Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 12975 | 27 Feb 2025
Klinis : Tn. B, 55 tahun, pasien gagal ginjal kronis stadium akhir yang telah menjalani hemodialisis selama dua tahun, datang ke RSJ dengan tampilan lemah, ekspresi datar, dan kontak mata minimal. Ia tampak kurang responsif terhadap lingkungan sekitar, sering menunduk, dan berbicara dengan suara pelan serta jawaban singkat. Sejak didiagnosis gagal ginjal, ia mengalami perubahan fisik yang signifikan, seperti penurunan berat badan dan kelemahan setelah hemodialisis, yang membuatnya kehilangan rasa percaya diri dan merasa tidak nyaman dengan penampilannya. Keterbatasan aktivitas semakin memperburuk perasaan terasing dari teman dan keluarga, menyebabkan ia menarik diri dari interaksi sosial dan menolak untuk menghadiri pertemuan keluarga atau berbicara dengan orang terdekat. Ia lebih sering menyendiri di kamar dan menunjukkan ketidakmauan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial maupun terapi kelompok. Selain itu, beban ekonomi akibat biaya hemodialisis yang tinggi, ketergantungan pada orang lain untuk kebutuhan sehari-hari, serta ketidakpastian tentang masa depan membuatnya mengalami tekanan emosional yang berat. Perasaan putus asa yang semakin mendalam menyebabkan ia tampak tidak antusias terhadap aktivitas yang diberikan perawat, dan menunjukkan ekspresi wajah yang kosong. Meskipun mendapat dukungan dari keluarga, ia tetap merasa tidak berharga dan kesepian, sering mengungkapkan bahwa hidupnya tidak lagi berarti. Akibat isolasi sosial yang berkepanjangan dan tekanan psikologis yang terus meningkat, Tn. B mulai menunjukkan perilaku melukai diri sendiri dengan membenturkan kepala ke dinding. Perilaku ini dilakukan saat ia merasa tertekan, terutama setelah sesi hemodialisis atau saat ia sendirian di kamar. diagnosa keperawatan apa yang muncul dari kasus tersebut?
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
1. Isolasi Sosial: Berhubungan dengan perubahan fisik, keterbatasan aktivitas, dan perasaan tidak nyaman dengan penampilannya yang menyebabkan Tn. B menarik diri dari interaksi sosial dan menolak untuk menghadiri pertemuan keluarga atau berbicara dengan orang terdekat.
2. Harga Diri Rendah: Berhubungan dengan perubahan fisik, ketergantungan pada orang lain, dan ketidakpastian masa depan yang menyebabkan Tn. B merasa tidak berharga dan kesepian serta mengungkapkan bahwa hidupnya tidak lagi berarti.
3. Koping Tidak Efektif: Berhubungan dengan beban ekonomi, tekanan emosional berat, dan perasaan putus asa yang menyebabkan Tn. B menunjukkan perilaku melukai diri sendiri dengan membenturkan kepala ke dinding.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Isolasi Sosial:
- Partisipasi dalam aktivitas sosial
- Interaksi dengan orang lain
- Ekspresi perasaan
2. Harga Diri Rendah:
- Penerimaan diri
- Keyakinan terhadap kemampuan diri
- Ekspresi harga diri
3. Koping Tidak Efektif:
- Kontrol diri
- Strategi koping
- Motivasi untuk berubah
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Isolasi Sosial:
- Fasilitasi partisipasi dalam aktivitas sosial
- Dukungan untuk interaksi dengan orang lain
- Terapi kelompok untuk meningkatkan interaksi sosial
2. Harga Diri Rendah:
- Terapi perilaku kognitif untuk meningkatkan penerimaan diri
- Pemberian informasi tentang kemampuan diri
- Bimbingan untuk mengekspresikan harga diri
3. Koping Tidak Efektif:
- Pelatihan teknik relaksasi
- Konseling untuk mengembangkan strategi koping yang efektif
- Pemberian dukungan untuk meningkatkan motivasi untuk berubah
Penjelasan:
Berdasarkan kondisi Tn. B, tiga diagnosa keperawatan yang muncul adalah Isolasi Sosial, Harga Diri Rendah, dan Koping Tidak Efektif. Masing-masing diagnosa memiliki luaran/output yang diharapkan sesuai dengan SLKI, serta intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran tersebut sesuai dengan SIKI. Intervensi yang diberikan harus komprehensif dan mencakup aspek psikologis, sosial, dan fisik pasien untuk membantu Tn. B mengatasi permasalahan yang dihadapinya. -
Article No. 12976 | 27 Feb 2025
Klinis : Tn. B, 55 tahun, pasien gagal ginjal kronis stadium akhir yang telah menjalani hemodialisis selama dua tahun, datang ke RSJ dengan tampilan lemah, ekspresi datar, dan kontak mata minimal. Ia tampak kurang responsif terhadap lingkungan sekitar, sering menunduk, dan berbicara dengan suara pelan serta jawaban singkat. Sejak didiagnosis gagal ginjal, ia mengalami perubahan fisik yang signifikan, seperti penurunan berat badan dan kelemahan setelah hemodialisis, yang membuatnya kehilangan rasa percaya diri dan merasa tidak nyaman dengan penampilannya. Keterbatasan aktivitas semakin memperburuk perasaan terasing dari teman dan keluarga, menyebabkan ia menarik diri dari interaksi sosial dan menolak untuk menghadiri pertemuan keluarga atau berbicara dengan orang terdekat. Ia lebih sering menyendiri di kamar dan menunjukkan ketidakmauan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial maupun terapi kelompok. Selain itu, beban ekonomi akibat biaya hemodialisis yang tinggi, ketergantungan pada orang lain untuk kebutuhan sehari-hari, serta ketidakpastian tentang masa depan membuatnya mengalami tekanan emosional yang berat. Perasaan putus asa yang semakin mendalam menyebabkan ia tampak tidak antusias terhadap aktivitas yang diberikan perawat, dan menunjukkan ekspresi wajah yang kosong. Meskipun mendapat dukungan dari keluarga, ia tetap merasa tidak berharga dan kesepian, sering mengungkapkan bahwa hidupnya tidak lagi berarti. Akibat isolasi sosial yang berkepanjangan dan tekanan psikologis yang terus meningkat, Tn. B mulai menunjukkan perilaku melukai diri sendiri dengan membenturkan kepala ke dinding. Perilaku ini dilakukan saat ia merasa tertekan, terutama setelah sesi hemodialisis atau saat ia sendirian di kamar.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
1. Isolasi Sosial
Definisi: Pengalaman subyektif dan obyektif akan kurangnya atau ketidakadekuatan hubungan dan interaksi sosial tingkat yang diinginkan atau dibutuhkan.
2. Harga Diri Rendah
Definisi: Evaluasi diri negatif yang berkelanjutan terkait dengan kemampuan atau nilai diri.
3. Kecemasan
Definisi: Respon emosional dan psikologis terhadap sumber atau penyebab yang tidak jelas atau tidak diketahui.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Isolasi Sosial:
- Pasien terlibat dalam interaksi sosial yang cukup.
- Pasien melaporkan perasaan terhubung dengan orang lain.
- Pasien berpartisipasi dalam kegiatan sosial yang diminati.
2. Harga Diri Rendah:
- Pasien mengungkapkan penerimaan diri yang positif.
- Pasien menunjukkan peningkatan kepercayaan diri.
- Pasien menunjukkan peningkatan kemampuan untuk mengambil keputusan.
3. Kecemasan:
- Pasien melaporkan tingkat kecemasan yang berkurang.
- Pasien menunjukkan tanda-tanda fisiologis kecemasan yang berkurang.
- Pasien menggunakan strategi koping yang efektif untuk mengelola kecemasan.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Isolasi Sosial:
- Fasilitasi interaksi sosial yang positif.
- Libatkan pasien dalam kegiatan sosial yang sesuai.
- Dorong penggunaan sumber dukungan sosial yang ada.
2. Harga Diri Rendah:
- Bantu pasien mengidentifikasi kekuatan dan kemampuan diri.
- Dorong pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan aktivitas yang meningkatkan kemampuan.
- Berikan umpan balik positif untuk meningkatkan kepercayaan diri.
3. Kecemasan:
- Identifikasi dan bantu pasien mengelola sumber-sumber kecemasan.
- Ajarkan teknik relaksasi dan strategi koping yang efektif.
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk memberikan intervensi terkait kecemasan.
Penjelasan Rinci:
Pasien Tn. B, 55 tahun, dengan kondisi gagal ginjal kronis stadium akhir yang menjalani hemodialisis, mengalami beberapa masalah keperawatan utama, yaitu isolasi sosial, harga diri rendah, dan kecemasan. Diagnosa keperawatan tersebut sesuai dengan gejala dan kondisi yang dialami pasien, seperti menarik diri dari interaksi sosial, merasa tidak berharga, dan mengalami tekanan emosional yang berat. Luaran yang diharapkan dan intervensi keperawatan yang diperlukan ditujukan untuk mencapai peningkatan kemampuan pasien dalam beradaptasi dengan kondisi penyakitnya, membangun hubungan sosial yang positif, meningkatkan harga diri, dan mengelola kecemasan secara efektif. Hal ini dapat membantu pasien mencapai kualitas hidup yang lebih baik dan meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan kondisi kesehatannya. -
Article No. 12977 | 27 Feb 2025
Klinis : Tn. B, 55 tahun, pasien gagal ginjal kronis stadium akhir yang telah menjalani hemodialisis selama dua tahun, datang ke RSJ dengan tampilan lemah, ekspresi datar, dan kontak mata minimal. Ia tampak kurang responsif terhadap lingkungan sekitar, sering menunduk, dan berbicara dengan suara pelan serta jawaban singkat. Sejak didiagnosis gagal ginjal, ia mengalami perubahan fisik yang signifikan, seperti penurunan berat badan dan kelemahan setelah hemodialisis, yang membuatnya kehilangan rasa percaya diri dan merasa tidak nyaman dengan penampilannya. Keterbatasan aktivitas semakin memperburuk perasaan terasing dari teman dan keluarga, menyebabkan ia menarik diri dari interaksi sosial dan menolak untuk menghadiri pertemuan keluarga atau berbicara dengan orang terdekat. Ia lebih sering menyendiri di kamar dan menunjukkan ketidakmauan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial maupun terapi kelompok. Selain itu, beban ekonomi akibat biaya hemodialisis yang tinggi, ketergantungan pada orang lain untuk kebutuhan sehari-hari, serta ketidakpastian tentang masa depan membuatnya mengalami tekanan emosional yang berat. Perasaan putus asa yang semakin mendalam menyebabkan ia tampak tidak antusias terhadap aktivitas yang diberikan perawat, dan menunjukkan ekspresi wajah yang kosong. Meskipun mendapat dukungan dari keluarga, ia tetap merasa tidak berharga dan kesepian, sering mengungkapkan bahwa hidupnya tidak lagi berarti. Akibat isolasi sosial yang berkepanjangan dan tekanan psikologis yang terus meningkat, Tn. B mulai menunjukkan perilaku melukai diri sendiri dengan membenturkan kepala ke dinding. Perilaku ini dilakukan saat ia merasa tertekan, terutama setelah sesi hemodialisis atau saat ia sendirian di kamar.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan Interaksi Sosial (SLKI: Interaksi Sosial Terganggu)
Karakteristik: Menarik diri dari interaksi sosial, menolak berpartisipasi dalam aktivitas sosial, dan menunjukkan ekspresi wajah yang kosong.
2. Harga Diri Rendah (SLKI: Harga Diri Rendah)
Karakteristik: Merasa tidak berharga, kehilangan rasa percaya diri, dan mengungkapkan bahwa hidupnya tidak lagi berarti.
3. Resiko Perilaku Melukai Diri (SIKI: Perilaku Melukai Diri)
Karakteristik: Membenturkan kepala ke dinding saat merasa tertekan, terutama setelah hemodialisis atau saat sendirian di kamar.
4. Kecemasan (SLKI: Kecemasan)
Karakteristik: Merasa tertekan secara emosional akibat biaya hemodialisis yang tinggi, ketergantungan pada orang lain, dan ketidakpastian tentang masa depan.
Penjelasan Singkat SDKI - SLKI - SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia) merupakan panduan resmi yang dikeluarkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk mengidentifikasi diagnosis keperawatan berdasarkan gejala dan tanda yang dialami pasien.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia) adalah panduan yang menjelaskan hasil atau luaran yang diharapkan dari intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) adalah panduan yang menjelaskan tindakan atau intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mencapai luaran yang diharapkan.
Penggunaan SDKI, SLKI, dan SIKI secara terintegrasi membantu perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif, terstruktur, dan sesuai dengan standar profesi keperawatan di Indonesia. -
Article No. 12978 | 27 Feb 2025
Klinis : Pasien berusia 32 tahun mengeluhkan nyeri pada pinggang bagian bawah dengan skala nyeri 9 dan meneybabkan kesulitan untuk melakukan aktivitas seperti berjalan dan tidur
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berdasarkan kondisi pasien yang Anda deskripsikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI, SLKI, SIKI sesuai standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
Diagnosa Keperawatan:
Nyeri Kronik (Domain 12: Kenyamanan, Kelas 1: Nyeri)
Definisi:
Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam istilah kerusakan tersebut, yang berlangsung lebih dari 3 bulan.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Penyebab: Patologis, cedera, prosedur, dan agen penyebab nyeri
- Tanda dan Gejala: Nyeri yang berlangsung lebih dari 3 bulan, riwayat nyeri, skala nyeri 9, kesulitan melakukan aktivitas
- Faktor yang Mempengaruhi: Tingkat kecemasan, faktor psikologis, gaya hidup, budaya
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Kriteria Hasil: Tingkat nyeri menurun, kemampuan beraktivitas meningkat, kualitas tidur membaik, dan kemampuan mengatasi nyeri meningkat.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi Keperawatan: Manajemen Nyeri, Peningkatan Kenyamanan, Terapi Aktivitas, dan Edukasi Kesehatan.
Contoh Intervensi:
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
- Berikan terapi farmakologi dan non-farmakologi untuk mengatasi nyeri
- Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi untuk mengurangi nyeri
- Dorong pasien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuan
- Edukasi pasien dan keluarga tentang manajemen nyeri kronis
Dengan pendekatan yang komprehensif sesuai SDKI, SLKI, dan SIKI, diharapkan dapat membantu pasien mengatasi nyeri kronis yang dialaminya dan meningkatkan kualitas hidupnya. -
Article No. 12979 | 27 Feb 2025
Klinis : Pasien berusia 32 tahun mengeluhkan nyeri pada pinggang bagian bawah dengan skala nyeri 9 dan meneybabkan kesulitan untuk melakukan aktivitas seperti berjalan dan tidur
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Assalamualaikum, terima kasih atas pertanyaan Anda. Sebagai perawat, saya akan memberikan rekomendasi diagnosa, luaran, dan intervensi keperawatan yang sesuai dengan kondisi pasien yang Anda deskripsikan.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Berdasarkan kondisi pasien yang berusia 32 tahun dengan keluhan nyeri pada pinggang bagian bawah dengan skala nyeri 9 dan menyebabkan kesulitan untuk melakukan aktivitas seperti berjalan dan tidur, maka diagnosa keperawatan yang sesuai adalah:
1. Nyeri Akut (SDKI: 14.05) berhubungan dengan cedera muskuloskeletal.
Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam istilah kerusakan tersebut.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Penurunan Nyeri (SLKI: 13002)
- Kriteria hasil:
a. Pasien melaporkan nyeri berkurang menjadi skala 2-3.
b. Pasien dapat melakukan aktivitas seperti berjalan dan tidur dengan nyaman.
c. Pasien menunjukkan relaksasi otot.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Manajemen Nyeri (SIKI: 13001)
- Tindakan:
a. Kaji tipe, karakteristik, lokasi, durasi, frekuensi, kualitas, dan beratnya nyeri.
b. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri, seperti kompres hangat, relaksasi, distraksi, dan terapi musik.
c. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk pemberian analgesik yang sesuai.
d. Pantau efektivitas intervensi dalam mengurangi nyeri.
e. Berikan dukungan emosional dan psikologis kepada pasien.
2. Manajemen Aktivitas (SIKI: 01001)
- Tindakan:
a. Kaji kemampuan dan hambatan pasien dalam melakukan aktivitas.
b. Tentukan aktivitas yang dapat dilakukan pasien secara mandiri atau dibantu.
c. Ajarkan teknik aktivitas yang tepat untuk mengurangi nyeri, seperti latihan gerak ringan.
d. Bantu pasien melakukan aktivitas sesuai kemampuannya.
e. Evaluasi kemajuan pasien dalam melakukan aktivitas.
Penjelasan rinci:
Berdasarkan kondisi pasien, diagnosa keperawatan yang sesuai adalah Nyeri Akut yang berhubungan dengan cedera muskuloskeletal. Luaran yang diharapkan adalah Penurunan Nyeri, dengan kriteria hasil pasien melaporkan nyeri berkurang, dapat melakukan aktivitas dengan nyaman, dan menunjukkan relaksasi otot. Intervensi keperawatan yang diperlukan adalah Manajemen Nyeri dan Manajemen Aktivitas, yang mencakup pengkajian, intervensi nonfarmakologis, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain, serta bantuan dan edukasi terkait aktivitas yang dapat dilakukan pasien.
Semoga informasi ini bermanfaat. Jika ada pertanyaan lain, jangan ragu untuk menanyakannya. Wassalamualaikum. -
Article No. 12909 | 26 Feb 2025
Klinis : Resiko infeksi
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat sesuai dengan standar SDKI - SLKI - SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi "Risiko Infeksi".
Diagnosa Keperawatan:
Risiko Infeksi
Definisi:
Berisiko mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogen yang dapat menimbulkan kerusakan selular dan jaringan.
Faktor Risiko:
1. Penurunan sistem imun
2. Kerusakan integritas kulit/mukosa
3. Prosedur invasif
4. Sanitasi dan higiene yang buruk
5. Paparan organisme patogen
Tujuan Keperawatan:
1. Pasien tidak mengalami infeksi selama perawatan.
2. Pasien menunjukkan peningkatan status imunitas.
3. Pasien menunjukkan perilaku pencegahan infeksi yang adekuat.
Intervensi Keperawatan (SLKI):
1. Manajemen Infeksi
2. Perawatan Luka
3. Pencegahan Infeksi
4. Pemantauan Tanda Vital
5. Edukasi Kesehatan
Luaran Keperawatan (SIKI):
1. Kontrol Infeksi
2. Integritas Kulit
3. Perilaku Pencegahan Infeksi
4. Status Hemodinamik
5. Pengetahuan Pencegahan Infeksi
Sebagai seorang perawat, saya akan melakukan pengkajian secara komprehensif, merencanakan, dan melaksanakan intervensi keperawatan yang sesuai dengan standar SDKI, SLKI, dan SIKI agar dapat mencapai tujuan keperawatan dan mencegah terjadinya infeksi pada pasien. Saya akan berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya untuk memastikan perawatan yang optimal bagi pasien. -
Article No. 12910 | 26 Feb 2025
Klinis : Abses perianal
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri akut
Penjelasan: Abses perianal menyebabkan rasa sakit dan ketidaknyamanan di area sekitar anus. Pasien mungkin mengalami nyeri yang tajam dan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.
2. Risiko infeksi
Penjelasan: Abses perianal merupakan kondisi dimana terjadi pembentukan nanah di area sekitar anus, sehingga terdapat risiko infeksi yang perlu ditangani dengan tepat.
3. Gangguan integritas kulit
Penjelasan: Abses perianal dapat menyebabkan kerusakan pada kulit di area sekitar anus, sehingga perlu penanganan untuk menjaga integritas kulit dan mencegah komplikasi.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
SDKI merupakan standar yang digunakan dalam menentukan diagnosis keperawatan berdasarkan pengkajian yang komprehensif. Dalam kasus abses perianal, SDKI dapat digunakan untuk mendefinisikan diagnosis keperawatan yang sesuai, seperti nyeri akut, risiko infeksi, dan gangguan integritas kulit.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
SLKI adalah standar yang digunakan untuk menentukan luaran atau hasil yang diharapkan dari intervensi keperawatan. Dalam kasus abses perianal, SLKI dapat digunakan untuk menetapkan luaran yang diharapkan, seperti penurunan nyeri, pencegahan infeksi, dan peningkatan integritas kulit.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
SIKI adalah standar yang digunakan untuk menentukan intervensi keperawatan yang tepat untuk mencapai luaran yang diharapkan. Dalam kasus abses perianal, SIKI dapat digunakan untuk menentukan intervensi yang sesuai, seperti manajemen nyeri, perawatan luka, dan pemberian antibiotik.
Peran perawat dalam penanganan abses perianal berdasarkan SDKI, SLKI, dan SIKI adalah memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif, mulai dari pengkajian, penetapan diagnosis, perencanaan, implementasi, dan evaluasi, dengan tujuan untuk mengatasi nyeri, mencegah infeksi, dan menjaga integritas kulit pasien. -
Article No. 12911 | 26 Feb 2025
Klinis : Abses perianal
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi Abses Perianal:
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Infeksi berhubungan dengan abses perianal.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Risiko Infeksi: Meningkatnya kerentanan individu terhadap invasi dan multiplikasi organisme patogen.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Kontrol Infeksi: Tindakan yang dilakukan untuk mencegah atau mengendalikan infeksi.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Observasi: Identifikasi tanda dan gejala infeksi.
2. Edukasi: Informasikan kepada pasien dan keluarga mengenai pencegahan infeksi.
3. Perawatan Luka: Pembersihan dan perawatan luka abses perianal.
4. Pemberian Obat: Pemberian antibiotik sesuai indikasi.
Penjelasan Singkat:
Abses perianal merupakan kondisi dimana terdapat pembengkakan dan akumulasi nanah di sekitar anus. Hal ini dapat terjadi karena adanya infeksi pada kelenjar anal atau fistula. Risiko infeksi menjadi tinggi pada kondisi ini, sehingga diperlukan intervensi keperawatan yang komprehensif untuk mencegah penyebaran infeksi. Observasi tanda dan gejala infeksi, edukasi pencegahan infeksi, perawatan luka yang adekuat, serta pemberian antibiotik sesuai indikasi merupakan intervensi penting yang harus dilakukan oleh perawat untuk mencapai luaran yang optimal bagi pasien. -
Article No. 12912 | 26 Feb 2025
Klinis : Abses perianal
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah penjelasan rinci mengenai diagnosa, luaran, dan intervensi keperawatan untuk kondisi abses perianal:
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi abses perianal adalah "Integritas Kulit Terganggu". Kondisi ini ditandai dengan adanya lesi atau kerusakan pada kulit di area perianal, yang menyebabkan gangguan pada integritas kulit. Diagnosa ini mencakup perubahan struktur dan fungsi kulit, serta risiko infeksi yang menyertai kondisi abses perianal.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Setelah diberikan asuhan keperawatan, luaran yang diharapkan adalah:
1. Integritas Kulit: Pemulihan - Pasien menunjukkan penyembuhan lesi atau kerusakan kulit di area perianal, dengan tanda-tanda infeksi yang berkurang.
2. Status Infeksi: Terkontrol - Pasien menunjukkan tanda-tanda infeksi yang terkontrol, seperti berkurangnya erythema, edema, dan drainage yang berlebihan.
3. Kenyamanan: Terpenuhi - Pasien menunjukkan tingkat kenyamanan yang meningkat, dengan pengurangan rasa sakit dan ketidaknyamanan di area perianal.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Perawatan Luka:
- Melakukan debridement luka untuk menghilangkan jaringan nekrotik dan debris.
- Membersihkan luka dengan larutan salin steril atau antiseptik yang sesuai.
- Menerapkan balutan luka yang tepat, seperti kasa steril, hydrocolloid, atau balutan lainnya yang dapat menjaga kelembaban luka.
- Memantau tanda-tanda infeksi dan mengambil kultur luka jika diperlukan.
2. Manajemen Nyeri:
- Mengevaluasi tingkat nyeri pasien menggunakan skala nyeri yang sesuai.
- Memberikan analgesik sesuai dengan resep dokter untuk mengurangi nyeri.
- Mengajarkan teknik manajemen nyeri non-farmakologis, seperti aplikasi kompres hangat, teknik relaksasi, dan distraksi.
3. Edukasi dan Dukungan:
- Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang perawatan luka, manajemen nyeri, dan tindakan yang perlu dilakukan untuk mencegah komplikasi.
- Memberikan dukungan emosional dan psikologis kepada pasien untuk meningkatkan kepatuhan dan kepuasan terhadap perawatan.
4. Monitoring dan Evaluasi:
- Memantau tanda-tanda vital, perkembangan luka, dan tanda-tanda infeksi secara teratur.
- Mengevaluasi efektivitas intervensi keperawatan dan melakukan penyesuaian jika diperlukan.
- Berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain, seperti dokter, untuk memastikan perawatan yang optimal bagi pasien.
Dengan penerapan diagnosa, luaran, dan intervensi keperawatan yang komprehensif, diharapkan pasien dengan abses perianal dapat mencapai pemulihan yang optimal, mengurangi risiko komplikasi, dan meningkatkan kualitas hidup. -
Article No. 12913 | 26 Feb 2025
Klinis : Ny. A, 45 tahun, datang ke Poli Endokrin dengan keluhan sering merasa lelah, sulit berkonsentrasi, dan merasa kedinginan meskipun di ruangan hangat. Ia juga mengalami peningkatan berat badan yang tidak wajar dalam 6 bulan terakhir, meskipun pola makannya tidak berubah. Pasien juga mengeluhkan sembelit, kulitnya tampak kering dan kasar, serta rambutnya mulai menipis. Riwayat kesehatan menunjukkan bahwa ia pernah didiagnosis dengan penyakit Hashimoto tetapi tidak rutin memeriksakan diri. Hasil pemeriksaan menunjukkan denyut jantung 58x/menit (bradikardia), tekanan darah 110/70 mmHg, wajah tampak sembab, dan refleks tendon dalam melambat. Hasil laboratorium menunjukkan TSH tinggi dan T3/T4 rendah.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, saya dapat mendiagnosis kondisi Ny. A sebagai berikut:
Diagnosa Keperawatan:
1. Ketidakefektifan Thermoregulasi berhubungan dengan penurunan produksi hormon tiroid (hipotiroidisme).
Penjelasan Singkat:
- SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia): Ketidakefektifan Thermoregulasi adalah suhu tubuh yang tidak dapat dipertahankan dalam rentang normal akibat ketidakmampuan mengatur suhu tubuh.
- SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia): Pasien dapat mempertahankan suhu tubuh dalam rentang normal.
- SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia): Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan meliputi pemantauan suhu tubuh, pengaturan lingkungan, pemberian pakaian hangat, dan edukasi terkait manajemen hipotermi.
2. Kelelahan berhubungan dengan gangguan metabolisme (hipotiroidisme).
Penjelasan Singkat:
- SDKI: Kelelahan adalah pengalaman subjektif yang berkepanjangan dan tidak menyenangkan berkaitan dengan penurunan kapasitas untuk beraktivitas.
- SLKI: Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa kelelahan yang berlebihan.
- SIKI: Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan meliputi pemantauan tanda-tanda vital, pengaturan istirahat dan aktivitas, serta edukasi terkait manajemen kelelahan.
3. Perubahan Persepsi Sensori berhubungan dengan gangguan komunikasi saraf (hipotiroidisme).
Penjelasan Singkat:
- SDKI: Perubahan Persepsi Sensori adalah perubahan dalam satu atau lebih modalitas sensorik akibat proses fisiologis atau patologis.
- SLKI: Pasien dapat mempersepsikan sensori dalam batas normal.
- SIKI: Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan meliputi pemantauan fungsi sensorik, pengaturan lingkungan, dan edukasi terkait manajemen perubahan sensori.
Dengan pendekatan SDKI-SLKI-SIKI, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif, terukur, dan sesuai dengan standar profesi di Indonesia.