PENDAHULUAN – Sebuah Humanisme Yang Terpadu Dan Solider.
a. Pada saat merekahnya Milenium Ketiga.
1. Gereja bergerak maju menuju Milenium Ketiga kurun Kekristenan sebagai sebuah bangsa peziarah, yang dibimbing oleh Kristus, “Gembala Agung” (Ibrani 13:20). Kristus adalah “Pintu Suci” (berdasarkan Yohanes 10:9) melaluinya kita telah melintas selama Yubileum Agung Tahun 2000. Yesus Kristus adalah Jalan, Kebenaran dan Hidup (berdasarkan Yohanes 14:6); dalam kontemplasi memandang wajah Sang Tuhan kita menegaskan iman kita dan harapan kita akan Dia, satu-satunya Penyelamat dan tujuan sejarah.
Gereja tiada henti-hentinya berbicara kepada semua orang dan semua bangsa, sebab hanya di dalam nama Kristus keselamatan itu diberikan kepada manusia. Keselamatan itu, yang telah diperoleh Tuhan Yesus dengan membayar “harga mahal” (1Kor 6:20; bdk. 1Ptr 1:18-19), disempurnakan dalam hidup baru yang menanti orang-orang benar setelah kematian, namun juga meresapi dunia ini dalam berbagai kenyataan ekonomi dan kerja, teknologi dan komunikasi, masyarakat dan politik, masyarakat internasional dan berbagai relasi di antara aneka kebudayaan dan bangsa.
“Yesus dahulu datang untuk membawa keselamatan yang utuh, suatu keselamatan yang mencakup seluruh diri pribadi dan semua manusia, yang menyingkapkan suatu harapan yang mengagumkan tentang keputraan ilahi.”
2. Pada saat merekahnya Milenium Ketiga, Gereja tiada lelahnya mewartakan Injil yang membawa keselamatan dan kebebasan sejati juga untuk berbagai kenyataan fana. Gereja teringat akan imbauan agung yang diberikan oleh Santo Paulus kepada muridnya Timotius: “Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegurlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran. Karena akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Mereka akan memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng. Tetapi kuasailah dirimu dalam segala hal, sabarlah menderita, lakukanlah pekerjaan pemberita Injil dan tunaikanlah tugas pelayananmu” (2Tim 4:2-5).
3. Kepada orang-orang dari zaman kita sekarang ini, rekan-rekan sesama peziarahnya, Gereja juga menawarkan ajaran sosialnya. Malah ketika Gereja “mewartakan Injil, maka ia memperlihatkan kepada manusia, atas nama Kristus, martabat dan panggilannya untuk persekutuan pribadi. Gereja mengajarkan kepadanya keadilan dan cinta kasih yang sesuai dengan kebijaksanaan ilahi”. Ajaran ini memiliki kesatuannya sendiri yang sangat mendasar, yang mengalir dari Iman akan suatu keselamatan yang penuh dan utuh, dari Harapan akan kepenuhan keadilan, dan dari Cinta Kasih yang menjadikan semua umat manusia saudara dan saudari sejati di dalam Kristus: ajaran ini adalah ungkapan kasih Al-lah akan dunia yang sedemikian Ia kasihi “sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal” (Yoh 3:16). Hukum baru cinta kasih merangkul segenap keluarga umat manusia dan tidak mengenal batas karena pewartaan tentang keselamatan yang didatangkan oleh Kristus membentang “sampai ke ujung bumi” (Kis 1:8).
4. Dengan mengetahui bahwa mereka dikasihi oleh Allah, orang-orang akan memahami martabat transenden mereka sendiri, mereka belajar untuk tidak berpuas dengan diri mereka sendiri saja tetapi menjumpai sesama mereka dalam sebuah jejaring relasi yang benar-benar semakin manusiawi. Semua manusia yang dijadikan “baru” oleh cinta kasih Al-lah mampu mengubah aturan-aturan serta mutu relasi, malah seraya membarui pula struktur- struktur sosial. Mereka adalah orang-orang yang mampu membawa perdamaian di mana ada pertikaian, membangun dan memelihara relasi persaudaraan di mana ada kebencian, mengupayakan keadilan di mana merajalela penindasan manusia oleh manusia. Hanya cinta kasih yang mampu membarui secara radikal relasi yang dipelihara orang-orang di antara mereka sendiri. Inilah perspektif yang membolehkan setiap orang yang berkehendak baik untuk menyambut horizon luas keadilan serta perkembangan manusiawi dalam kebenaran dan kebaikan.
5. Cinta kasih menghadap medan kerja yang luas dan Gereja berhasrat untuk memberi andilnya dengan ajaran sosialnya, yang berkenaan dengan seluruh pribadi dan ditujukan kepada semua orang. Begitu banyak saudara dan saudari yang berkekurangan yang sedang menantikan pertolongan, begitu banyak orang tertindas yang sedang menantikan keadilan, begitu banyak orang menganggur yang sedang menantikan pekerjaan, begitu banyak orang yang sedang menantikan penghargaan. “Bagaimana mungkin bahwa sampai sekarang pun masih banyak orang yang mati kelaparan? Terkungkung dalam keadaan buta huruf? Banyak kekurangan perawatan medis yang mendasar? Tanpa atap yang menaungi kepala mereka? Skenario kemelaratan dapat meluas tanpa batas, bila selain bentuk-bentuk tradisionalnya kita memikirkan pola-polanya yang lebih baru. Pola-pola macam itu sering berdampak pada sektor-sektor dan kelompok-kelompok yang kaya secara finansial, yang kendati begitu terancam oleh keputusasaan akibat tiadanya makna dalam hidup mereka, akibat kecanduan narkoba, akibat rasa takut akan ditinggalkan ketika lanjut usia atau sakit, akibat marjinalisasi atau diskriminasi sosial … Dan bagaimanakah kita dapat tetap acuh tak acuh terhadap kemungkinan krisis ekologi yang sedang menjadikan kawasan-kawasan luas planet kita tidak mungkin dihuni dan bermusuhan terhadap umat manusia? Atau karena masalah-masalah perdamaian yang sering terancam oleh peperangan yang mendatangkan malapetaka? Atau oleh pelecehan hak- hak asasi manusia sekian banyak orang, khususnya anak-anak?”
6. Cinta kasih Kristen mendesak untuk mencela pelbagai ketidakberesan, memberikan berbagai anjuran dan suatu komitmen terhadap proyek-proyek budaya dan sosial; ia mendesak kegiatan efektif yang mengilhami semua orang yang sungguh merindukan kebaikan insani, agar memberi andil mereka. Umat manusia tengah menyadari dengan semakin jelas bahwa ia dipertautkan oleh satu nasib tunggal yang menuntut penerimaan bersama tanggung jawab, suatu tanggung jawab yang diilhami oleh sebuah kemanusiaan yang terpadu dan solider. Ia melihat bahwa nasib bersama ini sering kali ditentukan dan malah dipaksakan oleh faktor-faktor teknologi dan ekonomi, dan ia merasakan perlunya suatu kesadaran moral yang lebih besar yang akan membimbing perjalanannya bersama. Sembari mengagumi aneka inovasi teknologi, kaum lelaki dan perempuan dari zaman kita dewasa ini benar-benar menghasratkan agar kemajuan diarahkan menuju kebaikan sejati umat manusia, baik hari ini maupun esok.
b. Arti penting dokumen ini.
7. Seorang Kristen mengetahui bahwa dalam ajaran sosial Gereja dapat ditemukan prinsip-prinsip untuk refleksi, kriteria untuk penilaian dan pedoman- pedoman untuk tindakan, yang menjadi titik tolak untuk memajukan sebuah humanisme yang terpadu dan solider. Oleh karena itu, menjadikan ajaran ini dikenal merupakan sebuah prioritas pastoral yang sejati, sehingga semua orang akan tercerahkan olehnya dan dengan demikian mampu untuk menafsir kenyataan dewasa ini dan mencari cara-cara bertindak yang tepat: “Pengajaran dan penyebaran ajaran sosialnya merupakan bagian dari tugas perutusan penginjilan Gereja.”
Dalam terang inilah maka penerbitan sebuah dokumen yang membabarkan unsur-unsur hakiki dari ajaran sosial Gereja, sembari menunjukkan kaitan antara ajaran ini dan evangelisasi baru, tampaknya sarat manfaat. Komisi Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian, yang telah menyusun dokumen yang sekarang ini dan bertanggung jawab sepenuhnya atas kandungannya, menyiapkan naskah melalui sebuah konsultasi yang luas dengan para anggota dan penasihatnya sendiri, dengan berbagai komisi dalam Kuria Romawi, dengan aneka konferensi waligereja di pelbagai negara, dengan sejumlah uskup dan dengan para pakar menyangkut soal-soal yang dikaji.
8. Dokumeninidimaksudkanuntukmenyajikansecarasingkat,namunlengkap dan sistematis, ajaran sosial Gereja yang menjadi buah refleksi Magisterium yang saksama dan sebuah ungkapan komitmen Gereja yang berkanjang dalam kesetiaan kepada rahmat keselamatan yang didatangkan di dalam Kristus dan dalam perhatian penuh kasih terhadap nasib akhir umat manusia. Di dalamnya aneka pertimbangan teologis, filosofis, moral, budaya dan pastoral yang paling relevan menyangkut ajaran tersebut disajikan secara sistematis dalam kaitannya dengan masalah-masalah sosial. Dengan cara demikian, kesaksian diberikan pada keberhasilan perjumpaan antara Injil dan persoalan-persoalan yang ditemui umat manusia dalam perjalanannya sepanjang bentangan sejarah. Ketika mempelajari Kompendium ini, baiklah bila dicamkan bahwa kutipan-kutipan atas teks-teks Magisterium disitir dari berbagai dokumen yang memiliki tingkat kewibawaan yang berbeda. Di samping dokumen-dokumen konsili dan ensiklik-ensiklik, terdapat pula amanat-amanat para paus serta dokumen-dokumen yang disusun oleh berbagai komisi pada Takhta Suci. Sebagaimana yang kita ketahui, biarpun tampaknya merupakan pengulangan, pembaca hendaknya menyadari bahwa didalamnya tersangkut pula tingkat-tingkat kewenangan mengajar yang berbeda-beda. Dokumen ini membatasi dirinya untuk mengedepankan unsur-unsur paling mendasar dari ajaran sosial Gereja, sembari menyerahkan kepada berbagai konferensi waligereja tugas untuk membuat penerapan yang tepat sebagaimana yang dituntut oleh keadaan-keadaan setempat yang berbeda-beda.
9. Dokumen ini menawarkan sebuah tinjauan yang menyeluruh atas kerangka fundamental kumpulan doktrinal ajaran sosial Gereja. Tinjauan ini memungkinkan kita untuk menelisik secara tepat soal-soal dari zaman kita sekarang ini, yang mesti dipandang secara keseluruhan sebab soal- soal tersebut dicirikan oleh saling keterkaitan yang semakin besar, sambil mempengaruhi satu sama lain dan kian menjadi masalah keprihatinan seluruh keluarga umat manusia. Pembabaran ajaran sosial Gereja dimaksudkan untuk menyajikan sebuah pendekatan yang sistematis guna menemukan berbagai jalan keluar atas soal-soal tadi, sehingga pemindaian, penilaian serta keputusan akan bersepadanan dengan kenyataan, dan agar solidaritas serta pengharapan akan memiliki sebuah dampak yang lebih besar atas kepelikan dari berbagai situasi yang ada sekarang ini. Malah prinsip-prinsip ini saling berkaitan dan menerangi satu sama lain secara timbal balik, sejauh prinsip-prinsip tersebut merupakan suatu bentuk ungkapan dari antropologi Kristen, buah-buah pewahyuan cinta kasih Al-lah untuk pribadi manusia. Namun tidaklah boleh dilupakan bahwa berlalunya waktu serta lingkup-lingkup sosial yang senantiasa berubah akan menuntut suatu pemutakhiran yang terus-menerus atas refleksi menyangkut aneka ragam masalah yang diangkat di sini, agar dapat menafsir tanda-tanda zaman yang baru.
10. Dokumen ini disajikan sebagai sebuah sarana untuk melakukan pemindaian moral dan pastoral atas berbagai peristiwa kompleks yang menandai zaman kita; sebagai sebuah panduan untuk memberi ilham, baik pada tingkat individual maupun kolektif, kepada perilaku dan pilihan yang akan memperkenankan semua orang untuk memandang ke masa depan dengan keyakinan serta harapan yang lebih besar; sebagai sebuah bantuan bagi kaum beriman berkenaan dengan ajaran sosial Gereja dalam bidang moralitas sosial. Dari semuanya ini dapat merebak strategi-strategi baru yang cocok dengan tuntutan zaman kita dan bersepadanan dengan kebutuhan-kebutuhan manusia serta sumber-sumber daya. Namun terutama nian dapat timbul motivasi untuk menemukan kembali panggilan yang sesuai dengan berbagai karisma di dalam Gereja yang ditakdirkan untuk menginjili tatanan sosial, karena “semua anggota Gereja adalah peserta-peserta dalam matra sekular ini”. Singkatnya, teks ini dipaparkan sebagai sebuah insentif untuk dialog dengan semua orang yang secara tulus menghasratkan kebaikan umat manusia.
11. Dokumen ini dimaksudkan terutama nian bagi para uskup yang akan menentukan metode-metode yang paling tepat untuk menyebarluaskannya dan untuk menafsirkannya secara tepat. Malah sebagian dari “munus docendi” para uskup ialah untuk mengajarkan bahwa “hal-hal duniawi dan pranata-pranata menurut rencana Al-lah diarahkan juga kepada keselamatan manusia, dan oleh karena itu tidak sedikit faedahnya bagi pembangunan Tubuh Kristus”.10 Para imam, biarawan dan biarawati serta pada umumnya orang-orang yang bekerja di bidang pembinaan akan menemukan di dalam dokumen ini sebuah panduan bagi pengajaran mereka dan sebuah peranti bagi pelayanan pastoral mereka. Kaum awam beriman yang mencari Kerajaan Al-lah “dengan mengurusi hal-hal yang fana dan mengaturnya seturut kehendak Allah”, akan menemukan di dalam dokumen ini pencerahan bagi tugas perutusan khusus mereka sendiri. Jemaat-jemaat Kristen boleh berpaling kepada dokumen ini untuk memperoleh bantuan dalam menganalisis berbagai situasi secara objektif, menarik asas-asas untuk refleksi, norma-norma untuk penilaian serta pedoman-pedoman untuk tindakan.
12. Dokumen ini disajikan pula kepada para saudara Gereja-Gereja lain dan Jemaat-Jemaat Gerejawi, kepada para pengikut agama-agama lain, dan juga kepada lelaki dan perempuan yang berkehendak baik yang memiliki komitmen untuk melayani kesejahteraan umum: semoga mereka menerimanya sebagai buah pengalaman universal manusia yang dicirikan oleh tanda-tanda yang tiada terhitung banyaknya dari kehadiran Roh Allah. Ini adalah perbendaharaan harta baru dan lama (bdk. Mat 13:52) yang hendak dibagi-bagikan Gereja, dalam rasa syukur kepada Allah, dari Dia berasal “setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna” (Yak 1:17). Malah ini adalah tanda harapan sehingga agama-agama dan budaya-budaya menunjukkan keterbukaan untuk berdialog serta merasakan kebutuhan yang mendesak untuk memadukan tenaga guna menggalakkan keadilan, persaudaraan, perdamaian dan kekuatan pribadi manusia.
Gereja Katolik menggabungkan komitmennya dengan komitmen dalam ranah sosial yang dilaksanakan oleh Gereja-Gereja lain dan Jemaat-Jemaat Gerejawi, entah pada taraf refleksi doktrinal atau pada ajang praktis. Bersama mereka Gereja Katolik yakin bahwa dari perbendaharaan umum ajaran-ajaran sosial yang dilestarikan oleh tradisi yang hidup umat Al-lah akan muncul motivasi dan orientasi menuju sebuah kerja sama yang semakin erat dalam memajukan keadilan dan perdamaian.
c. Demi melayani kebenaran yang sepenuhnya tentang manusia.
13. Dokumen ini merupakan sebuah tindak pelayanan dari pihak Gereja kepada manusia dari zaman kita, kepada siapa ia menawarkan pusaka ajaran sosialnya mengikuti model dialog olehnya Al-lah sendiri, di dalam Putra tunggal-Nya yang menjadi manusia “menyapa manusia sebagai sahabat-sahabat-Nya (bdk. Kel 33:11; Yoh 15:14-15), dan bergaul dengan mereka (bdk. Bar 3:38)”. Seraya menimba ilham dari Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes, dokumen ini pun menempatkan “manusia, ditinjau dalam kesatuan dan keutuhannya, beserta jiwa maupun raganya, dengan hati serta nuraninya, dengan budi dan kehendaknya” sebagai kunci bagi segenap uraiannya. Seturut perspektif ini, Gereja “tidak sedikit pun tergerakkan oleh ambisi duniawi, tetapi hanya satulah maksudnya, yaitu dengan bimbingan Roh Penghibur melangsungkan karya Kristus sendiri yang telah datang ke dunia untuk memberi kesaksian tentang kebenaran, untuk menyelamatkan dan bukan untuk mengadili, untuk melayani dan bukan untuk dilayani.”
14. Dengan perantaraan dokumen ini, Gereja bermaksud untuk menawarkan sebuah sumbangan kebenaran menyangkut pertanyaan tentang tempat manusia di dalam alam dan di tengah masyarakat, sebuah pertanyaan yang dihadapi oleh semua peradaban dan kebudayaan di mana ditemukan berbagai ungkapan kearifan manusia. Berakar dalam sebuah masa lampau yang sering kali ribuan tahun usianya dan menyatakan dirinya dalam bentuk- bentuk agama, filsafat serta kearifan poetik setiap zaman dan setiap suku bangsa, berbagai peradaban dan kebudayaan tadi menyajikan penafsirannya sendiri tentang alam semesta serta masyarakat manusia, dan mengikhtiarkan sebuah pemahaman tentang eksistensi dan rahasia yang melingkupinya. Siapa aku? Mengapa ada penderitaan, kejahatan, kematian, walaupun terdapat serba macam kemajuan yang telah berhasil digapai? Apakah arti dan makna dari sedemikian banyak pencapaian bila harganya tak tertanggungkan? Apakah yang akan terjadi setelah kematian? Ini semua merupakan pertanyaan-pertanyaan yang menjadi ciri khas alur kehidupan manusia. Berkaitan dengan hal ini, kita dapat mengingat kembali nasihat “Kenalilah dirimu sendiri”, yang dipatrikan pada pintu kuil di Delphi, yang bersaksi tentang kebenaran hakiki yaitu bahwa manusia, yang dipanggil untuk mengungguli segenap ciptaan lainnya, adalah manusia justru karena pada hakikatnya ia terarah untuk mengenal dirinya sendiri.
15. Arah yang akan ditempuh oleh eksistensi manusia, masyarakat dan sejarah banyak bergantung pada jawaban-jawaban yang diberikan kepada pertanyaan- pertanyaan tentang tempat manusia di dalam alam dan di tengah masyarakat; sasaran dari dokumen ini ialah memberi sumbangan bagi jawaban-jawaban dimaksud. Malah makna terdalam dari eksistensi manusia disingkapkan dalam pencarian secara bebas atas kebenaran tersebut yang mampu memberi arah dan kepenuhan kepada hidup. Pertanyaan-pertanyaan yang sudah disinggung sebelumnya tiada henti-hentinya menarik akal budi manusia serta kehendaknya kepada pencarian tersebut. Pertanyaan- pertanyaan itu adalah ungkapan tertinggi dari kodrat manusia karena pertanyaan-pertanyaan tersebut menuntut suatu jawaban yang menjadi ukuran bagi kedalaman komitmen seseorang kepada eksistensinya sendiri. Lebih dari itu, yang dikaji di sini adalah pertanyaan-pertanyaan yang bercorak religius: “Ketika ‘duduk perkara segala sesuatu’ diselidiki secara terpadu dengan pencarian akan jawaban terakhir dan tuntas, maka akal budi manusia mencapai puncaknya dan membuka dirinya kepada keberagamaan … Keberagamaan itu mewakili ungkapan paling mulia dari pribadi manusia karena merupakan tajuk dari hakikatnya sebagai makhluk yang berakal budi. Keberagamaan itu memancar dari hasrat terdalam manusia akan kebenaran dan menjadi pijakan untuk pencariannya secara bebas dan pribadi akan Yang Ilahi.”
16. Pertanyaan-pertanyaan fundamental yang menyertai peziarahan manusia sejak saat paling awal mendapat makna yang semakin besar dalam zaman kita sekarang ini, karena dahsyatnya tantangan, barunya situasi serta pentingnya keputusan yang dihadapi generasi-generasi modern.
Yang pertama dari tantangan raksasa yang tengah dihadapi manusia zaman ini ialah kebenaran mengenai siapakah manusia itu sendiri. Batasan dan kaitan antara alam, teknologi dan moralitas merupakan perkara-perkara yang benar-benar menuntut tanggung jawab pribadi dan bersama berkenaan dengan sikap yang mesti diambil menyangkut siapakah makhluk insani itu, apakah yang mampu ditunaikannya dan siapakah ia semestinya. Tantangan kedua ditemukan dalam pemahaman dan pengelolaan terhadap kemajemukan serta perbedaan pada semua tingkatan: dalam cara berpikir, pilihan-pilihan moral, kebudayaan, anutan agamawi, filsafat manusia dan pembangunan sosial. Tantangan ketiga adalah globalisasi yang maknanya jauh lebih luas dan lebih mendasar daripada globalisasi ekonomi semata-mata, karena sejarah telah menyaksikan tersibaknya sebuah era baru yang bersangkut paut dengan nasib akhir umat manusia.
17. Para murid Yesus merasa tergugah oleh pertanyaan-pertanyaan ini; mereka juga merenungkan pertanyaan-pertanyaan tersebut dalam hatinya dan berkehendak untuk mendarmakan diri mereka bersama dengan semua manusia kepada pencarian akan kebenaran serta makna kehidupan baik sebagai pribadi perorangan maupun sebagai suatu masyarakat. Mereka memberi sumbangan bagi pencarian ini melalui kesaksian mereka yang dermawan kepada karunia murah hati dan luar biasa yang telah diterima oleh umat manusia: Al-lah telah berfirman kepada manusia dalam seluruh bentangan sejarah; malah Ia sendiri telah masuk ke dalam sejarah agar masuk ke dalam dialog dengan umat manusia dan menyingkapkan kepada umat manusia rencana-Nya tentang keselamatan, keadilan dan persaudaraan. Dalam Yesus Kristus, Putra-Nya yang menjadi manusia, Al-lah telah membebaskan kita dari dosa dan telah memperlihatkan kepada kita jalan yang harus kita tempuh serta tujuan yang mesti kita perjuangkan.
d. Dalam tanda solidaritas, hormat dan cinta kasih.
18. Gereja berkelana melintasi jalan-jalan sejarah bersama dengan semua umat manusia. Gereja tinggal di dalam dunia, dan walaupun bukan berasal dari dunia (bdk. Yoh 17:14-16) ia dipanggil untuk melayani dunia sesuai dengan panggilannya yang paling dalam. Sikap ini, yang juga ditemukan dalam dokumen ini, dilandaskan pada keyakinan yang mendalam yaitu bahwa sama seperti pentinglah bagi dunia ini untuk mengakui Gereja sebagai sebuah realitas sejarah dan ragi dalam sejarah itu, demikian pula pentinglah bagi Gereja untuk mengakui apa yang telah ia terima dari sejarah dan dari perkembangan umat manusia. Konsili Vatikan II menunjukkan secara jelas dan mengena tentang solidaritas, hormat dan cinta kasih kepada seluruh keluarga umat manusia dengan melibatkan diri dalam dialog dengannya tentang banyak masalah, sembari “menerangi soal-soal itu dengan cahaya Injil serta menyediakan bagi bangsa manusia daya kekuatan pembawa keselamatan yang oleh Gereja di bawah bimbingan Roh Kudus diterima dari Pendirinya. Sebab memang pribadi manusia harus diselamatkan, dan masyarakatnya mesti dibarui pula.”
19. Gereja, tanda dalam sejarah tentang cinta kasih Al-lah kepada umat manusia dan tentang panggilan seluruh bangsa manusia untuk bersatu sebagai anak-anak dari Bapa yang satu, bermaksud dengan dokumen tentang ajaran sosialnya untuk menyajikan kepada manusia sebuah humanisme yang memenuhi standar-standar rencana cinta kasih Al-lah di dalam sejarah, sebuah humanisme yang terpadu dan solider yang mampu menciptakan sebuah tatanan sosial, ekonomi dan politik yang baru yang dilandaskan pada martabat dan kemerdekaan setiap pribadi manusia, agar menghasilkan perdamaian, keadilan serta kesetiakawanan. Humanisme ini bisa menjadi suatu kenyataan apabila masing-masing orang beserta masyarakatnya mampu membudayakan kebajikan-kebajikan moral serta sosial di dalam diri mereka sendiri dan menyebarkannya di tengah masyarakat. “Dengan demikian, berkat bantuan rahmat ilahi yang memang diperlukan akan bangkitlah satu generasi manusia baru yang membangun kemanusiaan yang baru pula.”