Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 12134 | 12 Feb 2025
Klinis : pasien datang dengan keluhan sakit kepala
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan menggunakan standar Persatuan Perawat Nasional Indonesia, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI untuk kondisi pasien dengan keluhan sakit kepala:
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri Kepala (NKEP)
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Nyeri Kepala (NKEP) adalah rasa tidak nyaman di daerah kepala yang dirasakan oleh pasien.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Kontrol Nyeri: Pasien mampu melakukan tindakan untuk meredakan nyeri kepala.
2. Kenyamanan: Pasien merasakan kenyamanan setelah nyeri kepala berkurang.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Manajemen Nyeri: Tindakan untuk mengurangi atau mengontrol nyeri kepala yang dirasakan pasien.
2. Terapi Relaksasi: Tindakan untuk memfasilitasi pasien melakukan teknik relaksasi yang dapat membantu mengurangi nyeri kepala.
3. Edukasi Kesehatan: Pemberian informasi kepada pasien mengenai penyebab, gejala, dan cara penanganan nyeri kepala.
Penjelasan singkat:
Nyeri kepala adalah salah satu keluhan yang umum dialami oleh pasien. Diagnosa keperawatan yang sesuai adalah Nyeri Kepala (NKEP). Perawat perlu mengkaji intensitas, durasi, lokasi, dan faktor yang memperberat atau memperbaiki nyeri kepala. Tujuan perawatan adalah agar pasien dapat mengontrol nyeri kepala dan merasakan kenyamanan. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain manajemen nyeri, terapi relaksasi, dan edukasi kesehatan mengenai nyeri kepala. -
Article No. 12135 | 12 Feb 2025
Klinis : Kasus 4 Intergument Seorang pria berusia 58 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan luka pada kaki kiri yang tidak kunjung sembuh meskipun sudah dilakukan perawatan selama beberapa minggu di klinik setempat. Pasien merupakan penderita diabetes melitus tipe 2 selama 12 tahun dan sudah mengalami beberapa episode infeksi pada kaki sebelumnya. Selain itu, pasien juga merokok dan memiliki riwayat hipertensi yang tidak terkontrol dengan baik. Riwayat Keluhan: Pasien melaporkan bahwa luka pada kaki kiri muncul setelah ia merasa ada lecet di daerah tumit setelah berjalan terlalu lama beberapa bulan yang lalu. Luka tersebut tidak kunjung sembuh meskipun telah dirawat dengan antiseptik dan beberapa salep antibiotik. Pasien merasa nyeri, terutama saat berjalan atau berdiri, dan mengeluhkan adanya pembengkakan pada sekitar luka. Luka semakin membesar dan mengeluarkan cairan berwarna kekuningan dengan bau tidak sedap. Pasien juga mengeluhkan kram pada betis dan nyeri hebat pada kaki yang mulai menyebar ke daerah sekitar luka. Riwayat Medis: Diabetes Melitus Tipe 2: Terdiagnosis sejak 12 tahun lalu, kontrol glikemik tidak optimal dengan hemoglobin Alc mencapai 8,5%. Penyakit Pembuluh Darah Perifer (PVD): Dikenal sejak 5 tahun lalu, dengan keluhan nyeri kaki saat berjalan (klaudikasio intermiten). Hipertensi: Terdiagnosis 10 tahun lalu, kontrol tekanan darah tidak optimal. Merokok: Pasien merokok sekitar 1 bungkus per hari selama 25 tahun. Pemeriksaan Fisik: Tanda Vital: Tekanan darah 160/90 mmHg, frekuensi jantung 85 bpm, saturasi oksigen 96%, suhu tubuh 36,9°C. Pemeriksaan Kulit: Ditemukan luka kronis pada kaki kiri, tepatnya di bagian tumit, dengan ukuran sekitar 5 cm x 4 cm. Luka tersebut dalam dengan jaringan nekrotik di bagian tengah, dikelilingi oleh kulit yang tampak meradang dan sedikit pembengkakan. Terdapat exudat berwarna kuning kehijauan dengan bau tidak sedap. Tidak ada perdarahan, tetapi ada tanda-tanda infeksi lokal (eritema dan nyeri tekan). Pemeriksaan Pembuluh Darah: Teraba pulsasi arteri dorsalis pedis lemah pada kaki kiri, sementara arteri tibialis posterior tidak teraba. Pada kaki kanan, pulsasi arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior normal. Neurologis: Tidak ada defisit sensorik atau motorik, namun pasien melaporkan penurunan sensasi pada kaki kiri terutama di daerah sekitar luka. Pemeriksaan Penunjang: Tes Laboratorium: Glukosa darah: 220 mg/dL (terlalu tinggi, menunjukkan kontrol glikemik yang buruk). Hemoglobin Alc: 8,5% (tinggi, menunjukkan kontrol diabetes yang buruk). Albumin: 3,1 g/dL (sedikit rendah, menunjukkan kemungkinan malnutrisi). C-Reactive Protein (CRP): 25 mg/L (meningkat, menunjukkan adanya inflamasi atau infeksi). Leukosit: 12.000/mm² (terjadi leukositosis, mengindikasikan infeksi). Doppler Arteri: Pemeriksaan Doppler menunjukkan penurunan aliran darah pada arteri tibialis posterior dan dorsalis pedis kaki kiri, dengan indeks pergelangan-berdengkul (ABI) 0,6, yang menunjukkan adanya penyakit pembuluh darah perifer (PVD) yang berat. Kultur Luka: Kultur menunjukkan pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus pada luka, yang mengindikasikan adanya infeksi berat pada luka.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kasus yang dipaparkan, dapat ditentukan diagnosis keperawatan SDKI yang sesuai, luaran/output yang diharapkan, serta intervensi keperawatan yang diperlukan, sebagai berikut:
Diagnosis Keperawatan SDKI:
1. Risiko Infeksi
- Definisi: Peningkatan risiko organisme patogen untuk menyerang pertahanan tubuh dan menyebabkan infeksi.
- Faktor Risiko: Diabetes melitus, penyakit pembuluh darah perifer, luka kronik, merokok, kontrol glukosa darah yang buruk.
2. Perfusi Jaringan Perifer Tidak Efektif
- Definisi: Pengurangan aliran darah arteri ke jaringan perifer, yang dapat mengakibatkan kerusakan jaringan.
- Faktor Terkait: Penyakit pembuluh darah perifer, kontrol tekanan darah yang buruk, merokok.
3. Integritas Kulit Terganggu
- Definisi: Kerusakan pada epidermis dan/atau dermis.
- Faktor Terkait: Luka kronis, penyakit pembuluh darah perifer, diabetes melitus.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Risiko Infeksi:
- Kontrol Infeksi: Bebas dari tanda dan gejala infeksi
- Pengendalian Risiko: Mampu mengidentifikasi dan mengurangi faktor risiko infeksi
2. Perfusi Jaringan Perifer Tidak Efektif:
- Perfusi Jaringan: Perbaikan aliran darah dan oksigenasi jaringan perifer
- Pergerakan Ekstremitas: Peningkatan kemampuan untuk bergerak secara mandiri
3. Integritas Kulit Terganggu:
- Penyembuhan Luka: Perbaikan jaringan kulit dan penyembuhan luka
- Toleransi Aktivitas: Peningkatan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Risiko Infeksi:
- Pemantauan Tanda-Tanda Infeksi: Mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi secara dini
- Perawatan Luka: Melakukan perawatan luka dengan prinsip aseptik dan penggantian balutan yang tepat
- Edukasi Manajemen Diabetes: Memberikan edukasi tentang pentingnya kontrol glikemik yang baik untuk mencegah infeksi
2. Perfusi Jaringan Perifer Tidak Efektif:
- Manajemen Aktivitas: Mengatur aktivitas dan istirahat pasien untuk meningkatkan perfusi jaringan
- Terapi Oksigen: Mempertahankan saturasi oksigen yang adekuat
- Terapi Farmakologis: Pemberian obat-obatan untuk meningkatkan perfusi (misalnya vasodilator)
3. Integritas Kulit Terganggu:
- Perawatan Luka: Melakukan debridemen, irigasi, dan penggantian balutan luka secara tepat
- Peningkatan Perfusi Jaringan: Intervensi untuk meningkatkan aliran darah dan oksigenasi jaringan
- Edukasi Perawatan Kaki: Memberikan edukasi tentang perawatan kaki bagi pasien diabetes
Penjelasan rinci dan terperinci untuk setiap poin di atas:
Diagnosis Keperawatan SDKI:
1. Risiko Infeksi:
- Definisi: Risiko infeksi pada pasien ini tinggi karena adanya beberapa faktor risiko, yaitu diabetes melitus, penyakit pembuluh darah perifer, luka kronik, merokok, dan kontrol glukosa darah yang buruk. Kondisi-kondisi tersebut dapat meningkatkan kemungkinan organisme patogen menyerang pertahanan tubuh dan menyebabkan infeksi pada luka.
2. Perfusi Jaringan Perifer Tidak Efektif:
- Definisi: Pasien mengalami penurunan aliran darah arteri ke jaringan perifer (kaki), yang dapat disebabkan oleh penyakit pembuluh darah perifer, kontrol tekanan darah yang buruk, dan merokok. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan jaringan pada kaki.
3. Integritas Kulit Terganggu:
- Definisi: Pasien mengalami kerusakan pada epidermis dan/atau dermis, yang ditandai dengan adanya luka kronis pada kaki kiri. Kondisi ini dapat dipengaruhi oleh penyakit pembuluh darah perifer, diabetes melitus, dan luka kronis.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Risiko Infeksi:
- Kontrol Infeksi: Diharapkan pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi, seperti tidak ada peningkatan suhu tubuh, cairan luka yang jernih, dan tidak ada tanda inflamasi pada luka.
- Pengendalian Risiko: Diharapkan pasien mampu mengidentifikasi dan mengurangi faktor risiko infeksi, seperti melakukan kontrol glikemik yang baik, memperhatikan perawatan luka, dan menghentikan kebiasaan merokok.
2. Perfusi Jaringan Perifer Tidak Efektif:
- Perfusi Jaringan: Diharapkan terjadi perbaikan aliran darah dan oksigenasi pada jaringan perifer (kaki), sehingga dapat mencegah kerusakan jaringan lebih lanjut.
- Pergerakan Ekstremitas: Diharapkan terjadi peningkatan kemampuan pasien untuk bergerak secara mandiri, karena nyeri dan kram pada kaki berkurang.
3. Integritas Kulit Terganggu:
- Penyembuhan Luka: Diharapkan terjadi perbaikan jaringan kulit dan penyembuhan luka pada kaki kiri pasien.
- Toleransi Aktivitas: Diharapkan terjadi peningkatan kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas sehari-hari, seperti berjalan dan berdiri, karena luka sudah sembuh dan nyeri berkurang.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Risiko Infeksi:
- Pemantauan Tanda-Tanda Infeksi: Perawat perlu melakukan pemantauan secara rutin terhadap tanda dan gejala infeksi, seperti pemeriksaan suhu tubuh, inspeksi luka, dan pemantauan karakteristik cairan luka.
- Perawatan Luka: Perawat harus melakukan perawatan luka secara aseptik, termasuk debridemen, irigasi, dan penggantian balutan yang tepat untuk mencegah infeksi.
- Edukasi Manajemen Diabetes: Perawat harus memberikan edukasi kepada pasien tentang pentingnya kontrol glikemik yang baik untuk mencegah infeksi.
2. Perfusi Jaringan Perifer Tidak Efektif:
- Manajemen Aktivitas: Perawat harus mengatur aktivitas dan istirahat pasien untuk meningkatkan perfusi jaringan pada kaki, seperti menganjurkan pasien untuk berbaring atau mengangkat kaki saat istirahat.
- Terapi Oksigen: Perawat harus mempertahankan saturasi oksigen yang -
Article No. 12136 | 12 Feb 2025
Klinis : Seorang laki-laki berumur 45 tahun dirawat di RS dengan keluhan tidak nafsu makan. Pasien mengatakan badannya lemah, kekuatan otot 3 dan kaku saat menggerakan kaki. Dan jika ke kamar mandi harus dibantu.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Assalamualaikum, Saya adalah seorang perawat profesional yang akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat terkait SDKI, SLKI, dan SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi pasien yang Anda deskripsikan.
Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh Berhubungan dengan Penurunan Nafsu Makan
Penjelasan:
Pasien mengeluhkan tidak ada nafsu makan, yang mengarah pada diagnosa keperawatan Gangguan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti penyakit, obat-obatan, atau kondisi psikologis. Pasien juga mengalami kelemahan dan kekakuan pada otot, yang dapat mengakibatkan penurunan asupan nutrisi.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Kode: 00002
Definisi: Asupan nutrisi yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Kode: 0004
Luaran: Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Definisi: Keadaan di mana jumlah cairan dan elektrolit dalam tubuh berada dalam rentang normal.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Kode: 0030
Intervensi: Manajemen Nutrisi
Definisi: Pengaturan pemberian nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan pasien.
Tujuan intervensi keperawatan ini adalah untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien, meningkatkan nafsu makan, dan mencapai keseimbangan cairan dan elektrolit.
Saya harap penjelasan ini dapat membantu Anda memahami diagnosa keperawatan dan standar PPNI yang terkait dengan kondisi pasien. Jika ada pertanyaan lain, jangan ragu untuk menanyakannya. -
Article No. 12137 | 12 Feb 2025
Klinis : pasien rujukan dr rs mitra delima dengan sesak disertai dengan batuk kurleb 1 minggu yll, dahak tidak bisa keluar
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
Pola Napas Tidak Efektif
Penjelasan singkat:
Pola Napas Tidak Efektif menurut SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia) adalah kondisi di mana individu mengalami perubahan dalam frekuensi, kedalaman, atau kemudahan bernafas yang dapat mengganggu ventilasi.
Berdasarkan kondisi pasien yang Anda berikan, pasien mengalami sesak nafas disertai batuk selama kurang lebih 1 minggu, dan tidak dapat mengeluarkan dahak dengan baik. Hal ini menunjukkan adanya perubahan dalam pola napas yang tidak efektif.
Menurut SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), luaran yang diharapkan dari penanganan Pola Napas Tidak Efektif adalah Pola Napas Efektif, di mana pasien dapat bernafas dengan frekuensi, kedalaman, dan kemudahan yang sesuai.
Selanjutnya, SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) menyarankan beberapa intervensi yang dapat dilakukan, seperti:
1. Manajemen Jalan Napas
2. Oksigenasi
3. Fisioterapi Dada
4. Edukasi Manajemen Penyakit Paru
Penerapan intervensi-intervensi tersebut diharapkan dapat membantu pasien untuk memperoleh pola napas yang efektif dan mengatasi kondisi sesak nafas serta kesulitan mengeluarkan dahak yang dialami. -
Article No. 12138 | 12 Feb 2025
Klinis : Intervensi hipertermia
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
Hipertermia
Penjelasan singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Hipertermia didefinisikan sebagai peningkatan suhu tubuh di atas 37,5°C atau 99,5°F. Diagnosis ini menjelaskan kelainan termoregulasi yang menyebabkan peningkatan suhu tubuh.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari intervensi hipertermia meliputi:
1. Suhu tubuh normal.
2. Tidak ada tanda-tanda infeksi.
3. Tidak ada komplikasi yang terkait dengan hipertermia.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan untuk mengatasi hipertermia mencakup:
1. Pemantauan suhu tubuh secara berkala.
2. Pemberian cairan dan elektrolit sesuai indikasi.
3. Penggunaan metode pendinginan, seperti kompres dingin atau kipas angin.
4. Pemberian obat penurun demam jika diperlukan.
5. Identifikasi dan penanganan penyebab hipertermia.
6. Edukasi pasien dan keluarga tentang manajemen hipertermia.
Dalam kondisi ini, perawat berperan aktif dalam memantau, mengevaluasi, dan mengelola hipertermia pada pasien. Tujuannya adalah untuk menurunkan suhu tubuh, mencegah komplikasi, dan memastikan pemulihan yang optimal. -
Article No. 12139 | 12 Feb 2025
Klinis : laporan pendahuluan CPD
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan informasi yang rinci dan terperinci mengenai diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi keperawatan yang sesuai untuk kondisi laporan pendahuluan CPD. Tone yang saya gunakan adalah akademis, dengan persona seorang pakar perawat.
1. Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai:
Berdasarkan kondisi laporan pendahuluan CPD, diagnosa keperawatan yang sesuai adalah Risiko Kekurangan Pengetahuan. Diagnosa ini mengacu pada SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia) dan menggambarkan kondisi pasien yang berisiko mengalami kekurangan pengetahuan terkait dengan penyakitnya, perawatan, atau prosedur yang harus dilakukan.
Karakteristik yang mendukung diagnosa ini meliputi:
- Pasien menunjukkan kurangnya pemahaman tentang penyakit, perawatan, atau prosedur yang harus dilakukan.
- Pasien belum memiliki pengalaman atau informasi yang memadai terkait kondisi kesehatannya.
- Pasien menunjukkan kebingungan atau ketidakpastian dalam menghadapi kondisi kesehatannya.
- Pasien membutuhkan informasi tambahan untuk dapat membuat keputusan terkait perawatannya.
2. Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Setelah diberikan asuhan keperawatan yang sesuai, luaran yang diharapkan adalah Pengetahuan Meningkat. Luaran ini mengacu pada SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia) dan menggambarkan hasil yang diharapkan dari intervensi keperawatan yang diberikan.
Kriteria hasil yang dapat diukur untuk menilai tercapainya luaran ini meliputi:
- Pasien dapat menjelaskan dengan benar informasi terkait penyakit, perawatan, atau prosedur yang harus dilakukan.
- Pasien dapat mengidentifikasi sumber-sumber informasi yang dapat diakses untuk memperoleh pengetahuan tambahan.
- Pasien dapat mengungkapkan pemahaman yang lebih baik mengenai kondisi kesehatannya.
- Pasien dapat mengambil keputusan yang lebih tepat terkait perawatannya.
3. Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
Untuk mencapai luaran Pengetahuan Meningkat, beberapa intervensi keperawatan yang dapat dilakukan berdasarkan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) adalah:
a. Pendidikan Kesehatan
- Memberikan informasi dan penjelasan yang jelas dan terperinci kepada pasien mengenai penyakit, perawatan, dan prosedur yang harus dilakukan.
- Menggunakan media edukasi yang sesuai, seperti leaflet, poster, atau video, untuk membantu pasien memahami informasi dengan lebih baik.
- Memastikan pasien memahami informasi yang diberikan dan memberikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan.
b. Manajemen Informasi
- Mengidentifikasi sumber-sumber informasi yang dapat diakses oleh pasien, seperti buku, website, atau kontak dengan tenaga kesehatan lain.
- Membantu pasien dalam mengakses dan memahami informasi yang relevan dengan kondisi kesehatannya.
- Mendorong pasien untuk aktif mencari informasi tambahan yang diperlukan.
c. Dukungan Pengambilan Keputusan
- Membantu pasien dalam menganalisis berbagai pilihan perawatan dan konsekuensinya.
- Mendiskusikan dengan pasien mengenai pertimbangan-pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan terkait perawatannya.
- Mendorong pasien untuk mengungkapkan kebingungan atau kekhawatiran yang mungkin menghambat proses pengambilan keputusan.
Melalui intervensi-intervensi ini, diharapkan pasien dapat meningkatkan pengetahuannya, membuat keputusan yang lebih tepat, dan berpartisipasi secara aktif dalam perawatannya. -
Article No. 12140 | 12 Feb 2025
Klinis : tanda dan gejala diagnosa cephalopelvic disproportion
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi tanda dan gejala cephalopelvic disproportion.
Diagnosa Keperawatan:
Gangguan Proses Persalinan Berhubungan dengan Cephalopelvic Disproportion
Penjelasan:
1. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Gangguan Proses Persalinan adalah ketidakefektifan atau ketidakmampuan ibu dalam menjalani proses persalinan sesuai dengan tahapan yang normal, yang dapat disebabkan oleh faktor maternal, janin, atau lingkungan.
Cephalopelvic Disproportion adalah ketidaksesuaian ukuran kepala janin dengan ukuran panggul ibu, yang dapat menyebabkan persalinan terhambat atau tidak dapat berlangsung secara normal.
2. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dalam kasus ini adalah:
- Proses persalinan yang lancar
- Tidak terjadi komplikasi pada ibu maupun janin
3. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan:
- Memantau tanda-tanda vital ibu
- Mengevaluasi kemajuan persalinan
- Memberikan dukungan emosional dan informasi kepada ibu
- Melakukan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya (misalnya dokter) untuk menentukan tindakan selanjutnya, seperti induksi persalinan atau operasi caesar.
Dalam kondisi cephalopelvic disproportion, perawat berperan penting dalam memantau kemajuan persalinan, mengidentifikasi masalah yang mungkin timbul, dan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk mencapai luaran yang optimal bagi ibu dan bayi. -
Article No. 12141 | 12 Feb 2025
Klinis : tanda dan gejala diagnosa cephalopelvic disproportion
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, berikut adalah kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis terkait kondisi cephalopelvic disproportion:
1. Kode ICD-10:
- Kode: O65.0
- Deskripsi: Obstruksi persalinan oleh pelvic kelainan bentuk
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 72.71
- Deskripsi: Seksio Caesarea, elektif
Penjelasan:
1. Kode ICD-10 O65.0 menggambarkan kondisi cephalopelvic disproportion, yang merupakan situasi di mana kepala janin tidak dapat melewati panggul ibu yang tidak proporsional. Ini dapat terjadi karena kelainan bentuk panggul, ukuran panggul yang tidak sesuai, atau ukuran kepala janin yang terlalu besar.
2. Dalam kasus cephalopelvic disproportion, prosedur yang sering dilakukan adalah seksio caesarea (kode ICD-9-CM 72.71) untuk mengatasi kesulitan persalinan dan mencegah komplikasi bagi ibu dan bayi. Seksio caesarea dilakukan dengan membuat insisi pada dinding perut dan uterus ibu untuk mengeluarkan bayi.
Catatan: Kode ICD-9-CM digunakan untuk klasifikasi tindakan medis di Amerika Serikat, sedangkan kode ICD-10 digunakan secara global. Dalam praktik di Indonesia, kode ICD-10 lebih relevan untuk digunakan. -
Article No. 12142 | 12 Feb 2025
Klinis : tanda dan gejala diagnosa cephalopelvic disproportion
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci untuk setiap poin yang Anda minta.
1. Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi cephalopelvic disproportion:
Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi cephalopelvic disproportion adalah "Risiko Komplikasi Persalinan". Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah kondisi di mana ukuran kepala bayi tidak sesuai dengan ukuran panggul ibu, sehingga dapat menghambat proses persalinan dan meningkatkan risiko komplikasi.
Tanda dan gejala CPD mencakup:
- Palpasi abdominal yang menunjukkan kepala bayi tidak dapat masuk ke dalam panggul
- Kemajuan persalinan yang tidak adekuat meskipun kontraksi uterus kuat
- Kepala bayi yang tidak dapat terfiksasi di atas panggul
- Pembukaan serviks yang tidak progresif
- Ketidaksesuaian antara ukuran kepala bayi dan diameter panggul ibu
2. Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Setelah diberikan Asuhan Keperawatan, luaran yang diharapkan adalah:
- Tidak terjadi komplikasi selama persalinan
- Proses persalinan dapat berlangsung dengan aman dan lancar
- Ibu dan bayi dalam kondisi sehat setelah persalinan
- Tidak ada tanda-tanda kegawatdaruratan maternal atau neonatal
Indikator luaran yang dapat diukur antara lain:
- Tanda-tanda vital ibu dan bayi dalam batas normal
- Kemajuan persalinan sesuai dengan fase yang diharapkan
- Tidak ada tanda infeksi atau pendarahan yang signifikan
- Bayi lahir dengan Apgar score > 7 pada menit ke-1 dan ke-5
3. Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
Beberapa intervensi Keperawatan yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan luaran pada kasus cephalopelvic disproportion antara lain:
a. Pemantauan Keadaan Ibu dan Janin:
- Mengkaji secara komprehensif kondisi ibu dan janin
- Memantau tanda-tanda vital ibu dan denyut jantung janin
- Mengkaji kemajuan persalinan dan posisi janin
b. Manajemen Persalinan:
- Mengkolaborasikan rencana persalinan dengan tim kesehatan
- Memfasilitasi posisi dan ambulasi yang membantu kemajuan persalinan
- Memberikan dukungan emosional dan psikologis selama proses persalinan
c. Pencegahan Komplikasi:
- Mengidentifikasi faktor risiko dan tanda-tanda komplikasi dini
- Melakukan tindakan untuk mencegah komplikasi, seperti pemberian oksigen, cairan intravena, dan manajemen nyeri
- Mempersiapkan rujukan ke fasilitas yang lebih memadai jika diperlukan
d. Edukasi dan Konseling:
- Memberikan informasi dan edukasi kepada ibu dan keluarga tentang kondisi CPD dan rencana asuhan yang akan diberikan
- Mendiskusikan dan melibatkan ibu dan keluarga dalam pengambilan keputusan terkait persalinan
Implementasi intervensi keperawatan ini harus dilakukan secara komprehensif dan berkesinambungan untuk mencapai luaran yang diharapkan pada kasus cephalopelvic disproportion. -
Article No. 12143 | 12 Feb 2025
Klinis : gangguan rasa nyaman
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan Diagnosa Keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi gangguan rasa nyaman.
Diagnosa Keperawatan:
Gangguan Rasa Nyaman (Nyeri Kronis)
Definisi:
Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau digambarkan dalam istilah kerusakan tersebut.
Faktor-faktor yang berhubungan:
1. Penyakit kronik
2. Cedera
3. Prosedur diagnostik atau terapeutik
4. Perubahan fisiologis
Batasan Karakteristik:
1. Melaporkan nyeri yang berlangsung lama
2. Ekspresi wajah menunjukkan ketidaknyamanan
3. Perubahan pola tidur
4. Perubahan nafsu makan
5. Perubahan aktivitas
6. Kelelahan
7. Perubahan mood
Luaran Keperawatan (SLKI):
1. Tingkat Nyeri Menurun
2. Kualitas Tidur Membaik
3. Fungsi Aktivitas Meningkat
4. Tingkat Kelelahan Menurun
5. Mood Membaik
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Manajemen Nyeri
2. Manajemen Tidur
3. Terapi Aktivitas
4. Manajemen Kelelahan
5. Terapi Modalitas Nyeri
Penjelasan singkat:
Diagnosa keperawatan "Gangguan Rasa Nyaman (Nyeri Kronis)" menggambarkan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial. Pasien mungkin melaporkan nyeri yang berlangsung lama, menunjukkan ekspresi wajah yang tidak nyaman, mengalami perubahan pola tidur, nafsu makan, aktivitas, kelelahan, dan mood. Luaran keperawatan yang diharapkan adalah penurunan tingkat nyeri, peningkatan kualitas tidur dan fungsi aktivitas, penurunan tingkat kelelahan, serta perbaikan mood. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan meliputi manajemen nyeri, manajemen tidur, terapi aktivitas, manajemen kelelahan, dan terapi modalitas nyeri.