Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 14834 | 26 Mar 2025
Klinis : Seorang pasien laki-laki, usia 58 tahun, datang ke IGD dengan keluhan sesak napas sejak 2 hari yang lalu. Pasien memiliki riwayat penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan merokok sejak usia 20 tahun. Saat pemeriksaan, ditemukan: 1. Frekuensi napas: 30 kali/menit 2. Saturasi oksigen: 88% (tanpa oksigen tambahan) 3. Penggunaan otot bantu napas tampak jelas 4. Suara napas wheezing (+) Dokter telah mendiagnosis pasien dengan eksaserbasi akut PPOK dan meresepkan terapi oksigen, bronkodilator nebulisasi, serta kortikosteroid.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Assalamualaikum, Terima kasih atas pertanyaan Anda. Sebagai perawat, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat mengenai SDKI, SLKI, dan SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi pasien yang Anda deskripsikan.
Diagnosa Keperawatan:
1. Pola Napas Tidak Efektif
2. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
3. Intoleransi Aktivitas
Penjelasan Singkat:
1. Pola Napas Tidak Efektif
SDKI: Perubahan frekuensi, kedalaman, atau irama pernapasan yang dapat mengganggu pertukaran gas.
SLKI: Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah memantau pola napas, memberikan oksigen, dan mengajarkan teknik pernapasan.
SIKI: Tujuan keperawatan adalah pasien dapat menunjukkan pola napas yang efektif.
2. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
SDKI: Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernapasan.
SLKI: Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah mengatur posisi, memberikan nebulisasi, dan melatih batuk efektif.
SIKI: Tujuan keperawatan adalah pasien dapat menunjukkan jalan napas yang bebas dari obstruksi.
3. Intoleransi Aktivitas
SDKI: Ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas rutin yang diinginkan akibat keterbatasan fisik.
SLKI: Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah mengatur aktivitas, memberikan energi yang cukup, dan melatih aktivitas.
SIKI: Tujuan keperawatan adalah pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa kelelahan yang berlebihan.
Semoga penjelasan ini bermanfaat bagi Anda. Jika ada pertanyaan lain, jangan ragu untuk menanyakannya. -
Article No. 14835 | 26 Mar 2025
Klinis : Nn. S berusia 19 tahun datang ke Poliklinik RS didampingi oleh orang tuanya karena akan melakukan kontrol pada bekas luka apendektomi yang dilakukan 3 hari yang lalu. Saat dilakukan pengkajian Nn. S mengeluh nyeri pada luka operasinya, wajah tampak meringis serta perban tampak lembab. Berdasarkan pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah 130/90 mmHg, frekuensi nadi 106 kali/menit, frekuensi pernafasan 23 kali/menit, suhu 37,4oC, dan skala nyeri 6. Perawat melakukan anamnesa tentang bagaimana aktivitas sehari-hari Nn.S yang bisa berdampak pada penyembuhan operasinya. Nn S menyampaikan tidak mengikuti discharge planning yang disampaikan saat meninggalkan RS seperti asupan nutrisi dan aktivitas yang dianjurkan. Selain itu perawat juga melakukan allo anamnesa pada keluarga klien untuk memvalidasi jawaban dari Nn.S. Perawat melakukan pengkajian pada luka Nn.S dan hasil observasi yaitu terdapat nanah dan rubor pada sekitar bekas luka dengan panjang ±5 cm. Perawat akan melakukan perawatan luka Nn.S. Selanjutnya perawat berkolaborasi dengan dokter terkait pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan pada pasien dan melakukan pemberian tatalaksana yang tepat pada klien.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi tersebut adalah:
1. Nyeri Akut
Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau digambarkan dalam istilah-istilah kerusakan tersebut (International Association for the Study of Pain/IASP, 1979 dalam SDKI, 2017).
Karakteristik Mayor: Melaporkan nyeri, Ekspresi wajah menunjukkan nyeri, Perubahan tanda-tanda vital, Perilaku menghindari nyeri.
Karakteristik Minor: Gelisah, Istirahat tidak adekuat, Posisi protektif.
2. Risiko Infeksi
Definisi: Rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogen yang dapat mengganggu kesehatan (SDKI, 2017).
Karakteristik Mayor: Prosedur invasif, Integritas kulit/mukosa terganggu, Kondisi kronis yang melemahkan sistem imun.
Karakteristik Minor: Paparan mikroorganisme patogen, Riwayat infeksi sebelumnya.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Nyeri Akut
- Klien melaporkan nyeri terkontrol (skala nyeri 0-3).
- Tanda-tanda vital stabil.
- Klien menunjukkan ekspresi wajah rileks.
- Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa hambatan.
2. Risiko Infeksi
- Tanda-tanda infeksi (rubor, kalor, dolor, tumor, funcio laesa) tidak ada.
- Luka operasi tampak bersih dan kering.
- Tidak ada tanda-tanda peradangan pada luka.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Nyeri Akut
- Lakukan pengkajian nyeri komprehensif.
- Berikan analgesik sesuai indikasi.
- Ajarkan teknik non-farmakologis untuk mengatasi nyeri (misalnya distraksi, relaksasi).
- Pantau tanda-tanda vital secara berkala.
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik yang adekuat.
2. Risiko Infeksi
- Lakukan perawatan luka secara aseptik.
- Pantau tanda-tanda infeksi secara berkala.
- Kolaborasi dengan dokter untuk melakukan pemeriksaan penunjang (misalnya kultur luka).
- Berikan antibiotik sesuai indikasi.
- Edukasi klien dan keluarga tentang perawatan luka yang benar.
- Kolaborasi dengan dokter untuk evaluasi dan modifikasi rencana perawatan.
Penjelasan rinci:
Dalam kasus ini, Nn. S mengalami nyeri pada bekas luka apendektomi yang dilakukan 3 hari sebelumnya. Selain itu, juga terdapat tanda-tanda infeksi pada luka, seperti adanya nanah dan rubor. Oleh karena itu, diagnosa keperawatan yang sesuai adalah Nyeri Akut dan Risiko Infeksi.
Luaran yang diharapkan setelah asuhan keperawatan adalah klien dapat melaporkan nyeri terkontrol, tanda-tanda vital stabil, tidak ada tanda-tanda infeksi pada luka, dan klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa hambatan. Intervensi keperawatan yang diperlukan mencakup pengkajian nyeri, pemberian analgesik, penggunaan teknik non-farmakologis untuk mengatasi nyeri, perawatan luka secara aseptik, pemantauan tanda-tanda infeksi, kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan penunjang dan pemberian antibiotik, serta edukasi klien dan keluarga.
Dengan intervensi yang tepat dan kolaborasi dengan dokter, diharapkan klien dapat mencapai luaran yang diharapkan, yaitu nyeri terkontrol dan tidak terjadi infeksi pada luka operasi. -
Article No. 14836 | 26 Mar 2025
Klinis : Defisit nutr
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan informasi yang rinci dan terperinci mengenai diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi keperawatan untuk kondisi "Defisit Nutrisi" berdasarkan standar SDKI, SLKI, dan SIKI.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi "Defisit Nutrisi" adalah "Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang Dari Kebutuhan Tubuh". Diagnosa ini menggambarkan ketidakmampuan individu untuk menyerap dan/atau menggunakan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh, yang dapat disebabkan oleh faktor-faktor seperti penurunan asupan nutrisi, gangguan pencernaan, atau peningkatan kebutuhan nutrisi.
Luaran/Output Keperawatan (SLKI):
Luaran yang diharapkan setelah pemberian Asuhan Keperawatan untuk kondisi "Defisit Nutrisi" adalah:
1. Status Nutrisi: Seimbang
Luaran ini menggambarkan keadaan di mana klien mampu mempertahankan asupan dan penyerapan nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan tubuhnya, sehingga status nutrisinya seimbang.
2. Berat Badan: Sesuai
Luaran ini menggambarkan keadaan di mana berat badan klien sesuai dengan usia, jenis kelamin, dan tinggi badan, menunjukkan adanya keseimbangan antara asupan nutrisi dan kebutuhan tubuh.
3. Pengetahuan: Perilaku Makan yang Sehat
Luaran ini menggambarkan pemahaman klien mengenai perilaku makan yang sehat, yang dapat mendukung pemenuhan kebutuhan nutrisi.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
Intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran pada kondisi "Defisit Nutrisi" adalah:
1. Manajemen Nutrisi
Intervensi ini bertujuan untuk memantau, mengatur, dan meningkatkan asupan nutrisi klien sesuai dengan kebutuhan tubuhnya. Intervensi ini dapat mencakup:
- Pengkajian status nutrisi
- Penyusunan rencana makan
- Pemberian makanan/suplemen sesuai kebutuhan
- Monitoring asupan dan status nutrisi
2. Edukasi Gizi
Intervensi ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman klien mengenai nutrisi yang seimbang dan perilaku makan yang sehat. Intervensi ini dapat mencakup:
- Edukasi tentang zat gizi dan kebutuhan nutrisi
- Edukasi tentang jenis makanan yang sehat
- Edukasi tentang teknik makan yang baik
- Pemberian informasi mengenai sumber nutrisi yang sesuai
3. Dukungan Nutrisi
Intervensi ini bertujuan untuk memberikan dukungan dan bantuan yang diperlukan klien dalam memenuhi kebutuhan nutrisinya. Intervensi ini dapat mencakup:
- Fasilitasi pengaturan makanan
- Kolaborasi dengan ahli gizi
- Pemberian bantuan dalam mengkonsumsi makanan/suplemen
Penerapan intervensi-intervensi tersebut secara komprehensif dan kolaboratif dengan profesi kesehatan lain diharapkan dapat membantu klien mencapai luaran yang diharapkan, yaitu status nutrisi yang seimbang, berat badan yang sesuai, dan peningkatan pengetahuan mengenai perilaku makan yang sehat. -
Article No. 14837 | 26 Mar 2025
Klinis : Defisit nutrisi
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci untuk kondisi defisit nutrisi berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) dengan tone akademis dan persona pakar nurse.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi defisit nutrisi adalah "Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh" (SDKI, 2017). Diagnosa ini didefinisikan sebagai "Asupan nutrisi yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik" (SDKI, 2017). Karakteristik definisi ini mencakup berat badan di bawah rentang ideal, riwayat penurunan berat badan, dan asupan makanan yang tidak adekuat.
Luaran/Output SLKI:
Luaran/output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan untuk kondisi defisit nutrisi adalah:
1. Berat Badan: Peningkatan Berat Badan (SLKI, 2019)
- Definisi: Tercapainya peningkatan berat badan sesuai dengan kebutuhan dan harapan pasien/keluarga.
- Kriteria hasil: Berat badan meningkat sesuai dengan rentang normal.
2. Asupan Nutrisi: Adekuat (SLKI, 2019)
- Definisi: Tercapainya asupan nutrisi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
- Kriteria hasil: Pasien menunjukkan asupan makanan dan/atau cairan yang adekuat.
Intervensi Keperawatan SIKI:
Intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran pada kondisi defisit nutrisi adalah:
1. Manajemen Nutrisi (SIKI, 2018)
- Definisi: Tindakan memfasilitasi, mendukung, dan memonitor asupan nutrisi pasien.
- Aktivitas:
- Identifikasi kebutuhan nutrisi pasien
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk merencanakan intervensi nutrisi yang tepat
- Fasilitasi peningkatan asupan nutrisi (makanan, suplemen, dll.)
- Monitoring status nutrisi (berat badan, intake, dll.)
- Edukasi pasien/keluarga tentang pentingnya nutrisi yang adekuat
2. Manajemen Berat Badan (SIKI, 2018)
- Definisi: Tindakan memfasilitasi, mendukung, dan memonitor status berat badan pasien.
- Aktivitas:
- Identifikasi status berat badan pasien
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetapkan target berat badan
- Implementasi intervensi untuk mencapai target berat badan
- Monitoring berat badan secara berkala
- Edukasi pasien/keluarga tentang pengelolaan berat badan yang sehat
Dengan mengimplementasikan intervensi keperawatan yang komprehensif dan berpusat pada pasien, diharapkan dapat mencapai luaran/output yang diinginkan, yaitu peningkatan berat badan dan tercapainya asupan nutrisi yang adekuat pada pasien dengan kondisi defisit nutrisi. -
Article No. 14838 | 26 Mar 2025
Klinis : Status nutrisi
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan informasi yang rinci dan terperinci mengenai diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi keperawatan untuk kondisi status nutrisi.
Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
Berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi status nutrisi adalah "Risiko Malnutrisi". Diagnosa ini mencerminkan adanya potensi masalah terkait status nutrisi yang dapat menyebabkan defisiensi atau kelebihan nutrisi, yang dapat berdampak pada kesehatan dan kesejahteraan pasien.
Luaran/Output yang Diharapkan Setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Sesuai dengan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran yang diharapkan setelah pemberian asuhan keperawatan untuk kondisi risiko malnutrisi adalah:
1. Status Nutrisi: Pasien menunjukkan status nutrisi yang adekuat, dengan indikator:
- Intake nutrisi sesuai kebutuhan
- Berat badan dalam rentang normal
- Tidak ada tanda-tanda defisiensi atau kelebihan nutrisi
2. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan: Pasien menunjukkan perilaku pemeliharaan kesehatan yang sesuai, dengan indikator:
- Pasien dapat mengidentifikasi kebutuhan nutrisi yang adekuat
- Pasien dapat merencanakan dan melaksanakan pola makan yang sesuai
- Pasien dapat mengenali tanda-tanda malnutrisi dan mengambil tindakan yang tepat
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan untuk Mencapai Tujuan Luaran (SIKI):
Berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai luaran yang diharapkan pada kondisi risiko malnutrisi adalah:
1. Asuhan Nutrisi
- Identifikasi status nutrisi pasien (antropometri, biokimia, klinis, dan diet)
- Identifikasi kebutuhan nutrisi pasien berdasarkan usia, jenis kelamin, aktivitas, dan kondisi kesehatan
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menyusun rencana diet yang sesuai
- Pantau asupan nutrisi pasien dan lakukan intervensi untuk memastikan intake yang adekuat
2. Edukasi Kesehatan
- Jelaskan kepada pasien mengenai pentingnya nutrisi yang adekuat untuk kesehatan
- Ajarkan pasien cara mengenali tanda-tanda malnutrisi dan langkah-langkah yang dapat diambil
- Beri motivasi dan dukungan kepada pasien untuk mempertahankan pola makan yang sehat
3. Kolaborasi Interprofesional
- Koordinasi dengan ahli gizi, dokter, dan profesi kesehatan lain untuk mengelola status nutrisi pasien secara komprehensif
- Lakukan rujukan kepada ahli gizi atau spesialis terkait jika diperlukan
Penerapan intervensi keperawatan ini secara komprehensif diharapkan dapat membantu pasien mencapai status nutrisi yang adekuat dan pola pemeliharaan kesehatan yang sesuai. -
Article No. 14839 | 26 Mar 2025
Klinis : Klien mengatakan lemas
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berdasarkan kondisi yang Anda sampaikan, yaitu klien mengatakan lemas, dengan tone akademis dan persona pakar/perawat, maka dapat disimpulkan diagnosis keperawatan yang sesuai adalah:
1. Diagnosis Keperawatan (SDKI):
Kelelahan
Definisi: Pengalaman fisik dan/atau mental yang lemah atau tidak adekuat untuk menyelesaikan aktivitas sehari-hari.
2. Penjelasan Singkat:
a. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Merupakan standar diagnosis keperawatan yang dikembangkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).
- SDKI berisi daftar diagnosis keperawatan beserta definisi, faktor yang terkait, karakteristik definisi, serta luaran yang diharapkan.
- Diagnosis keperawatan "Kelelahan" memiliki definisi sebagaimana disebutkan di atas, dengan karakteristik definisi seperti keluhan keletihan, penurunan energi, dan menurunnya kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
b. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Merupakan standar luaran keperawatan yang dikembangkan oleh PPNI.
- SLKI berisi daftar luaran keperawatan beserta definisi, domain, kelas, dan indikator hasil yang diharapkan.
- Luaran keperawatan yang terkait dengan diagnosis "Kelelahan" antara lain adalah Pemulihan Energi, Toleransi Aktivitas, dan Manajemen Kelelahan.
c. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Merupakan standar intervensi keperawatan yang dikembangkan oleh PPNI.
- SIKI berisi daftar intervensi keperawatan beserta definisi, aktivitas, dan rasional dari masing-masing intervensi.
- Intervensi keperawatan yang dapat diberikan untuk mengatasi diagnosis "Kelelahan" antara lain adalah Manajemen Energi, Peningkatan Aktivitas, dan Manajemen Kelelahan.
Dalam praktik keperawatan, diagnosis keperawatan, luaran, dan intervensi yang sesuai dengan kondisi klien dapat digunakan sebagai panduan untuk memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan berpusat pada klien. -
Article No. 14840 | 26 Mar 2025
Klinis : HIPERVOLEMI
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI-SLKI-SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi Hipervolemi.
Diagnosa Keperawatan:
Hipervolemi
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Hipervolemi didefinisikan sebagai kelebihan cairan tubuh yang ditandai dengan peningkatan volume cairan ekstraseluler. Kondisi ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kelebihan asupan cairan, gangguan fungsi ginjal, atau kondisi medis lainnya.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari penanganan hipervolemi adalah klien menunjukkan tanda-tanda perbaikan, seperti penurunan berat badan, penurunan edema, dan peningkatan kemampuan beraktivitas. Klien juga diharapkan dapat memahami faktor penyebab dan cara mengendalikan cairan tubuh.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan untuk mengatasi hipervolemi meliputi:
1. Pemantauan tanda-tanda vital, intake-output, dan berat badan secara berkala.
2. Pembatasan asupan cairan sesuai kebutuhan.
3. Pemberian diuretik, jika diperlukan, untuk membantu mengeluarkan kelebihan cairan.
4. Edukasi klien dan keluarga mengenai pentingnya pengendalian asupan cairan dan pemantauan berat badan.
5. Kolaborasi dengan tim medis untuk mengoptimalkan penanganan hipervolemi.
Dalam penanganan hipervolemi, perawat berperan penting dalam memantau kondisi klien, memberikan intervensi yang tepat, serta melibatkan klien dan keluarga dalam proses perawatan. Tujuannya adalah mencapai stabilitas cairan tubuh dan mencegah komplikasi yang dapat timbul akibat hipervolemi. -
Article No. 14841 | 26 Mar 2025
Klinis : HIPERVOLEMI
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan: Hipervolemi
Penjelasan:
Hipervolemi adalah kondisi medis di mana volume cairan tubuh meningkat melebihi normal. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti asupan cairan yang berlebihan, gangguan fungsi ginjal, atau kondisi lain yang menyebabkan retensi cairan dalam tubuh.
Berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) yang diterbitkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), berikut penjelasan singkat mengenai kondisi hipervolemi:
SDKI:
- Definisi: Kelebihan volume cairan yang ditandai dengan peningkatan volume cairan ekstraseluler atau intravaskular.
- Penyebab: Asupan cairan berlebihan, gangguan fungsi ginjal, penyakit jantung, penggunaan obat-obatan tertentu.
- Tanda dan Gejala: Edema, peningkatan berat badan, dispnea, peningkatan tekanan darah, distensi vena jugularis.
SLKI:
- Luaran yang diharapkan: Pasien menunjukkan volume cairan yang adekuat, tidak ada tanda-tanda hipervolemia, dan tidak ada komplikasi.
SIKI:
- Intervensi Keperawatan: Monitor asupan dan pengeluaran cairan, batasi asupan cairan, berikan diuretik sesuai indikasi, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk penanganan hipervolemia.
Sebagai seorang perawat profesional, saya akan melakukan pengkajian komprehensif, merumuskan diagnosa keperawatan, dan menyusun rencana asuhan keperawatan yang tepat untuk mengatasi kondisi hipervolemi pada pasien. -
Article No. 14842 | 26 Mar 2025
Klinis : Tn. B, 35 tahun, mengatakan masuk kepanti Bina Laras 3 bulan lalu. Klien mengatakan bisa sampai ke panti Bina Laras karena dbawa oleh petugas satpol pp saat akan ke warung. Klien anak ke 1 dari 2 bersaudara, selama ini tinggal bersama ibu kandung,adik dan ipar pasien,karena ayah pasien sudah meninggal dan pasien sudah bercerai, pendidikan pasien SMA. Sebelum masuk panti pekerjaan klien berdagang. Klien mengatakan pernah ditempatkan di panti di Balaraja karena pasien mendengar suara suara,setelah kematian ayahnya. Klien mengatakan merasa sangat kehilangan ayahnya karena klien sangat dekat dengan ayahnya. Menurut klien ayahnya sangat baik, melindungi dan sangat memanjakan klien. Saat ayahnya meninggal klien merasa kehilangan, sedih berkepanjangan sampai akhirnya klien mendengar suara suara yang selalu mengganggunya.Klien mengatakan Sudah sempat pulang kerumah dari panti,dirumah rutin minum obat dan kontrol ke dokter. Saat pandemi covid 19 usaha toko tutup,pasien dan keluarga hanya di rumah saja,saat itu pasien mulai jarang kontrol ke dokter,sehingga berhenti minum obat juga.Pada tahun 2022 pasien bercerai,pasien mengatakan saat itu sering melamun sendiri karena sedih di tinggal istri dan anak anaknya.Pasien juga mengatakan semenjak bercerai jarang bertemu dengan anaknya karena anak anak di bawa istrinya tinggal di daerah Cibubur. Pasien merasa sedih dan kesepian dan rendah diri,sejak bercerai pasien mulai sering mendengar suara angin kencang seperti angin topan yang menyerang dirinya setelah itu dilanjutkan dengan suara orang bersiul yang seperti meledek dirinya. Pada saat awal di kaji Klien terlihat sedang menutup telinga,klien tampak terlihat berbicara sendiri setelah itu diam termenung. Saat pertama kali bertemu dengan perawat klien tampak tegang dan gugup, sulit memulai interaksi dan terlihat kaku, kontak mata kurang kadang cenderung menatap ke arah lain, pasif saat berkomunikasi, suara pelan dan halus, ekspresi tampak datar.Pada saat klien diajak berbicara oleh perawat tampak tidak fokus saat berkomunikasi,tidak banyak berbicara,bicara hanya seadanya saja.berbicara berpindah-pindah topik yang tidak nyambung (inkoheren),tampak menyelidik/mudah curiga ke perawat.tampak tertunduk saat bercerita tentang keluarganya, klien mengatakan rajin mengikuti kegiatan di panti.,tampak jarang berinteraksi dan berkenalan dengan orang lain.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk Tn. B:
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Perilaku Kekerasan (Nanda-I, 2018)
Definisi: Risiko untuk perilaku yang dapat menyebabkan cedera fisik pada diri sendiri atau orang lain.
2. Isolasi Sosial (Nanda-I, 2018)
Definisi: Pengalaman individu yang merasa terisolasi atau tidak terhubung dengan orang lain, baik dalam situasi sosial maupun emosional.
3. Berduka (Nanda-I, 2018)
Definisi: Respon normal terhadap kehilangan orang yang dicintai, status, fungsi, atau objek yang berharga.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
1. Risiko Perilaku Kekerasan:
- Karakteristik utama: Perilaku yang dapat menyebabkan cedera fisik pada diri sendiri atau orang lain.
- Faktor risiko: Isolasi sosial, kehilangan, stres emosional.
2. Isolasi Sosial:
- Karakteristik utama: Perasaan terisolasi atau tidak terhubung dengan orang lain.
- Faktor yang berkontribusi: Kehilangan, perubahan status, gangguan psikologis.
3. Berduka:
- Karakteristik utama: Respon normal terhadap kehilangan orang yang dicintai, status, fungsi, atau objek yang berharga.
- Faktor yang berkontribusi: Kematian, perceraian, kehilangan pekerjaan.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Risiko Perilaku Kekerasan:
- Luaran yang diharapkan: Klien dapat menunjukkan perilaku yang tidak menyakiti diri sendiri atau orang lain.
2. Isolasi Sosial:
- Luaran yang diharapkan: Klien dapat berinteraksi dengan orang lain dan terlibat dalam kegiatan sosial.
3. Berduka:
- Luaran yang diharapkan: Klien dapat menerima kehilangan dan menunjukkan ekspresi emosional yang sesuai.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Risiko Perilaku Kekerasan:
- Intervensi: Manajemen amarah, terapi suportif, terapi kelompok.
2. Isolasi Sosial:
- Intervensi: Terapi suportif, terapi aktivitas, peningkatan sosialisasi.
3. Berduka:
- Intervensi: Terapi suportif, terapi kognitif, terapi kelompok.
Kesimpulan:
Berdasarkan informasi yang diberikan, Tn. B mengalami risiko perilaku kekerasan, isolasi sosial, dan berduka. Intervensi keperawatan yang dapat diberikan adalah manajemen amarah, terapi suportif, terapi kelompok, peningkatan sosialisasi, dan terapi kognitif untuk membantu Tn. B dalam mengatasi permasalahan yang dihadapinya. -
Article No. 14843 | 26 Mar 2025
Klinis : Tn. B, 35 tahun, mengatakan masuk kepanti Bina Laras 3 bulan lalu. Klien mengatakan bisa sampai ke panti Bina Laras karena dbawa oleh petugas satpol pp saat akan ke warung. Klien anak ke 1 dari 2 bersaudara, selama ini tinggal bersama ibu kandung,adik dan ipar pasien,karena ayah pasien sudah meninggal dan pasien sudah bercerai, pendidikan pasien SMA. Sebelum masuk panti pekerjaan klien berdagang. Klien mengatakan pernah ditempatkan di panti di Balaraja karena pasien mendengar suara suara,setelah kematian ayahnya. Klien mengatakan merasa sangat kehilangan ayahnya karena klien sangat dekat dengan ayahnya. Menurut klien ayahnya sangat baik, melindungi dan sangat memanjakan klien. Saat ayahnya meninggal klien merasa kehilangan, sedih berkepanjangan sampai akhirnya klien mendengar suara suara yang selalu mengganggunya.Klien mengatakan Sudah sempat pulang kerumah dari panti,dirumah rutin minum obat dan kontrol ke dokter. Saat pandemi covid 19 usaha toko tutup,pasien dan keluarga hanya di rumah saja,saat itu pasien mulai jarang kontrol ke dokter,sehingga berhenti minum obat juga.Pada tahun 2022 pasien bercerai,pasien mengatakan saat itu sering melamun sendiri karena sedih di tinggal istri dan anak anaknya.Pasien juga mengatakan semenjak bercerai jarang bertemu dengan anaknya karena anak anak di bawa istrinya tinggal di daerah Cibubur. Pasien merasa sedih dan kesepian dan rendah diri,sejak bercerai pasien mulai sering mendengar suara angin kencang seperti angin topan yang menyerang dirinya setelah itu dilanjutkan dengan suara orang bersiul yang seperti meledek dirinya. Pada saat awal di kaji Klien terlihat sedang menutup telinga,klien tampak terlihat berbicara sendiri setelah itu diam termenung. Saat pertama kali bertemu dengan perawat klien tampak tegang dan gugup, sulit memulai interaksi dan terlihat kaku, kontak mata kurang kadang cenderung menatap ke arah lain, pasif saat berkomunikasi, suara pelan dan halus, ekspresi tampak datar.Pada saat klien diajak berbicara oleh perawat tampak tidak fokus saat berkomunikasi,tidak banyak berbicara,bicara hanya seadanya saja.berbicara berpindah-pindah topik yang tidak nyambung (inkoheren),tampak menyelidik/mudah curiga ke perawat.tampak tertunduk saat bercerita tentang keluarganya, klien mengatakan rajin mengikuti kegiatan di panti.,tampak jarang berinteraksi dan berkenalan dengan orang lain.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: 1. Kode ICD-10:
- Kode: F20.0 (Schizophrenia, paranoid type)
- Deskripsi: Diagnosis yang sesuai dengan gejala yang dilaporkan adalah Skizofrenia, tipe paranoid. Pasien menunjukkan gejala-gejala seperti halusinasi akustik (mendengar suara-suara), kecurigaan, serta gangguan dalam fungsi sosial dan pekerjaan.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 94.24 (Psychiatric admission to mental health facility)
- Deskripsi: Pasien telah dirawat di panti rehabilitasi mental (Panti Bina Laras) selama 3 bulan, menunjukkan adanya riwayat rawat inap psikiatri sebelumnya di panti rehabilitasi mental lainnya (Balaraja).
Penjelasan tambahan:
Pasien Tn. B, berusia 35 tahun, memiliki riwayat skizofrenia paranoid yang dimulai setelah kematian ayahnya. Pasien menunjukkan gejala halusinasi akustik berupa suara-suara yang mengganggu, serta gangguan dalam fungsi sosial dan pekerjaan. Pasien pernah dirawat di panti rehabilitasi mental sebelumnya, namun kemudian dapat pulang dan rutin kontrol serta minum obat. Namun, selama pandemi COVID-19, pasien menjadi jarang kontrol dan berhenti minum obat, yang menyebabkan kondisinya kembali memburuk. Pasien juga mengalami stressor tambahan berupa perceraian, yang memperburuk kondisi psikologisnya dan memicu kambuhnya gejala psikotik. Saat ini, pasien dirawat kembali di panti rehabilitasi mental (Panti Bina Laras) untuk mendapatkan perawatan dan intervensi yang sesuai.