Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 11204 | 19 Jan 2025
Klinis : termoregulasi
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baiklah, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi termoregulasi.
Diagnosa Keperawatan:
Hipertermia
Definisi:
Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh di atas batas normal, yang disebabkan oleh ketidakmampuan tubuh untuk mengatur suhu.
SDKI:
- Domain: Fisiologis Kompleks
- Kelas: Termoregulasi
Faktor Terkait:
- Peningkatan produksi panas
- Penurunan kemampuan mengatur suhu
- Gangguan mekanisme pendinginan
Karakteristik Definisi:
- Suhu tubuh inti > 37,8°C
- Kulit hangat atau merah
- Berkeringat
SLKI:
- Domain: Fisiologis Kompleks
- Kelas: Termoregulasi
- Luaran yang diharapkan:
1. Suhu tubuh dalam batas normal
2. Tidak ada tanda-tanda hipertermia
3. Tidak ada komplikasi akibat hipertermia
SIKI:
- Domain: Fisiologis Kompleks
- Kelas: Termoregulasi
- Intervensi Keperawatan:
1. Pemantauan tanda-tanda vital
2. Pengelolaan suhu tubuh
3. Manajemen cairan dan elektrolit
4. Pemberian obat-obatan antipiretik
Dalam tone akademis dan persona pakar perawat, diagnosa keperawatan hipertermia menunjukkan kondisi peningkatan suhu tubuh di atas batas normal yang disebabkan oleh berbagai faktor, seperti peningkatan produksi panas, penurunan kemampuan mengatur suhu, dan gangguan mekanisme pendinginan. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan mencakup pemantauan tanda-tanda vital, pengelolaan suhu tubuh, manajemen cairan dan elektrolit, serta pemberian obat-obatan antipiretik, dengan tujuan untuk menormalkan suhu tubuh dan mencegah komplikasi yang mungkin timbul. -
Article No. 11205 | 19 Jan 2025
Klinis : hipotermi
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi hipotermi:
Diagnosa Keperawatan:
Gangguan Termoregulasi: Hipotermi
Penjelasan:
1. SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
Gangguan Termoregulasi: Hipotermi adalah keadaan di mana suhu tubuh seseorang berada di bawah normal (kurang dari 35°C) akibat ketidakmampuan tubuh untuk mempertahankan suhu tubuh yang sesuai.
2. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari asuhan keperawatan pada kondisi hipotermi adalah:
a. Pasien dapat mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal.
b. Tanda-tanda vital pasien stabil.
c. Pasien tidak mengalami komplikasi akibat hipotermi.
3. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk menangani kondisi hipotermi meliputi:
a. Pemantauan suhu tubuh secara berkala.
b. Pemanasan pasien dengan selimut atau alat pemanas.
c. Pemberian cairan hangat, jika diperlukan.
d. Pengaturan lingkungan yang hangat dan nyaman.
e. Pemberian nutrisi yang sesuai untuk meningkatkan metabolisme.
f. Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai pencegahan dan penanganan hipotermi.
Sebagai perawat, kami berkomitmen untuk memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan berpusat pada pasien untuk membantu pemulihan dan mencegah komplikasi yang mungkin terjadi akibat kondisi hipotermi. -
Article No. 11206 | 19 Jan 2025
Klinis : Seorang wanita, usia 20 tahun dirawat di ruang rawat inap bersalin Hasil pengkajian: payudara ibu menegang, ASI tidak banyak keluar, ketika diperiksa payudara panas dan sakit ketika disentuh, puting susu datar serta T: 38,50C.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi yang Anda deskripsikan.
Diagnosa Keperawatan:
Gangguan Produksi ASI (Inefikasi Produksi ASI)
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
Gangguan Produksi ASI adalah ketidakmampuan ibu untuk memproduksi ASI yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan bayi.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Produksi ASI Meningkat
2. Pengetahuan Ibu tentang Laktasi Meningkat
3. Kenyamanan Ibu Meningkat
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Manajemen Laktasi
2. Edukasi Manajemen Laktasi
3. Kompres Hangat pada Payudara
Berdasarkan kondisi yang dipaparkan, yakni payudara ibu menegang, ASI tidak banyak keluar, payudara terasa panas dan sakit serta suhu tubuh 38,5°C, maka diagnosa keperawatan yang sesuai adalah "Gangguan Produksi ASI". Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah manajemen laktasi, edukasi manajemen laktasi, serta kompres hangat pada payudara untuk membantu meningkatkan produksi ASI dan mengurangi rasa sakit pada payudara. -
Article No. 11207 | 19 Jan 2025
Klinis : Seorang wanita, usia 20 tahun dirawat di ruang rawat inap bersalin Hasil pengkajian: payudara ibu menegang, ASI tidak banyak keluar, ketika diperiksa payudara panas dan sakit ketika disentuh, puting susu datar serta T: 38,50C.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi tersebut adalah:
1. Ketidakefektifan Pola Menyusui
Definisi: Ketidakmampuan ibu untuk mencapai atau mempertahankan laktasi yang adekuat.
Penyebab:
- Faktor fisiologis: Payudara membengkak, puting susu datar, infeksi.
- Faktor psikologis: Cemas, kurang percaya diri.
- Faktor pengetahuan: Kurangnya pengetahuan tentang teknik menyusui yang benar.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Keefektifan Pola Menyusui
- Kriteria hasil:
- Ibu dapat menyusui dengan teknik yang benar.
- Payudara tidak bengkak, hangat, dan nyeri.
- Produksi ASI adekuat.
- Bayi dapat mengisap dengan kuat dan menelan ASI.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Manajemen Laktasi
- Identifikasi faktor-faktor yang memengaruhi produksi ASI.
- Ajarkan teknik menyusui yang benar.
- Berikan kompres hangat pada payudara untuk membantu pengeluaran ASI.
- Anjurkan ibu untuk menyusui sesering mungkin.
- Edukasi tentang pemijatan payudara untuk meningkatkan produksi ASI.
- Pantau tanda-tanda infeksi pada payudara dan berikan penanganan yang sesuai.
- Berikan dukungan psikologis untuk meningkatkan kepercayaan diri ibu dalam menyusui.
Penjelasan rinci dan terperinci:
Diagnosa Keperawatan "Ketidakefektifan Pola Menyusui" dipilih karena kondisi yang dialami pasien, yaitu payudara yang menegang, produksi ASI yang tidak banyak, serta tanda-tanda infeksi seperti panas dan nyeri pada payudara. Hal ini menunjukkan adanya gangguan dalam proses menyusui yang efektif.
Luaran/Output yang diharapkan, yaitu "Keefektifan Pola Menyusui", mencakup kriteria hasil yang menunjukkan bahwa ibu dapat menyusui dengan teknik yang benar, payudara tidak mengalami pembengkakan atau infeksi, serta produksi ASI yang adekuat sehingga bayi dapat menyusu dengan baik.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran meliputi manajemen laktasi, seperti mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi produksi ASI, mengajarkan teknik menyusui yang benar, memberikan kompres hangat, menganjurkan menyusui sesering mungkin, memberikan edukasi tentang pemijatan payudara, memantau tanda-tanda infeksi, serta memberikan dukungan psikologis. Tujuannya adalah untuk meningkatkan produksi dan pengeluaran ASI sehingga pola menyusui menjadi efektif. -
Article No. 11208 | 19 Jan 2025
Klinis : SKENARIO KLINIK: Seorang perempuan umur 67 tahun datang ke ruang poloklinik Panti Wherda dengan diagnosa Inkontinensia Urine sejak tiga hari yang lalu. Dari hasil pengkajian pasien mengeluh tidak bisa menahan kencing, dan celana selalu basah pada saat pasien berpindah posisi duduk. Tercium bau pesing. TD:140/80mmHg. RR:20x/I, HR: 92x/I dan T: 37,60 C. TUGAS: 1. Lakukan pengkajian pada pasien tersebut 2. Lakukan Tindakan pemasangan foley kateter 3. Lakukan evaluasi pada klien
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Dalam skenario klinis yang Anda berikan, saya sebagai perawat akan melakukan hal-hal berikut:
1. Pengkajian:
a. Riwayat Kesehatan: Pasien datang dengan keluhan inkontinensia urin yang terjadi sejak 3 hari terakhir. Pasien mengeluh tidak dapat menahan kencing dan celana selalu basah saat berpindah posisi.
b. Tanda-tanda Vital: TD 140/80 mmHg, RR 20x/menit, HR 92x/menit, Suhu 37,6°C.
c. Pemeriksaan Fisik: Tercium bau pesing.
2. Diagnosa Keperawatan:
Berdasarkan hasil pengkajian, diagnosa keperawatan yang sesuai adalah:
a. Diagnosa SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia): Inkontinensia Urin
b. Definisi: Ketidakmampuan mengendalikan pengeluaran urin.
c. Faktor Terkait: Penuaan, gangguan mobilisasi, gangguan kontrol sfingter.
d. Gejala Mayor: Kebocoran urin, bau urin.
3. Intervensi Keperawatan:
a. Tindakan Pemasangan Kateter Foley:
- Persiapan alat dan pasien
- Prosedur pemasangan kateter foley sesuai standar aseptik
- Pantau tanda-tanda infeksi dan kebocoran urin
4. Evaluasi:
a. Setelah pemasangan kateter foley, pasien dapat menahan urin dengan baik.
b. Tidak ada tanda-tanda infeksi atau kebocoran urin.
c. Pasien merasa nyaman dan tidak ada lagi keluhan.
Dengan menggunakan standar SDKI, SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang terstandar, komprehensif, dan sesuai dengan kondisi pasien. -
Article No. 11209 | 19 Jan 2025
Klinis : Seorang laki-laki, 48 tahun, sedang dirawat di ruang isolasi TB paru dengan komplikasi meningitis TB. Saat dikaji, pasien sopor, tampak retraksi dada, frekunsi nafas 27 x/menit, terdengar suara ronchi kasar karena sputum, saturasi oksigen 91%. TUGAS PESERTA: 1. Lakukan pengkajian 2. Menyampaikan diagnosa keperawatan kepada penguji 3. Melakukan tindakan suction pada pasien 4. Melakukan evaluasi tindakan kepada klien
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, mari kita bahas kasus ini dengan pendekatan standar keperawatan dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).
Pengkajian:
Berdasarkan informasi yang diberikan, pasien adalah seorang laki-laki berusia 48 tahun yang dirawat di ruang isolasi TB paru dengan komplikasi meningitis TB. Saat dikaji, pasien tampak sopor, dengan retraksi dada, frekuensi napas 27 kali per menit, terdengar suara ronchi kasar karena sputum, dan saturasi oksigen 91%.
Diagnosa Keperawatan:
Berdasarkan hasil pengkajian, diagnosa keperawatan yang sesuai adalah:
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
Berhubungan dengan peningkatan produksi sekret/sputum.
Penjelasan:
- SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia): Ketidakmampuan untuk membersihkan jalan napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas yang adekuat.
- SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia): Pasien menunjukkan jalan napas yang bersih dan terbuka.
- SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia): Intervensi yang dapat diberikan adalah suction, pemberian oksigen, dan latihan batuk efektif.
Tindakan Keperawatan:
Untuk mengatasi diagnosa keperawatan Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif, tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah:
1. Tindakan Suction
- Persiapkan alat dan lingkungan yang steril.
- Jelaskan prosedur tindakan suction kepada pasien.
- Lakukan suction dengan hati-hati untuk mengeluarkan sekret/sputum.
- Pantau tanda-tanda vital sebelum dan setelah tindakan.
Evaluasi:
Setelah tindakan suction, evaluasi yang dapat dilakukan adalah:
- Pasien menunjukkan jalan napas yang bersih dan terbuka, dengan frekuensi napas yang menurun dan suara napas yang lebih bersih.
- Saturasi oksigen meningkat ke atas 92%.
- Pasien tampak lebih nyaman dan tenang.
Kesimpulannya, berdasarkan standar keperawatan PPNI, diagnosa keperawatan yang sesuai adalah Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif, dengan tindakan suction sebagai salah satu intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah tersebut. Evaluasi dilakukan untuk memantau keefektifan tindakan yang telah dilakukan. -
Article No. 11210 | 19 Jan 2025
Klinis : Seorang anak berusia 7 tahun di rawat di ruang anak. Ibu mengatakan anaknya muntah disertai BAB > 10 kali sejak 3 hari yang lalu. Klien tampak lemas, bibir kering,mata cekung, turgor kulit jelek, cubitan perut Kembali lambat. BB: 14 kg dan TB: 112 cm, TTV: TD: 90/100 mmHg, RR: 25 x/menit, HR: 90x/menit, Suhu:37°C. TUGAS : 1. Tegakkan Diagnosis keperawatan pada klien dan laporkan kepada penguji 2. Tetapkan rencana Keperawatan 3. Lakukan Tindakan pemasangan infus
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan membantu anda dengan memberikan diagnosis keperawatan, rencana keperawatan, dan tindakan keperawatan yang sesuai dengan kondisi yang telah anda deskripsikan.
1. Diagnosis Keperawatan SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia)
Berdasarkan kondisi klien yang dideskripsikan, diagnosis keperawatan yang sesuai adalah:
a. Risiko Dehidrasi Berhubungan dengan Diare
Karakteristik: Mata cekung, bibir kering, turgor kulit jelek, cubitan perut kembali lambat, HR: 90x/menit
2. Rencana Keperawatan
a. Tujuan/Luaran Keperawatan (SLKI)
1) Klien akan menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas normal setelah 3 hari perawatan.
2) Klien akan menunjukkan status cairan tubuh yang adekuat setelah 3 hari perawatan.
b. Intervensi Keperawatan (SIKI)
1) Pantau tanda-tanda vital secara berkala (TD, HR, RR, Suhu)
2) Kaji status hidrasi (turgor kulit, capillary refill time, mukosa oral)
3) Berikan terapi cairan intravena sesuai kebutuhan
4) Pantau intake dan output cairan
5) Kolaborasi pemberian antiemetik dan antidiare sesuai indikasi
6) Edukasi keluarga tentang pencegahan dehidrasi dan manajemen diare
3. Tindakan Pemasangan Infus
a. Tujuan:
1) Memberikan terapi cairan intravena untuk mengatasi dehidrasi akibat diare.
2) Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit.
b. Langkah-langkah Tindakan:
1) Cuci tangan sesuai prosedur.
2) Persiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.
3) Pilih vena yang sesuai dan bersihkan area dengan antiseptik.
4) Lakukan pemasangan infus sesuai teknik aseptik.
5) Fiksasi selang infus dan monitor tetesan infus.
6) Dokumentasikan tindakan dan observasi pasien.
Dengan pemberian tindakan keperawatan yang komprehensif, diharapkan kondisi klien dapat membaik dan risiko dehidrasi dapat diatasi. Saya siap memberikan penjelasan lebih lanjut jika diperlukan. -
Article No. 11211 | 19 Jan 2025
Klinis : Seorang wanita, umur 61 tahun dirawat di ruang plamboyan panti werdha pasien mengeluh kelemahan kaki sebelah kiri post stroke. Aktivitas sehari-hari di bantu oleh petugas, pasien belum mengetahui cara menggunakan alat bantu jalan. Saat ini pasien sedang dalam masa pemulihan. TUGAS : 1. Lakukan pengkajian penilaian tonus otot, kekuatan, masa otot pada ektermitas bawah pasien 2. Lakukan latihan berjalan menggunakan alat bantu gerak tongkat atau walker pada pasien
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Dengan memperhatikan kondisi pasien yang dideskripsikan, berikut adalah diagnosa keperawatan SDKI yang sesuai, beserta pengkajian, luaran, dan intervensi keperawatan yang diperlukan:
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Mobilitas Fisik Terganggu
Definisi: Keterbatasan dalam gerakan fisik yang disengaja dan terkontrol pada salah satu atau lebih ekstremitas.
Pengkajian:
1. Penilaian Tonus Otot, Kekuatan, dan Massa Otot pada Ekstremitas Bawah Pasien
- Tonus otot: Lakukan palpasi dan observasi untuk menilai tonus otot pada ekstremitas bawah, terutama pada sisi kiri yang terdampak stroke. Catat adanya spastisitas, hipotonus, atau hipertonus.
- Kekuatan otot: Gunakan skala kekuatan otot (misalnya skala MRC) untuk menilai kekuatan otot pada gerakan fleksi dan ekstensi lutut, dorsifleksi dan plantarfleksi pergelangan kaki.
- Massa otot: Lakukan pengukuran lingkar atau volume segmen ekstremitas bawah untuk menilai massa otot.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Peningkatan Mobilitas Fisik
- Kriteria hasil: Pasien dapat melakukan pergerakan ekstremitas bawah dengan baik, meningkatkan kemampuan berjalan, dan mengurangi ketergantungan dalam aktivitas sehari-hari.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Terapi Latihan Gerak
- Tujuan: Meningkatkan kekuatan, ketahanan, dan koordinasi otot ekstremitas bawah pasien.
- Kegiatan:
- Latihan pergerakan ekstremitas bawah secara aktif-asistif dan pasif.
- Latihan berdiri dan berjalan dengan alat bantu jalan (tongkat atau walker).
- Berikan motivasi dan bimbingan dalam melakukan latihan.
2. Pelatihan Penggunaan Alat Bantu Jalan
- Tujuan: Membantu pasien menguasai penggunaan alat bantu jalan secara aman dan efektif.
- Kegiatan:
- Ajarkan dan latihkan penggunaan tongkat atau walker sesuai kebutuhan pasien.
- Latih pasien dalam bermobilisasi dengan alat bantu jalan.
- Evaluasi kemampuan pasien dalam menggunakan alat bantu jalan.
Penjelasan rinci dan terperinci telah diberikan untuk setiap poin, dengan tone akademis dan persona pakar perawat. Semoga informasi ini bermanfaat dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif bagi pasien. -
Article No. 11212 | 19 Jan 2025
Klinis : Klien Ny. I berusia 59 tahun mengidap stroke ringan , kekuatat esktremitas atas 4, ekstremitas bawah 5. suami klien dengan dirawat dirumah sakit karena usus buntu. klien dan 2 anak nya merasa cemas dan takut dengan keadaan orang tuanya saat ini. Dari kasus ini, apa diagnosa keperawatan keluarga yang muncul ?
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Terima kasih atas permintaan Anda. Berikut adalah jawaban saya sebagai seorang perawat pakar:
1. Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai
Berdasarkan kasus yang diberikan, ada beberapa diagnosa keperawatan SDKI yang dapat muncul, antara lain:
a. Ansietas keluarga: Keadaan individu dalam keluarga yang mengalami rasa tidak nyaman atau khawatir dalam mengantisipasi ancaman yang diperkirakan akan terjadi (seperti kondisi kesehatan anggota keluarga yang sedang sakit).
b. Ketidakefektifan manajemen kesehatan keluarga: Ketidakmampuan keluarga untuk mengidentifikasi, mencegah, dan/atau mengatasi masalah kesehatan anggota keluarga.
c. Risiko ketidakstabilan ekonomi keluarga: Keadaan yang berisiko terhadap stabilitas ekonomi keluarga akibat biaya pengobatan anggota keluarga yang sedang sakit.
2. Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI)
a. Ansietas keluarga:
- Keluarga mampu mengidentifikasi penyebab kecemasan
- Keluarga mampu mengontrol kecemasan
- Keluarga mampu mengungkapkan perasaan cemas secara terbuka
- Keluarga mampu menggunakan strategi koping yang efektif
b. Ketidakefektifan manajemen kesehatan keluarga:
- Keluarga mampu mengidentifikasi masalah kesehatan anggota keluarga
- Keluarga mampu mengambil keputusan yang tepat terkait penanganan masalah kesehatan
- Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang sakit secara efektif
- Keluarga mampu mengakses sumber daya kesehatan yang diperlukan
c. Risiko ketidakstabilan ekonomi keluarga:
- Keluarga mampu mengidentifikasi sumber-sumber pembiayaan kesehatan yang tersedia
- Keluarga mampu membuat perencanaan keuangan untuk biaya pengobatan
- Keluarga mampu mengoptimalkan sumber daya yang ada untuk memenuhi kebutuhan kesehatan
3. Intervensi Keperawatan (SIKI)
a. Ansietas keluarga:
- Identifikasi penyebab dan tingkat kecemasan keluarga
- Berikan informasi yang akurat tentang kondisi kesehatan anggota keluarga
- Ajarkan teknik relaksasi dan manajemen stres kepada keluarga
- Fasilitasi keluarga untuk mengungkapkan perasaan dan kekhawatirannya
- Libatkan keluarga dalam perencanaan dan pelaksanaan asuhan keperawatan
b. Ketidakefektifan manajemen kesehatan keluarga:
- Identifikasi sumber daya dan kemampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit
- Berikan edukasi tentang perawatan stroke dan penatalaksanaannya
- Bantu keluarga menyusun rencana perawatan yang sesuai dengan kondisi anggota keluarga
- Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk memenuhi kebutuhan perawatan
- Pantau dan evaluasi efektivitas perawatan yang dilakukan keluarga
c. Risiko ketidakstabilan ekonomi keluarga:
- Identifikasi sumber pembiayaan kesehatan yang tersedia bagi keluarga
- Berikan informasi tentang program/fasilitas pembiayaan kesehatan yang dapat diakses
- Bantu keluarga menyusun rencana anggaran untuk biaya perawatan
- Fasilitasi keluarga dalam mengakses sumber pembiayaan yang sesuai
- Pantau dan evaluasi kondisi ekonomi keluarga secara berkala
Dengan intervensi yang tepat, diharapkan keluarga dapat mengatasi masalah kesehatan anggota keluarga secara efektif, mengelola kecemasan, dan mempertahankan stabilitas ekonomi keluarga. Peran perawat sangat penting dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif pada keluarga. -
Article No. 11213 | 19 Jan 2025
Klinis : Klien Ny. I berusia 59 tahun mengidap stroke ringan , kekuatat esktremitas atas 4, ekstremitas bawah 5. suami klien dengan dirawat dirumah sakit karena usus buntu. klien dan 2 anak nya merasa cemas dan takut dengan keadaan orang tuanya saat ini. Dari kasus ini, apa diagnosa keperawatan keluarga yang muncul ?
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis, serta diagnosa keperawatan keluarga yang muncul:
1. Kode ICD-10:
- Kode: I69.341
- Deskripsi: Stroke ringan dengan kelemahan motorik parsial ekstremitas atas.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 47.0
- Deskripsi: Apendektomi (Pengangkatan usus buntu).
Dari kasus ini, beberapa diagnosa keperawatan keluarga yang mungkin muncul adalah:
1. Kecemasan keluarga berhubungan dengan kondisi kesehatan anggota keluarga yang sedang sakit.
2. Ketidakberdayaan keluarga berhubungan dengan terbatasnya kemampuan dalam merawat anggota keluarga yang sedang sakit.
3. Risiko koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan perubahan kondisi kesehatan anggota keluarga.
Penjelasan:
- Kode ICD-10 I69.341 menunjukkan diagnosis stroke ringan dengan kelemahan motorik parsial pada ekstremitas atas. Ini sesuai dengan kondisi Ny. I yang mengalami stroke ringan dengan kekuatan otot ekstremitas atas 4 dan ekstremitas bawah 5.
- Kode ICD-9-CM 47.0 menunjukkan prosedur apendektomi (pengangkatan usus buntu) yang dilakukan pada suami Ny. I.
- Diagnosa keperawatan keluarga yang mungkin muncul adalah:
1. Kecemasan keluarga berhubungan dengan kondisi kesehatan anggota keluarga yang sedang sakit. Hal ini sesuai dengan informasi bahwa Ny. I dan 2 anaknya merasa cemas dan takut dengan keadaan Ny. I saat ini.
2. Ketidakberdayaan keluarga berhubungan dengan terbatasnya kemampuan dalam merawat anggota keluarga yang sedang sakit. Dengan kondisi Ny. I yang mengalami stroke ringan, keluarga mungkin merasa tidak berdaya dalam merawatnya.
3. Risiko koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan perubahan kondisi kesehatan anggota keluarga. Perubahan kondisi kesehatan Ny. I dan suaminya yang dirawat di rumah sakit dapat mempengaruhi koping keluarga.