Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 13236 | 04 Mar 2025
Klinis : pusing, ngantuk, lemas
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan rinci dan terperinci mengenai diagnosa keperawatan, luaran yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang sesuai untuk kondisi pusing, ngantuk, dan lemas.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Diagnosa keperawatan yang paling sesuai untuk kondisi pusing, ngantuk, dan lemas adalah "Kelelahan" (Fatigue). Kelelahan didefinisikan sebagai perasaan lelah yang berkelanjutan dan tidak sebanding dengan aktivitas yang dilakukan. Kondisi ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti stres, kurang tidur, atau penyakit tertentu.
Luaran/Hasil yang Diharapkan (SLKI):
Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan pasien dapat menunjukkan:
1. Peningkatan tingkat energi dan stamina (Tingkat Energi Meningkat)
2. Pemulihan pola tidur yang adekuat (Pola Tidur Membaik)
3. Penurunan tingkat kelelahan yang dirasakan (Tingkat Kelelahan Menurun)
4. Peningkatan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari (Kemampuan Aktivitas Meningkat)
Intervensi Keperawatan (SIKI):
Untuk mencapai luaran yang diharapkan, intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah:
1. Manajemen Energi
- Mengidentifikasi sumber-sumber kelelahan pasien
- Membantu pasien mengatur aktivitas sehari-hari sesuai dengan tingkat energi
- Mengajarkan teknik relaksasi dan manajemen stres
- Memfasilitasi program latihan fisik yang sesuai
2. Manajemen Tidur
- Mengkaji pola tidur pasien dan identifikasi faktor-faktor yang mengganggu
- Memberikan edukasi tentang perilaku tidur yang sehat
- Mengatur lingkungan tidur yang nyaman
- Membantu pasien menetapkan rutinitas tidur yang teratur
3. Manajemen Kelelahan
- Mengevaluasi penyebab kelelahan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
- Mengajarkan teknik manajemen kelelahan, seperti istirahat yang cukup, nutrisi yang adekuat, dan aktivitas yang seimbang
- Memantau tanda-tanda kelelahan dan melakukan intervensi yang sesuai
- Memberikan dukungan emosional dan psikologis untuk meningkatkan motivasi pasien
Penerapan intervensi keperawatan ini secara komprehensif diharapkan dapat membantu pasien untuk meningkatkan energi, memperbaiki pola tidur, mengurangi tingkat kelelahan, dan meningkatkan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari, sehingga dapat mencapai hasil yang diharapkan. -
Article No. 13237 | 04 Mar 2025
Klinis : pusing, ngantuk, lemas
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, saya akan menjawab sesuai format yang Anda berikan:
1. Kode ICD-10:
- Kode: R53.83
- Deskripsi: Fatigue, other
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: tidak ada kode prosedur spesifik untuk gejala ini
- Deskripsi: Pasien dengan keluhan pusing, ngantuk, dan lemas dapat memerlukan evaluasi medis lebih lanjut untuk menentukan penyebab dan penanganannya. Tindakan medis yang mungkin dilakukan dapat mencakup pemeriksaan fisik, anamnesis riwayat kesehatan, pemeriksaan laboratorium, dan/atau pemeriksaan penunjang lainnya sesuai dengan indikasi klinis.
Penjelasan:
Kode ICD-10 R53.83 (Fatigue, other) sesuai untuk menggambarkan gejala utama yang dialami pasien, yaitu lemas atau kelelahan yang tidak dapat dijelaskan oleh kondisi medis tertentu. Pusing dan ngantuk juga dapat menjadi bagian dari sindrom kelelahan ini.
Sementara itu, tidak ada kode ICD-9-CM prosedur yang spesifik untuk menangani gejala pusing, ngantuk, dan lemas. Penanganan yang dilakukan akan bergantung pada hasil evaluasi medis lebih lanjut untuk mengidentifikasi penyebab yang mendasari keluhan pasien. Tindakan medis yang mungkin dilakukan dapat mencakup pemeriksaan fisik, anamnesis riwayat kesehatan, pemeriksaan laboratorium, dan/atau pemeriksaan penunjang lainnya sesuai dengan indikasi klinis. -
Article No. 13238 | 04 Mar 2025
Klinis : Pasien datang dengan keluhan tidak haid sudah 2,5 bulan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang Anda berikan, yaitu pasien datang dengan keluhan tidak haid selama 2,5 bulan, dengan tone akademis dan persona pakar/perawat, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI yang sesuai:
Diagnosa Keperawatan:
1. Amenorrhea (SDKI)
Definisi: Ketidakmampuan atau ketiadaan menstruasi pada wanita usia reproduktif.
2. Pengetahuan Kurang (SDKI)
Definisi: Kurangnya informasi kognitif yang terkait dengan topik tertentu.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Amenorrhea:
- Luaran yang diharapkan: Pasien menunjukkan kembalinya siklus menstruasi normal.
- Kriteria hasil: Pasien dapat menjelaskan penyebab dan penanganan amenorrhea, pasien menunjukkan tanda-tanda menstruasi normal.
2. Pengetahuan Kurang:
- Luaran yang diharapkan: Pasien menunjukkan peningkatan pengetahuan tentang amenorrhea.
- Kriteria hasil: Pasien dapat menjelaskan definisi, penyebab, tanda-tanda, dan penatalaksanaan amenorrhea.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Amenorrhea:
- Intervensi: Manajemen Amenorrhea
- Aktivitas: Identifikasi penyebab amenorrhea, ajarkan pasien tentang penyebab dan penanganan amenorrhea, kolaborasi dengan dokter untuk penatalaksanaan amenorrhea.
2. Pengetahuan Kurang:
- Intervensi: Peningkatan Pengetahuan
- Aktivitas: Identifikasi tingkat pengetahuan pasien, berikan pendidikan kesehatan tentang amenorrhea, evaluasi pemahaman pasien.
Dengan tone akademis dan persona pakar/perawat, intervensi keperawatan yang diberikan akan lebih fokus pada edukasi dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk mengatasi amenorrhea yang dialami pasien. -
Article No. 13239 | 04 Mar 2025
Klinis : resiko infeksi pemasangan chateter
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Sebagai perawat yang berpengalaman, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci mengenai diagnosis keperawatan, luaran yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang diperlukan untuk menangani risiko infeksi pada pasien dengan pemasangan kateter.
Diagnosis Keperawatan SDKI:
Diagnosis keperawatan yang sesuai untuk kondisi ini adalah "Risiko Infeksi" (00004). Diagnosis ini didasarkan pada peningkatan kerentanan individu terhadap invasi dan multiplikasi organisme patogen, yang dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan tubuh. Dalam kasus pemasangan kateter, risiko infeksi meningkat karena adanya akses langsung ke saluran kemih, yang dapat menjadi jalur masuknya bakteri atau mikroorganisme lain.
Luaran/Output yang diharapkan (SLKI):
1. Tingkat infeksi terkendali: Pasien tidak mengalami tanda-tanda atau gejala infeksi, seperti demam, nyeri, kemerahan, atau pembengkakan di sekitar area pemasangan kateter.
2. Tidak terjadi komplikasi infeksi: Pasien tidak mengalami komplikasi yang disebabkan oleh infeksi, seperti sepsis, pyelonefritis, atau endokarditis.
3. Pengetahuan tentang perawatan kateter yang memadai: Pasien dan/atau keluarga memahami prosedur perawatan kateter yang tepat untuk mencegah infeksi.
4. Kepatuhan terhadap protokol perawatan kateter: Pasien dan/atau keluarga secara konsisten menerapkan langkah-langkah perawatan kateter sesuai dengan protokol untuk mencegah infeksi.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Pemantauan tanda-tanda vital dan tanda infeksi: Secara rutin mengukur suhu tubuh, menilai warna, suhu, dan penampilan area pemasangan kateter untuk mendeteksi dini adanya tanda-tanda infeksi.
2. Perawatan kateter yang aseptik: Melakukan perawatan kateter secara aseptik, termasuk mencuci tangan, menggunakan sarung tangan steril, dan membersihkan area pemasangan kateter dengan benar.
3. Edukasi pasien dan keluarga: Memberikan edukasi kepada pasien dan/atau keluarga tentang prosedur perawatan kateter yang tepat, termasuk kebersihan tangan, pembersihan area pemasangan, dan tanda-tanda infeksi yang harus dilaporkan.
4. Koordinasi dengan tim kesehatan lain: Berkoordinasi dengan dokter dan tim kesehatan lain untuk memantau perkembangan kondisi pasien dan mengambil tindakan yang tepat jika terjadi infeksi.
5. Dokumentasi yang komprehensif: Mendokumentasikan secara rinci semua tindakan dan observasi terkait perawatan kateter, termasuk respon pasien, untuk menjaga kesinambungan perawatan.
Dengan penerapan diagnosis keperawatan, luaran yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang komprehensif, diharapkan dapat meminimalkan risiko infeksi pada pasien dengan pemasangan kateter dan mencapai hasil perawatan yang optimal. -
Article No. 13240 | 04 Mar 2025
Klinis : pemasangan chateter: resiko infeksi
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, berikut adalah kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis untuk kondisi pemasangan kateter dengan risiko infeksi:
1. Kode ICD-10:
- Kode: T83.51
- Deskripsi: Infeksi dan reaksi inflamasi karena pemasangan kateter urinaria
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 57.94
- Deskripsi: Pemasangan kateter urinaria
Penjelasan detail:
1. Kode ICD-10 T83.51 digunakan untuk mengkodekan infeksi dan reaksi inflamasi yang terkait dengan pemasangan kateter urinaria. Kondisi ini dapat terjadi sebagai komplikasi dari prosedur pemasangan kateter, yang meningkatkan risiko infeksi saluran kemih.
2. Kode ICD-9-CM 57.94 digunakan untuk mengkodekan prosedur pemasangan kateter urinaria. Prosedur ini dilakukan untuk mengatasi masalah pengosongan kandung kemih, membantu pemantauan output urin, atau menyediakan jalur keluar bagi urin dalam kasus tertentu.
Sebagai catatan, pemasangan kateter urinaria memang meningkatkan risiko infeksi saluran kemih, yang dapat menyebabkan gejala seperti demam, nyeri saat berkemih, dan kebocoran urin. Oleh karena itu, langkah-langkah pencegahan infeksi, seperti teknik pemasangan yang aseptik dan perawatan kateter yang tepat, harus dilakukan untuk meminimalkan risiko komplikasi ini. -
Article No. 13241 | 04 Mar 2025
Klinis : pemasangan chateter: resiko infeksi
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan Diagnosa Keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi pemasangan kateter dengan risiko infeksi.
Diagnosa Keperawatan:
Risiko Infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter urin.
Penjelasan:
1. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- SDKI adalah standar diagnosis keperawatan yang dikembangkan oleh PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia).
- Diagnosa "Risiko Infeksi" mengacu pada kemungkinan terjadi infeksi yang belum tampak tanda dan gejalanya, namun memiliki faktor risiko yang dapat menyebabkan infeksi.
- Dalam kasus ini, pemasangan kateter urin merupakan faktor risiko yang dapat menyebabkan infeksi.
2. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- SLKI adalah standar luaran atau hasil yang diharapkan dari asuhan keperawatan.
- Luaran yang diharapkan pada kasus ini adalah tidak terjadi infeksi, ditandai dengan tidak adanya tanda-tanda infeksi, seperti demam, nyeri, kemerahan, pembengkakan, dan ditemukan bakteri patogen.
3. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- SIKI adalah standar intervensi atau tindakan keperawatan yang dapat dilakukan untuk mencapai luaran yang diharapkan.
- Intervensi yang dapat dilakukan pada kasus ini meliputi:
- Observasi tanda-tanda infeksi secara rutin
- Menjaga kebersihan alat kateter dan daerah sekitar kateter
- Menjaga aseptik saat memasang dan merawat kateter
- Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang perawatan kateter dan pencegahan infeksi
Sebagai perawat, saya akan melaksanakan asuhan keperawatan berdasarkan standar SDKI, SLKI, dan SIKI yang telah ditetapkan oleh PPNI, dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi pada pasien yang menjalani pemasangan kateter urin. -
Article No. 13242 | 04 Mar 2025
Klinis : Wanita usia 32 tahun dengan Multiple Fraktur post OREF, Beliau mengeluh nyeri berdenyut pada pinggul dan kedua kaki dengan skala 5/10 dan bertambah nyeri ketika digerakan atau mengangkat pinggul. Tidak ada riwayat penyakit dm dan memiliki kebiasaan mengkonsumsi alkohol. TD 101/80 mmHg, Nadi 105x/mnt, Nafas 20x/mnt, adanya luka post op dikedua kaki, tidak ada rembesan, kekuatan otot ekstremitas atas 5/5. Hb: 6,9 g/dL (anemia berat), Leukosit: 11.500/μL (leukositosis ringan), GDS: 216 mg/dL (hiperglikemia), SGOT: 143 U/L, SGPT: 45 U/L (kerusakan hati), Natrium: 133 mmol/L (hiponatremia), Kalium: 4,5 mmol/L (normal), Klorida: 90 mmol/L (hipokloremia). Adanya fraktur kominutif tibia dan fibula kiri, fraktur acetabulum kanan, intertrochanter femur kanan dan ramus pubis kiri kanan.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah Diagnosa Keperawatan, penjelasan singkat SDKI, SLKI, dan SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi tersebut:
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri akut berhubungan dengan cedera fisik (fraktur multipel)
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Nyeri akut: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam istilah-istilah tersebut.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Tingkat nyeri menurun
2. Fungsi fisik membaik
3. Kemampuan menggunakan teknik non-farmakologi untuk mengurangi nyeri meningkat
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Manajemen nyeri
2. Pemberian analgesik
3. Mobilisasi progresif
Penjelasan:
Pasien ini mengalami nyeri akut yang berhubungan dengan cedera fisik berupa fraktur multipel pada pinggul dan kaki. Pasien mengeluhkan nyeri berdenyut dengan skala 5/10 yang bertambah saat digerakkan atau saat mengangkat pinggul. Tujuan perawatan adalah menurunkan tingkat nyeri, meningkatkan fungsi fisik, dan meningkatkan kemampuan pasien dalam menggunakan teknik non-farmakologi untuk mengurangi nyeri. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah manajemen nyeri, pemberian analgesik, dan mobilisasi progresif sesuai kondisi pasien. -
Article No. 13243 | 04 Mar 2025
Klinis : Wanita usia 32 tahun dengan Multiple Fraktur post OREF, Beliau mengeluh nyeri berdenyut pada pinggul dan kedua kaki dengan skala 5/10 dan bertambah nyeri ketika digerakan atau mengangkat pinggul. Tidak ada riwayat penyakit dm dan memiliki kebiasaan mengkonsumsi alkohol. TD 101/80 mmHg, Nadi 105x/mnt, Nafas 20x/mnt, adanya luka post op dikedua kaki, tidak ada rembesan, kekuatan otot ekstremitas atas 5/5. Hb: 6,9 g/dL (anemia berat), Leukosit: 11.500/μL (leukositosis ringan), GDS: 216 mg/dL (hiperglikemia), SGOT: 143 U/L, SGPT: 45 U/L (kerusakan hati), Natrium: 133 mmol/L (hiponatremia), Kalium: 4,5 mmol/L (normal), Klorida: 90 mmol/L (hipokloremia). Adanya fraktur kominutif tibia dan fibula kiri, fraktur acetabulum kanan, intertrochanter femur kanan dan ramus pubis kiri kanan.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi tersebut adalah:
1. Nyeri Akut
Berhubungan dengan cedera fisik (fraktur multiple) yang ditandai dengan keluhan nyeri berdenyut pada pinggul dan kedua kaki dengan skala 5/10 dan bertambah nyeri ketika digerakan atau mengangkat pinggul.
2. Risiko Infeksi
Berhubungan dengan prosedur pembedahan yang ditandai dengan adanya luka post op di kedua kaki tanpa rembesan.
3. Gangguan Mobilitas Fisik
Berhubungan dengan adanya fraktur kominutif tibia dan fibula kiri, fraktur acetabulum kanan, intertrochanter femur kanan dan ramus pubis kiri kanan yang ditandai dengan keterbatasan dalam pergerakan.
4. Risiko Gangguan Perfusi Jaringan
Berhubungan dengan anemia berat (Hb: 6,9 g/dL) yang dapat menganggu suplai oksigen ke jaringan.
5. Risiko Ketidakseimbangan Glukosa Darah
Berhubungan dengan hiperglikemia (GDS: 216 mg/dL) yang dapat disebabkan oleh stres akibat trauma dan penyakit.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Nyeri Akut:
- Pasien melaporkan nyeri berkurang dengan skala 2-3/10.
- Pasien menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas normal.
- Pasien mampu melakukan mobilisasi dengan nyaman.
2. Risiko Infeksi:
- Tidak terjadi tanda-tanda infeksi pada luka operasi.
- Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan perbaikan (leukosit, SGOT, SGPT).
- Pasien menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas normal.
3. Gangguan Mobilitas Fisik:
- Pasien mampu melakukan pergerakan secara mandiri atau dengan bantuan.
- Pasien menunjukkan peningkatan kekuatan otot ekstremitas.
- Pasien dapat melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri.
4. Risiko Gangguan Perfusi Jaringan:
- Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan kadar hemoglobin.
- Pasien menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas normal.
- Pasien tidak mengalami tanda-tanda gangguan perfusi jaringan.
5. Risiko Ketidakseimbangan Glukosa Darah:
- Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar glukosa darah dalam batas normal.
- Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda komplikasi akibat hiperglikemia.
- Pasien dapat menjaga pola makan dan aktivitas sesuai dengan kondisinya.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Nyeri Akut:
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif.
- Berikan analgesik sesuai dengan instruksi dokter.
- Ajarkan teknik manajemen nyeri non-farmakologis (distraksi, relaksasi, dll).
- Kolaborasi dengan tim medis untuk evaluasi dan penyesuaian terapi nyeri.
2. Risiko Infeksi:
- Lakukan perawatan luka secara aseptik dan terjadwal.
- Pantau tanda-tanda infeksi dan lakukan intervensi sesuai kebutuhan.
- Berikan antibiotik sesuai dengan instruksi dokter.
- Kolaborasi dengan tim medis untuk pemantauan dan pengelolaan infeksi.
3. Gangguan Mobilitas Fisik:
- Lakukan pengkajian fungsi muskuloskeletal dan mobilitas.
- Berikan latihan fisik dan mobilisasi secara bertahap sesuai toleransi pasien.
- Ajarkan pasien dan keluarga tentang teknik mobilisasi yang aman.
- Kolaborasi dengan tim terapi fisik untuk perencanaan dan evaluasi program rehabilitasi.
4. Risiko Gangguan Perfusi Jaringan:
- Pantau tanda-tanda vital dan status hemodinamik pasien.
- Berikan dukungan nutrisi yang adekuat sesuai kebutuhan.
- Kolaborasi dengan tim medis untuk evaluasi dan manajemen anemia.
- Kolaborasi dengan tim konsultasi gizi untuk perencanaan diet yang sesuai.
5. Risiko Ketidakseimbangan Glukosa Darah:
- Pantau kadar glukosa darah secara berkala.
- Berikan insulin atau agen antidiabetik sesuai instruksi dokter.
- Ajarkan pasien dan keluarga tentang manajemen diet dan aktivitas fisik untuk mengontrol glukosa darah.
- Kolaborasi dengan tim medis untuk evaluasi dan penyesuaian terapi hiperglikemia.
Penjelasan yang rinci dan terperinci untuk setiap poin di atas:
Sebagai perawat, saya telah mengidentifikasi diagnosa keperawatan yang sesuai dengan kondisi klinis pasien berdasarkan data yang diberikan. Diagnosa keperawatan tersebut mencakup masalah yang perlu ditangani secara komprehensif, termasuk nyeri akut, risiko infeksi, gangguan mobilitas fisik, risiko gangguan perfusi jaringan, dan risiko ketidakseimbangan glukosa darah.
Untuk setiap diagnosa keperawatan, saya telah menetapkan luaran atau hasil yang diharapkan setelah intervensi keperawatan dilakukan. Luaran tersebut mencakup pengurangan nyeri, pencegahan infeksi, peningkatan mobilitas, perbaikan perfusi jaringan, dan penstabilan kadar glukosa darah. Setiap luaran memiliki indikator spesifik yang dapat diukur dan dievaluasi.
Selanjutnya, saya telah menyusun intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran yang telah ditetapkan. Intervensi tersebut meliputi pengkajian, pemberian terapi, edukasi, dan kolaborasi dengan tim multidisiplin. Setiap intervensi dirancang untuk mengatasi masalah spesifik yang dihadapi pasien dan mendukung proses pemulihan yang optimal.
Secara keseluruhan, pendekatan asuhan keperawatan yang saya berikan bertujuan untuk meningkatkan kondisi klinis pasien, mencegah komplikasi, dan memfasilitasi proses pemulihan yang holistik. Saya akan terus memantau perkembangan pasien, melakukan evaluasi, dan menyesuaikan intervensi sesuai dengan kebutuhan pasien. -
Article No. 13244 | 04 Mar 2025
Klinis : Seorang perawat merencanakan akan memindahkan pasien. Perawat Fleksikan lutut; buat kaki tetap lebar. Rasionalisasi tindakan tersebut adalah ... Select one: a. Mendukung kemampuan dan kekuatan pasien dengan meminimalkan beban kerja b. Mengurangi resiko cedera perawat c. Meminimalkan gaya d. Dasar yang luas meningkatkan kestabilan perawat e. Membagi beban kerja menjadi 50%
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Jawaban yang tepat adalah:
b. Mengurangi resiko cedera perawat
Rasionalisasi tindakan tersebut adalah untuk mengurangi risiko cedera pada perawat saat memindahkan pasien. Dengan memfleksikan lutut dan menjaga kaki tetap lebar, perawat dapat memaksimalkan penggunaan kekuatan otot tungkai dan punggung, sehingga mengurangi beban pada bagian tubuh yang rentan terhadap cedera, seperti tulang belakang.
Diagnosa Keperawatan yang terkait dengan situasi ini berdasarkan SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia) adalah:
1. Risiko cedera punggung berhubungan dengan aktivitas mengangkat/memindahkan pasien.
Terkait SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia) dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia), intervensi yang sesuai adalah:
- SLKI: Integritas Tubuh Terjaga
- SIKI: Manajemen Aktivitas, Manajemen Keselamatan
Jadi, inti dari tindakan memfleksikan lutut dan menjaga kaki tetap lebar adalah untuk mengurangi risiko cedera pada perawat saat memindahkan pasien, dengan tujuan menjaga integritas tubuh perawat. -
Article No. 13245 | 04 Mar 2025
Klinis : Seorang pasien paska stroke dirawat di bangsal Anggrek. Perawat mengatur posisi pasien supinasi. Alat untuk mempertahankan kesejajaran tubuh untuk mencegah footdrop pada posisi supinasi adalah … Select one: a. Trapeze bar b. Trochanter roll c. Gulungan tangan d. Papan kaki e. Bantal pasir
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang Anda berikan, yaitu seorang pasien pasca stroke yang dirawat di bangsal Anggrek dan perawat mengatur posisi pasien dalam posisi supinasi, maka diagnosa keperawatan yang sesuai adalah:
Diagnosa Keperawatan: Risiko gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan pergerakan akibat stroke.
Penjelasan singkat:
Pasien pasca stroke sering mengalami kelemahan atau paralisis pada sebagian tubuh, sehingga dapat menyebabkan gangguan mobilitas fisik. Posisi supinasi (terlentang) yang diberikan oleh perawat bertujuan untuk mempertahankan posisi tubuh yang sejajar dan mencegah terjadinya footdrop (penurunan dorsofleksi ankle).
Berdasarkan SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia, alat yang dapat digunakan untuk mempertahankan kesejajaran tubuh dan mencegah footdrop pada posisi supinasi adalah:
d. Papan kaki
Papan kaki adalah alat bantu yang diletakkan di ujung tempat tidur untuk menopang dan mempertahankan posisi kaki sehingga dapat mencegah terjadinya footdrop.
Jadi, berdasarkan kondisi yang diberikan, alat yang sesuai untuk mempertahankan kesejajaran tubuh dan mencegah footdrop pada posisi supinasi adalah papan kaki.