Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 13651 | 10 Mar 2025
Klinis : Mual muntah dan menggigil
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi mual muntah dan menggigil.
Diagnosa Keperawatan:
Intoleransi Makan
Definisi: Ketidakmampuan untuk mentoleransi atau menerima makanan atau cairan melalui mulut.
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Intoleransi Makan dicirikan oleh gejala mual, muntah, dan menggigil. Pasien mengalami kesulitan dalam menerima makanan atau cairan melalui mulut.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari penanganan Intoleransi Makan adalah pasien dapat menerima makanan dan cairan melalui mulut tanpa mengalami gejala mual, muntah, dan menggigil.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain pemberian antiemetik, manajemen nutrisi enteral/parenteral, manajemen cairan, dan edukasi tentang faktor-faktor penyebab Intoleransi Makan.
Sebagai seorang perawat profesional, saya akan bekerja sama dengan tim kesehatan lain untuk memberikan perawatan yang komprehensif dan berpusat pada pasien dalam mengatasi kondisi Intoleransi Makan yang Anda alami. Saya siap memberikan dukungan dan edukasi yang dibutuhkan selama proses pemulihan Anda. -
Article No. 13652 | 10 Mar 2025
Klinis : Pasien Ny R 48 tahun datang ke rumah sakit melalui IGD dengan keluhan keluhan utama nyeri hebat di perut kanan atas sejak 6 jam lalu. Nyeri bersifat tajam, hilang timbul, menjalar ke punggung dan bahu kanan, serta memburuk setelah makan makanan berlemak. Pasien juga mengeluhkan mual, muntah, perut kembung, dan demam ringan sejak kemarin. Keluhan lain: Nafsu makan menurun, sering bersendawa, feses tampak berwarna pucat, urin berwarna gelap seperti teh, tidak ada riwayat BAB berdarah atau muntah darah. Pasien juga mengalami sulit tidur kerena nyeri yang dirasakan.Riwayat Penyakit Dahulu: Diabetes Mellitus tipe 2 sejak 5 tahun lalu. Riwayat Penyakit Keluarga: Ibu pasien memiliki riwayat kolelitiasis. Kesadaran Tanda Vital Inspeksi Abdomen Palpasi Abdomen Auskultasi Abdomen Sklera Mata Kulit Compos Mentis TD: 130/80 mmHg, N: 90 x/menit, RR: 22 x/menit, Suhu: 37,8°C Distensi ringan, tidak ada benjolan Nyeri tekan di kuadran kanan atas, tanda Murphy (+) Peristaltik usus normal (5-10x/menit) Icteric (+) Tidak ada spider angioma, tetapi tampak sedikit jaundice Pemeriksaan Laboratorium Darah Hemoglobin (Hb) Leukosit Trombosit Bilirubin Total Bilirubin Direct ALP Gamma-GT Amilase Lipase USG Abdomen MRCP (Magnetic Resonance Cholangiopancreatography) Hasil 13,2 g/Dl 14.000/mm3 260.000/mm3 3,2 mg/dL 2,5 mg/dL 280 U/L 150 U/L 80 U/L 60 U/L Batu empedu berukuran 1,5 cm di kandung empedu, dinding kandung empedu menebal 4 mm, tidak ada dilatasi saluran empedu Tidak ditemukan batu di ductus choledochus, hanya batu di kandung empedu
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi pasien Ny. R yang dideskripsikan, berikut ini adalah diagnosa keperawatan beserta penjelasan singkat SDKI, SLKI, dan SIKI yang sesuai:
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri akut berhubungan dengan penyakit kandung empedu (kolelithiasis)
Penjelasan:
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
- Nyeri akut adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau dijelaskan dalam istilah seperti itu (International Association for the Study of Pain).
- Penyebab: Adanya penyakit kandung empedu (kolelithiasis) yang menyebabkan nyeri hebat di perut kanan atas.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Penurunan nyeri
- Peningkatan kemampuan mengatasi nyeri
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Manajemen nyeri
- Terapi farmakologis nyeri
- Terapi non-farmakologis nyeri
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri perut dan gejala penyakit kandung empedu
Penjelasan:
SDKI:
- Intoleransi aktivitas adalah ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas harian yang diinginkan, disebabkan oleh keterbatasan fisik atau psikologis.
- Penyebab: Adanya nyeri hebat di perut kanan atas, mual, muntah, dan demam yang mengganggu aktivitas sehari-hari pasien.
SLKI:
- Peningkatan toleransi aktivitas
- Penurunan kelelahan
SIKI:
- Manajemen aktivitas
- Manajemen energi
- Terapi aktivitas
3. Gangguan tidur berhubungan dengan nyeri perut
Penjelasan:
SDKI:
- Gangguan tidur adalah ketidakmampuan untuk memulai atau mempertahankan tidur selama periode waktu yang diharapkan.
- Penyebab: Adanya nyeri hebat di perut kanan atas yang mengganggu tidur pasien.
SLKI:
- Peningkatan kualitas tidur
- Penurunan gangguan tidur
SIKI:
- Manajemen nyeri
- Manajemen tidur
- Terapi relaksasi -
Article No. 13653 | 10 Mar 2025
Klinis : Pasien Ny R 48 tahun datang ke rumah sakit melalui IGD dengan keluhan keluhan utama nyeri hebat di perut kanan atas sejak 6 jam lalu. Nyeri bersifat tajam, hilang timbul, menjalar ke punggung dan bahu kanan, serta memburuk setelah makan makanan berlemak. Pasien juga mengeluhkan mual, muntah, perut kembung, dan demam ringan sejak kemarin. Keluhan lain: Nafsu makan menurun, sering bersendawa, feses tampak berwarna pucat, urin berwarna gelap seperti teh, tidak ada riwayat BAB berdarah atau muntah darah. Pasien juga mengalami sulit tidur kerena nyeri yang dirasakan.Riwayat Penyakit Dahulu: Diabetes Mellitus tipe 2 sejak 5 tahun lalu. Riwayat Penyakit Keluarga: Ibu pasien memiliki riwayat kolelitiasis. Pemeriksaan Hasil Kesadaran Compos Mentis Tanda Vital TD 130/80 mmHg N 90 x/menit RR 22 x/menit Suhu 37,8°C Inspeksi Abdomen Distensi ringan, tidak ada benjolan Palpasi Abdomen Nyeri tekan di kuadran kanan atas, tanda Murphy (+) Auskultasi Abdomen Peristaltik usus normal (5-10x/menit) Sklera Mata Icteric (+) Kulit Tidak ada spider angioma, tetapi tampak sedikit jaundice PEMERIKSAAN LABOR Pemeriksaan Hasil Hemoglobin (Hb) 13,2 g/Dl 13,2 g/Dl \ Leukosit 14.000/mm³ Trombosit 260.000/mm³ Bilirubin Total 3,2 mg/dL Bilirubin Direct 2,5 mg/dL ALP 280 U/L Gamma-GT 150 U/L Amilase 80 U/L Lipase 60 U/L USG Abdomen Batu empedu berukuran 1,5 cm di kandung empedu, dinding kandung empedu menebal 4 mm, tidak ada dilatasi saluran empedu MRCP (Magnetic Resonance Cholangiopancreatography) Tidak ditemukan batu di ductus choledochus, hanya batu di kandung empedu
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan dan Penjelasan Singkat SDKI - SLKI - SIKI Standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi pasien Ny. R 48 tahun:
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri akut berhubungan dengan penyakit kandung empedu (kolesistitis akut)
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Nyeri akut: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau yang digambarkan dalam istilah kerusakan seperti itu (International Association for the Study of Pain)
- Berhubungan dengan: Penyakit kandung empedu (kolesistitis akut) - Adanya batu empedu yang menyumbat saluran empedu menyebabkan peradangan pada kandung empedu dan menimbulkan nyeri hebat.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Penurunan nyeri
- Peningkatan kemampuan mengendalikan nyeri
- Peningkatan tidur
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Manajemen nyeri
- Terapi relaksasi
- Istirahat dan tidur
Tujuan Keperawatan:
- Pasien mampu mengendalikan nyeri yang dirasakan
- Pasien dapat beristirahat dan tidur dengan nyaman
- Pasien tidak mengalami komplikasi lebih lanjut akibat nyeri
Intervensi Keperawatan:
- Kaji karakteristik nyeri (lokasi, kualitas, durasi, frekuensi, intensitas)
- Berikan obat analgesik sesuai indikasi
- Ajari teknik relaksasi (napas dalam, distraksi, imajinasi terbimbing)
- Fasilitasi istirahat dan tidur yang cukup
- Monitor tanda-tanda vital dan gejala komplikasi (seperti demam, muntah, dan lain-lain)
- Kolaborasi dengan tim medis untuk penanganan lebih lanjut -
Article No. 13654 | 10 Mar 2025
Klinis : TN A, umur 51 thn, pensiunan PNS, tinggal dengan istrinya NY L (50 tahun) didaerah pedesaan. TN A didiagnosa DM tipe 2, 4 thn yll. Keluarga TN A kesulitan merawat penyakitnya, serta kesulitan dalam konsumsi obat utk kolesterol dan hipertensi yang juga dideritanya karena tidak rutin ke puskesmas. Tn A mengakui dia jarang berolahraga atau sekedar jalan dipagi hari karena nyeri bagian ekstremitas bawah ketika dibawa berjalan. TN A merasa bingung dengan aktivitas sehari-harinya apa yang bisa dilakukannya, apalagi setelah dia memutuskan pensiunan dini, akibatnya TN A banyak menghabiskan waktu duduk dan tidur dan sekali-sekali membersihkan halaman rumah yang tidak begitu luas. NY L mengatakan TN A memiliki pola makan yaitu minum kopi dan gorengan dipagi hari makan siang dan makan malam, serta beberapa cemilan dimalam hari menjelang tidur. NY L mengatakan, TN A tidak mengikuti takaran diet yang pernah disarankan tenaga kesehatan. TN A jarang memeriksa kadar gula darahnya karena merasa dokter juga tidak akan memperhatikan hal tersebut. TN A merasa dia berat badannya sudah bertambah beberapa bulan terakir, (BB: 80, TB: 63). Tn A mengatakan dia banyak juga melihat orang disekitarnya yang menderita DM akan ada komplikasi dikemudian hari tapi dia berfikir "saya yakin saya akan baik-baik saja dan saya berprinsip, apapun yang akan terjadi nanti ya kita obati nanti saja". Pada saat pengkajian TD: 180/90, penglihatan kabur, ada luka pada telapak kaki yang tidak ketahui sebelumnya oleh TN A sehingga memang diakui TN A sudah 2 minggu ini dia merasa sulit untuk berjalan. Ny L mengatakan TN A sering mengeluh ada rasa kebas dan kadang-kadang tidak berasa di area ekstremitas bawah dan jarang berobat ke puskesmas atau dokter karena jauh dari tempat tinggal mereka. Biasanya Ny L akan menelpon anak S (25thn) yang tinggal dikota lain jika dirasa Tn A perlu berobat. NY L mengatakan cemas juga dengan penyakit TN A, apalagi mereka hanya tinggal berdua. Ny L hanya membuat ramuan herbal yang ada disekitar rumahnya. Untuk mengatur pola makan Ny L juga tidak mengetahui secara rinci apa saja yang tidak boleh dikonsumsi. Pada saat pengkajian NY L mengatakan tidak ada obat yang dikonsumsi TN A karena sudah beberapa lama tidak ke puskesmas Tugas: 3. Tentukan Diagnosa keperawatan keluarga Tn A berdasarkan kasus diatas 4. Tentukan rencana keperawatan keluarga berdasarkan diagnose keperawatan yang muncul 5. Lakukan implementasi dalam bentuk role play dikelompok praktikum
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: 1. Diagnosa Keperawatan Keluarga Tn A:
a. Manajemen Kesehatan Keluarga Tidak Efektif berhubungan dengan kurangnya pemahaman keluarga tentang manajemen penyakit kronis (DM tipe 2, hipertensi, dislipidemia) yang diderita Tn A.
Penjelasan:
Keluarga Tn A mengalami kesulitan dalam merawat penyakit Tn A, seperti kesulitan dalam konsumsi obat untuk kolesterol dan hipertensi, ketidakpatuhan Tn A dalam menjalankan diet dan pemeriksaan gula darah, serta ketidaktahuan keluarga tentang pola makan yang dianjurkan untuk Tn A. Hal ini menunjukkan adanya masalah dalam manajemen kesehatan keluarga yang tidak efektif.
b. Ketidakefektifan Manajemen Diri berhubungan dengan kurangnya motivasi Tn A untuk mengelola penyakitnya.
Penjelasan:
Tn A jarang berobat ke puskesmas, jarang berolahraga, tidak mematuhi diet yang disarankan, dan memiliki pemikiran yang fatalistik tentang komplikasi penyakitnya. Hal ini menunjukkan adanya masalah dalam manajemen diri Tn A yang tidak efektif.
c. Risiko Keamanan Diri berhubungan dengan adanya luka pada telapak kaki Tn A yang tidak diketahui sebelumnya.
Penjelasan:
Tn A mengalami luka pada telapak kaki yang tidak diketahui sebelumnya, dan hal ini bisa meningkatkan risiko komplikasi dari DM seperti luka yang tidak sembuh, infeksi, dan bahkan amputasi.
2. Rencana Keperawatan Keluarga:
a. Manajemen Kesehatan Keluarga Tidak Efektif:
- Edukasi keluarga tentang manajemen penyakit kronis (DM, hipertensi, dislipidemia)
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan untuk pengaturan obat-obatan dan pemeriksaan rutin
- Identifikasi hambatan keluarga dalam menerapkan manajemen penyakit kronis
- Fasilitasi keluarga dalam menyusun rencana tindakan untuk mengatasi hambatan
b. Ketidakefektifan Manajemen Diri:
- Edukasi Tn A tentang pentingnya manajemen diri dalam pengelolaan penyakit kronis
- Identifikasi motivasi dan hambatan Tn A dalam mengelola penyakitnya
- Kolaborasi dengan Tn A untuk menyusun rencana perawatan diri yang realistis dan dapat diterapkan
- Monitoring dan evaluasi pelaksanaan manajemen diri Tn A
c. Risiko Keamanan Diri:
- Pemeriksaan luka pada telapak kaki Tn A secara berkala
- Edukasi Tn A dan keluarga tentang perawatan kaki dan pencegahan komplikasi
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan untuk penanganan luka dan pencegahan komplikasi
- Monitoring tanda-tanda infeksi dan perkembangan luka
3. Implementasi dalam bentuk role play:
Perawat: "Selamat siang, Tn A dan Ny L. Saya adalah perawat yang akan membantu Anda dalam mengelola penyakit Tn A. Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan, ada beberapa masalah kesehatan yang perlu kita atasi bersama-sama."
Tn A: "Iya, saya memang merasa bingung dengan penyakit saya. Saya sering tidak rutin minum obat dan jarang periksa ke puskesmas."
Perawat: "Saya memahami situasi Anda, Tn A. Kami akan membantu Anda dan keluarga untuk mengelola penyakit Anda secara lebih efektif. Pertama-tama, kami akan memberikan edukasi tentang penyakit DM, hipertensi, dan dislipidemia yang Anda derita. Kami juga akan membantu Anda dan keluarga untuk menyusun rencana perawatan yang sesuai dengan kondisi Anda."
Ny L: "Iya, kami memang kesulitan dalam merawat penyakit Tn A. Kami tidak tahu obat-obatan apa saja yang harus dikonsumsi dan juga bingung dengan diet yang sesuai."
Perawat: "Baik, Ny L. Kami akan memberikan edukasi tentang manajemen penyakit kronis yang perlu diterapkan oleh keluarga. Kami juga akan bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain untuk mengatur pengobatan dan pemeriksaan rutin bagi Tn A."
Tn A: "Saya memang jarang berolahraga dan merasa sulit untuk melakukannya karena rasa nyeri di kaki. Saya juga bingung dengan aktivitas sehari-hari yang bisa saya lakukan."
Perawat: "Baik, Tn A. Kami akan membantu Anda untuk menyusun rencana aktivitas dan latihan yang sesuai dengan kondisi Anda saat ini. Kami juga akan memonitor perkembangan luka di kaki Anda dan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk penanganannya, agar tidak terjadi komplikasi yang lebih serius."
Tn A dan Ny L: "Terima kasih, Perawat. Kami sangat terbantu dengan penjelasan dan rencana perawatan yang Anda berikan. Kami akan berusaha menerapkannya dengan baik."
Perawat: "Baik, kami akan selalu siap membantu Anda. Ayo, kita bekerja sama untuk mengelola penyakit Tn A dengan lebih baik. Sampai jumpa." -
Article No. 13655 | 10 Mar 2025
Klinis : Seorang Perempuan berusia 55 tahun, dirawat diruang neuro karena mengalami kelemahan pada sisi kiri tubuh sejak semalam. Hasil pengkajian didapatkan pasien mengatakan sulit menggerakkan tangan dan kakinya sebelah kiri, pasien mengatakan saat ini semua aktivitas termasuk BAB dan BAK ditempat tidur, semua kegiatan dibantu oleh keluarga, pasien mengatakan agak sulit menelan makanan padat. Pemeriksaan fisik diperoleh BB Pasien 56 kg, TB 159cm, Uji kekuatan otot pada tangan kanan 5, kaki kanan 5, tangan kiri 2, kaki kiri 1, ROM Menurun, tampak wajah asimetris, bicara pelo, batuk saat minum dan makan, lidah terlihat mencong ke kanan. , Hasil CT SCAN menunjukkan infark lobus parietal dextra, Tanda-tanda vital : TD 150/100 mmHg, Suhu : 36,7 oC, frekuensi napas ; 22x/menit, Nadi : 90x/menit. Hasil pemeriksaan lab : kolesterol 240mg/dl, LDL 140 mg/dl, HDL 30 mg/dl. Anak pasien mengatakan pasien perokok,dari muda sering konsumsi alcohol, menyukai makanan yang digoreng, Makan berlemak, pasien diketahui Hipertensi sejak 2 tahun yang lalu namun tidak pernah minum obat.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berdasarkan informasi yang Anda berikan, berikut adalah Diagnosa Keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi tersebut:
Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan Kelemahan Otot Sisi Kiri Tubuh
2. Gangguan Menelan Berhubungan Dengan Keterbatasan Kontrol Otot Saat Menelan
3. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Berhubungan Dengan Kelemahan Otot Batuk
Penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI:
1. Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan Kelemahan Otot Sisi Kiri Tubuh
- SDKI: Penurunan kemampuan untuk bergerak secara mandiri dan terkoordinasi dari satu posisi ke posisi lain di tempat tidur, kursi roda, atau berdiri.
- SLKI: Meningkatkan Mobilitas Fisik, Mempertahankan Stabilitas Postur.
- SIKI: Perawatan Mobilitas, Perawatan Pencegahan Komplikasi Imobilisasi.
2. Gangguan Menelan Berhubungan Dengan Keterbatasan Kontrol Otot Saat Menelan
- SDKI: Ketidakmampuan untuk mengkoordinasikan fase oral, fase faringeal, dan fase esofageal dari proses menelan.
- SLKI: Mempertahankan Fungsi Menelan, Memulihkan Fungsi Menelan.
- SIKI: Perawatan Disfagia, Perawatan Nutrisi.
3. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas Berhubungan Dengan Kelemahan Otot Batuk
- SDKI: Ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi dari saluran napas secara efektif.
- SLKI: Mempertahankan Jalan Napas Terbuka, Memulihkan Bersihan Jalan Napas.
- SIKI: Perawatan Jalan Napas, Perawatan Oksigenasi.
Dalam kasus ini, pasien mengalami stroke iskemik akut yang menyebabkan kelemahan sisi kiri tubuh, gangguan menelan, dan ketidakefektifan bersihan jalan napas. Perawatan yang diperlukan meliputi upaya mempertahankan dan memulihkan fungsi mobilitas, menelan, dan fungsi pernapasan, serta pencegahan komplikasi terkait imobilitas dan disfagia. -
Article No. 13656 | 10 Mar 2025
Klinis : 1. Setiap BAB keluar darah (dulu jarang tapi sekarang sering udah 1 Minggu bab pasti keluar darah walaupun tidak mengedan terlalu kuat) 2.tapi anus tidak sakit 3. Tidak ada benjolan di anus 4. Diare
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Dengan informasi yang Anda berikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Resiko Perdarahan Rektal
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
- Resiko Perdarahan Rektal didefinisikan sebagai keadaan di mana individu berisiko mengalami kehilangan darah melalui rektum.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Luaran yang diharapkan adalah klien dapat mempertahankan integritas mukosa rektum dan mencegah perdarahan rektal.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi yang dapat dilakukan adalah:
1. Pemantauan tanda-tanda vital
2. Pemantauan perdarahan rektal
3. Manajemen diet
4. Edukasi tentang pencegahan perdarahan rektal
Kondisi yang Anda deskripsikan, yaitu setiap BAB keluar darah walaupun tidak mengedan terlalu kuat, namun anus tidak sakit dan tidak ada benjolan di anus, serta diare, mengarah pada kemungkinan adanya perdarahan rektal. Oleh karena itu, diagnosa keperawatan yang sesuai adalah Resiko Perdarahan Rektal. -
Article No. 13657 | 10 Mar 2025
Klinis : Pasien Ny. N usia 48 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri abdomen bagian bawah, bagian kiri bawah, nyeri memberat 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri hilang timbul dirasakan sejak 1 tahun yang lalu. Keluhan juga BAB bercampur darah. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit lainnya. Namun ada keluarga yang pernah menderita tumor. Hasil pemeriksaan didapatkan kesadaran compos mentis, Td: 111/86 mmHg, N: 106 x/menit, RR: 24x/ menit, S: 36,5oC. Hasil pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva anemis, sklera ikterik, di leher tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening, membrane mukosa pucat. Hasil pemeriksaan paru simetris kiri dan kanan, suara napas vesikuler. Pemeriksaan jantung, ictus cordis teraba 2 jari di RIC 5 LMCS, auskultasi terdengar bunyi jantung I dan II, bising (-). Hasil pemeriksaan abdomen, tampak distensi, tidak ada bekas luka, terdapat benjolan di bagian kiri bawah ukuran sekitar 4-5 cm, bising usus (+), nyeri tekan (+). Ekstremitas tidak ada kelainan, CRT >3 detik. Pasien mengalami penurunan berat badan, IMT 17,3, tidak nafsu makan sejak 8 bulan belakangan. Pasien juga mengalami BAB tidak teratur, kadang sekali 4 hari akdang sekali seminggu, BAB yang keluar kecil-kecil, seperti kotoran kambing disertai darah dan nyeri saat BAB. Nyeri abdomen terasa menusuk, skala nyeri 8, nyeri hilang timbul. Pasien mengatakan ia memiliki riwayat suka mengkonsumsi daging dan jarang mengkonsumsi sayur dan buah, pasien juga suka mengkomsumsi makanan olahan (fast food). Hasil pemeriksaan penunjang Hb: 7,2 g/dl, leukosit 22.120/mm3 , trombosit 284.000/mm3 , Ht 30%, eritrosit 3,8 jt/mm3 , MCV 78, MCH 26. Hasil ronxent abdomen terdapat massa pada bagian kiri bawah area sigmoid. Pasien direncanakan untuk tindakan operasi. Pasien mengatakan takut dan cemas untuk dioperasi.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi pasien Ny. N yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan beserta penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI yang sesuai:
1. Diagnosa Keperawatan: Nyeri Akut
- SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia): Persepsi sensori dan emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau dirasakan dalam suatu lokasi tubuh.
- SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia): Pasien melaporkan penurunan intensitas nyeri dan peningkatan kemampuan mengendalikan nyeri.
- SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia): Manajemen Nyeri, Distraksi, dan Terapi Relaksasi.
2. Diagnosa Keperawatan: Resiko Perubahan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh
- SDKI: Keadaan ketika individu berisiko mengalami perubahan berat badan dan/atau komposisi tubuh yang tidak diinginkan akibat asupan nutrisi yang tidak adekuat.
- SLKI: Pasien mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai, serta status nutrisi yang optimal.
- SIKI: Pemantauan Nutrisi, Terapi Gizi, dan Manajemen Berat Badan.
3. Diagnosa Keperawatan: Ansietas
- SDKI: Perasaan tidak nyaman atau khawatir yang berlebihan terkait dengan sumber yang tidak spesifik atau tidak diketahui.
- SLKI: Pasien melaporkan penurunan tingkat kecemasan dan mampu mengidentifikasi strategi koping yang efektif.
- SIKI: Terapi Modalitas Kognitif, Terapi Relaksasi, dan Manajemen Kecemasan.
Penjelasan singkat:
1. Nyeri Akut: Pasien Ny. N mengalami nyeri abdomen yang memberat sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri hilang timbul dan dirasakan sejak 1 tahun yang lalu. Nyeri dirasakan sebagai nyeri menusuk dengan skala 8.
2. Resiko Perubahan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh: Pasien mengalami penurunan berat badan, IMT 17,3, dan tidak nafsu makan sejak 8 bulan terakhir. Hal ini dikarenakan adanya keluhan gastrointestinal seperti BAB tidak teratur dan distensi abdomen.
3. Ansietas: Pasien mengatakan takut dan cemas untuk menjalani tindakan operasi yang direncanakan. -
Article No. 13658 | 10 Mar 2025
Klinis : Case study Untuk Praktikum topik 6 s/d 12 TN A, umur 51 thn, pensiunan PNS, tinggal dengan istrinya NY L (50 tahun) didaerah pedesaan. TN A didiagnosa DM tipe 2, 4 thn yll. Keluarga TN A kesulitan merawat penyakitnya, serta kesulitan dalam konsumsi obat utk kolesterol dan hipertensi yang juga dideritanya karena tidak rutin ke puskesmas. Tn A mengakui dia jarang berolahraga atau sekedar jalan dipagi hari karena nyeri bagian ekstremitas bawah ketika dibawa berjalan. TN A merasa bingung dengan aktivitas sehari-harinya apa yang bisa dilakukannya, apalagi setelah dia memutuskan pensiunan dini, akibatnya TN A banyak menghabiskan waktu duduk dan tidur dan sekali-sekali membersihkan halaman rumah yang tidak begitu luas. NY L mengatakan TN A memiliki pola makan yaitu minum kopi dan gorengan dipagi hari , makan siang dan makan malam, serta beberapa cemilan dimalam hari menjelang tidur. NY L mengatakan, TN A tidak mengikuti takaran diet yang pernah disarankan tenaga kesehatan. TN A jarang memeriksa kadar gula darahnya karena merasa dokter juga tidak akan memperhatikan hal tersebut. TN A merasa dia berat badannya sudah bertambah beberapa bulan terakir, (BB : 80, TB : 63). Tn A mengatakan dia banyak juga melihat orang disekitarnya yang menderita DM akan ada komplikasi dikemudian hari tapi dia berfikir “saya yakin saya akan baik-baik saja dan saya berprinsip, apapun yang akan terjadi nanti ya kita obati nanti saja”. Pada saat pengkajian TD: 180/90, penglihatan kabur, ada luka pada telapak kaki yang tidak ketahui sebelumnya oleh TN A sehingga memang diakui TN A sudah 2 minggu ini dia merasa sulit untuk berjalan. Ny L mengatakan TN A sering mengeluh ada rasa kebas dan kadang-kadang tidak berasa di area ekstremitas bawah dan jarang berobat ke puskesmas atau dokter karena jauh dari tempat tinggal mereka. Biasanya Ny L akan menelpon anak S (25thn ) yang tinggal dikota lain jika dirasa Tn A perlu berobat. NY L mengatakan cemas juga dengan penyakit TN A, apalagi mereka hanya tinggal berdua. Ny L hanya membuat ramuan herbal yang ada disekitar rumahnya. Untuk mengatur pola makan Ny L juga tidak mengetahui secara rinci apa saja yang tidak boleh dikonsumsi. Pada saat pengkajian NY L mengatakan tidak ada obat yang dikonsumsi TN A karena sudah beberapa lama tidak ke puskesmas
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, saya akan memberikan kode ICD-10 untuk diagnosis, dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis yang sesuai dengan kondisi pasien Tn. A.
1. Kode ICD-10:
- Kode: E11.9
- Deskripsi: Diabetes mellitus tipe 2 tanpa komplikasi
- Kode: I10
- Deskripsi: Hipertensi esensial (primer)
- Kode: E78.5
- Deskripsi: Hiperkolesterolemia, tidak dispesifikasi
- Kode: I73.9
- Deskripsi: Penyakit arteri perifer, tidak dispesifikasi
- Kode: L97.9
- Deskripsi: Ulkus tidak spesifik pada ekstremitas bawah, tidak diklasifikasikan di tempat lain
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 99.2
- Deskripsi: Perawatan luka dan perawatan luka ulkus
Penjelasan:
1. Kode ICD-10:
- E11.9: Pasien Tn. A didiagnosis dengan diabetes mellitus tipe 2 tanpa komplikasi.
- I10: Pasien Tn. A juga menderita hipertensi esensial (primer).
- E78.5: Pasien Tn. A memiliki masalah hiperkolesterolemia.
- I73.9: Pasien Tn. A mengalami penyakit arteri perifer yang tidak dispesifikasi.
- L97.9: Pasien Tn. A memiliki ulkus pada ekstremitas bawah yang tidak dispesifikasi.
2. Kode ICD-9-CM Procedure:
- 99.2: Prosedur perawatan luka dan perawatan luka ulkus yang dilakukan pada Tn. A.
Secara keseluruhan, Tn. A memiliki kondisi medis yang kompleks dengan diagnosis diabetes mellitus tipe 2, hipertensi, hiperkolesterolemia, penyakit arteri perifer, dan ulkus pada ekstremitas bawah. Penanganan yang tepat, termasuk manajemen penyakit, pengaturan pola makan, aktivitas fisik, dan perawatan luka, sangat penting untuk mencegah komplikasi lebih lanjut. -
Article No. 13659 | 10 Mar 2025
Klinis : Case study Untuk Praktikum topik 6 s/d 12 TN A, umur 51 thn, pensiunan PNS, tinggal dengan istrinya NY L (50 tahun) didaerah pedesaan. TN A didiagnosa DM tipe 2, 4 thn yll. Keluarga TN A kesulitan merawat penyakitnya, serta kesulitan dalam konsumsi obat utk kolesterol dan hipertensi yang juga dideritanya karena tidak rutin ke puskesmas. Tn A mengakui dia jarang berolahraga atau sekedar jalan dipagi hari karena nyeri bagian ekstremitas bawah ketika dibawa berjalan. TN A merasa bingung dengan aktivitas sehari-harinya apa yang bisa dilakukannya, apalagi setelah dia memutuskan pensiunan dini, akibatnya TN A banyak menghabiskan waktu duduk dan tidur dan sekali-sekali membersihkan halaman rumah yang tidak begitu luas. NY L mengatakan TN A memiliki pola makan yaitu minum kopi dan gorengan dipagi hari , makan siang dan makan malam, serta beberapa cemilan dimalam hari menjelang tidur. NY L mengatakan, TN A tidak mengikuti takaran diet yang pernah disarankan tenaga kesehatan. TN A jarang memeriksa kadar gula darahnya karena merasa dokter juga tidak akan memperhatikan hal tersebut. TN A merasa dia berat badannya sudah bertambah beberapa bulan terakir, (BB : 80, TB : 63). Tn A mengatakan dia banyak juga melihat orang disekitarnya yang menderita DM akan ada komplikasi dikemudian hari tapi dia berfikir “saya yakin saya akan baik-baik saja dan saya berprinsip, apapun yang akan terjadi nanti ya kita obati nanti saja”. Pada saat pengkajian TD: 180/90, penglihatan kabur, ada luka pada telapak kaki yang tidak ketahui sebelumnya oleh TN A sehingga memang diakui TN A sudah 2 minggu ini dia merasa sulit untuk berjalan. Ny L mengatakan TN A sering mengeluh ada rasa kebas dan kadang-kadang tidak berasa di area ekstremitas bawah dan jarang berobat ke puskesmas atau dokter karena jauh dari tempat tinggal mereka. Biasanya Ny L akan menelpon anak S (25thn ) yang tinggal dikota lain jika dirasa Tn A perlu berobat. NY L mengatakan cemas juga dengan penyakit TN A, apalagi mereka hanya tinggal berdua. Ny L hanya membuat ramuan herbal yang ada disekitar rumahnya. Untuk mengatur pola makan Ny L juga tidak mengetahui secara rinci apa saja yang tidak boleh dikonsumsi. Pada saat pengkajian NY L mengatakan tidak ada obat yang dikonsumsi TN A karena sudah beberapa lama tidak ke puskesmas
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
1. Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan [00051]
Definisi: Ketidakmampuan untuk mengidentifikasi, mengendalikan, dan/atau mendapatkan bantuan untuk memelihara kesehatan.
Penjelasan: Tn. A memiliki masalah dalam mengelola penyakitnya, seperti tidak rutin memeriksakan diri ke puskesmas, tidak mengikuti diet yang dianjurkan, dan tidak teratur mengonsumsi obat-obatan untuk hipertensi dan kolesterol.
2. Risiko Gangguan Integritas Kulit [00047]
Definisi: Berisiko mengalami kerusakan pada epidermis dan/atau dermis.
Penjelasan: Tn. A memiliki luka pada telapak kaki yang tidak diketahui sebelumnya, menunjukkan adanya risiko gangguan integritas kulit.
3. Kelelahan [00093]
Definisi: Sensasi fisik dan/atau mental yang berkurang secara substansial dari kemampuan normal untuk melakukan aktivitas.
Penjelasan: Tn. A menghabiskan banyak waktu duduk dan tidur, menunjukkan adanya kelelahan yang dapat berdampak pada aktivitas sehari-hari.
4. Ketidakseimbangan Nutrisi: Kelebihan Berat Badan [00232]
Definisi: Asupan nutrisi yang melebihi kebutuhan metabolik.
Penjelasan: Tn. A memiliki berat badan yang bertambah beberapa bulan terakhir, menunjukkan adanya ketidakseimbangan nutrisi akibat kelebihan berat badan.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan: Definisi, karakteristik, faktor yang berhubungan
- Risiko Gangguan Integritas Kulit: Definisi, karakteristik, faktor yang meningkatkan risiko
- Kelelahan: Definisi, karakteristik, faktor yang berhubungan
- Ketidakseimbangan Nutrisi: Kelebihan Berat Badan: Definisi, karakteristik, faktor yang berhubungan
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Manajemen Kesehatan
- Integritas Kulit
- Aktivitas Sehari-hari
- Status Gizi
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Manajemen Kesehatan: Edukasi, Konseling, Kolaborasi
- Perawatan Luka: Perawatan Luka, Debridemen
- Manajemen Kelelahan: Manajemen Energi, Aktivitas Fisik
- Manajemen Nutrisi: Edukasi Diet, Monitoring Intake Nutrisi -
Article No. 13660 | 10 Mar 2025
Klinis : intoleransi aktivitas
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi intoleransi aktivitas, dengan tone akademis dan persona sebagai pakar perawat.
Diagnosa Keperawatan:
Intoleransi Aktivitas
Definisi:
Ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas rutin yang diinginkan atau dibutuhkan, yang disebabkan oleh keterbatasan fisik dan/atau psikologis.
Penjelasan SDKI - SLKI - SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Intoleransi Aktivitas dicirikan oleh gejala-gejala seperti cepat lelah, kelelahan yang tidak sebanding dengan aktivitas, keterbatasan dalam melakukan aktivitas sehari-hari, dan peningkatan tanda-tanda vital selama aktivitas.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan pada pasien dengan intoleransi aktivitas adalah peningkatan toleransi terhadap aktivitas, penurunan tanda-tanda vital selama aktivitas, dan peningkatan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan meliputi manajemen aktivitas, manajemen energi, pemberian nutrisi yang adekuat, serta edukasi dan konseling tentang aktivitas yang sesuai dengan kondisi pasien.
Dalam praktik keperawatan, diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas membutuhkan pengkajian yang komprehensif untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab dan rencana intervensi yang tepat guna membantu pasien meningkatkan toleransi dan kemampuan beraktivitas.