610), dan Bone (1611). Beliau masih melanjutkan penyebaran Islam ke Buton, Dompu (Sumbawa), dan Kengkelu (Tambora, Sumbawa).

c. Tuan Tunggang Parangan.
Tuan Tunggang Parangan ada- lah ulama yang menyebarkan agama Islam di Kerajaan Kutai Ker- tanegara di Kalimantan Timur. Awal- nya di kerajaan ini ada dua ulama yang melakukan siar agama Islam yaitu Tuan Tunggang Parangan dan Dato ri Bandang. Namun setelah beberapa lama, Dato ri Bandang kembali ke Makasar (Kerajaan Gowa- Tallo) melanjutkan siar yang telah beliau rintis di sana. Tuan Tunggang Parangan tetap tinggal di Kutai.

Berkat ajaran Tuan Tunggang Parangan, Raja Aji Mahkota memeluk Islam. Hal itu diikuti oleh putranya, Ai Di Langgar, yang menggantikan ke- dudukannya. Keislaman Raja Mahkota diikuti juga oleh pangeran, hulu- balang, dan seluruh rakyat Kutai. Penduduk yang enggan masuk Islam semakin terdesak masuk ke pedalaman.
Kerajaan Kutai Kertanegara berganti nama menjadi Kesultanan Kutai Kertanegara. Ajaran Islam berkembang pesat di kesultanan ini. Raja memberlakukan undang-undang kesultanan yang berpedoman pada ajaran Islam.

d. Sultan Zainal Abidin.
Zainal Abidin adalah raja Ke- rajaan Ternate (1486-1500). Beliau pernah pergi ke Giri, untuk belajar agama Islam. Ketika kembali dari Giri, beliau berusaha memasukkan ajaran Islam dalam pemerintahan- nya. Beliau juga berusaha memper- luas pengajaran Islam untuk rakyat. Beliau mendirikan pesantren dan mendatangkan guru-guru (ulama) dari Jawa. Selain itu, Zainal Abidin juga berusaha menyebarkan Islam lewat ekspansi kekuasaannya.

Rangkuman :

Ada banyak tokoh di balik perkembangan agama Hindu, Buddha, dan Islam di wilayah tanah air. Tokoh itu bisa seorang raja, penyebar ataupun tokoh agama seperti pendeta, brahmana, dan mubalig.
Selain para pedagang India, kaum Brahmana turut menyebarkan agama Hindu di Indonesia. Tokoh-tokoh besar pada masa kerajaan Hindu antara lain Aswawarman, Mulawarman, Purnawarman, Airlanga, Jayabaya, Ken Arok, Raden Wijaya, Gajah Mada, dan Hayam Wuruk.
Kita bisa tahu banyak tentang sejarah agama Buddha di Indonesia dari catatan I-Tsing. Salah satu tokoh yang diceritakan adalah Sakyakirti. Beliau adalah mahaguru agama Buddha di Kerajaan Sriwijaya. Tokoh lain yang bisa disebutkan adalah Balaputradewa dan Kertanegara.
Agama Islam mulai masuk ke Indonesia dari wilayah barat, yaitu Sumatera Utara. Tokoh-tokoh penyebaran Islam di wilayah Sumatera antara lain Sultan Malik Al-Saleh, Sultan Ahmad, Sultan Alauddin Riyat Syah, dan Sultan Iskandar Muda. Di Pulau Jawa ada sembilan tokoh penyebaran agama Islam. Mereka dikenal dengan sebutan Wali Songo. Tokoh-tokoh penyebaran Islam di wilayah tengah dan timur Indonesia (Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku) antara lain Dato’ri Bandang, Sul- tan Alauddin, Tuan Tunggang Parangan, dan Sultan Zainal Abiddin.

 

Tinggalkan komentar