Sumber : ImanKatolik.or.id.

GEREJA KATOLIK YANG SATU.

“Al-lah telah berkenan menghimpun orang-orang yang beriman akan Kristus menjadi Umat Al-lah (lihat 1 Petrus 2:5-10)”, dan membuat mereka menjadi satu Tubuh (lihat. 1 Korintus 12:12) dan (AA 18). “Pola dan prinsip terluhur misteri kesatuan Gereja ialah kesatuan Al-lah yang tunggal dalam tiga pribadi, Bapa, Putra dan Roh Kudus”.

landasan Hukum Gereja yang Satu dapat kita lihat dalam Katekismus Gereja Katolik dibawah ini :

“Itulah satu-satunya Gereja Kristus, yang dalam syahadat iman kita akui sebagai Gereja yang satu, kudus, katolik, dan apostolik”. Keempat sifat ini, yang tidak boleh dipisahkan satu dari yang lain, melukiskan ciri-ciri hakikat Gereja dan perutusannya. Gereja tidak memilikinya dari dirinya sendiri. Melalui Roh Kudus, Kristus menjadikan Gereja-Nya itu satu, kudus, katolik, dan apostolik. Ia memanggilnya supaya melaksanakan setiap sifat itu. 

Hanya iman dapat mengakui bahwa Gereja menerima sifat-sifat ini dari asal ilahinya. Namun akibat-akibatnya dalam sejarah merupakan tanda yang juga jelas mengesankan akal budi manusia. Seperti yang dikatakan Konsili Vatikan I, Gereja “oleh penyebarluasannya yang mengagumkan, oleh kekudusannya yang luar biasa, dan oleh kesuburannya yang tidak habis-habisnya dalam segala sesuatu yang baik, oleh kesatuan katoliknya dan oleh kestabilannya yang tak terkalahkan, adalah alasan yang kuat dan berkelanjutan sehingga pantas dipercaya dan satu kesaksian yang tidak dapat dibantah mengenai perutusan ilahinya”.

Gereja itu satu menurut asalnya. “Pola dan prinsip terluhur misteri itu ialah kesatuan Al-lah tunggal dalam tiga Pribadi, Bapa, Putera, dan Roh Kudus”. Gereja itu satu menurut Pendiri-Nya. “Sebab Putera sendiri yang menjelma … telah mendamaikan semua orang dengan Allah, dan mengembalikan kesatuan semua orang dalam satu bangsa dan satu tubuh”. Gereja itu satu menurut jiwanya. “Roh Kudus, yang tinggal di hati umat beriman, dan memenuhi serta membimbing seluruh Gereja, menciptakan persekutuan umat beriman yang mengagumkan itu, dan sedemikian erat menghimpun mereka sekalian dalam Kristus, sehingga menjadi prinsip kesatuan Gereja”. Dengan demikian, kesatuan termasuk dalam hakikat Gereja: “Sungguh keajaiban yang penuh rahasia! Satu adalah Bapa segala sesuatu, juga satu adalah Logos segala sesuatu, dan Roh Kudus adalah satu dan saina di mana-mana, dan juga ada hanya satu Bunda Perawan; aku mencintainya, dan menamakan dia Gereja” (Santo Klemens dari Aleksandria, Pæd. 1,6,42:PG 8,300). 

Namun sejak awal, Gereja yang satu ini memiliki kemajemukan yang luar biasa. Di satu pihak kemajemukan itu disebabkan oleh perbedaan anugerah-anugerah Allah, di lain pihak oleh keanekaan orang yang menerimanya. Dalam kesatuan Umat Al-lah berhimpunlah perbedaan bangsa dan budaya. Di antara anggota-anggota Gereja ada keanekaragaman anugerah, tugas, syarat-syarat hidup dan cara hidup; “maka dalam persekutuan Gereja selayaknya pula terdapat Gereja-gereja khusus, yang memiliki tradisi mereka sendiri”. Kekayaan yang luar biasa akan perbedaan tidak menghalang-halangi kesatuan Gereja, tetapi dosa dan akibat akibatnya membebani dan mengancam anugerah kesatuan ini secara terus-menerus. Karena itu Santo Paulus harus menyampaikan nasihatnya, “supaya memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera”.

Manakah ikatan-ikatan kesatuan? Terutama cinta, “ikatan kesempurnaan” (Kolese 3:14). Tetapi kesatuan Gereja penziarah juga diamankan oleh ikatan persekutuan yang tampak berikut ini:
– pengakuan iman yang satu dan sama, yang diwariskan oleh para Rasul;
– perayaan ibadat bersama, terutama Sakramen-sakramen;
– suksesi apostolik, yang oleh Sakramen Tahbisan menegakkan kesepakatan sebagai saudara-saudari dalam keluarga Allah. 

“Itulah satu-satunya Gereja Kristus … Sesudah kebangkitan-Nya, Penebus kita menyerahkan Gereja kepada Petrus untuk digembalakan. Ia mempercayakannya kepada Petrus_dan para Rasul lainnya untuk diperluaskan dan dibimbing… Gereja itu, yang di dunia ini disusun dan diatur sebagai serikat, berada dalam [subsistit in] Gereja Katolik, yang dipimpin oleh pengganti Petrus dan para Uskup dalam persekutuan dengannya”. Dekrit Konsili Vatikan II mengenai ekumene menyatakan: “Hanya melalui Gereja Kristus yang katoliklah, yakni upaya umum untuk keselamatan, dapat dicapai seluruh kepenuhan upaya-upaya penyelamatan. Sebab kita percaya, bahwa hanya kepada Dewan Para Rasul yang diketuai oleh Petrus-lah Tuhan telah mempercayakan segala harta Perjanjian Baru, untuk membentuk satu Tubuh Kristus di dunia. Dalam Tubuh itu harus disaturagakan sepenuhnya siapa saja, yang dengan suatu cara telah termasuk Umat Allah”.