Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 10951 | 15 Jan 2025
Klinis : Pasien, Ny. Y, usia 18 tahun, sedang hamil 5,5 bulan (G1P0A0) dengan riwayat penyakit jantung bawaan yang telah dioperasi pada tahun 2023. Pasien mengeluhkan sering merasa lemas dan mudah lelah, terutama saat melakukan aktivitas ringan, yang mulai dirasakan dalam beberapa minggu terakhir. Pasien juga menyatakan kekhawatiran terhadap kondisi kesehatannya dan perkembangan janin. Pada saat pengkajian, keadaan umum pasien baik, kesadaran compos mentis, dengan tanda-tanda vital sebagai berikut: Tekanan Darah: 110/60 mmHg, Nadi: 97 x/menit, Suhu: 36,5°C, Frekuensi Napas: 28 x/menit. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan konjungtiva pasien tampak pucat, yang mengindikasikan anemia. Selain itu, pasien memiliki kekhawatiran psikologis terkait kehamilannya. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar hemoglobin pasien adalah 10,5 g/dL, yang menunjukkan adanya anemia. Pasien juga menunjukkan tanda-tanda takipnea, kemungkinan berhubungan dengan riwayat penyakit jantung bawaan. masalah keperawatan : - risiko penuruna curah jantung b.d ... - pola napas tidak efektif b.d ... - ansietas b.d ...
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang dijelaskan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI yang dapat diterapkan untuk pasien Ny. Y:
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Penurunan Curah Jantung
SDKI: Risiko Penurunan Curah Jantung
SLKI: Perubahan Kardiovaskular
SIKI: Gangguan Fungsi Kardiovaskular
Penjelasan: Pasien memiliki riwayat penyakit jantung bawaan yang telah dioperasi. Kondisi ini dapat meningkatkan risiko penurunan curah jantung, terutama saat aktivitas fisik. Selain itu, kondisi kehamilan dapat memberikan beban tambahan pada fungsi jantung.
2. Pola Napas Tidak Efektif
SDKI: Pola Napas Tidak Efektif
SLKI: Ventilasi Tidak Efektif
SIKI: Gangguan Pola Napas
Penjelasan: Pasien menunjukkan tanda-tanda takipnea, yang mungkin terkait dengan riwayat penyakit jantung bawaan. Kondisi ini dapat menyebabkan pola napas tidak efektif dan dapat mengganggu pertukaran gas.
3. Ansietas
SDKI: Ansietas
SLKI: Respon Emosional
SIKI: Gangguan Emosional
Penjelasan: Pasien menunjukkan kekhawatiran terkait kondisi kesehatannya dan perkembangan janin. Kondisi ini dapat menyebabkan ansietas yang dapat berdampak pada kesejahteraan pasien dan perkembangan kehamilan.
Tone: Akademis
Persona: Pakar/Perawat
Dalam memberikan penjelasan singkat, saya berusaha untuk menyampaikan informasi secara jelas, terstruktur, dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh pengguna. Saya juga memberikan penjelasan yang bersifat edukatif, sesuai dengan peran saya sebagai pakar atau perawat yang memberikan informasi dan panduan terkait kondisi pasien. -
Article No. 10952 | 15 Jan 2025
Klinis : Pasien, Ny. Y, usia 18 tahun, sedang hamil 5,5 bulan (G1P0A0) dengan riwayat penyakit jantung bawaan yang telah dioperasi pada tahun 2023. Pasien mengeluhkan sering merasa lemas dan mudah lelah, terutama saat melakukan aktivitas ringan, yang mulai dirasakan dalam beberapa minggu terakhir. Pasien juga menyatakan kekhawatiran terhadap kondisi kesehatannya dan perkembangan janin. Pada saat pengkajian, keadaan umum pasien baik, kesadaran compos mentis, dengan tanda-tanda vital sebagai berikut: Tekanan Darah: 110/60 mmHg, Nadi: 97 x/menit, Suhu: 36,5°C, Frekuensi Napas: 28 x/menit. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan konjungtiva pasien tampak pucat, yang mengindikasikan anemia. Selain itu, pasien memiliki kekhawatiran psikologis terkait kehamilannya. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar hemoglobin pasien adalah 10,5 g/dL, yang menunjukkan adanya anemia. Pasien juga menunjukkan tanda-tanda takipnea, kemungkinan berhubungan dengan riwayat penyakit jantung bawaan. masalah keperawatan : - risiko penuruna curah jantung b.d ... - pola napas tidak efektif b.d ... - ansietas b.d ...
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Assalamualaikum, Ibu Y yang terhormat. Berikut adalah diagnosa keperawatan SDKI, luaran/output, dan intervensi keperawatan yang sesuai dengan kondisi yang Ibu sampaikan:
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan penyakit jantung bawaan yang telah dioperasi.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan anemia dan riwayat penyakit jantung bawaan.
3. Kecemasan berhubungan dengan kekhawatiran terhadap kondisi kesehatan dan perkembangan janin.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Risiko penurunan curah jantung:
- Tanda-tanda vital yang stabil.
- Tidak ada tanda-tanda gagal jantung.
- Pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari tanpa kelelahan yang berlebihan.
2. Pola napas tidak efektif:
- Frekuensi napas dalam rentang normal.
- Tidak ada tanda-tanda takipnea atau dispnea.
- Pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari tanpa masalah pernapasan.
3. Kecemasan:
- Pasien dapat mengidentifikasi sumber kecemasan.
- Pasien dapat mengelola kecemasan dengan efektif.
- Pasien merasa tenang dan nyaman dengan kondisi kehamilannya.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Risiko penurunan curah jantung:
- Pantau tanda-tanda vital secara teratur.
- Identifikasi tanda-tanda gagal jantung dan laporkan segera.
- Anjurkan aktivitas fisik ringan sesuai toleransi pasien.
- Ajarkan teknik-teknik relaksasi untuk mengurangi kelelahan.
- Berikan edukasi terkait pentingnya istirahat dan aktivitas yang seimbang.
2. Pola napas tidak efektif:
- Pantau frekuensi, kedalaman, dan irama napas.
- Identifikasi faktor-faktor yang memengaruhi pola napas.
- Ajarkan teknik pernapasan dalam untuk meningkatkan ventilasi.
- Kolaborasi dengan tim medis untuk penanganan anemia.
- Berikan edukasi terkait perawatan diri dan manajemen anemia.
3. Kecemasan:
- Identifikasi sumber dan tingkat kecemasan pasien.
- Lakukan pendekatan terapeutik untuk menciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
- Ajarkan teknik relaksasi, distraksi, dan manajemen stres untuk mengurangi kecemasan.
- Libatkan keluarga dalam proses asuhan keperawatan untuk memberikan dukungan.
- Berikan edukasi terkait perkembangan janin dan perawatan kehamilan.
Semoga informasi ini bermanfaat bagi Ibu Y. Jika ada pertanyaan lebih lanjut, silakan tanyakan. Terima kasih.
Wassalamualaikum. -
Article No. 10953 | 15 Jan 2025
Klinis : TERPASANG INFUS,PREMATUR,TALIPUSAT
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Dengan senang hati saya akan memberikan informasi yang rinci dan terperinci mengenai diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi keperawatan untuk kondisi terpasang infus, prematur, dan talipusat.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Risiko Infeksi
Definisi: Rentan terhadap invasi dan multiplikasi organisme patogen, yang dapat mengompromikan kesehatan.
Faktor risiko: Terpasang infus, kelahiran prematur, dan talipusat.
2. Risiko Gangguan Integritas Kulit
Definisi: Rentan terhadap kerusakan atau perubahan pada epidermis dan/atau lapisan dermis.
Faktor risiko: Terpasang infus, kelahiran prematur, dan talipusat.
3. Risiko Gangguan Perfusi Jaringan
Definisi: Rentan terhadap penurunan sirkulasi darah dan oksigen ke jaringan tubuh.
Faktor risiko: Kelahiran prematur dan talipusat.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Pencegahan Infeksi
- Tidak ada tanda-tanda infeksi pada tempat infus, talipusat, dan kulit bayi prematur.
- Hasil kultur menunjukkan tidak ada pertumbuhan mikroorganisme patogen.
2. Integritas Kulit Terjaga
- Tidak ada lesi, lecet, atau kerusakan pada kulit bayi prematur.
- Kulit bayi prematur tetap bersih, kering, dan lembut.
3. Perfusi Jaringan yang Memadai
- Warna kulit bayi prematur normal.
- Suhu tubuh bayi prematur stabil.
- Tidak ada tanda-tanda gangguan sirkulasi darah.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Manajemen Infeksi
- Memantau tanda-tanda infeksi pada tempat infus, talipusat, dan kulit bayi prematur.
- Melakukan perawatan infus dan talipusat secara aseptik.
- Memberikan terapi antibiotik sesuai indikasi.
- Memantau hasil kultur dan memberikan intervensi yang sesuai.
2. Perawatan Kulit
- Mempertahankan kebersihan dan kelembapan kulit bayi prematur.
- Melakukan perawatan kulit secara lembut dan hati-hati.
- Menggunakan produk perawatan kulit yang sesuai untuk bayi prematur.
- Memantau integritas kulit dan mengambil tindakan preventif terhadap kerusakan kulit.
3. Manajemen Perfusi Jaringan
- Memantau tanda-tanda gangguan perfusi jaringan, seperti warna kulit, suhu tubuh, dan sirkulasi.
- Menjaga suhu tubuh bayi prematur dalam rentang normal.
- Memposisikan bayi prematur dengan benar untuk memfasilitasi perfusi yang optimal.
- Memberikan dukungan oksigen sesuai kebutuhan.
Penjelasan rinci untuk setiap poin di atas:
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Risiko Infeksi: Bayi prematur dengan terpasang infus dan talipusat rentan terhadap invasi dan multiplikasi organisme patogen, sehingga berisiko mengalami infeksi.
2. Risiko Gangguan Integritas Kulit: Bayi prematur dengan terpasang infus dan talipusat rentan terhadap kerusakan atau perubahan pada epidermis dan/atau lapisan dermis, sehingga berisiko mengalami gangguan integritas kulit.
3. Risiko Gangguan Perfusi Jaringan: Bayi prematur dengan talipusat rentan terhadap penurunan sirkulasi darah dan oksigen ke jaringan tubuh, sehingga berisiko mengalami gangguan perfusi jaringan.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Pencegahan Infeksi: Tujuannya adalah mencegah terjadinya infeksi pada bayi prematur dengan terpasang infus dan talipusat.
2. Integritas Kulit Terjaga: Tujuannya adalah mempertahankan integritas kulit bayi prematur agar tetap bersih, kering, dan lembut.
3. Perfusi Jaringan yang Memadai: Tujuannya adalah memastikan perfusi jaringan yang optimal pada bayi prematur dengan talipusat.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Manajemen Infeksi: Intervensi ini bertujuan untuk mencegah dan mengelola infeksi pada bayi prematur dengan terpasang infus dan talipusat.
2. Perawatan Kulit: Intervensi ini bertujuan untuk menjaga kebersihan, kelembapan, dan integritas kulit bayi prematur.
3. Manajemen Perfusi Jaringan: Intervensi ini bertujuan untuk memantau dan memfasilitasi perfusi jaringan yang optimal pada bayi prematur dengan talipusat.
Semoga penjelasan yang rinci dan terperinci ini dapat membantu Anda dalam memahami diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi keperawatan yang diperlukan untuk menangani kondisi terpasang infus, prematur, dan talipusat pada bayi. Jika ada pertanyaan atau hal yang perlu dijelaskan lebih lanjut, jangan ragu untuk menanyakannya. -
Article No. 10954 | 15 Jan 2025
Klinis : Indra Syafri Yacob kembali harus menelan pil pahit setelah PN Jakarta Pusat menolak gugatan malapraktik yang dilayangkan terhadap Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Rumah Sakit Pelni Petamburan (Pelni) dan Rumah Sakit Palang Merah Indonesia (PMI), Kamis (30/9). Sejak dua tahun lalu, Indra berjuang agar tiga RS itu bertanggung jawab atas dugaan kematian istrinya, Adya Vitry Harisusanti. Menurut majelis hakim, gugatan dinilai prematur karena belum dilakukan autopsi terhadap korban untuk mengetahui sebab kematian. Gugatan ini berawal ketika Adya muntah darah pada 20 Oktober 2002. Ia divonis menderita kista dan dirujuk ke RS PMI Bogor. RS itu dinilai telah melakukan kelalaian medis yang merugikan kondisi pasien, karena membatalkan jadwal operasi akibat dokter tidak datang. Selama 14 hari tanpa penjelasan yang memadai mengenai kondisi istrinya, Indra kemudian memindahkannya ke RS Pelni Petamburan. Di RS Pelni, Adya kembali dirawat. Namun dokter ternyata belum mampu menghentikan pendarahan terus menerus yang diderita pasien itu. Tanpa pemeriksaan USG, menurut Indra, istrinya divonis menderita tumor. Setelah pemeriksaan USG ternyata tidak ditemukan pendarahan di bagian kandungan dan tumor. Karena tidak puas, Indra lalu meminta rujukan ke RSCM dan dirawat di sana pada 17 Desember 2002. Setelah di-diagnosa melalui radiologi nuklir ternyata ditemukan kebocoran sebanyak dua lubang di bagian usus Adya. Dokter pun memutuskan untuk mengoperasi dengan pemasangan alat CVP (Central Vena Presure). Ternyata pemasangan alat itu berakibat fatal dan menyebabkan kematian 10 menit kemudian.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang dipaparkan, dapat dirumuskan diagnosis keperawatan yang sesuai dengan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) yaitu:
1. Kecemasan berhubungan dengan prosedur pengobatan yang tidak berhasil dan kematian anggota keluarga.
Definisi: Perasaan tidak nyaman atau khawatir yang disertai respons autonom, perasaan tegang, dan perhatian terfokus yang disebabkan oleh antisipasi bahaya, nyata atau dibayangkan.
2. Berduka berhubungan dengan kematian anggota keluarga.
Definisi: Respons normal terhadap kehilangan nyata atau ancaman kehilangan sesuatu yang signifikan, yang ditandai dengan kesedihan dan penerimaan atas kenyataan kehilangan.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Kecemasan Terkendali
Definisi: Pasien mampu mengendalikan rasa cemas yang dialami terkait prosedur pengobatan dan kematian anggota keluarga. Kriteria hasil meliputi:
- Pasien dapat mengenali tanda-tanda kecemasan
- Pasien dapat menyebutkan strategi mengatasi kecemasan
- Pasien dapat menerapkan strategi mengatasi kecemasan secara efektif
- Pasien merasakan penurunan tingkat kecemasan
2. Proses Berduka Terpenuhi
Definisi: Pasien dapat menerima dan melewati tahapan proses berduka atas kematian anggota keluarga. Kriteria hasil meliputi:
- Pasien dapat mengekspresikan kesedihan
- Pasien dapat menceritakan kenangan positif tentang anggota keluarga yang meninggal
- Pasien dapat menerima kenyataan kehilangan
- Pasien dapat menjalankan ritual kematian sesuai keyakinan
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Manajemen Kecemasan
Definisi: Mengurangi rasa cemas, ketakutan, dan kekhawatiran yang dialami pasien.
Aktivitas keperawatan:
- Identifikasi penyebab dan tanda-tanda kecemasan pasien
- Latih teknik relaksasi (deep breathing, imajinasi terbimbing)
- Berikan dukungan emosional dan empati
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk terapi farmakologis jika diperlukan
2. Dukungan Duka Cita
Definisi: Membantu pasien dalam menerima, mengekspresikan, dan beradaptasi dengan kehilangan yang dialami.
Aktivitas keperawatan:
- Bina hubungan saling percaya dengan pasien
- Fasilitasi pasien untuk mengekspresikan perasaan kehilangan
- Dorong partisipasi pasien dalam ritual kematian sesuai keyakinan
- Libatkan keluarga untuk memberikan dukungan emosional
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk konseling berduka jika diperlukan
Dengan intervensi keperawatan yang komprehensif, diharapkan pasien dapat mengelola kecemasan dan proses berdukanya dengan baik, sehingga dapat beradaptasi dan menerima kenyataan kehilangan yang dialami. -
Article No. 10955 | 15 Jan 2025
Klinis : Indra Syafri Yacob kembali harus menelan pil pahit setelah PN Jakarta Pusat menolak gugatan malapraktik yang dilayangkan terhadap Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Rumah Sakit Pelni Petamburan (Pelni) dan Rumah Sakit Palang Merah Indonesia (PMI), Kamis (30/9). Sejak dua tahun lalu, Indra berjuang agar tiga RS itu bertanggung jawab atas dugaan kematian istrinya, Adya Vitry Harisusanti. Menurut majelis hakim, gugatan dinilai prematur karena belum dilakukan autopsi terhadap korban untuk mengetahui sebab kematian. Gugatan ini berawal ketika Adya muntah darah pada 20 Oktober 2002. Ia divonis menderita kista dan dirujuk ke RS PMI Bogor. RS itu dinilai telah melakukan kelalaian medis yang merugikan kondisi pasien, karena membatalkan jadwal operasi akibat dokter tidak datang. Selama 14 hari tanpa penjelasan yang memadai mengenai kondisi istrinya, Indra kemudian memindahkannya ke RS Pelni Petamburan. Di RS Pelni, Adya kembali dirawat. Namun dokter ternyata belum mampu menghentikan pendarahan terus menerus yang diderita pasien itu. Tanpa pemeriksaan USG, menurut Indra, istrinya divonis menderita tumor. Setelah pemeriksaan USG ternyata tidak ditemukan pendarahan di bagian kandungan dan tumor. Karena tidak puas, Indra lalu meminta rujukan ke RSCM dan dirawat di sana pada 17 Desember 2002. Setelah di-diagnosa melalui radiologi nuklir ternyata ditemukan kebocoran sebanyak dua lubang di bagian usus Adya. Dokter pun memutuskan untuk mengoperasi dengan pemasangan alat CVP (Central Vena Presure). Ternyata pemasangan alat itu berakibat fatal dan menyebabkan kematian 10 menit kemudian.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, dapat diformulasikan beberapa diagnosa keperawatan yang relevan dengan standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
1. Diagnosa Keperawatan SDKI: Perdarahan
- Definisi: Keluarnya darah secara abnormal dari sistem vaskuler.
- Gejala dan Tanda: Muntah darah, perdarahan terus-menerus.
- Faktor Risiko: Kista, tumor, tindakan medis.
2. Diagnosa Keperawatan SDKI: Nyeri Akut
- Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial.
- Gejala dan Tanda: Keluhan nyeri pada bagian tubuh.
- Faktor Risiko: Penyakit, tindakan medis.
3. Diagnosa Keperawatan SDKI: Risiko Komplikasi Pascaoperasi
- Definisi: Rentan mengalami komplikasi setelah tindakan pembedahan.
- Gejala dan Tanda: Kebocoran pada saluran pencernaan.
- Faktor Risiko: Tindakan pemasangan alat medis CVP.
4. Diagnosa Keperawatan SLKI: Manajemen Luka
- Definisi: Kemampuan untuk merawat luka agar proses penyembuhan optimal.
- Hasil yang Diharapkan: Luka sembuh tanpa komplikasi.
- Intervensi: Perawatan luka, pemantauan tanda infeksi.
5. Diagnosa Keperawatan SIKI: Edukasi Kesehatan Perioperatif
- Definisi: Pemberian informasi dan instruksi yang bertujuan untuk mempersiapkan pasien menghadapi tindakan pembedahan.
- Intervensi: Memberikan edukasi terkait prosedur, komplikasi, dan perawatan pascaoperasi.
Secara keseluruhan, kasus ini menggambarkan adanya permasalahan terkait perdarahan, nyeri, risiko komplikasi pascaoperasi, serta kebutuhan edukasi kesehatan untuk pasien dan keluarga. Perawat berperan penting dalam mengidentifikasi, merencanakan, dan melaksanakan intervensi keperawatan yang komprehensif untuk mencegah komplikasi dan mempromosikan kesembuhan pasien. -
Article No. 10956 | 15 Jan 2025
Klinis : Indra Syafri Yacob kembali harus menelan pil pahit setelah PN Jakarta Pusat menolak gugatan malapraktik yang dilayangkan terhadap Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Rumah Sakit Pelni Petamburan (Pelni) dan Rumah Sakit Palang Merah Indonesia (PMI), Kamis (30/9). Sejak dua tahun lalu, Indra berjuang agar tiga RS itu bertanggung jawab atas dugaan kematian istrinya, Adya Vitry Harisusanti. Menurut majelis hakim, gugatan dinilai prematur karena belum dilakukan autopsi terhadap korban untuk mengetahui sebab kematian. Gugatan ini berawal ketika Adya muntah darah pada 20 Oktober 2002. Ia divonis menderita kista dan dirujuk ke RS PMI Bogor. RS itu dinilai telah melakukan kelalaian medis yang merugikan kondisi pasien, karena membatalkan jadwal operasi akibat dokter tidak datang. Selama 14 hari tanpa penjelasan yang memadai mengenai kondisi istrinya, Indra kemudian memindahkannya ke RS Pelni Petamburan. Di RS Pelni, Adya kembali dirawat. Namun dokter ternyata belum mampu menghentikan pendarahan terus menerus yang diderita pasien itu. Tanpa pemeriksaan USG, menurut Indra, istrinya divonis menderita tumor. Setelah pemeriksaan USG ternyata tidak ditemukan pendarahan di bagian kandungan dan tumor. Karena tidak puas, Indra lalu meminta rujukan ke RSCM dan dirawat di sana pada 17 Desember 2002. Setelah di-diagnosa melalui radiologi nuklir ternyata ditemukan kebocoran sebanyak dua lubang di bagian usus Adya. Dokter pun memutuskan untuk mengoperasi dengan pemasangan alat CVP (Central Vena Presure). Ternyata pemasangan alat itu berakibat fatal dan menyebabkan kematian 10 menit kemudian.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Dalam kasus yang Anda paparkan, terdapat beberapa diagnosa keperawatan SDKI yang dapat diterapkan, yaitu:
1. Berduka yang Kompleks
- Definisi: Respon emosional yang rumit dan berkepanjangan terhadap kehilangan yang signifikan, yang mengakibatkan gangguan fungsi dan penyesuaian diri.
- Penyebab: Kematian yang tidak terduga, kematian akibat malpraktik medis.
- Karakteristik mayor: Menyangkal kematian, menarik diri dari hubungan sosial, sulit menerima kenyataan, menyalahkan diri sendiri atau orang lain.
2. Stres Trauma
- Definisi: Respon fisik dan psikologis terhadap peristiwa atau situasi yang mengancam atau membahayakan integritas fisik dan psikologis individu.
- Penyebab: Kematian yang tidak terduga, pengalaman medis yang traumatis.
- Karakteristik mayor: Kecemasan, sulit tidur, mimpi buruk, perubahan suasana hati, gangguan konsentrasi.
3. Risiko Ketidakpatuhan
- Definisi: Berisiko untuk gagal atau tidak berpartisipasi dalam pengobatan yang disarankan.
- Penyebab: Ketidakpuasan terhadap layanan kesehatan, kurangnya kepercayaan pada tenaga kesehatan.
- Karakteristik mayor: Menyatakan ketidakpuasan dengan perawatan, menyatakan kurangnya kepercayaan pada tenaga kesehatan.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Berduka yang Kompleks:
- Individu dapat menerima kehilangan secara bertahap.
- Individu dapat mengekspresikan emosi secara sesuai.
- Individu dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
2. Stres Trauma:
- Individu dapat mengelola gejala stres.
- Individu dapat beradaptasi dengan pengalaman traumatis.
- Individu dapat mempertahankan fungsi sosial dan pekerjaan.
3. Risiko Ketidakpatuhan:
- Individu dapat menunjukkan kepercayaan pada tenaga kesehatan.
- Individu dapat mematuhi rencana perawatan yang disepakati.
- Individu dapat mengungkapkan kepuasan terhadap perawatan yang diterima.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Berduka yang Kompleks:
- Identifikasi dan fasilitasi ekspresi emosi.
- Berikan dukungan emosional dan spiritual.
- Kolaborasi dengan tim multidisiplin untuk konseling berduka.
2. Stres Trauma:
- Identifikasi faktor pencetus stres.
- Ajarkan teknik relaksasi dan koping aktif.
- Fasilitasi terapi kelompok untuk dukungan sosial.
3. Risiko Ketidakpatuhan:
- Identifikasi alasan ketidakpatuhan.
- Tingkatkan komunikasi terapeutik dan kepercayaan.
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk perawatan holistik.
Penerapan intervensi keperawatan yang tepat, kolaborasi dengan tim multidisiplin, serta pemantauan yang intensif diharapkan dapat membantu Indra Syafri Yacob dalam mengelola kondisi emosional dan psikologisnya, sehingga dapat mencapai luaran yang diharapkan. -
Article No. 10957 | 15 Jan 2025
Klinis : Indra Syafri Yacob kembali harus menelan pil pahit setelah PN Jakarta Pusat menolak gugatan malapraktik yang dilayangkan terhadap Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Rumah Sakit Pelni Petamburan (Pelni) dan Rumah Sakit Palang Merah Indonesia (PMI), Kamis (30/9). Sejak dua tahun lalu, Indra berjuang agar tiga RS itu bertanggung jawab atas dugaan kematian istrinya, Adya Vitry Harisusanti. Menurut majelis hakim, gugatan dinilai prematur karena belum dilakukan autopsi terhadap korban untuk mengetahui sebab kematian. Gugatan ini berawal ketika Adya muntah darah pada 20 Oktober 2002. Ia divonis menderita kista dan dirujuk ke RS PMI Bogor. RS itu dinilai telah melakukan kelalaian medis yang merugikan kondisi pasien, karena membatalkan jadwal operasi akibat dokter tidak datang. Selama 14 hari tanpa penjelasan yang memadai mengenai kondisi istrinya, Indra kemudian memindahkannya ke RS Pelni Petamburan. Di RS Pelni, Adya kembali dirawat. Namun dokter ternyata belum mampu menghentikan pendarahan terus menerus yang diderita pasien itu. Tanpa pemeriksaan USG, menurut Indra, istrinya divonis menderita tumor. Setelah pemeriksaan USG ternyata tidak ditemukan pendarahan di bagian kandungan dan tumor. Karena tidak puas, Indra lalu meminta rujukan ke RSCM dan dirawat di sana pada 17 Desember 2002. Setelah di-diagnosa melalui radiologi nuklir ternyata ditemukan kebocoran sebanyak dua lubang di bagian usus Adya. Dokter pun memutuskan untuk mengoperasi dengan pemasangan alat CVP (Central Vena Presure). Ternyata pemasangan alat itu berakibat fatal dan menyebabkan kematian 10 menit kemudian.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, terdapat beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin sesuai dengan kondisi yang dialami Indra Syafri Yacob:
1. Risiko Perdarahan Aktual
- SDKI: Perdarahan
- SLKI: Pemantauan Perdarahan, Pencegahan Perdarahan
- SIKI: Terapi Cairan, Manajemen Perdarahan
Penjelasan: Adya Vitry Harisusanti mengalami perdarahan yang terus-menerus, sehingga terdapat risiko perdarahan aktual yang perlu ditangani oleh perawat.
2. Kecemasan
- SDKI: Kecemasan
- SLKI: Manajemen Kecemasan
- SIKI: Terapi Relaksasi, Konseling
Penjelasan: Indra Syafri Yacob kemungkinan mengalami kecemasan karena kondisi istrinya yang semakin memburuk dan ketidakpastian akan penyebab kematiannya.
3. Berduka Disfungsional
- SDKI: Berduka
- SLKI: Dukungan Berduka
- SIKI: Terapi Berduka, Konseling Duka
Penjelasan: Indra Syafri Yacob kemungkinan mengalami berduka disfungsional akibat kematian istrinya, Adya Vitry Harisusanti.
Perawat dapat menggunakan standar diagnosa, luaran, dan intervensi keperawatan dari SDKI, SLKI, dan SIKI untuk memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan sesuai dengan kondisi Indra Syafri Yacob. Hal ini penting untuk membantu Indra dalam menghadapi situasi yang sulit ini dan memfasilitasi proses penyembuhan serta penerimaan atas kehilangan yang dialaminya. -
Article No. 10958 | 15 Jan 2025
Klinis : Pasien pria, usia 45 tahun, datang dengan keluhan batuk berdahak selama 2 minggu, demam, sesak napas, dan kehilangan nafsu makan. Hasil pemeriksaan menunjukkan suara napas bronkial di paru kanan atas, hasil rontgen menunjukkan adanya lesi di paru. Diagnosis awal adalah tuberkulosis paru.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, mari saya berikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi pasien yang Anda deskripsikan:
Diagnosa Keperawatan:
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
- SDKI: Peningkatan sekresi pada saluran napas yang mengganggu ventilasi
- SLKI: Meningkatkan kemampuan pasien dalam membersihkan jalan napas
- SIKI: Intervensi keperawatan untuk membantu pasien membersihkan saluran napas dengan efektif
2. Ketidakefektifan Pola Napas
- SDKI: Perubahan dalam kedalaman, frekuensi, atau irama pernapasan yang mengganggu ventilasi
- SLKI: Mempertahankan pola napas yang efektif
- SIKI: Intervensi keperawatan untuk membantu pasien mencapai pola napas yang efektif
3. Defisit Nutrisi
- SDKI: Asupan nutrisi yang tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik
- SLKI: Mempertahankan status nutrisi yang optimal
- SIKI: Intervensi keperawatan untuk membantu pasien mencapai status nutrisi yang optimal
Penjelasan singkat:
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
- Pasien mengalami batuk berdahak yang menandakan adanya akumulasi sekret di saluran napas.
- Intervensi keperawatan akan berfokus pada membantu pasien membersihkan saluran napas secara efektif, misalnya melalui suction, inhalasi, dan latihan batuk.
2. Ketidakefektifan Pola Napas
- Pasien mengalami sesak napas, yang dapat mengindikasikan gangguan pada pola napas.
- Intervensi keperawatan akan berfokus pada mempertahankan pola napas yang efektif, misalnya melalui oksigenasi, pengaturan posisi, dan latihan pernapasan.
3. Defisit Nutrisi
- Pasien mengalami penurunan nafsu makan, yang dapat menyebabkan defisit nutrisi.
- Intervensi keperawatan akan berfokus pada mempertahankan status nutrisi yang optimal, misalnya melalui pengaturan diet, pemberian nutrisi enteral atau parenteral, dan edukasi kepada pasien.
Diagnosa keperawatan dan intervensi yang dipaparkan di atas mengacu pada standar SDKI, SLKI, dan SIKI yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sebagai panduan praktik keperawatan di Indonesia. -
Article No. 10959 | 15 Jan 2025
Klinis : Pasien pria, usia 45 tahun, datang dengan keluhan batuk berdahak selama 2 minggu, demam, sesak napas, dan kehilangan nafsu makan. Hasil pemeriksaan menunjukkan suara napas bronkial di paru kanan atas, hasil rontgen menunjukkan adanya lesi di paru. Diagnosis awal adalah tuberkulosis paru.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan informasi yang diberikan, diagnosis yang sesuai adalah:
1. Kode ICD-10:
- Kode: A15.0
- Deskripsi: Tuberkulosis paru dengan pemeriksaan bakteriologis dan histologis positif
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 87.44
- Deskripsi: Rontgen thoraks, dua proyeksi atau lebih, lengkap
Penjelasan:
1. Kode ICD-10 A15.0 (Tuberkulosis paru dengan pemeriksaan bakteriologis dan histologis positif) sesuai dengan gejala pasien yang mengalami batuk berdahak, demam, sesak napas, dan hasil pemeriksaan rontgen menunjukkan adanya lesi di paru, serta diagnosis awal yang dicurigai adalah tuberkulosis paru.
2. Kode ICD-9-CM 87.44 (Rontgen thoraks, dua proyeksi atau lebih, lengkap) sesuai dengan prosedur pemeriksaan rontgen yang dilakukan untuk mendeteksi adanya lesi di paru.
Dalam praktik klinis, pemeriksaan lebih lanjut seperti pemeriksaan sputum untuk identifikasi Mycobacterium tuberculosis, tes kulit tuberkulin, atau pemeriksaan radiologi lanjutan mungkin diperlukan untuk menegakkan diagnosis tuberkulosis paru. -
Article No. 10960 | 15 Jan 2025
Klinis : Hipertensi
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Tentu, saya akan memberikan Diagnosa Keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi Hipertensi.
Diagnosa Keperawatan:
Ketidakefektifan Manajemen Tekanan Darah
Penjelasan:
1. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Definisi: Ketidakmampuan individu untuk mempertahankan tekanan darah dalam batas normal yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah sistolik dan/atau diastolik.
- Penyebab: Stres, gaya hidup tidak sehat, riwayat keluarga, faktor genetik, usia, dan obesitas.
- Karakteristik Utama: Peningkatan tekanan darah sistolik dan/atau diastolik.
2. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Luaran yang diharapkan: Tercapainya tekanan darah dalam batas normal.
- Indikator Luaran: Tekanan darah sistolik dan diastolik dalam batas normal, asupan cairan dan natrium sesuai kebutuhan, aktivitas fisik teratur, dan manajemen stres yang efektif.
3. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi Keperawatan: Manajemen Hipertensi, yang meliputi pemantauan tekanan darah, pemberian edukasi tentang gaya hidup sehat, pengaturan asupan cairan dan natrium, serta manajemen stres.
- Tujuan Intervensi: Membantu individu mencapai dan mempertahankan tekanan darah dalam batas normal.
Sebagai perawat, saya akan bekerja sama dengan pasien untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi tekanan darahnya dan mengembangkan rencana perawatan yang komprehensif untuk mengelola hipertensi secara efektif. Tujuan utama adalah membantu pasien mencapai dan mempertahankan tekanan darah dalam batas normal, sehingga dapat mencegah komplikasi yang dapat timbul akibat hipertensi.