Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 13539 | 08 Mar 2025
Klinis : Seorang pasien, laki-laki, usia 65 tahun, pekerjaan pensiunan, dirawat di rumah sakit dengan keluhan sulit buang air kecil sejak 6 bulan terakhir. Pengkajian lebih lanjut pada pasien yaitu: sering buang air kecil di malam hari (nokturia), aliran urin lemah dan terputus-putus, perasaan tidak lampias setelah buang air kecil, harus mengejan saat berkemih, kadang-kadang ada episode retensi urin akut, frekuensi buang air kecil meningkat, terutama pada malam hari menyebabkan tidur terganggu. Akibatnya pasien sering merasa mengantuk di siang hari. Pasien tidak memiliki keluhan demam, nyeri pinggang, atau hematuria. Riwayat Penyakit terdahulu hipertensi terkontrol, tidak ada riwayat diabetes atau penyakit ginjal, tetapi tidak memiliki kebiasaan rutin melakukan pemeriksaan kesehatan prostat sebelumnya serta edukasi tentang BPH dan pengobatannya. Pasien tidak ada mengalami konstipasi atau diare. Saat dirumah bafsu makan normal, tidak ada perubahan berat badan yang signifikan. Pasien mengonsumsi makanan tinggi protein dan lemak, kurang serat, serta sering minum teh/kopi di malam hari. Asupan cairan cukup, tetapi pasien sering menahan buang air kecil karena kesulitan berkemih. Selam aini pasien masih bisa melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan, tidak ada aktivitas olahraga rutin, namun sering merasa lelah karena gangguan tidur akibat nocturia. Saat dikaji pasien menjawab pertanyaan dengan benar, namun selalu khawatir dan takut mungkinkah akan mengalami kanker prostat serta takut menjalani tindakan medis invasif seperti operasi prostat. Pasien merasa cemas dan malu karena sering ke kamar mandi, dan mengeluh menurunnya kualitas hidup karena keterbatasan dalam aktivitas sosial akibat gangguan berkemih. Saat ini pasien tinggal bersama istri dan anak-anaknya Pasien tidak memiliki mekanisme koping yang jelas, tetapi mendapatkan dukungan dari istri. Tidak ada konflik dalam keluarga, tetapi pasien merasa kurang nyaman ketika harus sering ke toilet saat berkumpul dengan keluarga. Pasien mengatakan tidak ada riwayat disfungsi ereksi yang jelas atau riwayat penyakit menular seksual atau masalah reproduksi lainnya, tetapi pasien merasa kurang percaya diri dalam hubungan seksual karena masalah BPH. Untuk mengurangi kecemasan pasien memiliki keyakinan agama yang kuat dan mengandalkan doa dan menganggap penyakitnya adalah proses penuaan. Pada pemeriksaan fisik tidak tampak tanda infeksi atau nyeri spontan, pada palpasi abdomen ditemukan distensi kandung kemih (+), pemeriksaan Digital Rektal (DRE) ditemukan prostat teraba membesar, berbatas jelas, kenyal, tanpa nodul atau nyeri tekan. Pasien didiagnosa Benigna Hipertrofi Prostat (BPH) dengan Retensi Urin Parsial. Pasien direncanakan untuk operasi Transurethral Resection of the Prostate (TURP). Pemeriksaan Laboratorium ✔ Urinalisis: • Leukosit sedikit meningkat • Eritrosit (-) • Bakteri (-) ✔ Darah Lengkap: • Hb: 14 g/dL • Leukosit: 7.500/mm³ • Trombosit: 250.000/mm³ ✔ Fungsi Ginjal: • Kreatinin: 1,2 mg/dL ✔ Prostate-Specific Antigen (PSA): • PSA total: 4,5 ng/mL. Pemeriksaan Radiologi & Penunjang Lainnya ✔ USG Prostat & Kandung Kemih: Volume prostat: 45 mL. Sisa urin setelah berkemih (post-void residual volume): 150 mL. Tidak ada batu atau massa dalam kandung kemih. ✔ Uroflowmetri: Aliran urin lambat (Qmax: 8 mL/detik). Waktu berkemih lebih lama. ✔ Sistoskopi (jika perlu): Menunjukkan obstruksi leher kandung kemih akibat prostat yang membesar.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan rencana asuhan keperawatan yang sesuai untuk kondisi pasien yang Anda deskripsikan.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Gangguan Eliminasi Urin berhubungan dengan Obstruksi Aliran Urin sekunder Hiperplasia Prostat Jinak (BPH)
- Karakteristik Definisi: Kesulitan berkemih, aliran urin yang lemah dan terputus-putus, perasaan tidak lega setelah berkemih, harus mengejan saat berkemih, episode retensi urin akut, frekuensi berkemih meningkat terutama di malam hari.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Eliminasi Urin Terpelihara
- Indikator:
a. Pola berkemih kembali normal
b. Aliran urin lancar dan kuat
c. Tidak ada rasa tidak lega setelah berkemih
d. Tidak perlu mengejan saat berkemih
e. Tidak ada episode retensi urin akut
f. Frekuensi berkemih normal terutama di malam hari
g. Tidak ada distensi kandung kemih
2. Pengetahuan tentang Hiperplasia Prostat Jinak Memadai
- Indikator:
a. Menjelaskan definisi, penyebab, dan gejala BPH
b. Menjelaskan tatalaksana BPH, termasuk pengobatan dan tindakan pembedahan
c. Menjelaskan pemeriksaan penunjang yang diperlukan
d. Menjelaskan komplikasi yang mungkin terjadi
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Manajemen Eliminasi Urin
- Aktivitas:
a. Kaji pola eliminasi urin, termasuk frekuensi, volume, dan karakteristik urin
b. Monitor intake dan output cairan
c. Fasilitasi berkemih sesuai kebutuhan, misalnya jika ada tanda-tanda retensi urin
d. Ajarkan teknik berkemih yang benar
e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi farmakologis (misalnya alfa-bloker)
f. Persiapkan pasien untuk tindakan TURP jika diindikasikan
2. Edukasi Kesehatan
- Aktivitas:
a. Jelaskan pada pasien dan keluarga mengenai kondisi BPH, penyebab, gejala, dan penatalaksanaannya
b. Anjurkan pasien untuk rutin melakukan pemeriksaan kesehatan prostat
c. Ajarkan teknik relaksasi untuk mengatasi kecemasan dan gangguan tidur
d. Diskusikan cara mengatasi dampak BPH terhadap aktivitas sosial dan seksual
e. Berikan dukungan emosional dan informasional untuk meningkatkan mekanisme koping pasien
Penjelasan rinci:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kasus ini adalah "Gangguan Eliminasi Urin berhubungan dengan Obstruksi Aliran Urin sekunder Hiperplasia Prostat Jinak (BPH)". Hal ini didasarkan pada gejala yang dialami pasien, yaitu kesulitan berkemih, aliran urin yang lemah dan terputus-putus, perasaan tidak lega setelah berkemih, harus mengejan saat berkemih, episode retensi urin akut, serta frekuensi berkemih yang meningkat terutama di malam hari.
Luaran/output yang diharapkan setelah asuhan keperawatan mencakup dua hal utama, yaitu:
1. Eliminasi Urin Terpelihara, dengan indikator seperti pola berkemih kembali normal, aliran urin lancar dan kuat, tidak ada rasa tidak lega setelah berkemih, tidak perlu mengejan saat berkemih, tidak ada episode retensi urin akut, frekuensi berkemih normal terutama di malam hari, serta tidak ada distensi kandung kemih.
2. Pengetahuan tentang Hiperplasia Prostat Jinak Memadai, dengan indikator pasien dapat menjelaskan definisi, penyebab, dan gejala BPH, tatalaksana BPH termasuk pengobatan dan tindakan pembedahan, pemeriksaan penunjang yang diperlukan, serta komplikasi yang mungkin terjadi.
Intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran tersebut meliputi:
1. Manajemen Eliminasi Urin, dengan aktivitas seperti mengkaji pola eliminasi urin, memonitor intake dan output cairan, memfasilitasi berkemih sesuai kebutuhan, mengajarkan teknik berkemih yang benar, melakukan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi farmakologis, serta mempersiapkan pasien untuk tindakan TURP jika diindikasikan.
2. Edukasi Kesehatan, dengan aktivitas seperti menjelaskan kondisi BPH, penyebab, gejala, dan penatalaksanaannya, menganjurkan pasien untuk rutin melakukan pemeriksaan kesehatan prostat, mengajarkan teknik relaksasi untuk mengatasi kecemasan dan gangguan tidur, mendiskusikan cara mengatasi dampak BPH terhadap aktivitas sosial dan seksual, serta memberikan dukungan emosional dan informasional untuk meningkatkan mekanisme koping pasien.
Dengan penerapan intervensi keperawatan yang komprehensif dan kolaborasi yang erat dengan tim kesehatan lainnya, diharapkan pasien dapat mencapai luaran yang diharapkan, yaitu eliminasi urin yang terpelihara dan pengetahuan yang memadai tentang hiperplasia prostat jinak. -
Article No. 13540 | 08 Mar 2025
Klinis : Manajemen cairan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) yang diterbitkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi "Manajemen Cairan".
Diagnosa Keperawatan:
Gangguan Keseimbangan Cairan
Definisi:
Ketidakmampuan untuk mempertahankan atau mencapai keseimbangan antara asupan dan pengeluaran cairan.
Faktor Risiko:
- Ketidakadekuatan pemberian cairan
- Kehilangan cairan berlebih
- Perubahan fisiologis
SLKI (Luaran Keperawatan):
1. Keseimbangan Cairan Terpelihara
2. Perfusi Jaringan Efektif
3. Eliminasi Urin Adekuat
SIKI (Intervensi Keperawatan):
1. Pemantauan Tanda-Tanda Vital
2. Pemantauan Intake dan Output Cairan
3. Pemberian Cairan Intravena
4. Terapi Penggantian Cairan
5. Terapi Diuretik
6. Edukasi Manajemen Cairan
Penjelasan Singkat:
Diagnosa keperawatan "Gangguan Keseimbangan Cairan" mengacu pada ketidakmampuan pasien untuk mempertahankan atau mencapai keseimbangan antara asupan dan pengeluaran cairan. Hal ini dapat disebabkan oleh ketidakadekuatan pemberian cairan, kehilangan cairan berlebih, atau perubahan fisiologis. Luaran keperawatan yang diharapkan adalah terpeliharanya keseimbangan cairan, perfusi jaringan yang efektif, dan eliminasi urin yang adekuat. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan meliputi pemantauan tanda-tanda vital, pemantauan intake dan output cairan, pemberian cairan intravena, terapi penggantian cairan, terapi diuretik, serta edukasi manajemen cairan kepada pasien. -
Article No. 13541 | 08 Mar 2025
Klinis : Ny. B masuk rumah sakit dengan keluhan merasakan nyeri pinggang sejak 1 hari SMRS. Nyeri pinggang hilang timbul, namun tidak kunjung membaik. Selain itu pasien mengatakan BAK nyeri, nyeri yang dirasakan seperti melilit. Pasien memiliki kebiasaan minum-minuman bersoda dan jarang meminum air putih serta tidak diimbangi dengan kegiatan olah raga rutin. Pengkajian pre operasi: Pasien mengeluh nyeri pinggang kiri, kolik dan disertai hematuria, nyeri dirasakan menjalar hingga ke bagian depan. Pasien juga mengatakan BAK sering tidak tuntas, anyang-anyang, BAK nyeri. Pasien direncanakan untuk tindakan PCNL yang akan dijadwalkan 2 hari mendatang. Pasien sedikit cemas karena akan dilakukan operasi. Ini merupakan operasi yang pertama pasien. Pasien mengatakan mual muntah (+), konjungtiva tidak anemis sklera tidak ikterik. Pasien masih mampu melakukan aktivitas seperti ke kamar mandi meskipun kadang harus menahan nyeri pinggang. Pengkajian post operasi hari pertama pasien mengeluh nyeri hilang timbul, nyeri pinggang kiri, bertambah saat digerakkan, rasa seperti di tusuk-tusuk, skala 4-5 selama 5-10 menit. Terdapat luka post operasi di area PCNL di pinggang kiri yang tertutup verban. Pasien merupakan ibu rumah tangga dengan 2 orang anak. Ketika sakit peran sebagai ibu sedikit terhambat, namun keluarga memberi support penuh untuk kesembuhan klien. Pasien kooperatif saat perawat dan dokter melakukan perawatan dan mendukung tindakan medis dan keperawatan untuk kesembuhan. Hasil pemeriksaan TTV: TD 140/70 mmHg, N 72 x/menit nadi teraba kuat dan teratur, RR 18 x/menit, irama nafas teratur, vesikuler ki =ka. Pemeriksaan Penunjang Pre-Op: Hasil urinalisa (21/6/17): Albumin: +2, kristal kalsium oksalat +. Hasil CT Scan abdomen hidronefrosis grade IV kiri dan hidroureter proximal sampai distal e.c. batu ureter distal ukuran ± 1,26 x 1,79 x 4,21 Hasil laboratotium → Hb = 10 gr/dl, Ht 30%.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Assalamualaikum. Sebagai perawat profesional, saya akan memberikan Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai, Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI), dan Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI) berdasarkan kondisi Ny. B yang telah Anda deskripsikan.
Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai:
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (batu ginjal, hidronefrosis) sebagaimana ditunjukkan dengan keluhan nyeri pinggang, nyeri saat berkemih, dan nyeri menjalar ke perut depan.
2. Ketidaknyamanan Urinasi berhubungan dengan proses penyakit (batu ginjal, hidronefrosis) sebagaimana ditunjukkan dengan keluhan BAK nyeri, BAK tidak tuntas, dan anyang-anyang.
3. Kecemasan berhubungan dengan hospitalisasi dan prosedur pembedahan (PCNL) yang akan dilakukan, sebagaimana ditunjukkan dengan pernyataan pasien yang cemas karena akan menjalani operasi untuk pertama kalinya.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Nyeri Terkontrol: Pasien melaporkan nyeri berkurang menjadi skala 1-2, serta tidak mengganggu aktivitas.
2. Kenyamanan Urinasi Terpelihara: Pasien melaporkan tidak ada lagi keluhan BAK tidak tuntas, anyang-anyang, atau nyeri saat berkemih.
3. Kecemasan Terkontrol: Pasien dapat mengungkapkan perasaan cemas dengan baik, dan mendemonstrasikan strategi koping yang efektif untuk mengurangi kecemasan.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Manajemen Nyeri:
a. Identifikasi karakteristik nyeri
b. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai resep
c. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (distraksi, relaksasi, kompres hangat/dingin)
d. Evaluasi efektivitas intervensi nyeri
2. Manajemen Eliminasi:
a. Kaji pola eliminasi urin
b. Kolaborasi pemberian obat diuretik sesuai resep
c. Ajarkan hidrasi yang adekuat dan perilaku berkemih teratur
d. Monitor input output cairan
3. Manajemen Kecemasan:
a. Identifikasi penyebab dan tingkat kecemasan
b. Berikan informasi prosedur pembedahan secara bertahap
c. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi
d. Dukung keterlibatan keluarga dalam perawatan
Semoga penjelasan ini dapat membantu Anda dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif kepada Ny. B. Jika ada pertanyaan lain, jangan ragu untuk menanyakannya. -
Article No. 13542 | 08 Mar 2025
Klinis : 1. Pemberian 02 sesuai indikasi 2. Akses iv dan pemeriksaan darah (DL, GDA, Laktat, RFT,SE, dsb) 3. Pemberian antibiotik dan kontrol sumber infeksi 4. Pemberian cairan 5. Monitoring (TTV, cairan, keluhan)
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Dengan senang hati, berikut adalah kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis yang sesuai dengan kondisi yang Anda berikan:
1. Pemberian O2 sesuai indikasi:
- Kode ICD-10: Z99.81
- Deskripsi: Ketergantungan pada oksigenasi
2. Akses iv dan pemeriksaan darah (DL, GDA, Laktat, RFT, SE, dsb):
- Kode ICD-9-CM: 99.99
- Deskripsi: Prosedur diagnostik, lainnya
3. Pemberian antibiotik dan kontrol sumber infeksi:
- Kode ICD-10: A41.9
- Deskripsi: Sepsis, tidak dispesifikasi
- Kode ICD-9-CM: 99.21
- Deskripsi: Pemberian antibiotik sistemik
4. Pemberian cairan:
- Kode ICD-9-CM: 99.15
- Deskripsi: Pemberian cairan intravena
5. Monitoring (TTV, cairan, keluhan):
- Kode ICD-9-CM: 89.7
- Deskripsi: Pemantauan fisiologis, lainnya
Penjelasan detail:
1. Kode ICD-10 Z99.81 menunjukkan kondisi ketergantungan pasien pada oksigenasi, yang mengindikasikan perlunya pemberian oksigen sesuai indikasi.
2. Kode ICD-9-CM 99.99 mencakup berbagai prosedur diagnostik, termasuk akses IV dan pemeriksaan darah yang dilakukan untuk mengevaluasi kondisi pasien.
3. Kode ICD-10 A41.9 mengindikasikan sepsis tanpa spesifikasi, yang memerlukan pemberian antibiotik dan kontrol sumber infeksi. Kode ICD-9-CM 99.21 menunjukkan pemberian antibiotik sistemik.
4. Kode ICD-9-CM 99.15 mencakup pemberian cairan intravena, yang diperlukan untuk mengatasi kondisi pasien.
5. Kode ICD-9-CM 89.7 mencakup pemantauan fisiologis, termasuk pemantauan tanda-tanda vital, cairan, dan keluhan pasien. -
Article No. 13450 | 07 Mar 2025
Klinis : Seorang perempuan 29 tahun hamil 12 minggu G1P0A0 datang ke UGD karena mengalami perdarahan pada jalan lahir. Klien mengatakan mengalami perdarahan sejak 30 menit yang lalu disertai dengan gumpalan darah dan disertai kram hebat pada area perut bawah. Hasil pengkajian menunjukkan skala nyeri 6, darah berwarna merah segar disertai gumpalan sejumlah 50 cc, CRT < 3 detik, klien terlihat meringis dan lemas, klien terlihat menangis dan mengatakan sedih karena sudah menunggu selama 2 tahun untuk memiliki keturunan. TD: 110/80 mmHg, Frekuensi nadi: 78 x/menit, Suhu: 35,70C, Frekuensi Pernafasan: 20 x/menit. Hasil USG menunjukkan masih ada sisa jaringan janin di Rahim.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai:
1. Perdarahan Vagina Berhubungan dengan Abortus Inkomplit
Definisi: Hilangnya darah dari vagina akibat terganggunya proses kehamilan sebelum janin mampu hidup di luar kandungan, yang disertai dengan sisa jaringan plasenta atau fetus di dalam rahim.
Faktor yang berhubungan: Abortus inkomplit.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Kontrol Perdarahan
- Kriteria hasil: Perdarahan terkendali, Tidak ada perdarahan aktif, Tidak ada tanda-tanda syok hemoragik.
2. Nyeri Terkontrol
- Kriteria hasil: Skala nyeri menurun, Klien dapat mengontrol nyeri, Klien melaporkan nyeri terkontrol.
3. Koping Efektif
- Kriteria hasil: Klien mampu mengekspresikan perasaan, Klien menunjukkan strategi koping yang efektif, Klien terlihat tenang.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Manajemen Perdarahan
- Pemantauan tanda-tanda vital secara berkala
- Pemantauan perdarahan dan karakteristiknya
- Pemberian oksigen sesuai indikasi
- Kolaborasi pemberian cairan/obat-obatan untuk menghentikan perdarahan
2. Manajemen Nyeri
- Pengkajian nyeri secara komprehensif
- Pemberian analgesik sesuai indikasi
- Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (misalnya, relaksasi, distraksi)
3. Dukungan Emosional
- Mengeksplorasi perasaan dan emosi klien
- Memberikan empati dan dukungan emosional
- Kolaborasi dengan konselor/psikolog jika diperlukan
- Melibatkan keluarga dalam memberikan dukungan emosional
Penjelasan rinci:
Klien perempuan 29 tahun dengan diagnosa kehamilan 12 minggu (G1P0A0) yang datang ke UGD dengan keluhan perdarahan vagina disertai kram hebat di area perut bawah. Hasil pengkajian menunjukkan adanya perdarahan aktif dengan karakteristik darah merah segar dan gumpalan, nyeri dengan skala 6, tanda-tanda vital stabil, dan klien tampak lemas serta sedih. Hasil USG mengindikasikan adanya sisa jaringan janin di dalam rahim, sehingga diagnosis keperawatan yang sesuai adalah "Perdarahan Vagina Berhubungan dengan Abortus Inkomplit".
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI) adalah:
1. Kontrol Perdarahan: Tujuannya adalah untuk menghentikan perdarahan aktif dan mencegah komplikasi yang dapat terjadi.
2. Nyeri Terkontrol: Tujuannya adalah untuk mengurangi nyeri yang dirasakan klien akibat kram di area perut bawah.
3. Koping Efektif: Tujuannya adalah untuk membantu klien dalam menghadapi dan beradaptasi dengan kondisi yang sedang dialami, terutama terkait dengan keguguran yang sudah lama dinantikan.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI) meliputi:
1. Manajemen Perdarahan: Intervensi ini bertujuan untuk mengendalikan perdarahan dan mencegah komplikasi, seperti pemantauan tanda-tanda vital, pemantauan karakteristik perdarahan, pemberian oksigen, dan kolaborasi pemberian cairan/obat-obatan.
2. Manajemen Nyeri: Intervensi ini bertujuan untuk mengurangi nyeri yang dirasakan klien, seperti pengkajian nyeri, pemberian analgesik, dan teknik nonfarmakologis.
3. Dukungan Emosional: Intervensi ini bertujuan untuk membantu klien dalam menghadapi dan beradaptasi dengan kondisi yang sedang dialami, seperti mengeksplorasi perasaan dan emosi, memberikan empati dan dukungan emosional, serta melibatkan keluarga.
Dengan penerapan intervensi keperawatan yang komprehensif, diharapkan klien dapat mencapai luaran/output yang diharapkan, yaitu kontrol perdarahan, nyeri terkontrol, dan koping efektif. -
Article No. 13451 | 07 Mar 2025
Klinis : Pemeriksaan kesehatan dilakukan kepada Nn.S usia 17 di RS Bhayangkara kepada Nn.S yang mengalami ketakutan sejak mendapat pelecehan seksual oleh orang tak dikenal sekitar 3 minggu yang lalu. Pemeriksaan fisik didapatkan TD:110/70 mmHg, RR:16x/menit, S:36 0C, N:70x/menit. Pada pemeriksaan ginekologi ditemukan adanya robekan lama pada selaput darah, diserta leukorea atau keputihan yang berbau dan berwarna putih kehijauan, serta laserasi area fourchete (perineum) dan labia minora pada vagina. Hasil pemeriksaan laboratorium 15.000 uL, Hb: 10g/dL, USG terlihat adanya kantung kehamilan berusia sekitar 2 minggu.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi keperawatan yang sesuai untuk kondisi Nn.S:
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Trauma psikologis berhubungan dengan pelecehan seksual yang dialami, ditandai dengan gejala ketakutan.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan luka pada area genital, ditandai dengan adanya robekan, leukorea, dan laserasi.
3. Risiko kehamilan tidak diinginkan berhubungan dengan adanya kantung kehamilan.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Trauma psikologis berhubungan dengan pelecehan seksual:
a. Klien dapat mengekspresikan perasaan takut dengan aman.
b. Klien dapat mendemonstrasikan strategi koping yang efektif untuk mengatasi trauma.
c. Klien dapat menunjukkan peningkatan harga diri.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan luka pada area genital:
a. Klien dapat menunjukkan tanda-tanda penyembuhan luka yang baik.
b. Klien dapat mendemonstrasikan perawatan luka yang tepat.
c. Klien dapat menunjukkan tidak ada tanda-tanda infeksi.
3. Risiko kehamilan tidak diinginkan berhubungan dengan adanya kantung kehamilan:
a. Klien dapat menunjukkan pemahaman tentang risiko kehamilan.
b. Klien dapat memutuskan opsi penanganan yang sesuai dengan kondisi.
c. Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan kontrasepsi yang tepat.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Trauma psikologis berhubungan dengan pelecehan seksual:
a. Bina hubungan saling percaya dengan klien.
b. Fasilitasi klien untuk mengekspresikan perasaan takut dan traumatis.
c. Berikan dukungan emosional dan informasi yang diperlukan.
d. Ajarkan teknik manajemen stres dan koping yang efektif.
e. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan mental untuk intervensi lebih lanjut.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan luka pada area genital:
a. Lakukan pengkajian luka secara komprehensif.
b. Beri perawatan luka sesuai prosedur, termasuk pembersihan dan balutan.
c. Pantau tanda-tanda infeksi dan berikan penanganan yang tepat.
d. Ajarkan klien tentang perawatan luka yang benar.
e. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian antibiotik atau terapi lainnya.
3. Risiko kehamilan tidak diinginkan berhubungan dengan adanya kantung kehamilan:
a. Berikan edukasi tentang risiko kehamilan dan opsi penanganannya.
b. Libatkan klien dalam pengambilan keputusan terkait penanganan kehamilan.
c. Ajarkan metode kontrasepsi yang sesuai dan aman.
d. Lakukan kolaborasi dengan tim medis untuk pemeriksaan dan penanganan kehamilan.
e. Berikan dukungan emosional dan informasi yang dibutuhkan klien.
Penjelasan yang rinci dan terperinci di atas diharapkan dapat membantu dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif bagi Nn.S. Jangan ragu untuk bertanya jika membutuhkan klarifikasi atau informasi tambahan. -
Article No. 13452 | 07 Mar 2025
Klinis : Pemeriksaan kesehatan dilakukan kepada Nn.S usia 17 di RS Bhayangkara kepada Nn.S yang mengalami ketakutan sejak mendapat pelecehan seksual oleh orang tak dikenal sekitar 3 minggu yang lalu. Pemeriksaan fisik didapatkan TD:110/70 mmHg, RR:16x/menit, S:36 0C, N:70x/menit. Pada pemeriksaan ginekologi ditemukan adanya robekan lama pada selaput darah, diserta leukorea atau keputihan yang berbau dan berwarna putih kehijauan, serta laserasi area fourchete (perineum) dan labia minora pada vagina. Hasil pemeriksaan laboratorium 15.000 uL, Hb: 10g/dL, USG terlihat adanya kantung kehamilan berusia sekitar 2 minggu.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, kondisi Nn. S dapat didiagnosis dengan:
1. Diagnosa Keperawatan:
a. Gangguan Rasa Aman: Ketakutan
b. Risiko Infeksi
c. Potensi Kehamilan yang Tidak Diinginkan
2. Penjelasan Singkat SDKI - SLKI - SIKI:
a. Gangguan Rasa Aman: Ketakutan
- SDKI: Ketakutan adalah respon emosi dan fisik terhadap ancaman yang dirasakan individual.
- SLKI: Meningkatkan Rasa Aman
- SIKI: Manajemen Trauma, Konseling, Terapi Kognitif.
b. Risiko Infeksi
- SDKI: Risiko Infeksi adalah kerentanan terhadap invasi dan multiplikasi organisme patogen yang mungkin membahayakan kesehatan.
- SLKI: Pencegahan Infeksi
- SIKI: Perawatan Luka, Pemberian Antibiotik, Edukasi Hygiene.
c. Potensi Kehamilan yang Tidak Diinginkan
- SDKI: Potensi Kehamilan yang Tidak Diinginkan adalah kemungkinan terjadinya kehamilan yang tidak direncanakan atau tidak diinginkan.
- SLKI: Pencegahan Kehamilan yang Tidak Diinginkan
- SIKI: Konseling Kontrasepsi, Pemberian Kontrasepsi Darurat.
Kesimpulan:
Nn. S membutuhkan penanganan yang komprehensif, mencakup manajemen trauma, pencegahan infeksi, dan pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan. Intervensi keperawatan harus dilakukan sesuai dengan standar SDKI, SLKI, dan SIKI yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia. -
Article No. 13453 | 07 Mar 2025
Klinis : kasus DX utama dhf kemudian dx sekunder nya dgn typoid fever,. apakah secara kaidah koding boleh dikode keduanya atau utk typoid nya sudah jadi kesatuan dgn dx dhf nya?.. karena setiap ada kode tersebut selalu ditelaah oleh BPJS. Mohon pencerahannya,. terimakasih🙏
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Dengan senang hati, saya akan memberikan penjelasan yang detail mengenai kode ICD-10 dan ICD-9-CM untuk kasus yang Anda sampaikan.
1. Kode ICD-10:
- Kode: A91
- Deskripsi: Demam berdarah dengue (DHF)
Dalam kasus ini, demam berdarah dengue (DHF) merupakan diagnosis utama. Kode ICD-10 A91 digunakan untuk mengkodekan kondisi ini.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: Tidak ada kode ICD-9-CM untuk prosedur.
Untuk kondisi yang Anda sampaikan, yaitu DHF sebagai diagnosis utama dan demam tifoid sebagai diagnosis sekunder, maka secara kaidah koding, kedua kondisi tersebut dapat dikodekan secara terpisah.
Penjelasan:
1. Demam berdarah dengue (DHF) merupakan diagnosis utama dan harus dikodekan dengan kode ICD-10 A91.
2. Demam tifoid, meskipun merupakan diagnosis sekunder, dapat dikodekan secara terpisah dengan kode ICD-10 A01.0 (Demam tifoid).
3. Kodefikasi ganda (dual coding) untuk diagnosis utama dan sekunder adalah diperbolehkan dan sesuai dengan aturan koding. Hal ini penting untuk memberikan gambaran yang lengkap mengenai kondisi pasien.
4. Pengkodean yang lengkap dan akurat sangat penting, terutama dalam kaitannya dengan proses telaah dan pembayaran oleh BPJS. Hal ini akan memastikan bahwa seluruh kondisi dan tindakan medis yang diberikan kepada pasien dapat tercatat dan dipertanggungjawabkan dengan baik.
Dalam praktik klinis, pengkodean yang tepat dan komprehensif merupakan bagian penting dari dokumentasi medis yang baik. Hal ini tidak hanya membantu dalam proses klaim dan pembayaran, tetapi juga mendukung analisis epidemiologi, penelitian, dan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan secara keseluruhan. -
Article No. 13454 | 07 Mar 2025
Klinis : sop melakukan nafas dalam
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
Pola Napas Tidak Efektif
Definisi:
Ketidakmampuan untuk memulai atau mempertahankan pola pernapasan yang memberikan oksigenasi adekuat.
Penjelasan Singkat berdasarkan SDKI, SLKI, dan SIKI dari PPNI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Pola Napas Tidak Efektif ditandai dengan adanya perubahan frekuensi, kedalaman, atau irama pernapasan yang mengakibatkan ketidakseimbangan oksigen dan/atau karbon dioksida.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari Pola Napas Tidak Efektif adalah Pola Napas Efektif, yang ditandai dengan frekuensi, kedalaman, dan irama pernapasan yang normal serta oksigenasi adekuat.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi Pola Napas Tidak Efektif antara lain:
1. Manajemen jalan napas
2. Terapi oksigen
3. Manajemen ventilasi
4. Latihan napas dalam
5. Pemantauan respirasi
Perawat sebagai seorang pakar dapat membantu klien melakukan latihan napas dalam untuk memperbaiki pola napas yang tidak efektif, sehingga oksigenasi dapat kembali normal. -
Article No. 13455 | 07 Mar 2025
Klinis : melakukan nafas dalam
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan Diagnosa Keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi "melakukan nafas dalam" dengan tone akademis dan persona sebagai pakar/perawat.
Diagnosa Keperawatan:
Pola Napas Tidak Efektif
Penjelasan singkat:
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
Pola Napas Tidak Efektif didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk mempertahankan pola napas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari Pola Napas Tidak Efektif adalah Pola Napas Efektif, yaitu kemampuan untuk mempertahankan pola napas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi Pola Napas Tidak Efektif antara lain:
1. Manajemen jalan napas
2. Terapi oksigen
3. Latihan nafas dalam
4. Pengaturan posisi
5. Edukasi pasien dan keluarga
Latihan nafas dalam merupakan salah satu intervensi utama untuk mengatasi Pola Napas Tidak Efektif. Latihan ini bertujuan untuk meningkatkan ventilasi alveolar, memperbaiki oksigenasi, dan mencegah komplikasi pernafasan.
Dengan melakukan latihan nafas dalam secara teratur, diharapkan pasien dapat mempertahankan pola nafas yang efektif untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi.