Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 20083 | 25 Jul 2025
Klinis : Interaksi sosial
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah diagnosa keperawatan beserta penjelasan singkat SDKI, SLKI, dan SIKI yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi Interaksi Sosial:
Diagnosa Keperawatan:
Gangguan Interaksi Sosial (00052)
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Gangguan Interaksi Sosial (00052)
Definisi: Ketidakmampuan untuk membentuk, mempertahankan, dan menyelesaikan hubungan antarpribadi yang memuaskan.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Interaksi Sosial (1503)
Definisi: Kemampuan untuk membentuk, mempertahankan, dan menyelesaikan hubungan antarpribadi yang memuaskan.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Peningkatan Interaksi Sosial (5100)
Definisi: Memfasilitasi kemampuan klien untuk membentuk, mempertahankan, dan menyelesaikan hubungan antarpribadi yang memuaskan.
Dalam konteks akademis dan dengan persona sebagai pakar/perawat, diagnosa keperawatan Gangguan Interaksi Sosial (00052) mencerminkan ketidakmampuan klien untuk membentuk, mempertahankan, dan menyelesaikan hubungan interpersonal yang memuaskan. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah Peningkatan Interaksi Sosial (5100) untuk memfasilitasi kemampuan klien dalam area ini. -
Article No. 20084 | 25 Jul 2025
Klinis : b. Alasan masuk Pasien dibawa ke rumah sakit grhasia dikarenakan pasien menunjukan sikap yang marah-marah tidak terkontrol, keluyuran mau pergi, menggelindingkan motor,berbicara sendiri,sering menari-nari sendiri, tidak tidur 2 malam sebelum masuk rumah sakit, tidak memiliki ide untuk bunuh diri , makan minum sulit, mandi 3 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit jiwa. Awal perubahan tingkah laku atau peningkatan gejala sejak 4 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Dulu pernah mengalami riwayat penyakit gangguan jiwa sejak 4 tahun yang lalu dan pernah sembuh. Riwayat penggunaan obat trihexyphenidil 2mg 1tab (pagi dan malam,clozapin 100 mg (malam), Riwayat penyakt fisik DM dan HT di sangkal. Riwayat alergi di sangkal,kepribadian sebelum skait biasa. c. Faktor predisposisi 1. Pasien pernah mengalami gangguan jiwa pada 4 tahun yang lalu. 2. Riwayat pengobatan sebelumnya yaitu ada pengobatan trihexyphenidil 2mg 1tab (pagi dan malam,clozapin 100 mg (malam) secara rawat jalan jiwa ataupun rawat inap jiwa. 3. Pasien tidak ada mengalami aniaya fisik, seksual,tindakan kriminal, penolakan,dan kekerasan keluarga. 4. Pasien tidak memiliki riwayat keluarga dengan gangguan jiwa. 5. Pasien memiliki masalalu yang kelam yaitu ditinggal istri bercerai. d. Fisik 1. Tanda-tanda vital : • TD : 102/ 78 mmHg • N : 97 x/menit • S : 36,0 C • SpO : 98 2. Ukur : • TB : 160 cm • BB : 52 kg 3. Keluhan fisik Pasien mengatakan tidak ada keluhan fisik. a. Gambaran diri Pasien mengatakan bahwa dirinya sangat bertangggung jawab akan keluarga dan pekerjaan dan sangat menyayangi keluarga terutama anaknya. b. Identitas Pasien mengatakan bahwa dia adalah laki-laki yang memiliki keluarga dan sudah memiliki anak 3 dan pasien mengatakan pernah bekerja di tempat pengelasan. c. Peran Pasien mengatakan sangat mendalami peran sebagai seorang ayah yang menyayangi anak dan sangat bertanggung jawab sebagai kepala keluarga. d. Ideal diri Ideal diri pasien adalah seorang pria yang terus menjadi sosok ayah yang penuh kasih sayang dan bertanggung jawab, tidak hanya terhadap keluarga tetapi juga dalam peran sosial dan pekerjaannya. Dia ingin menjadi panutan dan pelindung bagi anak-anaknya, mampu memberikan kehidupan yang baik dan mendukung perkembangan mereka secara optimal. Di samping itu, ia berniat untuk mempertahankan atau meningkatkan kemampuan dan keahlian profesionalnya, khususnya dalam bidang pengelasan atau pekerjaan lain yang berkaitan, sehingga dapat terus memberikan kontribusi ekonomi yang stabil bagi keluarganya. Pasien juga mengidamkan memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik agar dapat menjalankan perannya dengan maksimal dan menjadi pribadi yang mandiri serta dihormati dalam lingkungan sosial maupun keluarganya. e. Harga diri Pasien merasa bangga dan memiliki rasa percaya diri yang cukup tinggi terkait peran dan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga dan ayah dari tiga anak. Ia melihat dirinya sebagai individu yang berhasil menjalankan kewajiban sosial dan keluarga, dan hal ini menjadi sumber kebahagiaan serta harga dirinya. Namun demikian, pasien juga menyadari adanya kekhawatiran atau rasa takut akan kemungkinan gagal memenuhi harapan keluarganya, sehingga ia berusaha keras agar tetap bisa memberikan yang terbaik. 3. Hubungan sosial a. Orang yang berarti Pasien adalah sosok yang sangat berarti bagi keluarganya, khususnya anak-anaknya yang menjadi pusat perhatian dan kasih sayangnya. Ia merasa bertanggung jawab penuh sebagai kepala keluarga serta menjadi sumber dukungan emosional dan penguat utama dalam kehidupan keluarganya. b. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat Pasien aktif berpartisipasi dalam komunitas atau lingkungan sosial di sekitarnya, misalnya melalui kegiatan keagamaan, sosial, atau pekerjaan sebelumnya seperti di bidang pengelasan. Ia menunjukkan komitmen yang kuat dalam membangun hubungan harmonis dengan tetangga dan rekan kerjanya, serta berperan sebagai anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan dipercaya. c. Kekuatan dalam berhubungan dengan orang lain Pasien memiliki kemampuan untuk membangun hubungan yang positif dan mendukung dengan orang-orang di sekitarnya. Ia mampu menunjukkan empati, berkomunikasi dengan baik, dan memperlihatkan sikap terbuka yang memperkuat jaringan sosialnya. Hal ini membantu pasien merasa diterima dan dipercaya, sehingga meningkatkan rasa percaya diri dan keterlibatannya dalam kehidupan sosial. 4. Spiritual a. Nilai dan keyakinan Pasien memegang nilai-nilai spiritual dan keyakinan agama yang kuat sebagai landasan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Keyakinan ini memberikan makna mendalam dan kekuatan batin yang membantu pasien menerima kondisi kesehatannya, termasuk hipertensi, dengan cara yang lebih tenang dan sabar. Pasien mungkin percaya bahwa semua keadaan hidup, termasuk sakit, adalah bagian dari ujian atau proses spiritual yang perlu dijalani dengan ikhlas. Nilai spiritual ini juga menjadi sumber motivasi bagi pasien dalam menjaga kesehatan dan menjalankan terapi dengan penuh kesadaran. b. Beribadah Pasien menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya secara rutin, seperti shalat, doa, meditasi, atau ritual lain yang diyakini dapat menenangkan jiwa dan memberikan ketenangan pikiran. Kegiatan ibadah ini berfungsi sebagai mekanisme koping positif yang membantu mengurangi stres yang dapat memperburuk tekanan darah tinggi. Selain itu, ibadah menjadi sarana untuk memperoleh dukungan spiritual yang memperkuat semangat hidup dan meningkatkan kualitas hidup pasien secara keseluruhan. Status mental a. Penampilan Pasien tampil dengan kondisi fisik yang rapi, bersih, dan sesuai usia kronologisnya. Ekspresi wajah yang sebelumnya menunjukkan kekhawatiran kini berubah menjadi lebih tenang dan penuh percaya diri, menandakan pengelolaan kecemasan dan stres yang baik. Postur tubuh tegak, tidak ada tanda-tanda kelelahan berlebihan atau kelemahan otot, dan kontak mata berlangsung nyaman, menunjukkan komunikasi nonverbal yang positif. Sikap pasien selama wawancara juga kooperatif dan antusias, mengindikasikan motivasi yang bertambah dalam proses pemulihan. b. Pembicaraan Pembicaraan pasien lancar, jelas, dan mudah dipahami dengan intonasi suara yang lebih bervariasi dan energik. Hal ini mencerminkan perbaikan suasana hati dan tingkat energi. Penekanan pada berbagai kata dan penggunaan jeda yang tepat menunjukkan kesadaran penuh dan kemampuan berkomunikasi secara efektif. Perubahan ini merupakan indikasi perbaikan kondisi psikologis pasien dari kondisi sebelumnya yang mungkin terdampak oleh stres atau kelelahan. c. Aktivitas motorik Aktivitas motorik pasien terpantau normal dan terkontrol, tanpa tanda-tanda agitasi, tremor, atau gerakan abnormal lain yang dapat mengindikasikan gangguan neurologis atau kecemasan tinggi. Kelincahan dan koordinasi motorik yang baik sesuai dengan usia mendukung bahwa pasien mengalami fase pemulihan fisiologis yang optimal dan tidak ada hambatan fisik signifikan dalam aktivitas sehari-hari. d. Alam perasaan Pasien mengungkapkan perasaan positif seperti rasa harapan, ketenangan batin, dan optimisme terhadap masa depan. Ikatan emosional yang kuat terhadap keluarga tetap terjaga dengan baik, yang menjadi sumber dukungan emosional utama bagi pasien. Pasien juga mampu mengelola stres secara efektif, dengan melaporkan perasaan rileks dan tidak mudah terbawa perasaan cemas seperti sebelumnya. Hal ini menunjukkan kemampuan koping yang meningkat. e. Afek Afek pasien dalam kondisi stabil dan kongruen dengan isi pembicaraan, yang berarti ekspresi emosional (melalui ekspresi wajah, nada suara, dan gestur) sesuai dengan konteks dan tidak menunjukkan ketidaksesuaian atau reaksi emosional yang berlebihan. Keseimbangan emosi ini menandai kematangan emosional dan pengendalian diri yang baik sebagai bagian dari proses pemulihan. f. Interaksi selama wawancara Pasien sangat kooperatif dan antusias dalam berinteraksi. Ia menunjukkan keterbukaan yang tinggi terhadap pertanyaan dan mampu berpartisipasi aktif dalam diskusi terkait kondisi kesehatannya. Keterlibatan ini menandakan kepercayaan terhadap tenaga medis dan kemauan untuk mengikuti rencana terapi serta perawatan yang dianjurkan. g. Persepsi Tidak ditemukan adanya gangguan persepsi seperti halusinasi atau delusi. Persepsi pasien terhadap lingkungan dan realitas tetap normal dan realistis, yang mengindikasikan bahwa pasien sudah bebas dari gangguan psikosis atau distorsi persepsi lain. h. Proses pikir Proses berpikir pasien teratur, logis, dan koheren. Ia mampu menyampaikan pemikiran dan pendapatnya dengan mudah, serta mampu berpikir kritis dan reflektif terhadap kondisi dan rencana tindak lanjut pengobatan. Ketajaman berpikir ini merupakan basis penting yang mendukung pemulihan kognitif dan pengambilan keputusan yang tepat. i. Isi pikir Isi pikiran pasien berfokus pada harapan dan tujuan hidup yang positif, seperti menjaga kesehatan diri, kembali produktif dalam pekerjaan, serta merawat dan berinvestasi dalam keluarga. Orientasi masa depan yang jelas ini menandai adanya motivasi dan optimisme yang sehat, faktor penting dalam kelangsungan pemulihan. j. Tingkat kesadaran Pasien dalam kondisi compos mentis, yaitu dalam keadaan sadar penuh dan mampu memahami serta merespons rangsangan dengan cepat dan tepat. Kesadaran penuh ini memungkinkan pasien mengikuti arahan dan keputusan yang perlu diambil dalam terapi dan aktivitas sehari-hari. k. Memori Memori pasien baik, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Pasien mampu mengingat informasi terkini, seperti kejadian yang baru dialami (misalnya jadwal pengobatan dan aktivitas harian), serta informasi pribadi dan pengalaman masa lalu yang relevan. Tidak ada keluhan atau tanda gangguan memori yang mengarah pada demensia atau amnesia. l. Tingkat konsentrasi dan berhitung Kemampuan konsentrasi pasien menunjukkan peningkatan dengan kemampuan fokus selama wawancara yang memadai. Pasien mampu melakukan tugas kognitif ringan seperti berhitung mundur atau menyelesaikan teka-teki sederhana dengan baik, yang menandakan fungsi eksekutif dan perhatian yang membaik. m. Kemampuan penilaian Pasien menunjukkan kemampuan penilaian yang rasional dan realistis. Ia mampu memahami kondisi kesehatannya dengan benar, mengambil keputusan yang tepat terkait pengelolaan penyakit, serta merespons situasi sekitar dengan bijaksana. Kemampuan ini penting dalam mengelola penyakit kronik seperti hipertensi secara mandiri. n. Daya tilik diri Daya tilik diri pasien cukup baik, yang tercermin dari kesadaran akan pentingnya pengobatan dan kontrol rutin, serta pengakuan terhadap kemajuan yang telah dicapai selama proses penyembuhan. Pasien juga mengerti akan risiko jika pengobatan tidak dilanjutkan, dan merasa termotivasi untuk menjaga perubahan gaya hidup sehat.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, dapat ditetapkan beberapa diagnosis keperawatan beserta penjelasan singkat SDKI, SLKI, dan SIKI untuk kondisi pasien tersebut:
1. Diagnosis Keperawatan: Risiko Perilaku Kekerasan
- SDKI: Perilaku kekerasan adalah respons maladaptif terhadap stres yang ditandai dengan tindakan atau ancaman untuk menyakiti diri sendiri, orang lain, atau lingkungan secara fisik, verbal, psikologis, atau seksual.
- SLKI: Tujuan terkait risiko perilaku kekerasan adalah klien dapat mengendalikan perilaku kekerasan.
- SIKI: Intervensi yang dapat dilakukan antara lain manajemen marah, manajemen agresi, dan menciptakan lingkungan yang aman.
2. Diagnosis Keperawatan: Insomnia
- SDKI: Insomnia adalah ketidakmampuan untuk memulai atau mempertahankan tidur yang berkepanjangan, yang menyebabkan distres dan gangguan fungsi.
- SLKI: Tujuan terkait insomnia adalah klien dapat mempertahankan pola tidur yang adekuat.
- SIKI: Intervensi yang dapat dilakukan antara lain terapi relaksasi, manajemen lingkungan, dan pengaturan pola tidur.
3. Diagnosis Keperawatan: Gangguan Proses Pikir
- SDKI: Gangguan proses pikir adalah gangguan kemampuan berpikir yang ditandai dengan isi, bentuk, dan arus pikiran yang tidak normal.
- SLKI: Tujuan terkait gangguan proses pikir adalah klien dapat menunjukkan proses pikir yang adekuat.
- SIKI: Intervensi yang dapat dilakukan antara lain manajemen halusinasi, terapi realitas, dan modifikasi perilaku.
4. Diagnosis Keperawatan: Ketidakefektifan Koping
- SDKI: Ketidakefektifan koping adalah ketidakmampuan beradaptasi secara konstruktif terhadap stresor.
- SLKI: Tujuan terkait ketidakefektifan koping adalah klien dapat menunjukkan koping yang efektif.
- SIKI: Intervensi yang dapat dilakukan antara lain manajemen stres, terapi suportif, dan terapi kelompok.
Kode diagnosis dan definisi singkat dari SDKI, SLKI, dan SIKI di atas telah ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Penerapannya disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan keperawatan spesifik pada pasien. -
Article No. 20085 | 25 Jul 2025
Klinis : c. Faktor predisposisi 1. Pasien pernah mengalami gangguan jiwa pada 4 tahun yang lalu. 2. Riwayat pengobatan sebelumnya yaitu ada pengobatan trihexyphenidil 2mg 1tab (pagi dan malam,clozapin 100 mg (malam) secara rawat jalan jiwa ataupun rawat inap jiwa. 3. Pasien tidak ada mengalami aniaya fisik, seksual,tindakan kriminal, penolakan,dan kekerasan keluarga. 4. Pasien tidak memiliki riwayat keluarga dengan gangguan jiwa. 5. Pasien memiliki masalalu yang kelam yaitu ditinggal istri bercerai. d. Fisik 1. Tanda-tanda vital : • TD : 102/ 78 mmHg • N : 97 x/menit • S : 36,0 C • SpO : 98 2. Ukur : • TB : 160 cm • BB : 52 kg 3. Keluhan fisik Pasien mengatakan tidak ada keluhan fisik. a. Gambaran diri Pasien mengatakan bahwa dirinya sangat bertangggung jawab akan keluarga dan pekerjaan dan sangat menyayangi keluarga terutama anaknya. b. Identitas Pasien mengatakan bahwa dia adalah laki-laki yang memiliki keluarga dan sudah memiliki anak 3 dan pasien mengatakan pernah bekerja di tempat pengelasan. c. Peran Pasien mengatakan sangat mendalami peran sebagai seorang ayah yang menyayangi anak dan sangat bertanggung jawab sebagai kepala keluarga. d. Ideal diri Ideal diri pasien adalah seorang pria yang terus menjadi sosok ayah yang penuh kasih sayang dan bertanggung jawab, tidak hanya terhadap keluarga tetapi juga dalam peran sosial dan pekerjaannya. Dia ingin menjadi panutan dan pelindung bagi anak-anaknya, mampu memberikan kehidupan yang baik dan mendukung perkembangan mereka secara optimal. Di samping itu, ia berniat untuk mempertahankan atau meningkatkan kemampuan dan keahlian profesionalnya, khususnya dalam bidang pengelasan atau pekerjaan lain yang berkaitan, sehingga dapat terus memberikan kontribusi ekonomi yang stabil bagi keluarganya. Pasien juga mengidamkan memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik agar dapat menjalankan perannya dengan maksimal dan menjadi pribadi yang mandiri serta dihormati dalam lingkungan sosial maupun keluarganya. e. Harga diri Pasien merasa bangga dan memiliki rasa percaya diri yang cukup tinggi terkait peran dan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga dan ayah dari tiga anak. Ia melihat dirinya sebagai individu yang berhasil menjalankan kewajiban sosial dan keluarga, dan hal ini menjadi sumber kebahagiaan serta harga dirinya. Namun demikian, pasien juga menyadari adanya kekhawatiran atau rasa takut akan kemungkinan gagal memenuhi harapan keluarganya, sehingga ia berusaha keras agar tetap bisa memberikan yang terbaik. 3. Hubungan sosial a. Orang yang berarti Pasien adalah sosok yang sangat berarti bagi keluarganya, khususnya anak-anaknya yang menjadi pusat perhatian dan kasih sayangnya. Ia merasa bertanggung jawab penuh sebagai kepala keluarga serta menjadi sumber dukungan emosional dan penguat utama dalam kehidupan keluarganya. b. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat Pasien aktif berpartisipasi dalam komunitas atau lingkungan sosial di sekitarnya, misalnya melalui kegiatan keagamaan, sosial, atau pekerjaan sebelumnya seperti di bidang pengelasan. Ia menunjukkan komitmen yang kuat dalam membangun hubungan harmonis dengan tetangga dan rekan kerjanya, serta berperan sebagai anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan dipercaya. c. Kekuatan dalam berhubungan dengan orang lain Pasien memiliki kemampuan untuk membangun hubungan yang positif dan mendukung dengan orang-orang di sekitarnya. Ia mampu menunjukkan empati, berkomunikasi dengan baik, dan memperlihatkan sikap terbuka yang memperkuat jaringan sosialnya. Hal ini membantu pasien merasa diterima dan dipercaya, sehingga meningkatkan rasa percaya diri dan keterlibatannya dalam kehidupan sosial. 4. Spiritual a. Nilai dan keyakinan Pasien memegang nilai-nilai spiritual dan keyakinan agama yang kuat sebagai landasan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Keyakinan ini memberikan makna mendalam dan kekuatan batin yang membantu pasien menerima kondisi kesehatannya, termasuk hipertensi, dengan cara yang lebih tenang dan sabar. Pasien mungkin percaya bahwa semua keadaan hidup, termasuk sakit, adalah bagian dari ujian atau proses spiritual yang perlu dijalani dengan ikhlas. Nilai spiritual ini juga menjadi sumber motivasi bagi pasien dalam menjaga kesehatan dan menjalankan terapi dengan penuh kesadaran. b. Beribadah Pasien menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya secara rutin, seperti shalat, doa, meditasi, atau ritual lain yang diyakini dapat menenangkan jiwa dan memberikan ketenangan pikiran. Kegiatan ibadah ini berfungsi sebagai mekanisme koping positif yang membantu mengurangi stres yang dapat memperburuk tekanan darah tinggi. Selain itu, ibadah menjadi sarana untuk memperoleh dukungan spiritual yang memperkuat semangat hidup dan meningkatkan kualitas hidup pasien secara keseluruhan. Status mental a. Penampilan Pasien tampil dengan kondisi fisik yang rapi, bersih, dan sesuai usia kronologisnya. Ekspresi wajah yang sebelumnya menunjukkan kekhawatiran kini berubah menjadi lebih tenang dan penuh percaya diri, menandakan pengelolaan kecemasan dan stres yang baik. Postur tubuh tegak, tidak ada tanda-tanda kelelahan berlebihan atau kelemahan otot, dan kontak mata berlangsung nyaman, menunjukkan komunikasi nonverbal yang positif. Sikap pasien selama wawancara juga kooperatif dan antusias, mengindikasikan motivasi yang bertambah dalam proses pemulihan. b. Pembicaraan Pembicaraan pasien lancar, jelas, dan mudah dipahami dengan intonasi suara yang lebih bervariasi dan energik. Hal ini mencerminkan perbaikan suasana hati dan tingkat energi. Penekanan pada berbagai kata dan penggunaan jeda yang tepat menunjukkan kesadaran penuh dan kemampuan berkomunikasi secara efektif. Perubahan ini merupakan indikasi perbaikan kondisi psikologis pasien dari kondisi sebelumnya yang mungkin terdampak oleh stres atau kelelahan. c. Aktivitas motorik Aktivitas motorik pasien terpantau normal dan terkontrol, tanpa tanda-tanda agitasi, tremor, atau gerakan abnormal lain yang dapat mengindikasikan gangguan neurologis atau kecemasan tinggi. Kelincahan dan koordinasi motorik yang baik sesuai dengan usia mendukung bahwa pasien mengalami fase pemulihan fisiologis yang optimal dan tidak ada hambatan fisik signifikan dalam aktivitas sehari-hari. d. Alam perasaan Pasien mengungkapkan perasaan positif seperti rasa harapan, ketenangan batin, dan optimisme terhadap masa depan. Ikatan emosional yang kuat terhadap keluarga tetap terjaga dengan baik, yang menjadi sumber dukungan emosional utama bagi pasien. Pasien juga mampu mengelola stres secara efektif, dengan melaporkan perasaan rileks dan tidak mudah terbawa perasaan cemas seperti sebelumnya. Hal ini menunjukkan kemampuan koping yang meningkat. e. Afek Afek pasien dalam kondisi stabil dan kongruen dengan isi pembicaraan, yang berarti ekspresi emosional (melalui ekspresi wajah, nada suara, dan gestur) sesuai dengan konteks dan tidak menunjukkan ketidaksesuaian atau reaksi emosional yang berlebihan. Keseimbangan emosi ini menandai kematangan emosional dan pengendalian diri yang baik sebagai bagian dari proses pemulihan. f. Interaksi selama wawancara Pasien sangat kooperatif dan antusias dalam berinteraksi. Ia menunjukkan keterbukaan yang tinggi terhadap pertanyaan dan mampu berpartisipasi aktif dalam diskusi terkait kondisi kesehatannya. Keterlibatan ini menandakan kepercayaan terhadap tenaga medis dan kemauan untuk mengikuti rencana terapi serta perawatan yang dianjurkan. g. Persepsi Tidak ditemukan adanya gangguan persepsi seperti halusinasi atau delusi. Persepsi pasien terhadap lingkungan dan realitas tetap normal dan realistis, yang mengindikasikan bahwa pasien sudah bebas dari gangguan psikosis atau distorsi persepsi lain. h. Proses pikir Proses berpikir pasien teratur, logis, dan koheren. Ia mampu menyampaikan pemikiran dan pendapatnya dengan mudah, serta mampu berpikir kritis dan reflektif terhadap kondisi dan rencana tindak lanjut pengobatan. Ketajaman berpikir ini merupakan basis penting yang mendukung pemulihan kognitif dan pengambilan keputusan yang tepat. i. Isi pikir Isi pikiran pasien berfokus pada harapan dan tujuan hidup yang positif, seperti menjaga kesehatan diri, kembali produktif dalam pekerjaan, serta merawat dan berinvestasi dalam keluarga. Orientasi masa depan yang jelas ini menandai adanya motivasi dan optimisme yang sehat, faktor penting dalam kelangsungan pemulihan. j. Tingkat kesadaran Pasien dalam kondisi compos mentis, yaitu dalam keadaan sadar penuh dan mampu memahami serta merespons rangsangan dengan cepat dan tepat. Kesadaran penuh ini memungkinkan pasien mengikuti arahan dan keputusan yang perlu diambil dalam terapi dan aktivitas sehari-hari. k. Memori Memori pasien baik, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Pasien mampu mengingat informasi terkini, seperti kejadian yang baru dialami (misalnya jadwal pengobatan dan aktivitas harian), serta informasi pribadi dan pengalaman masa lalu yang relevan. Tidak ada keluhan atau tanda gangguan memori yang mengarah pada demensia atau amnesia. l. Tingkat konsentrasi dan berhitung Kemampuan konsentrasi pasien menunjukkan peningkatan dengan kemampuan fokus selama wawancara yang memadai. Pasien mampu melakukan tugas kognitif ringan seperti berhitung mundur atau menyelesaikan teka-teki sederhana dengan baik, yang menandakan fungsi eksekutif dan perhatian yang membaik. m. Kemampuan penilaian Pasien menunjukkan kemampuan penilaian yang rasional dan realistis. Ia mampu memahami kondisi kesehatannya dengan benar, mengambil keputusan yang tepat terkait pengelolaan penyakit, serta merespons situasi sekitar dengan bijaksana. Kemampuan ini penting dalam mengelola penyakit kronik seperti hipertensi secara mandiri. n. Daya tilik diri Daya tilik diri pasien cukup baik, yang tercermin dari kesadaran akan pentingnya pengobatan dan kontrol rutin, serta pengakuan terhadap kemajuan yang telah dicapai selama proses penyembuhan. Pasien juga mengerti akan risiko jika pengobatan tidak dilanjutkan, dan merasa termotivasi untuk menjaga perubahan gaya hidup sehat.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI beserta kodenya dan definisinya yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi tersebut:
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Perilaku Kekerasan (SIKI: 10041)
Definisi: Keadaan di mana individu berisiko mengalami atau menunjukkan perilaku yang dapat menyebabkan cidera fisik pada diri sendiri atau orang lain.
2. Risiko Gangguan Proses Pikir (SIKI: 10043)
Definisi: Keadaan di mana individu berisiko mengalami gangguan pada kemampuan berpikir secara logis, teratur, dan koheren.
3. Risiko Isolasi Sosial (SIKI: 10049)
Definisi: Keadaan di mana individu berisiko mengalami pengalaman terisolasi atau terpisah dari dukungan sosial.
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
1. Risiko Perilaku Kekerasan (10041)
2. Risiko Gangguan Proses Pikir (10043)
3. Risiko Isolasi Sosial (10049)
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Perilaku Kekerasan Terkendali (20014)
2. Proses Pikir Terjaga (20016)
3. Keterlibatan Sosial (20020)
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Manajemen Perilaku Kekerasan (30041)
2. Stimulasi Kognitif (30043)
3. Fasilitasi Interaksi Sosial (30049)
Penjelasan singkat:
1. Risiko Perilaku Kekerasan: Pasien memiliki riwayat gangguan jiwa di masa lalu, sehingga berpotensi mengalami perilaku kekerasan yang dapat membahayakan diri sendiri atau orang lain.
2. Risiko Gangguan Proses Pikir: Pasien pernah mengalami gangguan jiwa, yang dapat berdampak pada kemampuan berpikir secara logis, teratur, dan koheren.
3. Risiko Isolasi Sosial: Riwayat perceraian yang dialami pasien dapat meningkatkan risiko isolasi sosial, di mana pasien merasa terpisah dari dukungan sosial yang penting untuk pemulihan. -
Article No. 20007 | 24 Jul 2025
Klinis : DS: - Tn.E mengatakan masih merokok, meskipun frekuensinya telah berkurang. - Keluarga mengatakan bahwa pola makan Tn. E masih belum teratur dan masih mengonsumsi makanan tinggi garam, bersantan, dan berpenyedap rasa. - Keluarga mengatakan bahwa pola makan seluruh anggota keluarga terkadang tidak teratur, dan masih mengonsumsi makanan tinggi garam, bersantan, dan berpenyedap rasa. - Tn.E mengatakan ia jarang berolahraga dan kegiatan lainnya yang dapat meningkatkan status kesehatan. - Keluarga mengatakan bahwa jika ada anggota keluarga sakit, mereka segera membawa ke puskesmas. DO : - Kebiasaan merokok Tn. E masih berlangsung. - Keluarga jarang memeriksakan penyakit ke pelayanan kesehatan, hanya ketika sakit saja ke pelayanan kesehatan. - Ny. J tampak masak yang bersantan, bermbumbu, bergaram. - Keluarga Tn.E tampak antusias dengan pembahasan mengenai peningkatan kesehatanya.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan data subjektif dan objektif yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan SDKI, luaran/output yang diharapkan setelah asuhan keperawatan (SLKI), dan intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran (SIKI):
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Risiko Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan
DS: Tn. E masih merokok meskipun frekuensinya berkurang, pola makan keluarga belum teratur dan masih mengonsumsi makanan tinggi garam, bersantan, dan berpenyedap rasa, Tn. E jarang berolahraga.
DO: Kebiasaan merokok Tn. E masih berlangsung, keluarga jarang memeriksakan penyakit ke pelayanan kesehatan, hanya ketika sakit saja, Ny. J tampak memasak makanan yang bersantan, bermbumbu, bergaram.
2. Risiko Ketidakseimbangan Nutrisi
DS: Keluarga mengatakan bahwa pola makan seluruh anggota keluarga terkadang tidak teratur, dan masih mengonsumsi makanan tinggi garam, bersantan, dan berpenyedap rasa.
DO: Ny. J tampak memasak makanan yang bersantan, bermbumbu, bergaram.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Manajemen Kesehatan Efektif
- Pasien dan keluarga dapat mengidentifikasi faktor risiko kesehatan.
- Pasien dan keluarga dapat memodifikasi gaya hidup untuk meningkatkan kesehatan.
- Pasien dan keluarga dapat menggunakan layanan kesehatan secara efektif.
2. Keseimbangan Nutrisi
- Pasien dan keluarga dapat mengidentifikasi kebutuhan nutrisi yang sesuai.
- Pasien dan keluarga dapat memodifikasi pola makan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
- Pasien dan keluarga dapat mempertahankan status nutrisi yang optimal.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Manajemen Kesehatan Efektif
- Edukasi tentang faktor risiko kesehatan, seperti merokok, pola makan tidak sehat, dan kurangnya aktivitas fisik.
- Konseling untuk memotivasi pasien dan keluarga dalam memodifikasi gaya hidup, seperti berhenti merokok, mengatur pola makan yang sehat, dan meningkatkan aktivitas fisik.
- Fasilitasi penggunaan layanan kesehatan, seperti membantu pasien dan keluarga dalam membuat janji, mengikuti jadwal pemeriksaan, dan memahami informasi kesehatan.
2. Keseimbangan Nutrisi
- Edukasi tentang kebutuhan nutrisi yang sesuai, termasuk asupan garam, lemak, dan zat aditif.
- Konseling untuk membantu pasien dan keluarga dalam memodifikasi pola makan, seperti mengurangi konsumsi makanan tinggi garam, bersantan, dan berpenyedap rasa.
- Monitoring status nutrisi pasien dan keluarga, serta memberikan rekomendasi untuk mempertahankan status nutrisi yang optimal.
Penjelasan yang rinci dan terperinci untuk setiap poin di atas bertujuan untuk memberikan panduan yang komprehensif bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang efektif untuk meningkatkan kesehatan pasien dan keluarga. -
Article No. 20008 | 24 Jul 2025
Klinis : DS: - Tn.E mengatakan masih merokok, meskipun frekuensinya telah berkurang. - Keluarga mengatakan bahwa pola makan Tn. E masih belum teratur dan masih mengonsumsi makanan tinggi garam, bersantan, dan berpenyedap rasa. - Keluarga mengatakan bahwa pola makan seluruh anggota keluarga terkadang tidak teratur, dan masih mengonsumsi makanan tinggi garam, bersantan, dan berpenyedap rasa. - Tn.E mengatakan ia jarang berolahraga dan kegiatan lainnya yang dapat meningkatkan status kesehatan. - Keluarga mengatakan bahwa jika ada anggota keluarga sakit, mereka segera membawa ke puskesmas. DO : - Kebiasaan merokok Tn. E masih berlangsung. - Keluarga jarang memeriksakan penyakit ke pelayanan kesehatan, hanya ketika sakit saja ke pelayanan kesehatan. - Ny. J tampak masak yang bersantan, bermbumbu, bergaram. - Keluarga Tn.E tampak antusias dengan pembahasan mengenai peningkatan kesehatanya.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: **Diagnosa Keperawatan dan Penjelasan SDKI - SLKI - SIKI**
**Diagnosa Keperawatan:**
**Risiko Ketidakefektifan Perilaku Kesehatan Keluarga** *(Kode: D.0018)*
**Penjelasan Singkat:**
Berdasarkan data subjektif dan objektif, keluarga Tn. E menunjukkan pola perilaku kesehatan yang kurang optimal, meliputi kebiasaan merokok, konsumsi makanan tidak sehat (tinggi garam, bersantan, dan berpenyedap rasa), serta kurangnya aktivitas fisik. Meskipun ada kesadaran untuk mencari pertolongan kesehatan saat sakit, upaya pencegahan dan promosi kesehatan masih minim.
---
**Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI):**
- **Kode D.0018:** *Risiko Ketidakefektifan Perilaku Kesehatan Keluarga*
- **Definisi:** Keluarga berisiko tidak mampu mengidentifikasi, mengelola, atau mencari bantuan untuk mempertahankan kesehatan akibat kurangnya pengetahuan, motivasi, atau sumber daya.
---
**Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI):**
- **Kode L.0803:** *Perilaku Kesehatan Keluarga*
- **Kriteria Evaluasi:**
1. Keluarga mampu mengidentifikasi faktor risiko kesehatan.
2. Keluarga menerapkan pola makan seimbang dan mengurangi konsumsi garam/santan.
3. Keluarga meningkatkan aktivitas fisik dan mengurangi kebiasaan merokok.
4. Keluarga memanfaatkan layanan kesehatan preventif (misal: skrining rutin).
---
**Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI):**
- **Kode I.11011:** *Edukasi Kesehatan*
- **Tindakan:**
1. Memberikan penyuluhan tentang bahaya merokok dan diet tinggi garam/santan.
2. Melatih keluarga dalam perencanaan menu sehat.
3. Memotivasi keluarga untuk rutin berolahraga.
- **Kode I.13002:** *Manajemen Perilaku*
- **Tindakan:**
1. Menetapkan target pengurangan rokok secara bertahap.
2. Melibatkan keluarga dalam program kesehatan komunitas (misal: senam bersama).
---
**Catatan Akademis:**
Intervensi keperawatan harus disesuaikan dengan kesiapan perubahan keluarga (*readiness to change*) dan melibatkan seluruh anggota keluarga untuk mencapai keberlanjutan. Evaluasi luaran dapat menggunakan skala *Likert* (misal: 1–5) untuk memantau kemajuan perilaku sehat.
**Referensi:**
PPNI. (2017). *Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), dan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI).* Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
*(Format RTF dapat disesuaikan dengan kebutuhan dokumen klinis)* -
Article No. 20009 | 24 Jul 2025
Klinis : Perilaku kesehatan cenderung beresiko
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah penjelasan rinci dan terperinci mengenai diagnosis keperawatan, luaran, dan intervensi keperawatan yang sesuai untuk kondisi "Perilaku kesehatan cenderung berisiko":
Diagnosis Keperawatan SDKI:
Diagnosis keperawatan yang sesuai untuk kondisi "Perilaku kesehatan cenderung berisiko" adalah "Perilaku Kesehatan Berisiko". Diagnosis ini didefinisikan sebagai "Pola perilaku yang dapat membahayakan kesehatan individu". Karakteristik definisi dari diagnosis ini meliputi:
1. Perilaku yang dapat membahayakan kesehatan, seperti merokok, konsumsi alkohol berlebihan, diet tidak sehat, kurang aktivitas fisik, dan perilaku seksual berisiko.
2. Kesadaran yang rendah akan dampak negatif dari perilaku tersebut.
3. Kegagalan dalam mengadopsi perilaku sehat.
4. Ketidakmampuan untuk mengontrol atau mengubah perilaku berisiko.
Luaran/Output SLKI:
Luaran/output yang diharapkan setelah dilakukan asuhan keperawatan untuk kondisi "Perilaku kesehatan cenderung berisiko" adalah:
1. Perilaku Kesehatan: Perilaku Sehat
Definisi: Individu menunjukkan perilaku yang konsisten dengan mempertahankan atau meningkatkan kesehatan.
Indikator:
- Individu menunjukkan perilaku hidup sehat (contoh: tidak merokok, aktivitas fisik teratur, diet seimbang).
- Individu mengidentifikasi dan menghindari perilaku berisiko.
- Individu menerapkan strategi untuk mempertahankan perilaku sehat.
Intervensi Keperawatan SIKI:
Intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai luaran "Perilaku Kesehatan: Perilaku Sehat" pada kondisi "Perilaku kesehatan cenderung berisiko" meliputi:
1. Dukungan Pengambilan Keputusan
Tujuan: Membantu individu membuat keputusan terkait perilaku kesehatan yang tepat.
Aktivitas:
- Memberikan informasi kesehatan yang akurat dan komprehensif.
- Mendiskusikan dampak positif dan negatif dari perilaku sehat dan tidak sehat.
- Membantu individu mengidentifikasi tujuan dan strategi untuk mengubah perilaku.
- Mendukung individu dalam membuat keputusan terkait perilaku kesehatan.
2. Manajemen Kesehatan
Tujuan: Membantu individu mengembangkan dan mempertahankan perilaku sehat.
Aktivitas:
- Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan.
- Membantu individu menetapkan tujuan perilaku kesehatan yang realistis.
- Mengajarkan teknik untuk mengubah dan mempertahankan perilaku sehat.
- Memantau progres individu dalam mencapai tujuan perilaku kesehatan.
- Memberikan umpan balik dan penguatan positif terhadap perubahan perilaku.
3. Konseling
Tujuan: Membantu individu mengeksplorasi dan mengatasi hambatan dalam mengubah perilaku kesehatan.
Aktivitas:
- Mendengarkan secara aktif untuk memahami perspektif dan motivasi individu.
- Membantu individu mengidentifikasi hambatan dalam mengubah perilaku.
- Memfasilitasi diskusi untuk mengembangkan strategi mengatasi hambatan.
- Mendorong individu untuk berkomitmen dalam mengubah perilaku kesehatan.
- Memberikan dukungan dan reinforcement positif selama proses perubahan.
Melalui diagnosis keperawatan, luaran, dan intervensi keperawatan yang komprehensif, diharapkan dapat membantu individu dengan "Perilaku kesehatan cenderung berisiko" untuk mengembangkan dan mempertahankan perilaku kesehatan yang lebih sehat. -
Article No. 20010 | 24 Jul 2025
Klinis : pasien mengatakan demam, pusing, lemas
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, saya akan memberikan kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis yang sesuai dengan kondisi yang Anda deskripsikan.
1. Kode ICD-10:
- Kode: R50.9
- Deskripsi: Demam, tidak diklasifikasikan di tempat lain
Penjelasan:
Berdasarkan gejala yang disampaikan, yaitu demam, pusing, dan lemas, kode ICD-10 yang sesuai adalah R50.9, yang merupakan kategori umum untuk demam yang tidak diklasifikasikan di tempat lain. Gejala-gejala tersebut dapat mencakup berbagai penyebab, seperti infeksi, dehidrasi, atau kondisi medis lainnya, dan perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut oleh tenaga kesehatan untuk menentukan diagnosis yang lebih spesifik.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
Pada kasus ini, tidak terdapat kode ICD-9-CM untuk prosedur atau tindakan medis, karena belum dilakukan pemeriksaan atau intervensi khusus. Kasus ini masih berada pada tahap pengumpulan informasi awal dan memerlukan evaluasi lebih lanjut oleh tenaga kesehatan untuk menentukan langkah penatalaksanaan yang sesuai.
Secara umum, kode ICD-9-CM untuk prosedur atau tindakan medis akan diberikan setelah dilakukan pemeriksaan, pengujian, atau intervensi tertentu pada pasien. Kode-kode tersebut akan memberikan informasi tentang tindakan medis yang dilakukan untuk menangani kondisi pasien. -
Article No. 20011 | 24 Jul 2025
Klinis : pasien mengatakan demam, pusing, lemas
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan, penjelasan singkat, kode, dan definisi berdasarkan SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi pasien yang mengatakan demam, pusing, dan lemas.
Diagnosa Keperawatan:
Hipertermia (00007)
Definisi: Peningkatan suhu tubuh di atas kisaran normal akibat kegagalan mekanisme pengaturan suhu.
SLKI:
Suhu tubuh dalam batas normal (00047)
Definisi: Kemampuan untuk mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran normal.
SIKI:
Manajemen Hipertermia (4610)
Definisi: Tindakan untuk menurunkan suhu tubuh yang meningkat di atas kisaran normal.
Penjelasan singkat:
Pasien mengalami hipertermia atau demam, yang ditandai dengan peningkatan suhu tubuh di atas kisaran normal. Untuk mengatasi kondisi ini, perawat perlu melakukan manajemen hipertermia, yang meliputi tindakan-tindakan untuk menurunkan suhu tubuh pasien kembali ke dalam batas normal. Tujuannya adalah agar pasien dapat mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran normal. -
Article No. 20012 | 24 Jul 2025
Klinis : pasien mengatakan demam, pusing, lemas
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: **Diagnosa Keperawatan dan Penjelasan Singkat SDKI-SLKI-SIKI**
**Kondisi Pasien:** Demam, pusing, lemas
### **1. Diagnosa Keperawatan (SDKI)**
**Kode:** 00007
**Judul:** **Hipertermia**
**Definisi:** Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal akibat ketidakmampuan tubuh dalam mengatur suhu.
**Penjelasan:**
Pasien melaporkan demam, yang dapat disebabkan oleh infeksi, dehidrasi, atau gangguan termoregulasi. Hipertermia memerlukan intervensi untuk menstabilkan suhu tubuh dan mencegah komplikasi.
---
### **2. Luaran Keperawatan (SLKI)**
**Kode:** 0801
**Judul:** **Kontrol Suhu Tubuh**
**Indikator:**
- Suhu tubuh dalam rentang normal (36–37,2°C).
- Kulit teraba hangat tanpa kemerahan berlebihan.
- Pasien melaporkan penurunan keluhan demam.
**Penjelasan:**
Tujuan intervensi adalah mencapai suhu tubuh stabil dan mengurangi gejala terkait (pusing, lemas).
---
### **3. Intervensi Keperawatan (SIKI)**
**Kode:** 3920
**Judul:** **Manajemen Hipertermia**
**Tindakan:**
- Monitor suhu tubuh setiap 2–4 jam.
- Berikan kompres hangat/dingin sesuai protokol.
- Anjurkan asupan cairan adekuat.
- Kolaborasi pemberian antipiretik jika diperlukan.
**Kode:** 6480
**Judul:** **Edukasi Kesehatan**
**Tindakan:**
- Jelaskan penyebab demam dan tanda bahaya.
- Ajarkan teknik relaksasi untuk mengurangi pusing.
- Anjurkan istirahat adekuat.
---
**Catatan:**
- **SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia)** digunakan untuk menegakkan diagnosa.
- **SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia)** menjadi acuan evaluasi hasil.
- **SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia)** memandu tindakan perawat.
**Referensi:**
PPNI. (2017). *Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), dan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)*.
Format ini memastikan pendekatan **sistematis, berbasis evidence**, dan sesuai standar profesional. -
Article No. 20013 | 24 Jul 2025
Klinis : pasien mengatakan demam, pusing, lemas
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berikut adalah diagnosa keperawatan beserta penjelasan singkat SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) yang ditetapkan oleh PPNI (Persatuan Perawat Nasional Indonesia) untuk kondisi pasien dengan keluhan demam, pusing, dan lemas:
### **Diagnosa Keperawatan:**
**Hipertermia (D.0023)**
*Definisi:* Suhu tubuh di atas rentang normal akibat ketidakmampuan tubuh dalam mengatur suhu.
---
### **Luaran Keperawatan (SLKI):**
1. **Suhu Tubuh dalam Rentang Normal (L.14001)**
- Kriteria:
- Suhu tubuh 36–37,5°C (aksila).
- Kulit hangat, tidak berkeringat berlebihan.
- Tidak ada keluhan menggigil atau kepanasan.
2. **Keseimbangan Cairan Terjaga (L.08001)**
- Kriteria:
- Turgor kulit baik.
- Mukosa bibir lembap.
- Asupan cairan adekuat.
3. **Tingkat Energi Meningkat (L.09001)**
- Kriteria:
- Pasien melaporkan penurunan lemas.
- Mampu melakukan aktivitas sehari-hari dengan bantuan minimal.
---
### **Intervensi Keperawatan (SIKI):**
1. **Manajemen Hipertermia (I.11005)**
- Tindakan:
- Monitor suhu tubuh setiap 2–4 jam.
- Berikan kompres hangat/dingin sesuai indikasi.
- Anjurkan peningkatan asupan cairan.
2. **Manajemen Nyeri (I.11006)** *(jika pusing bersifat nyeri)*
- Tindakan:
- Ajarkan teknik relaksasi napas dalam.
- Kolaborasi pemberian analgesik jika diperlukan.
3. **Dukungan Aktivitas (I.04001)**
- Tindakan:
- Bantu pasien dalam mobilisasi bertahap.
- Atur posisi nyaman untuk mengurangi pusing.
---
### **Catatan Akademis:**
- **Kode Diagnosa/Luaran/Intervensi** mengacu pada **PPNI (2017–2019)**.
- **Hipertermia (D.0023)** dipilih karena demam merupakan gejala utama, sementara pusing dan lemas dapat menjadi dampak sekunder dari peningkatan suhu tubuh atau dehidrasi.
- Intervensi difokuskan pada **penurunan suhu tubuh**, **pemenuhan cairan**, dan **pengurangan gejala sekunder** (lemas/pusing).
Jika diperlukan penyesuaian lebih lanjut berdasarkan pemeriksaan fisik atau data tambahan (misalnya: tanda dehidrasi, infeksi), diagnosa dapat diperluas dengan **Ketidakseimbangan Nutrisi (D.0030)** atau **Risiko Syok (D.0018)**.
Semoga membantu.
*(Ditulis dalam format RTF sesuai permintaan.)*