Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 12771 | 23 Feb 2025
Klinis : apa diagnosa pasien dengan kehamilan aterm
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan informasi yang rinci dan akademis sebagai seorang pakar perawat terkait kondisi kehamilan aterm.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Untuk kondisi kehamilan aterm, diagnosa keperawatan yang sesuai adalah:
1. Risiko Komplikasi Persalinan Terkait Kurang Persiapan
- Definisi: Risiko mengalami komplikasi selama persalinan yang terkait dengan kurangnya persiapan ibu hamil dan keluarga.
- Faktor Risiko: Kurangnya pengetahuan tentang proses persalinan, kurangnya dukungan keluarga, dan pengalaman persalinan sebelumnya yang negatif.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan pasien dengan kehamilan aterm dapat mencapai luaran sebagai berikut:
1. Pengetahuan Tentang Proses Persalinan Meningkat
- Kriteria Hasil: Pasien dapat menjelaskan dengan benar tahapan proses persalinan, komplikasi yang mungkin terjadi, dan tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi.
2. Kesiapan Menghadapi Persalinan Meningkat
- Kriteria Hasil: Pasien dan keluarga menunjukkan kesiapan secara fisik, psikologis, dan sosial dalam menghadapi proses persalinan.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
Untuk mencapai luaran yang diharapkan, intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah:
1. Edukasi Tentang Proses Persalinan
- Definisi: Memberikan informasi dan penjelasan kepada pasien dan keluarga mengenai tahapan proses persalinan, komplikasi yang mungkin terjadi, dan tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi.
- Aktivitas: Memberikan informasi dan penjelasan secara terperinci dan mudah dipahami, menggunakan media edukasi, mendorong pasien dan keluarga untuk bertanya dan berdiskusi.
2. Fasilitasi Persiapan Persalinan
- Definisi: Membantu pasien dan keluarga dalam mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk proses persalinan, baik secara fisik, psikologis, maupun sosial.
- Aktivitas: Membantu pasien dan keluarga menyiapkan perlengkapan persalinan, memberikan dukungan emosional, melibatkan keluarga dalam proses persiapan, dan mengajarkan teknik relaksasi.
Dengan diagnosa keperawatan, luaran yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang sesuai, diharapkan dapat membantu pasien dengan kehamilan aterm dalam menghadapi proses persalinan dengan lebih baik dan meminimalisir risiko komplikasi yang mungkin terjadi. -
Article No. 12772 | 23 Feb 2025
Klinis : apa diagnosa pada pasien hamil aterm
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan informasi yang rinci dan terperinci terkait diagnosa keperawatan, luaran yang diharapkan, dan intervensi keperawatan untuk pasien hamil aterm.
Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
Untuk pasien hamil aterm, diagnosa keperawatan SDKI yang sesuai adalah:
1. Risiko Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh
Pasien hamil aterm berisiko mengalami ketidakseimbangan nutrisi akibat meningkatnya kebutuhan nutrisi selama kehamilan. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi bagi ibu dan janin, seperti anemia, pertumbuhan janin terhambat, dan peningkatan risiko persalinan prematur.
2. Risiko Ketidakefektifan Pola Napas
Pasien hamil aterm berisiko mengalami ketidakefektifan pola napas akibat peningkatan kebutuhan oksigen dan perubahan mekanika pernafasan selama kehamilan. Hal ini dapat menyebabkan gangguan oksigenasi bagi ibu dan janin.
3. Risiko Ketidakseimbangan Cairan
Pasien hamil aterm berisiko mengalami ketidakseimbangan cairan akibat peningkatan kebutuhan cairan selama kehamilan. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi seperti edema, hipovolemia, dan dehidrasi.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Nutrisi Seimbang
Pasien dapat mempertahankan intake nutrisi yang adekuat sesuai kebutuhan selama kehamilan, tidak terjadi defisit atau kelebihan nutrisi.
2. Pola Napas Efektif
Pasien dapat mempertahankan pola napas yang efektif, tidak terjadi gangguan oksigenasi bagi ibu dan janin.
3. Keseimbangan Cairan
Pasien dapat mempertahankan keseimbangan cairan yang adekuat, tidak terjadi edema, hipovolemia, atau dehidrasi.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Manajemen Nutrisi
a. Kaji kebutuhan nutrisi pasien selama kehamilan
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menyusun rencana diet yang adekuat
c. Monitor asupan dan output nutrisi pasien
d. Edukasi pasien dan keluarga tentang pentingnya nutrisi selama kehamilan
2. Manajemen Pernafasan
a. Kaji pola napas pasien, pantau tanda-tanda gangguan oksigenasi
b. Ajarkan teknik relaksasi dan pernapasan diafragmatik
c. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian oksigen jika diperlukan
d. Edukasi pasien dan keluarga tentang pentingnya pola napas efektif
3. Manajemen Cairan
a. Kaji status hidrasi pasien, pantau tanda-tanda ketidakseimbangan cairan
b. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian cairan parenteral jika diperlukan
c. Anjurkan asupan cairan oral yang adekuat
d. Edukasi pasien dan keluarga tentang pentingnya keseimbangan cairan
Dengan memahami diagnosa keperawatan, luaran yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang sesuai, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan berkualitas untuk memenuhi kebutuhan pasien hamil aterm. -
Article No. 12773 | 23 Feb 2025
Klinis : Kasus Seorang laki-laki, usia 43 tahun, dirawat di ruang penyakit dalam dengan keluhan sesak nafas. Anda sebagai perawat melakukan pengkajian dan mendapatkan data sebagai berikut: a. Pasien mengatakan sesak nafas b. Dari hasil pengkajian didapatkan data batuk berdahak berwarna kekuningan, ronchi positif pada kedua lapang paru. c. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan data yaitu TD 130/80 mmHg, Suhu 38 C, sedangkan hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan Ph 7,35, PCO2 46 mmHg, PO2 80 mmHg, HCO3 20 mEq/Dl. 1. 2. 3. Instruksi Penugasan Lengkapi data dan hasil pemeriksaan fisik serta laboratoriun lainnya yang diperlukan untuk menyusun asuhan keperawatan pada pasien tersebut Tegakkan apa saja diagnose yang mungkin muncul pada pasien Demonstrasikan terapi oksigen sesuai kebutuhan pasien
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan membantu Anda dalam menyusun asuhan keperawatan untuk pasien tersebut.
1. Kelengkapan data dan hasil pemeriksaan fisik serta laboratorium lainnya:
a. Riwayat penyakit sebelumnya (penyakit paru kronis, riwayat merokok, dll.)
b. Pemeriksaan fisik lainnya: frekuensi napas, irama napas, penggunaan otot bantu napas, sianosis, edema ekstremitas, dll.
c. Pemeriksaan laboratorium: kadar leukosit, hitung jenis sel darah, kadar elektrolit, dll.
2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul:
a. Pola Napas Tidak Efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas ditandai dengan sesak napas, batuk berdahak, dan ronchi pada kedua lapang paru.
b. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas berhubungan dengan produksi sekret yang berlebihan ditandai dengan batuk berdahak berwarna kekuningan.
c. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan keterbatasan kapasitas fungsional ditandai dengan sesak napas saat beraktivitas.
3. Terapi Oksigen:
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, pasien mengalami hipoventilasi (PCO2 46 mmHg) dengan hipoksemia (PO2 80 mmHg). Untuk mengatasi hal ini, dapat diberikan terapi oksigen dengan flow rate yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien.
Demonstrasi Terapi Oksigen:
a. Persiapkan alat: tabung oksigen, regulator oksigen, selang oksigen, dan kanula nasal atau masker oksigen.
b. Jelaskan prosedur kepada pasien dan dapatkan persetujuannya.
c. Pasang kanula nasal atau masker oksigen pada pasien.
d. Buka tabung oksigen dan atur flow rate sesuai kondisi pasien (misal: 2-4 L/menit).
e. Pantau saturasi oksigen (SpO2) pasien dan sesuaikan flow rate bila perlu.
f. Berikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang tujuan dan perawatan terapi oksigen.
Semoga penjelasan ini dapat membantu Anda dalam menyusun asuhan keperawatan untuk pasien tersebut. Jika ada pertanyaan lain, jangan ragu untuk menanyakannya. -
Article No. 12774 | 23 Feb 2025
Klinis : Kasus Seorang laki-laki, usia 43 tahun, dirawat di ruang penyakit dalam dengan keluhan sesak nafas. Anda sebagai perawat melakukan pengkajian dan mendapatkan data sebagai berikut: a. Pasien mengatakan sesak nafas b. Dari hasil pengkajian didapatkan data batuk berdahak berwarna kekuningan, ronchi positif pada kedua lapang paru. c. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan data yaitu TD 130/80 mmHg, Suhu 38 C, sedangkan hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan Ph 7,35, PCO2 46 mmHg, PO2 80 mmHg, HCO3 20 mEq/Dl. 1. 2. 3. Instruksi Penugasan Lengkapi data dan hasil pemeriksaan fisik serta laboratoriun lainnya yang diperlukan untuk menyusun asuhan keperawatan pada pasien tersebut Tegakkan apa saja diagnose yang mungkin muncul pada pasien Demonstrasikan terapi oksigen sesuai kebutuhan pasien
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan membantu Anda dalam menyusun asuhan keperawatan untuk pasien tersebut.
1. Lengkapi data dan hasil pemeriksaan fisik serta laboratorium lainnya yang diperlukan:
a. Pemeriksaan Fisik:
- Frekuensi Napas: ___ kali/menit
- Saturasi Oksigen (SpO2): ___ %
- Pemeriksaan Jantung: ___ (normal/abnormal)
- Pemeriksaan Abdomen: ___ (normal/abnormal)
- Edema Ekstremitas: ___ (ada/tidak ada)
b. Pemeriksaan Laboratorium:
- Kadar Hemoglobin (Hb): ___ g/dL
- Jumlah Leukosit: ___ sel/mm³
- Jumlah Trombosit: ___ sel/mm³
- Ureum: ___ mg/dL
- Kreatinin: ___ mg/dL
2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul:
a. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
b. Pola Napas Tidak Efektif
c. Intoleransi Aktivitas
d. Perubahan Perfusi Jaringan Paru
3. Demonstrasi Terapi Oksigen:
Sebagai perawat, saya akan melakukan terapi oksigen sesuai dengan kebutuhan pasien. Pertama-tama, saya akan mengukur saturasi oksigen (SpO2) pasien menggunakan pulse oximeter. Jika saturasi oksigen di bawah 92%, maka saya akan memberikan oksigen tambahan melalui kanula nasal atau masker oksigen.
Tujuan pemberian oksigen adalah untuk meningkatkan kadar oksigen dalam darah dan mencegah terjadinya hipoksemia. Dosis oksigen yang diberikan akan disesuaikan dengan hasil pemeriksaan saturasi oksigen, sehingga dapat mencapai target saturasi oksigen yang diinginkan, yaitu sekitar 94-98%.
Saya akan terus memantau dan menyesuaikan pemberian oksigen sesuai dengan kondisi pasien. Pemberian oksigen yang tepat dapat membantu mengatasi sesak napas dan memperbaiki pertukaran gas dalam paru-paru.
Apakah ada pertanyaan lain yang dapat saya bantu? -
Article No. 12775 | 23 Feb 2025
Klinis : carikan kemungkinan luaran yang di pakai untuk kasus risiko perilaku kekerasan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Sebagai seorang perawat profesional, saya akan memberikan Diagnosa Keperawatan dan penjelasan singkat terkait standar SDKI - SLKI - SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi risiko perilaku kekerasan.
Diagnosa Keperawatan:
Risiko Perilaku Kekerasan
Definisi:
Risiko perilaku kekerasan adalah keadaan rentan yang dapat menyebabkan individu melakukan tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain secara verbal, fisik, atau psikologis.
Faktor Risiko:
1. Riwayat perilaku kekerasan sebelumnya
2. Masalah kesehatan mental (contoh: skizofrenia, gangguan bipolar)
3. Pengaruh eksternal (contoh: lingkungan yang tidak kondusif, stres, frustasi)
4. Defisit dalam keterampilan koping
Luaran yang Diharapkan (SLKI):
1. Klien dapat mengendalikan perilaku kekerasan.
2. Klien dapat menggunakan strategi koping yang efektif.
3. Klien dapat berpartisipasi dalam perawatan kesehatan jiwa.
4. Klien dapat mencegah terjadinya perilaku kekerasan.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Manajemen Perilaku Kekerasan
2. Terapi Perilaku
3. Edukasi Kesehatan Jiwa
4. Terapi Relaksasi
5. Terapi Aktivitas
Dengan menggunakan standar SDKI, SLKI, dan SIKI, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan terstandar untuk mengelola risiko perilaku kekerasan pada klien. Tujuannya adalah membantu klien mencapai luaran yang diharapkan dan mencegah terjadinya tindakan kekerasan yang membahayakan diri sendiri maupun orang lain. -
Article No. 12776 | 23 Feb 2025
Klinis : Ny. W, berusia 42 tahun, seorang ibu IRT masuk rumah sakit dengan keluhan lemas seluruh tubuh, nyeri kepala, demam, sariawan pada mulut dan nyeri menelan dan demam. Keluhan nyeri kepala dirasakan sejak 6 hari sebelum MRS. Nyeri dirasakan di seluruh kepala seperti tertindih beban. Nyeri muncul terus menerus dan dirasakan memberat saat beraktivitas. Pasien juga mengeluhkan demam sejak 5 hari sebelum MRS. Demam dikatakan naik turun. Keluhan nyeri kepala dan demam membaik setelah minum obat dan kembali muncul beberapa jam kemudian. Saat ini pasien sudah tidak mengeluhkan adanya nyeri kepala ataupun demam. Pasien mengeluhkan sariawan pada mulut dan nyeri telan sejak 6 hari sebelum MRS. Sariawan dan nyeri telan dirasakan semakin memberat hingga pasien sulit makan dan mengalami penurunan berat badan 6 Kg. Selain itu pasien juga mengeluhkan batuk. Batuk muncul 4 hari setelah MRS. Batuk hilang timbul, disertai dahak kental, berwarna putih, volume sekitar 1⁄4 sendok makan. Batuk dirasakan tidak terlalu berat. Batuk juga tidak disertai darah. Pasien menyangkal mengalami sesak, rasa berdebar dan nyeri dada. Nyeri sendi bahu dan siku sejak 1 bulan dan memberat 6 hari sebelum MRS. Nyeri memberat saat bahu digerakkan dan membaik jika diistirahatkan. Nyeri sendi ini menganggu pergerakan pasien sehingga mengganggu aktivitasnya. Pasien juga mengeluhkan muncul bercak-bercak kemerahan pada daerah pipi, lengan atas kanan dan kiri, punggung, telapak tangan dan telapak kaki. Keluhan ini muncul sejak ±6 bulan sebelum MRS. Bercak ini muncul hilang timbul, tidak gatal, tidak bentol dan tidak nyeri. Pasien juga mengeluhkan rambut rontok sejak 3 bulan dan adanya penurunan berat badan sejak ±6 bulan sebelum MRS. Pasien tidak tahu persis berapa jumlah penurunan berat badan karena tidak pernah menimbang secara rutin. Dari riwayat penyakit dahulu, pasien mengatakan pernah mengalami keluhan yang sama seperti dengan yang dialami sekarang. MRS 2 tahun yang lalu selama seminggu karena keluhan lemas dan oleh dokter didiagnosis sebagai penyakit Lupus. Pasien rutin kontrol dan minum obat metilprednisolone. Riwayat penyakit jantung, hipertensi, alergi obat, kencing manis, penyakit hati, atau penyakit persendian tidak ada. Tidak ada Riwayat anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien. Hasil pemeriksaan tekanan darah= 116/79 mmHg; denyut jantung= 114x/mnt; RR= 18x/mnt; suhu tubuh= 38.0°C; berat badan= 47.8 Kg; Tinggi badan= 163 cm. Terlihat bercak eritomatosa berbatas tegas, seperti kupu-kupu, dan melintasi batang hidung tanpa mengenai nasolabial. Conjungtiva anemis. Terlihat rambut tipis dan rontok. Ditemukan pembesaran kelenjar getah bening dengan ukuran bervariasi yang tidak ada keluhan nyeri pada submandibular dan supraklavikula. Pasien dalam keadaan sadar dan orientasi baik. Pemeriksaan Laboratorium Hb = 7.5 g/dl, Trombosit = 60.000/mm3, Leukosit= 3000/mm3, Limposit 700/mm3 , ANA Positif, anti-dsDNA meningkat, komplemen C3 dan C4 menurun. Pemeriksaan urin: keton +1, urobilinogen +1, bilirubin +1, eritrosit +3 Pemeriksaan Radiologi : pemeriksaa thoraks AP didapatkan kesan pneumonia. Penatalaksanaan dan pengobatan: Diet 1800 kkal, IVFD NaCl 0,9% : Aminofusin = 1 : 1, 20 tetes per menit, Methylprednisolone 3x16 mg per oral, Ciprofloxacin 2x4 mg intravena, Ceftriaxone 2x2 gr intravena, Paracetamol 3x500 mg per oral.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, dan sariawan.
Penjelasan: Pasien mengalami penurunan berat badan 6 kg dalam 6 hari terakhir. Hal ini disebabkan oleh adanya sariawan pada mulut dan nyeri menelan yang membuat pasien sulit untuk makan.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Penjelasan: Pasien mengalami kelemahan seluruh tubuh dan nyeri sendi yang menganggu aktivitasnya sehari-hari.
3. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
Penjelasan: Pasien mengalami nyeri kepala, nyeri menelan, dan nyeri sendi yang dirasakan sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun.
Penjelasan: Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, pasien mengalami penurunan jumlah leukosit dan limfosit yang menunjukkan penurunan sistem imun.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
1. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
2. Intoleransi aktivitas
3. Nyeri akut
4. Risiko infeksi
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Status nutrisi: Berat badan, Kadar protein serum
2. Toleransi aktivitas, Mobilitas
3. Kontrol nyeri
4. Bebas infeksi
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Manajemen nutrisi, Terapi nutrisi
2. Manajemen aktifitas dan latihan, Perawatan mobilitas
3. Manajemen nyeri
4. Pencegahan infeksi, Perawatan luka -
Article No. 12777 | 23 Feb 2025
Klinis : L Edit Let me help analyze this Rheumatoid Arthritis (RA) case presented in Indonesian. I'll break down the key information: Patient Demographics and Chief Complaints: 45-year-old female housewife Presents with pain, swelling, and stiffness in hand and foot joints History of Present Illness: Initial mild pain in small joints of hands, especially fingers and wrists Pain worsens with activity and is most severe in the morning, lasting >1 hour Symptoms include fatigue and low-grade fever (38°C) Difficulty performing daily activities Pain started 3 months ago, spreading to knee, elbow, and shoulder joints No family history of similar condition Self-medicated with over-the-counter pain medications Physical Examination: BP: 120/80 mmHg Pulse: 88/min Temperature: 38.2°C Swelling and tenderness in metacarpophalangeal joints, wrists, knees, and elbows Positive findings: Squeeze test, Swan neck deformity, Boutonniere deformity, ulnar deviation Laboratory Results: Positive Rheumatoid Factor (RF) Positive ACPA ESR: 50 mm/hr CRP: 2 mg/L Normal liver and kidney function Negative for Hepatitis B/C Negative IGRA/Tuberculin Test Imaging: X-ray shows bone erosion and joint space narrowing in wrist and finger joints Musculoskeletal USG shows active synovitis with increased vascularity BMD shows periarticular osteopenia Treatment Plan: Methotrexate 10 mg/week Ibuprofen 400 mg for pain Prednisone 8 mg/day Vitamin D and Calcium supplements This is a classic presentation of Rheumatoid Arthritis with positive serological markers, characteristic joint involvement, and appropriate imaging findings. The treatment plan follows standard guidelines with disease-modifying antirheumatic drugs (DMARD), NSAIDs, and low-dose corticosteroids. Retry L bahasa indonesia, buatkan pathway nya Edit Pathway Diagnosis dan Tatalaksana Rheumatoid Arthritis Tap to open Pathway di atas menunjukkan alur diagnosis dan tatalaksana pasien RA, dimulai dari: Keluhan Utama Manifestasi Klinis yang terdiri dari: Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang (Lab & Radiologi) Penegakan Diagnosis Tatalaksana yang terbagi menjadi: Farmakologi: dengan pemberian DMARD, NSAID, kortikosteroid, dan suplemen Non-farmakologi: meliputi edukasi, terapi fisik, dan monitoring Pathway ini membantu mengarahkan penatalaksanaan pasien secara sistematis dan komprehensif sesuai dengan temuan klinis yang ada. Retry L buatkan patofisiologi terjadinya RA kedalam woc/pathway dari kasus diatas Edit Patofisiologi Rheumatoid Arthritis Tap to open Penjelasan detail patofisiologi RA dari kasus: Fase Inisiasi: Dimulai dari faktor pemicu yang mengaktivasi sistem imun Pada kasus ini tidak ada riwayat keluarga (faktor genetik negatif) Fase Aktivasi Imun: Aktivasi sel T CD4+ dan sel B Terbukti dengan ditemukannya RF positif dan ACPA positif pada pemeriksaan lab Peningkatan parameter inflamasi (LED 50 mm/jam, CRP 2 mg/L) Fase Inflamasi: Terjadi sinovitis yang dibuktikan dengan: USG: sinovitis aktif dengan peningkatan vaskularisasi Secara klinis: pembengkakan dan nyeri tekan sendi Fase Kerusakan: Terbentuk pannus yang menyebabkan kerusakan sendi Terbukti dengan temuan radiologis: Erosi tulang Penyempitan celah sendi Osteopenia periartikular pada BMD Fase Manifestasi Klinis: Deformitas sendi: ditemukan swan neck (+), boutonniere (+), deviasi ulnar (+) Gejala klinis: Nyeri sendi terutama pagi hari >1 jam Kekakuan sendi Kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari Gejala sistemik: demam ringan (38.2°C) Pemahaman patofisiologi ini penting untuk: Menentukan target terapi: Metotreksat: menghambat proliferasi sel imun Prednison: efek antiinflamasi NSAID (Ibuprofen): mengatasi nyeri dan inflamasi Monitoring progresivitas penyakit Mencegah komplikasi lebih lanjut Retry L bisa lebih jelas lagi? dan lebih tepat serta benar Edit Patofisiologi Detail Rheumatoid Arthritis Tap to open Penjelasan detail patofisiologi RA: INISIASI PENYAKIT: Faktor Genetik: HLA-DRB1 shared epitope Polimorfisme gen: PTPN22, STAT4, TRAF1/C5 Faktor Lingkungan: Merokok → modifikasi protein → citrullinasi Infeksi → molecular mimicry Stres oksidatif dan perubahan epigenetik FASE INDUKSI: Aktivasi Sistem Imun Adaptif: Sel T CD4+ → diferensiasi menjadi Th1 dan Th17 Sel B → produksi autoantibodi (RF, ACPA, Anti-CarP) Pada kasus: RF positif ACPA positif LED ↑ (50 mm/jam) CRP ↑ (2 mg/L) FASE INFLAMASI: Produksi Sitokin: Pro-inflamasi: TNF-α, IL-1β, IL-6, IL-8, GM-CSF Th17: IL-17, IL-21, IL-22 Aktivasi Sel Sinovial: Transformasi ke fenotip invasif Hiperplasia sinovium Angiogenesis Pembentukan pannus Pada kasus: USG: sinovitis aktif dengan ↑ vaskularisasi Pembengkakan sendi Squeeze test positif FASE DESTRUKSI: Aktivasi Osteoklast: Via RANKL dan M-CSF ↑ Matrix Metalloproteinase ↑ Cathepsin K Kerusakan Struktural: Erosi tulang Degradasi kartilago Penyempitan celah sendi Pada kasus: Rontgen: erosi tulang dan penyempitan celah sendi BMD: osteopenia periartikular MANIFESTASI KLINIS: A. Gejala Artikular: Nyeri sendi simetris Morning stiffness >1 jam Deformitas: swan neck, boutonniere, deviasi ulnar Keterbatasan gerak B. Gejala Sistemik: Fatigue Demam (38.2°C) Kelemahan umum TATALAKSANA berdasarkan patofisiologi: DMARD (Metotreksat): Menghambat proliferasi sel imun Menekan produksi sitokin Kortikosteroid (Prednison): Efek antiinflamasi kuat Menekan sistem imun NSAID (Ibuprofen): Mengatasi nyeri Antiinflamasi MONITORING: Parameter klinis Marker inflamasi Pencitraan berkala Pencegahan deformitas Retry L singkat kan, tapi sangat lengkap, masukan yang penting untuk patofisiologi dalam web of caution nya Edit Web of Causation Patofisiologi RA Tap to open Keterangan penting: Loss of Tolerance: Kunci awal patogenesis Dipicu faktor genetik & lingkungan Merusak self-tolerance Respon Imun: Adaptif: T helper & B cell (autoantibodi) Innate: Makrofag & sitokin proinflamasi Membentuk lingkaran saling memicu Kerusakan Lokal: Sinovitis → hiperplasia → pannus Aktivasi osteoklast via RANKL Degradasi matriks via MMP Hasil Akhir: Kerusakan struktural progresif Deformitas Disabilitas Aplikasi klinis kasus: RF/ACPA positif → aktivasi sistem imun LED/CRP tinggi → proses inflamasi aktif USG: sinovitis → kerusakan lokal Rontgen: erosi → kerusakan struktural Terapi target: imunosupresi & antiinflamasi Retry L buat kesamping Edit Patofisiologi RA (Horizontal Flow) Tap to open Penjelasan Singkat: Predisposisi: Genetik: HLA-DRB1 (faktor risiko utama) Lingkungan: aktivasi autoimun Loss of Tolerance: Hilangnya self-tolerance Inisiasi proses autoimun Aktivasi Imun: Adaptif: T-cell & autoantibodi Innate: sitokin proinflamasi Kerusakan Lokal: Sinovitis → pannus Aktivasi osteoklast Degradasi matriks Manifestasi: Lokal: nyeri, bengkak, deformitas Sistemik: fatigue, demam Relevansi Kasus: Autoantibodi (+): proses autoimun aktif LED/CRP ↑: inflamasi aktif USG/Rontgen: kerusakan struktural Terapi: target multiple pathway Retry L buatkan lagi pathwaynya dengan bahasa yang lebih mudah dipahami Edit Patofisiologi RA (Alur Sederhana) Tap to open Penjelasan Sederhana: Faktor Risiko Keturunan: gen pembawa risiko RA Gaya hidup: merokok Pemicu eksternal: infeksi, stres Sistem Kekebalan Terganggu Sel pertahanan tubuh menyerang jaringan sendiri Terbentuk autoantibodi (RF/ACPA) Peningkatan zat peradangan Peradangan Sendi Membran sendi membengkak Terbentuk cairan berlebih Muncul jaringan perusak (pannus) Kerusakan Sendi Tulang mulai terkikis Celah sendi menyempit Terbentuk deformitas Gejala yang Muncul Di sendi: nyeri, kaku, bengkak Sistemik: lemas, demam ringan Pada Kasus: RF/ACPA positif: tanda sistem kekebalan menyerang LED/CRP tinggi: peradangan aktif USG: peradangan sendi aktif Rontgen: sudah ada kerusakan tulang Terapi: Metotreksat: menekan sistem kekebalan Prednison: antiradang Ibuprofen: pereda nyeri Retry L buatkan sampai terjadinya RA Edit Proses Terjadinya Rheumatoid Arthritis Tap to open Penjelasan Lengkap Proses Terjadinya RA: TAHAP AWAL - Faktor Risiko Genetik (diturunkan): Gen HLA-DRB1 Gen PTPN22 Lingkungan: Merokok Infeksi Stres Obesitas TAHAP PEMICU Protein tubuh normal berubah bentuk Dianggap sebagai benda asing oleh sistem imun Hilangnya toleransi imun TAHAP AKTIVASI IMUN Sel T: Mengenali protein asing Menghasilkan sitokin inflamasi Sel B: Membuat autoantibodi (RF/ACPA) Menyerang jaringan sendiri TAHAP PERADANGAN Membran sendi meradang Terjadi: Pembengkakan Penumpukan cairan Pembentukan pannus TAHAP KERUSAKAN Erosi tulang Kerusakan kartilago Kerusakan ligamen Deformitas sendi TAHAP MANIFESTASI RA Gejala Sendi: Nyeri Kaku pagi hari >1 jam Bengkak Deformitas Gejala Sistemik: Lelah Demam ringan Penurunan berat badan Pada kasus ini terlihat: Bukti aktivasi imun: RF positif ACPA positif LED & CRP meningkat Bukti peradangan aktif: USG: sinovitis aktif Pembengkakan sendi Bukti kerusakan: Rontgen: erosi tulang Deformitas: swan neck, boutonniere Deviasi ulnar Penanganan sesuai patofisiologi: Metotreksat: menekan sistem imun Prednison: antiinflamasi Ibuprofen: analgetik-antiinflamasi Vitamin D & Kalsium: proteksi tulang Retry L lebih singkat sedikit masukan yang penting Edit Proses Esensial Terjadinya RA Tap to open Poin Penting: Faktor Risiko: Genetik (HLA-DRB1) = predisposisi Lingkungan = pemicu Proses Kunci: Modifikasi protein → autoantigen Aktivasi sistem imun → autoantibodi Sinovitis → kerusakan sendi Bukti Laboratorium: RF/ACPA (+) = konfirmasi LED/CRP ↑ = aktivitas USG/Rontgen = kerusakan Target Terapi: Imunosupresi (Metotreksat) Antiinflamasi (Prednison) Analgetik (Ibuprofen) Retry L terlalu pendek Edit Patofisiologi Lengkap Terjadinya RA Tap to open Penjelasan Penting: Tahap Predisposisi: Genetik: faktor risiko utama Lingkungan: faktor pemicu Interaksi keduanya penting Tahap Inisiasi: Modifikasi protein → autoantigen Hilangnya self-tolerance Mulai respons autoimun Tahap Imunologi: Sistem Adaptif: T cell → sitokin proinflamasi B cell → autoantibodi Sistem Innate: Makrofag Neutrofil Sitokin Tahap Inflamasi: Sinovitis aktif Pembentukan pannus Peningkatan RANKL & MMP Tahap Kerusakan: Erosi tulang progresif Destruksi kartilago Terbentuk deformitas Manifestasi RA: Gejala Artikular: Nyeri & bengkak Kaku pagi hari Deformitas Gejala Sistemik: Fatigue Demam Penurunan BB Konfirmasi Diagnosis: Laboratorium: RF/ACPA positif LED/CRP meningkat Fungsi hati/ginjal normal Pencitraan: USG: sinovitis aktif Rontgen: erosi tulang BMD: osteopenia Terapi Komprehensif: DMARD: Metotreksat Kortikosteroid: Prednison NSAID: Ibuprofen Suportif: Vitamin D, Kalsium Retry L BISA LEBIH JELAS LAGI GA? MASUKAN YANG PENTING JELAS DENGAN BAHASA YANG MUDAH DI PAHAMI JANGAN TERLALU PANJANG JANGAN TERLALU PENDEK Edit Patofisiologi Terjadinya Rheumatoid Arthritis Tap to open Ringkasan Penting: Proses Awal: Gen + Faktor lingkungan = Pemicu RA Protein tubuh berubah → Sistem imun menyerang Sistem Imun Aktif: Sel T → Zat peradangan ↑ Sel B → Autoantibodi ↑ (RF/ACPA) Peradangan di Sendi: Membran sendi bengkak Terbentuk jaringan perusak (pannus) Pembuluh darah baru tumbuh Kerusakan Progresif: Tulang terkikis Celah sendi menyempit Sendi berubah bentuk Diagnosis Penunjang: Lab: RF/ACPA (+), LED/CRP ↑ USG: peradangan aktif Rontgen: kerusakan tulang Pengobatan Target: Metotreksat: tekan sistem imun Prednison: kurangi radang Ibuprofen: atasi nyeri Vitamin D & Kalsium: jaga tulang Pemahaman proses ini penting untuk: Diagnosis tepat Pengobatan sesuai target Mencegah kerusakan lanjut Monitoring penyakit Retry L bisa rubah bentuk pathwaynya? Edit Patofisiologi RA - Alur Vertikal Tap to open Penjelasan Singkat: Faktor Pemicu: Genetik (HLA-DRB1) Lingkungan (rokok/infeksi) Awal Penyakit: Protein normal berubah Sistem imun mengenali sebagai "musuh" Sistem Imun Aktif: Sel T → zat peradangan Sel B → autoantibodi Peradangan: Membran sendi bengkak Pannus merusak sendi Kerusakan: Tulang terkikis Sendi berubah bentuk Gejala: Sendi: nyeri, kaku, bengkak Umum: lemas, demam Konfirmasi Diagnosis: Lab: RF/ACPA (+) USG: peradangan aktif Rontgen: erosi tulang Terapi: Metotreksat: imunosupresi Prednison: antiinflamasi Ibuprofen: analgetik Apakah Anda ingin mencoba bentuk pathway yang lain atau perlu penjelasan lebih detail untuk bagian tertentu? Retry 1e51fad3dd6942bf82fec5c89eeefc22.jpeg L buat dengan format seperti ini HANYA FORMAT BUKAN ISI Edit Template Pathway Format Tap to open Format ini menyediakan: Kotak-kotak yang terhubung Alur dari atas ke bawah Percabangan multiple Sub-kategori di tiap cabang Koneksi antar komponen Apakah Anda ingin saya sesuaikan formatnya lebih mirip lagi dengan gambar yang Anda berikan? Retry L Ny. W, berusia 42 tahun, seorang ibu IRT masuk rumah sakit dengan keluhan lemas seluruh tubuh, nyeri kepala, demam, sariawan pada mulut dan nyeri menelan dan demam. Keluhan nyeri kepala dirasakan sejak 6 hari sebelum MRS. Nyeri dirasakan di seluruh kepala seperti tertindih beban. Nyeri muncul terus menerus dan dirasakan memberat saat beraktivitas. Pasien juga mengeluhkan demam sejak 5 hari sebelum MRS. Demam dikatakan naik turun. Keluhan nyeri kepala dan demam membaik setelah minum obat dan kembali muncul beberapa jam kemudian. Saat ini pasien sudah tidak mengeluhkan adanya nyeri kepala ataupun demam. Pasien mengeluhkan sariawan pada mulut dan nyeri telan sejak 6 hari sebelum MRS. Sariawan dan nyeri telan dirasakan semakin memberat hingga pasien sulit makan dan mengalami penurunan berat badan 6 Kg. Selain itu pasien juga mengeluhkan batuk. Batuk muncul 4 hari setelah MRS. Batuk hilang timbul, disertai dahak kental, berwarna putih, volume sekitar 1⁄4 sendok makan. Batuk dirasakan tidak terlalu berat. Batuk juga tidak disertai darah. Pasien menyangkal mengalami sesak, rasa berdebar dan nyeri dada. Nyeri sendi bahu dan siku sejak 1 bulan dan memberat 6 hari sebelum MRS. Nyeri memberat saat bahu digerakkan dan membaik jika diistirahatkan. Nyeri sendi ini menganggu pergerakan pasien sehingga mengganggu aktivitasnya. Pasien juga mengeluhkan muncul bercak-bercak kemerahan pada daerah pipi, lengan atas kanan dan kiri, punggung, telapak tangan dan telapak kaki. Keluhan ini muncul sejak ±6 bulan sebelum MRS. Bercak ini muncul hilang timbul, tidak gatal, tidak bentol dan tidak nyeri. Pasien juga mengeluhkan rambut rontok sejak 3 bulan dan adanya penurunan berat badan sejak ±6 bulan sebelum MRS. Pasien tidak tahu persis berapa jumlah penurunan berat badan karena tidak pernah menimbang secara rutin. Dari riwayat penyakit dahulu, pasien mengatakan pernah mengalami keluhan yang sama seperti dengan yang dialami sekarang. MRS 2 tahun yang lalu selama seminggu karena keluhan lemas dan oleh dokter didiagnosis sebagai penyakit Lupus. Pasien rutin kontrol dan minum obat metilprednisolone. Riwayat penyakit jantung, hipertensi, alergi obat, kencing manis, penyakit hati, atau penyakit persendian tidak ada. Tidak ada Riwayat anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien. Hasil pemeriksaan tekanan darah= 116/79 mmHg; denyut jantung= 114x/mnt; RR= 18x/mnt; suhu tubuh= 38.0°C; berat badan= 47.8 Kg; Tinggi badan= 163 cm. Terlihat bercak eritomatosa berbatas tegas, seperti kupu-kupu, dan melintasi batang hidung tanpa mengenai nasolabial. Conjungtiva anemis. Terlihat rambut tipis dan rontok. Ditemukan pembesaran kelenjar getah bening dengan ukuran bervariasi yang tidak ada keluhan nyeri pada submandibular dan supraklavikula. Pasien dalam keadaan sadar dan orientasi baik. Pemeriksaan Laboratorium Hb = 7.5 g/dl, Trombosit = 60.000/mm3, Leukosit= 3000/mm3, Limposit 700/mm3 , ANA Positif, anti-dsDNA meningkat, komplemen C3 dan C4 menurun. Pemeriksaan urin: keton +1, urobilinogen +1, bilirubin +1, eritrosit +3 Pemeriksaan Radiologi : pemeriksaa thoraks AP didapatkan kesan pneumonia. Penatalaksanaan dan pengobatan: Diet 1800 kkal, IVFD NaCl 0,9% : Aminofusin = 1 : 1, 20 tetes per menit, Methylprednisolone 3x16 mg per oral, Ciprofloxacin 2x4 mg intravena, Ceftriaxone 2x2 gr intravena, Paracetamol 3x500 mg per oral. apa diagnosis sesuai dengan standar diagnosis keperawatan indonesia dari kasus diatas? Edit Berdasarkan kasus tersebut, berikut diagnosis keperawatan sesuai dengan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Diagnosis Keperawatan Utama: Hipertermi b.d proses penyakit autoimun (SLE) Ditandai dengan: Suhu tubuh 38.0°C Demam naik turun Kulit teraba hangat Nyeri Akut b.d proses inflamasi Ditandai dengan: Nyeri kepala seperti tertindih beban Nyeri sendi bahu dan siku Nyeri memberat saat beraktivitas Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan Ditandai dengan: Penurunan BB 6 kg Sariawan dan nyeri menelan Sulit makan Risiko Infeksi b.d penurunan sistem imun Ditandai dengan: Leukosit rendah (3000/mm3) Limfosit rendah (700/mm3) Terdapat pneumonia Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan fisik Ditandai dengan: Lemas seluruh tubuh Nyeri sendi mengganggu pergerakan Gangguan aktivitas sehari-hari Kerusakan Integritas Kulit b.d proses penyakit autoimun Ditandai dengan: Bercak eritematosa seperti kupu-kupu di wajah Bercak kemerahan di lengan, punggung, telapak tangan dan kaki Sariawan pada mulut Ansietas b.d proses penyakit kronis Ditandai dengan: Penyakit berulang Kondisi kronis (SLE) Perubahan status kesehatan
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan kasus yang diberikan, berikut adalah diagnosa dan kode terkait:
1. Kode ICD-10:
- Kode: M32.9
- Deskripsi: Lupus eritematosus sistemik, tidak dispesifikasi
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: Tidak tersedia informasi prosedur/tindakan medis yang dilakukan.
Penjelasan:
Pasien Ny. W, usia 42 tahun, memiliki gejala-gejala yang sesuai dengan diagnosis Lupus Eritematosus Sistemik (SLE), antara lain:
- Demam, lemas, sariawan, dan nyeri menelan - Sesuai dengan manifestasi sistemik SLE
- Bercak kupu-kupu di wajah, bercak kemerahan di kulit - Sesuai dengan keterlibatan kulit pada SLE
- Nyeri sendi - Sesuai dengan manifestasi muskuloskeletal SLE
- Pemeriksaan laboratorium: ANA positif, anti-dsDNA meningkat, penurunan C3 dan C4 - Menunjukkan adanya aktivitas penyakit SLE
- Riwayat SLE 2 tahun lalu dan kambuh saat ini
Oleh karena itu, diagnosis yang sesuai adalah Lupus Eritematosus Sistemik (SLE) dengan kode ICD-10 M32.9. Tidak ditemukan informasi prosedur/tindakan medis yang dilakukan, sehingga tidak ada kode ICD-9-CM yang dapat dicantumkan. -
Article No. 12778 | 23 Feb 2025
Klinis : L Edit Let me help analyze this Rheumatoid Arthritis (RA) case presented in Indonesian. I'll break down the key information: Patient Demographics and Chief Complaints: 45-year-old female housewife Presents with pain, swelling, and stiffness in hand and foot joints History of Present Illness: Initial mild pain in small joints of hands, especially fingers and wrists Pain worsens with activity and is most severe in the morning, lasting >1 hour Symptoms include fatigue and low-grade fever (38°C) Difficulty performing daily activities Pain started 3 months ago, spreading to knee, elbow, and shoulder joints No family history of similar condition Self-medicated with over-the-counter pain medications Physical Examination: BP: 120/80 mmHg Pulse: 88/min Temperature: 38.2°C Swelling and tenderness in metacarpophalangeal joints, wrists, knees, and elbows Positive findings: Squeeze test, Swan neck deformity, Boutonniere deformity, ulnar deviation Laboratory Results: Positive Rheumatoid Factor (RF) Positive ACPA ESR: 50 mm/hr CRP: 2 mg/L Normal liver and kidney function Negative for Hepatitis B/C Negative IGRA/Tuberculin Test Imaging: X-ray shows bone erosion and joint space narrowing in wrist and finger joints Musculoskeletal USG shows active synovitis with increased vascularity BMD shows periarticular osteopenia Treatment Plan: Methotrexate 10 mg/week Ibuprofen 400 mg for pain Prednisone 8 mg/day Vitamin D and Calcium supplements This is a classic presentation of Rheumatoid Arthritis with positive serological markers, characteristic joint involvement, and appropriate imaging findings. The treatment plan follows standard guidelines with disease-modifying antirheumatic drugs (DMARD), NSAIDs, and low-dose corticosteroids. Retry L bahasa indonesia, buatkan pathway nya Edit Pathway Diagnosis dan Tatalaksana Rheumatoid Arthritis Tap to open Pathway di atas menunjukkan alur diagnosis dan tatalaksana pasien RA, dimulai dari: Keluhan Utama Manifestasi Klinis yang terdiri dari: Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang (Lab & Radiologi) Penegakan Diagnosis Tatalaksana yang terbagi menjadi: Farmakologi: dengan pemberian DMARD, NSAID, kortikosteroid, dan suplemen Non-farmakologi: meliputi edukasi, terapi fisik, dan monitoring Pathway ini membantu mengarahkan penatalaksanaan pasien secara sistematis dan komprehensif sesuai dengan temuan klinis yang ada. Retry L buatkan patofisiologi terjadinya RA kedalam woc/pathway dari kasus diatas Edit Patofisiologi Rheumatoid Arthritis Tap to open Penjelasan detail patofisiologi RA dari kasus: Fase Inisiasi: Dimulai dari faktor pemicu yang mengaktivasi sistem imun Pada kasus ini tidak ada riwayat keluarga (faktor genetik negatif) Fase Aktivasi Imun: Aktivasi sel T CD4+ dan sel B Terbukti dengan ditemukannya RF positif dan ACPA positif pada pemeriksaan lab Peningkatan parameter inflamasi (LED 50 mm/jam, CRP 2 mg/L) Fase Inflamasi: Terjadi sinovitis yang dibuktikan dengan: USG: sinovitis aktif dengan peningkatan vaskularisasi Secara klinis: pembengkakan dan nyeri tekan sendi Fase Kerusakan: Terbentuk pannus yang menyebabkan kerusakan sendi Terbukti dengan temuan radiologis: Erosi tulang Penyempitan celah sendi Osteopenia periartikular pada BMD Fase Manifestasi Klinis: Deformitas sendi: ditemukan swan neck (+), boutonniere (+), deviasi ulnar (+) Gejala klinis: Nyeri sendi terutama pagi hari >1 jam Kekakuan sendi Kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari Gejala sistemik: demam ringan (38.2°C) Pemahaman patofisiologi ini penting untuk: Menentukan target terapi: Metotreksat: menghambat proliferasi sel imun Prednison: efek antiinflamasi NSAID (Ibuprofen): mengatasi nyeri dan inflamasi Monitoring progresivitas penyakit Mencegah komplikasi lebih lanjut Retry L bisa lebih jelas lagi? dan lebih tepat serta benar Edit Patofisiologi Detail Rheumatoid Arthritis Tap to open Penjelasan detail patofisiologi RA: INISIASI PENYAKIT: Faktor Genetik: HLA-DRB1 shared epitope Polimorfisme gen: PTPN22, STAT4, TRAF1/C5 Faktor Lingkungan: Merokok → modifikasi protein → citrullinasi Infeksi → molecular mimicry Stres oksidatif dan perubahan epigenetik FASE INDUKSI: Aktivasi Sistem Imun Adaptif: Sel T CD4+ → diferensiasi menjadi Th1 dan Th17 Sel B → produksi autoantibodi (RF, ACPA, Anti-CarP) Pada kasus: RF positif ACPA positif LED ↑ (50 mm/jam) CRP ↑ (2 mg/L) FASE INFLAMASI: Produksi Sitokin: Pro-inflamasi: TNF-α, IL-1β, IL-6, IL-8, GM-CSF Th17: IL-17, IL-21, IL-22 Aktivasi Sel Sinovial: Transformasi ke fenotip invasif Hiperplasia sinovium Angiogenesis Pembentukan pannus Pada kasus: USG: sinovitis aktif dengan ↑ vaskularisasi Pembengkakan sendi Squeeze test positif FASE DESTRUKSI: Aktivasi Osteoklast: Via RANKL dan M-CSF ↑ Matrix Metalloproteinase ↑ Cathepsin K Kerusakan Struktural: Erosi tulang Degradasi kartilago Penyempitan celah sendi Pada kasus: Rontgen: erosi tulang dan penyempitan celah sendi BMD: osteopenia periartikular MANIFESTASI KLINIS: A. Gejala Artikular: Nyeri sendi simetris Morning stiffness >1 jam Deformitas: swan neck, boutonniere, deviasi ulnar Keterbatasan gerak B. Gejala Sistemik: Fatigue Demam (38.2°C) Kelemahan umum TATALAKSANA berdasarkan patofisiologi: DMARD (Metotreksat): Menghambat proliferasi sel imun Menekan produksi sitokin Kortikosteroid (Prednison): Efek antiinflamasi kuat Menekan sistem imun NSAID (Ibuprofen): Mengatasi nyeri Antiinflamasi MONITORING: Parameter klinis Marker inflamasi Pencitraan berkala Pencegahan deformitas Retry L singkat kan, tapi sangat lengkap, masukan yang penting untuk patofisiologi dalam web of caution nya Edit Web of Causation Patofisiologi RA Tap to open Keterangan penting: Loss of Tolerance: Kunci awal patogenesis Dipicu faktor genetik & lingkungan Merusak self-tolerance Respon Imun: Adaptif: T helper & B cell (autoantibodi) Innate: Makrofag & sitokin proinflamasi Membentuk lingkaran saling memicu Kerusakan Lokal: Sinovitis → hiperplasia → pannus Aktivasi osteoklast via RANKL Degradasi matriks via MMP Hasil Akhir: Kerusakan struktural progresif Deformitas Disabilitas Aplikasi klinis kasus: RF/ACPA positif → aktivasi sistem imun LED/CRP tinggi → proses inflamasi aktif USG: sinovitis → kerusakan lokal Rontgen: erosi → kerusakan struktural Terapi target: imunosupresi & antiinflamasi Retry L buat kesamping Edit Patofisiologi RA (Horizontal Flow) Tap to open Penjelasan Singkat: Predisposisi: Genetik: HLA-DRB1 (faktor risiko utama) Lingkungan: aktivasi autoimun Loss of Tolerance: Hilangnya self-tolerance Inisiasi proses autoimun Aktivasi Imun: Adaptif: T-cell & autoantibodi Innate: sitokin proinflamasi Kerusakan Lokal: Sinovitis → pannus Aktivasi osteoklast Degradasi matriks Manifestasi: Lokal: nyeri, bengkak, deformitas Sistemik: fatigue, demam Relevansi Kasus: Autoantibodi (+): proses autoimun aktif LED/CRP ↑: inflamasi aktif USG/Rontgen: kerusakan struktural Terapi: target multiple pathway Retry L buatkan lagi pathwaynya dengan bahasa yang lebih mudah dipahami Edit Patofisiologi RA (Alur Sederhana) Tap to open Penjelasan Sederhana: Faktor Risiko Keturunan: gen pembawa risiko RA Gaya hidup: merokok Pemicu eksternal: infeksi, stres Sistem Kekebalan Terganggu Sel pertahanan tubuh menyerang jaringan sendiri Terbentuk autoantibodi (RF/ACPA) Peningkatan zat peradangan Peradangan Sendi Membran sendi membengkak Terbentuk cairan berlebih Muncul jaringan perusak (pannus) Kerusakan Sendi Tulang mulai terkikis Celah sendi menyempit Terbentuk deformitas Gejala yang Muncul Di sendi: nyeri, kaku, bengkak Sistemik: lemas, demam ringan Pada Kasus: RF/ACPA positif: tanda sistem kekebalan menyerang LED/CRP tinggi: peradangan aktif USG: peradangan sendi aktif Rontgen: sudah ada kerusakan tulang Terapi: Metotreksat: menekan sistem kekebalan Prednison: antiradang Ibuprofen: pereda nyeri Retry L buatkan sampai terjadinya RA Edit Proses Terjadinya Rheumatoid Arthritis Tap to open Penjelasan Lengkap Proses Terjadinya RA: TAHAP AWAL - Faktor Risiko Genetik (diturunkan): Gen HLA-DRB1 Gen PTPN22 Lingkungan: Merokok Infeksi Stres Obesitas TAHAP PEMICU Protein tubuh normal berubah bentuk Dianggap sebagai benda asing oleh sistem imun Hilangnya toleransi imun TAHAP AKTIVASI IMUN Sel T: Mengenali protein asing Menghasilkan sitokin inflamasi Sel B: Membuat autoantibodi (RF/ACPA) Menyerang jaringan sendiri TAHAP PERADANGAN Membran sendi meradang Terjadi: Pembengkakan Penumpukan cairan Pembentukan pannus TAHAP KERUSAKAN Erosi tulang Kerusakan kartilago Kerusakan ligamen Deformitas sendi TAHAP MANIFESTASI RA Gejala Sendi: Nyeri Kaku pagi hari >1 jam Bengkak Deformitas Gejala Sistemik: Lelah Demam ringan Penurunan berat badan Pada kasus ini terlihat: Bukti aktivasi imun: RF positif ACPA positif LED & CRP meningkat Bukti peradangan aktif: USG: sinovitis aktif Pembengkakan sendi Bukti kerusakan: Rontgen: erosi tulang Deformitas: swan neck, boutonniere Deviasi ulnar Penanganan sesuai patofisiologi: Metotreksat: menekan sistem imun Prednison: antiinflamasi Ibuprofen: analgetik-antiinflamasi Vitamin D & Kalsium: proteksi tulang Retry L lebih singkat sedikit masukan yang penting Edit Proses Esensial Terjadinya RA Tap to open Poin Penting: Faktor Risiko: Genetik (HLA-DRB1) = predisposisi Lingkungan = pemicu Proses Kunci: Modifikasi protein → autoantigen Aktivasi sistem imun → autoantibodi Sinovitis → kerusakan sendi Bukti Laboratorium: RF/ACPA (+) = konfirmasi LED/CRP ↑ = aktivitas USG/Rontgen = kerusakan Target Terapi: Imunosupresi (Metotreksat) Antiinflamasi (Prednison) Analgetik (Ibuprofen) Retry L terlalu pendek Edit Patofisiologi Lengkap Terjadinya RA Tap to open Penjelasan Penting: Tahap Predisposisi: Genetik: faktor risiko utama Lingkungan: faktor pemicu Interaksi keduanya penting Tahap Inisiasi: Modifikasi protein → autoantigen Hilangnya self-tolerance Mulai respons autoimun Tahap Imunologi: Sistem Adaptif: T cell → sitokin proinflamasi B cell → autoantibodi Sistem Innate: Makrofag Neutrofil Sitokin Tahap Inflamasi: Sinovitis aktif Pembentukan pannus Peningkatan RANKL & MMP Tahap Kerusakan: Erosi tulang progresif Destruksi kartilago Terbentuk deformitas Manifestasi RA: Gejala Artikular: Nyeri & bengkak Kaku pagi hari Deformitas Gejala Sistemik: Fatigue Demam Penurunan BB Konfirmasi Diagnosis: Laboratorium: RF/ACPA positif LED/CRP meningkat Fungsi hati/ginjal normal Pencitraan: USG: sinovitis aktif Rontgen: erosi tulang BMD: osteopenia Terapi Komprehensif: DMARD: Metotreksat Kortikosteroid: Prednison NSAID: Ibuprofen Suportif: Vitamin D, Kalsium Retry L BISA LEBIH JELAS LAGI GA? MASUKAN YANG PENTING JELAS DENGAN BAHASA YANG MUDAH DI PAHAMI JANGAN TERLALU PANJANG JANGAN TERLALU PENDEK Edit Patofisiologi Terjadinya Rheumatoid Arthritis Tap to open Ringkasan Penting: Proses Awal: Gen + Faktor lingkungan = Pemicu RA Protein tubuh berubah → Sistem imun menyerang Sistem Imun Aktif: Sel T → Zat peradangan ↑ Sel B → Autoantibodi ↑ (RF/ACPA) Peradangan di Sendi: Membran sendi bengkak Terbentuk jaringan perusak (pannus) Pembuluh darah baru tumbuh Kerusakan Progresif: Tulang terkikis Celah sendi menyempit Sendi berubah bentuk Diagnosis Penunjang: Lab: RF/ACPA (+), LED/CRP ↑ USG: peradangan aktif Rontgen: kerusakan tulang Pengobatan Target: Metotreksat: tekan sistem imun Prednison: kurangi radang Ibuprofen: atasi nyeri Vitamin D & Kalsium: jaga tulang Pemahaman proses ini penting untuk: Diagnosis tepat Pengobatan sesuai target Mencegah kerusakan lanjut Monitoring penyakit Retry L bisa rubah bentuk pathwaynya? Edit Patofisiologi RA - Alur Vertikal Tap to open Penjelasan Singkat: Faktor Pemicu: Genetik (HLA-DRB1) Lingkungan (rokok/infeksi) Awal Penyakit: Protein normal berubah Sistem imun mengenali sebagai "musuh" Sistem Imun Aktif: Sel T → zat peradangan Sel B → autoantibodi Peradangan: Membran sendi bengkak Pannus merusak sendi Kerusakan: Tulang terkikis Sendi berubah bentuk Gejala: Sendi: nyeri, kaku, bengkak Umum: lemas, demam Konfirmasi Diagnosis: Lab: RF/ACPA (+) USG: peradangan aktif Rontgen: erosi tulang Terapi: Metotreksat: imunosupresi Prednison: antiinflamasi Ibuprofen: analgetik Apakah Anda ingin mencoba bentuk pathway yang lain atau perlu penjelasan lebih detail untuk bagian tertentu? Retry 1e51fad3dd6942bf82fec5c89eeefc22.jpeg L buat dengan format seperti ini HANYA FORMAT BUKAN ISI Edit Template Pathway Format Tap to open Format ini menyediakan: Kotak-kotak yang terhubung Alur dari atas ke bawah Percabangan multiple Sub-kategori di tiap cabang Koneksi antar komponen Apakah Anda ingin saya sesuaikan formatnya lebih mirip lagi dengan gambar yang Anda berikan? Retry L Ny. W, berusia 42 tahun, seorang ibu IRT masuk rumah sakit dengan keluhan lemas seluruh tubuh, nyeri kepala, demam, sariawan pada mulut dan nyeri menelan dan demam. Keluhan nyeri kepala dirasakan sejak 6 hari sebelum MRS. Nyeri dirasakan di seluruh kepala seperti tertindih beban. Nyeri muncul terus menerus dan dirasakan memberat saat beraktivitas. Pasien juga mengeluhkan demam sejak 5 hari sebelum MRS. Demam dikatakan naik turun. Keluhan nyeri kepala dan demam membaik setelah minum obat dan kembali muncul beberapa jam kemudian. Saat ini pasien sudah tidak mengeluhkan adanya nyeri kepala ataupun demam. Pasien mengeluhkan sariawan pada mulut dan nyeri telan sejak 6 hari sebelum MRS. Sariawan dan nyeri telan dirasakan semakin memberat hingga pasien sulit makan dan mengalami penurunan berat badan 6 Kg. Selain itu pasien juga mengeluhkan batuk. Batuk muncul 4 hari setelah MRS. Batuk hilang timbul, disertai dahak kental, berwarna putih, volume sekitar 1⁄4 sendok makan. Batuk dirasakan tidak terlalu berat. Batuk juga tidak disertai darah. Pasien menyangkal mengalami sesak, rasa berdebar dan nyeri dada. Nyeri sendi bahu dan siku sejak 1 bulan dan memberat 6 hari sebelum MRS. Nyeri memberat saat bahu digerakkan dan membaik jika diistirahatkan. Nyeri sendi ini menganggu pergerakan pasien sehingga mengganggu aktivitasnya. Pasien juga mengeluhkan muncul bercak-bercak kemerahan pada daerah pipi, lengan atas kanan dan kiri, punggung, telapak tangan dan telapak kaki. Keluhan ini muncul sejak ±6 bulan sebelum MRS. Bercak ini muncul hilang timbul, tidak gatal, tidak bentol dan tidak nyeri. Pasien juga mengeluhkan rambut rontok sejak 3 bulan dan adanya penurunan berat badan sejak ±6 bulan sebelum MRS. Pasien tidak tahu persis berapa jumlah penurunan berat badan karena tidak pernah menimbang secara rutin. Dari riwayat penyakit dahulu, pasien mengatakan pernah mengalami keluhan yang sama seperti dengan yang dialami sekarang. MRS 2 tahun yang lalu selama seminggu karena keluhan lemas dan oleh dokter didiagnosis sebagai penyakit Lupus. Pasien rutin kontrol dan minum obat metilprednisolone. Riwayat penyakit jantung, hipertensi, alergi obat, kencing manis, penyakit hati, atau penyakit persendian tidak ada. Tidak ada Riwayat anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama dengan pasien. Hasil pemeriksaan tekanan darah= 116/79 mmHg; denyut jantung= 114x/mnt; RR= 18x/mnt; suhu tubuh= 38.0°C; berat badan= 47.8 Kg; Tinggi badan= 163 cm. Terlihat bercak eritomatosa berbatas tegas, seperti kupu-kupu, dan melintasi batang hidung tanpa mengenai nasolabial. Conjungtiva anemis. Terlihat rambut tipis dan rontok. Ditemukan pembesaran kelenjar getah bening dengan ukuran bervariasi yang tidak ada keluhan nyeri pada submandibular dan supraklavikula. Pasien dalam keadaan sadar dan orientasi baik. Pemeriksaan Laboratorium Hb = 7.5 g/dl, Trombosit = 60.000/mm3, Leukosit= 3000/mm3, Limposit 700/mm3 , ANA Positif, anti-dsDNA meningkat, komplemen C3 dan C4 menurun. Pemeriksaan urin: keton +1, urobilinogen +1, bilirubin +1, eritrosit +3 Pemeriksaan Radiologi : pemeriksaa thoraks AP didapatkan kesan pneumonia. Penatalaksanaan dan pengobatan: Diet 1800 kkal, IVFD NaCl 0,9% : Aminofusin = 1 : 1, 20 tetes per menit, Methylprednisolone 3x16 mg per oral, Ciprofloxacin 2x4 mg intravena, Ceftriaxone 2x2 gr intravena, Paracetamol 3x500 mg per oral. apa diagnosis sesuai dengan standar diagnosis keperawatan indonesia dari kasus diatas? Edit Berdasarkan kasus tersebut, berikut diagnosis keperawatan sesuai dengan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Diagnosis Keperawatan Utama: Hipertermi b.d proses penyakit autoimun (SLE) Ditandai dengan: Suhu tubuh 38.0°C Demam naik turun Kulit teraba hangat Nyeri Akut b.d proses inflamasi Ditandai dengan: Nyeri kepala seperti tertindih beban Nyeri sendi bahu dan siku Nyeri memberat saat beraktivitas Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan Ditandai dengan: Penurunan BB 6 kg Sariawan dan nyeri menelan Sulit makan Risiko Infeksi b.d penurunan sistem imun Ditandai dengan: Leukosit rendah (3000/mm3) Limfosit rendah (700/mm3) Terdapat pneumonia Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan fisik Ditandai dengan: Lemas seluruh tubuh Nyeri sendi mengganggu pergerakan Gangguan aktivitas sehari-hari Kerusakan Integritas Kulit b.d proses penyakit autoimun Ditandai dengan: Bercak eritematosa seperti kupu-kupu di wajah Bercak kemerahan di lengan, punggung, telapak tangan dan kaki Sariawan pada mulut Ansietas b.d proses penyakit kronis Ditandai dengan: Penyakit berulang Kondisi kronis (SLE) Perubahan status kesehatan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kasus yang diberikan, diagnosis keperawatan yang sesuai dengan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) adalah:
1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit autoimun (SLE)
- Ditandai dengan suhu tubuh 38,0°C, demam naik turun, dan kulit teraba hangat.
2. Nyeri Akut berhubungan dengan proses inflamasi
- Ditandai dengan nyeri kepala seperti tertindih beban, nyeri sendi bahu dan siku, serta nyeri yang memberat saat beraktivitas.
3. Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan
- Ditandai dengan penurunan berat badan 6 kg, sariawan dan nyeri menelan, serta kesulitan makan.
4. Risiko Infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun
- Ditandai dengan leukosit rendah (3000/mm3), limfosit rendah (700/mm3), dan adanya pneumonia.
5. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
- Ditandai dengan lemas seluruh tubuh, nyeri sendi yang mengganggu pergerakan, dan gangguan aktivitas sehari-hari.
6. Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan proses penyakit autoimun
- Ditandai dengan bercak eritematosa seperti kupu-kupu di wajah, bercak kemerahan di lengan, punggung, telapak tangan dan kaki, serta sariawan pada mulut.
7. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit kronis
- Ditandai dengan penyakit berulang, kondisi kronis (SLE), dan perubahan status kesehatan.
Penatalaksanaan keperawatan yang dapat diberikan pada kasus ini meliputi intervensi farmakologi, non-farmakologi, dan edukasi untuk membantu mengatasi masalah kesehatan pasien secara komprehensif. -
Article No. 12779 | 23 Feb 2025
Klinis : Tn. Y, 68 tahun dirawat di rumah sakit sejak dua hari yang lalu dengan keluhan merasa pusing, mual dan muntah, tidak bisa jalan secara seimbang, dan mengalami peningkatan kadar glukosa darah 540 mg/dl. Tn. Y telah didiagnosa penyakit DM tipe 2 sejak 6 tahun yang lalu. Tn. Y menyatakan dirumah dia sehari hari makan seperti biasa, dengan menu nasi, lauk pauk dan sesekali dengan sayuran, dan jarang mengkonsumi buah. Tidak membatasi asupan makanan, masih merokok dan minum kopi manis sehari tiga kali, sering mengkonsumsi gorengan seperti ubi, pisang dan bakwan. Tn Y menyatakan lebih banyak diam dirumah sambil menjaga warung, jarang mengikuti kegiatan sosial. Tn Y juga menyatakan jarang pergi ke puskesmas atau klinik untuk memeriksa kadar gula darah, sesekali saja mengkonsumsi obat DM jika dirasa tidak enak badan. Tn Y juga mengaku tidak tahu cara mengatur diet dan hal lain terkait dengan penyakitnya, walau pernah dianjurkan anak nya agar mengurangi merokok dan minum atau makan yang manis. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan: Hb: 12,8 g/dl, Leukosit 10.390/mm, Eritrosit 4,5 jt/mm trombosit 433.000/mm, GD PP 220 mg/dl, TB ; 160 cm, BB 58 kg. Tanda vital: suhu 37 C, frekuensi nadi 89x/menit, frekuensi napas 18x/menit, TD 150/90 mmHg. Hasil pemeriksaan radiologi menunjukkan hipertrofi otot jantung
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi Tn. Y yang telah dijabarkan, berikut adalah diagnosis keperawatan SDKI yang sesuai, luaran/output yang diharapkan (SLKI), serta intervensi keperawatan yang diperlukan (SIKI):
Diagnosis Keperawatan SDKI:
1. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah
- Definisi: Fluktuasi kadar glukosa darah di atas atau di bawah rentang normal.
- Faktor yang berhubungan: Kurangnya pengetahuan terkait manajemen diabetes, pola makan tidak tepat, aktivitas fisik kurang.
2. Resiko Perfusi Jaringan Tidak Efektif
- Definisi: Berisiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke jaringan tubuh.
- Faktor Risiko: Hipertrofi otot jantung, riwayat diabetes melitus tipe 2.
3. Defisit Perawatan Diri
- Definisi: Ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri.
- Faktor yang berhubungan: Kurangnya pengetahuan terkait manajemen diabetes, keterbatasan fisik.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Stabilitas Kadar Glukosa Darah
- Kriteria hasil: Kadar glukosa darah dalam batas normal, tidak terjadi fluktuasi yang signifikan.
2. Perfusi Jaringan
- Kriteria hasil: Tidak ada tanda-tanda penurunan perfusi jaringan (edema, kerusakan jaringan, dll).
3. Perawatan Diri: Aktivitas Kehidupan Sehari-hari
- Kriteria hasil: Pasien mampu melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Manajemen Diabetes
- Monitor kadar glukosa darah secara rutin
- Kolaborasi untuk penyesuaian regimen pengobatan diabetes
- Edukasi terkait manajemen diabetes (diet, aktivitas fisik, manajemen stres, dll)
2. Manajemen Kardiovaskular
- Monitor tanda-tanda vital dan status kardiovaskular
- Kolaborasi dengan dokter untuk penanganan hipertrofi otot jantung
- Edukasi terkait gaya hidup yang mendukung kesehatan kardiovaskular
3. Perawatan Diri
- Identifikasi kemampuan dan keterbatasan pasien dalam melakukan aktivitas perawatan diri
- Berikan bantuan dan bimbingan dalam melakukan aktivitas perawatan diri
- Edukasi dan latih pasien dalam melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri
Penjelasan yang rinci dan terperinci:
Diagnosis keperawatan yang teridentifikasi berdasarkan kondisi Tn. Y adalah Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah, Resiko Perfusi Jaringan Tidak Efektif, dan Defisit Perawatan Diri. Masing-masing diagnosis memiliki definisi, faktor yang berhubungan, dan etiologi yang spesifik.
Luaran atau output yang diharapkan setelah pemberian asuhan keperawatan adalah Stabilitas Kadar Glukosa Darah, Perfusi Jaringan yang Efektif, dan Perawatan Diri: Aktivitas Kehidupan Sehari-hari yang Mandiri. Kriteria hasil untuk masing-masing luaran tersebut telah dijabarkan secara jelas.
Intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran mencakup Manajemen Diabetes, Manajemen Kardiovaskular, dan Perawatan Diri. Setiap intervensi memiliki rincian tindakan yang spesifik, seperti pemantauan, kolaborasi dengan dokter, dan edukasi yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien.
Secara keseluruhan, penjelasan yang diberikan mencakup aspek-aspek penting dalam proses asuhan keperawatan, mulai dari diagnosis, luaran, hingga intervensi yang diperlukan. Penjelasan disajikan dalam nada akademis dan dengan sudut pandang seorang perawat profesional. -
Article No. 12780 | 23 Feb 2025
Klinis : Identitas Pasien Nama: Ny. D Usia: 30 tahun Gravida/Para/Abortus (GPA): G2P1A0 Usia Kehamilan: 28 minggu Riwayat Obstetri: Persalinan pertama normal, bayi lahir dengan berat 4200 gram (makrosomia) Tidak ada riwayat keguguran Riwayat Penyakit: Tidak ada riwayat diabetes sebelum kehamilan Riwayat keluarga dengan diabetes tipe 2 (ibu kandung) Keluhan Utama Pasien datang ke klinik antenatal dengan keluhan sering merasa haus (polidipsia), sering buang air kecil (poliuria), dan kelelahan dalam beberapa minggu terakhir. Pemeriksaan Fisik Tanda vital: Tekanan darah: 120/80 mmHg Nadi: 85x/menit Berat badan sebelum hamil: 65 kg Berat badan saat ini: 77 kg (kenaikan >12 kg dalam 28 minggu kehamilan) Tinggi fundus uteri lebih besar dari usia kehamilan Pemeriksaan obstetri: Leopold: TFU lebih besar dari seharusnya, kemungkinan janin makrosomik Doppler USG: Denyut jantung janin 140x/menit Pemeriksaan Penunjang Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO): Puasa: 95 mg/dL (normal <92 mg/dL) 1 jam setelah 75 g glukosa: 185 mg/dL (normal <180 mg/dL) 2 jam setelah 75 g glukosa: 165 mg/dL (normal <153 mg/dL) HbA1c: 5,8% (sedikit meningkat) USG Janin: Perkiraan berat janin berlebihan untuk usia kehamilan (percentile >90%) Polihidramnion ringan (AFI 25 cm) Diagnosa Medis Diabetes Mellitus Gestasional (DMG) pada Usia Kehamilan 28 Minggu dengan Makrosomia Janin.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan, penjelasan singkat, serta standar SDKI, SLKI, dan SIKI yang sesuai:
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah berhubungan dengan Diabetes Mellitus Gestasional (DMG)
Penjelasan Singkat:
Pasien dengan DMG memiliki risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah yang dapat menyebabkan komplikasi bagi ibu dan janin, seperti makrosomia, polihidramnion, dan kelahiran prematur. Oleh karena itu, pasien membutuhkan pemantauan dan pengelolaan glukosa darah yang ketat selama kehamilan.
Standar SDKI, SLKI, dan SIKI:
SDKI: Risiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah
SLKI: Stabilitas Kadar Glukosa Darah
SIKI: Pemantauan Kadar Glukosa Darah, Manajemen Diabetes Mellitus Gestasional
2. Risiko Perfusi Jaringan Tidak Efektif berhubungan dengan Makrosomia Janin
Penjelasan Singkat:
Makrosomia janin pada pasien dengan DMG dapat menyebabkan gangguan perfusi jaringan, baik pada ibu maupun janin. Hal ini dapat meningkatkan risiko komplikasi, seperti distosia bahu, kelahiran sulit, dan trauma kelahiran. Oleh karena itu, diperlukan pemantauan ketat terhadap pertumbuhan janin dan tindakan intervensi yang tepat.
Standar SDKI, SLKI, dan SIKI:
SDKI: Risiko Perfusi Jaringan Tidak Efektif
SLKI: Perbaikan Perfusi Jaringan
SIKI: Pemantauan Pertumbuhan Janin, Intervensi Kelahiran Makrosomia
Dengan memahami diagnosa keperawatan, penjelasan singkat, dan standar SDKI, SLKI, serta SIKI, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan terfokus pada kebutuhan pasien dengan Diabetes Mellitus Gestasional.