Kondisi: Risiko Hipovolemia (Kekurangan Volume Cairan)
Kode SDKI: D.0034
Definisi dan Deskripsi SDKI (500-1000 kata):
Definisi: Berisiko mengalami penurunan volume cairan intravaskular, interstisial, dan/atau intraselular.
Deskripsi:
Risiko Hipovolemia adalah suatu kondisi di mana individu berpotensi mengalami deplesi atau kekurangan volume cairan di dalam tubuh. Cairan tubuh terdistribusi di tiga kompartemen utama: intraselular (di dalam sel), interstisial (di antara sel), dan intravaskular (di dalam pembuluh darah). Keseimbangan cairan di antara kompartemen ini sangat vital untuk fungsi fisiologis normal, termasuk transportasi nutrisi dan oksigen, regulasi suhu tubuh, pembuangan produk sisa metabolisme, dan pemeliharaan tekanan darah. Hipovolemia secara spesifik merujuk pada penurunan volume cairan di dalam pembuluh darah (cairan intravaskular), yang jika tidak ditangani dapat menyebabkan syok hipovolemik, suatu kondisi gawat darurat yang mengancam jiwa.
Diagnosis keperawatan "Risiko Hipovolemia" tidak menyatakan bahwa pasien saat ini mengalami kekurangan cairan, melainkan mengidentifikasi adanya faktor-faktor risiko yang signifikan yang dapat menyebabkan kondisi tersebut jika tidak ada intervensi pencegahan. Peran perawat adalah mengidentifikasi faktor risiko ini secara dini, melakukan pemantauan ketat, dan mengimplementasikan tindakan preventif untuk menjaga keseimbangan cairan.
Berdasarkan skenario pembelajaran yang diberikan, beberapa faktor risiko utama dapat diidentifikasi:
Kekurangan Pengetahuan (Kurang Terpapar Informasi): Ini adalah faktor risiko krusial. Seseorang yang tidak memahami cara menghitung kebutuhan cairan hariannya, terutama pada kelompok usia yang berbeda (anak-anak, remaja, dewasa), cenderung tidak mengonsumsi cairan dalam jumlah yang cukup. Anak-anak memiliki metabolisme yang lebih tinggi dan persentase air tubuh yang lebih besar, membuat mereka lebih rentan terhadap dehidrasi. Remaja dan dewasa dengan gaya hidup aktif juga memiliki kebutuhan cairan yang lebih tinggi. Tanpa pengetahuan tentang cara menjaga asupan cairan yang adekuat, seperti mengenali tanda-tanda awal haus atau pentingnya minum sebelum merasa haus, individu tersebut berisiko mengalami deplesi cairan secara bertahap.
Aktivitas Berat (Pekerjaan Fisik Berat): Pekerjaan atau aktivitas fisik yang berat menyebabkan peningkatan laju metabolisme dan produksi panas tubuh. Untuk mendinginkan diri, tubuh akan mengeluarkan keringat (evaporasi). Keringat tidak hanya mengandung air tetapi juga elektrolit penting seperti natrium dan kalium. Kehilangan cairan melalui keringat yang berlebihan tanpa penggantian yang memadai adalah penyebab umum hipovolemia. Pekerja konstruksi, atlet, atau individu yang bekerja di lingkungan panas berisiko sangat tinggi. Mereka mungkin kehilangan beberapa liter cairan dalam beberapa jam saja.
Penyebab Lain dan Kondisi Klinis Terkait: Selain faktor-faktor di atas, SDKI juga mengidentifikasi berbagai faktor risiko lain yang perlu diwaspadai perawat. Ini termasuk kehilangan cairan aktif melalui muntah, diare, atau perdarahan. Kondisi medis seperti demam (meningkatkan kehilangan cairan tak kasat mata/insensible water loss), luka bakar (kehilangan cairan melalui kulit yang rusak), penyakit ginjal, atau penggunaan diuretik juga dapat mengganggu keseimbangan cairan. Usia ekstrem (bayi dan lansia) juga merupakan faktor risiko karena mekanisme kompensasi tubuh mereka kurang efisien.
Ketika tubuh mulai kekurangan cairan, serangkaian mekanisme kompensasi akan diaktifkan. Sistem renin-angiotensin-aldosteron dan hormon antidiuretik (ADH) akan bekerja untuk menahan natrium dan air di ginjal, sehingga produksi urin menurun dan urin menjadi lebih pekat. Jantung akan berdetak lebih cepat (takikardia) untuk mencoba mempertahankan curah jantung dan tekanan darah meskipun volume darah berkurang. Jika deplesi cairan terus berlanjut, tanda dan gejala klinis akan muncul, menandakan transisi dari "risiko" menjadi "aktual". Gejala ini meliputi rasa haus yang hebat, mulut dan membran mukosa kering, turgor kulit menurun (kulit lambat kembali saat dicubit), mata cekung, pusing saat berdiri (hipotensi ortostatik), kelemahan, dan penurunan kesadaran pada kasus yang parah. Oleh karena itu, asesmen keperawatan yang komprehensif untuk pasien dengan Risiko Hipovolemia harus mencakup pemantauan tanda-tanda vital, turgor kulit, status membran mukosa, serta pencatatan asupan dan haluaran cairan (intake and output) secara akurat. Edukasi kepada pasien dan keluarga menjadi intervensi kunci untuk memberdayakan mereka dalam mengelola asupan cairan secara mandiri dan mengenali tanda bahaya.
Kode SLKI: L.03020
Luaran yang Diharapkan:
Keseimbangan Cairan (Meningkat)
Setelah dilakukan intervensi keperawatan, diharapkan keseimbangan cairan pasien meningkat dengan kriteria hasil:
- Asupan cairan meningkat
- Haluaran urin meningkat
- Kelembaban membran mukosa meningkat
- Turgor kulit membaik
- Tekanan darah membaik
- Denyut nadi radial membaik
- Frekuensi nadi membaik
- Perasaan lemah menurun
- Mata cekung menurun
- Dehidrasi menurun
Kode SIKI: I.03116
Intervensi Utama:
Manajemen Hipovolemia
Definisi: Mengidentifikasi dan mengelola penurunan volume cairan intravask
Klinis : Carikan jawaban dan tatacara untuk pembelajaran
1. mencari jumlah cairan padahal anak-anak, remaja, dewasa dan lain lain
2. Cara menjaga cairan padahal tubuh
3. Kondisi tubuh kita ketika kekurangan cairan dan penyebabnya
4. Fisik pekerjaan Yang berat berat
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10:
Kondisi: Dehidrasi / Penipisan Volume
Kode ICD-10: E86
Deskripsi Singkat : Dehidrasi adalah kondisi yang terjadi ketika tubuh kehilangan lebih banyak cairan daripada yang diasup, sehingga tidak memiliki cukup air dan cairan lain untuk menjalankan fungsi normalnya. Kondisi ini diklasifikasikan dalam ICD-10 dengan kode E86, yang secara spesifik merujuk pada 'Penipisan Volume' (Volume Depletion). Kebutuhan cairan bervariasi secara signifikan antar individu, tergantung pada usia (anak-anak, remaja, dewasa), tingkat aktivitas fisik, dan kondisi lingkungan. Menjaga keseimbangan cairan sangat penting untuk fungsi organ, regulasi suhu tubuh, dan transportasi nutrisi. Kekurangan cairan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk asupan yang tidak memadai, keringat berlebih akibat aktivitas fisik berat atau cuaca panas, serta kondisi medis seperti diare dan muntah. Gejala dehidrasi berkisar dari ringan hingga berat, meliputi rasa haus, mulut kering, urin berwarna gelap pekat, kelelahan, pusing, dan pada kasus yang parah dapat menyebabkan kebingungan, penurunan kesadaran, hingga syok hipovolemik yang mengancam jiwa. Kode E86 digunakan oleh para profesional medis untuk mendokumentasikan diagnosis ini secara akurat dalam rekam medis, yang penting untuk perencanaan perawatan, analisis statistik kesehatan, dan proses klaim asuransi.
***PERINGATAN: Informasi dan kode ini adalah SARAN untuk tujuan DIKLAT/SIMULASI dan BUKAN pengganti kodifikasi resmi oleh profesional medis.***
Klinis : Carikan jawaban dan tatacara untuk pembelajaran
1. mencari jumlah cairan padahal anak-anak, remaja, dewasa dan lain lain
2. Cara menjaga cairan padahal tubuh
3. Kondisi tubuh kita ketika kekurangan cairan dan penyebabnya
4. Fisik pekerjaan Yang berat berat
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI:
Kondisi: Risiko Kekurangan Volume Cairan Akibat Aktivitas Berat dan Kurangnya Pengetahuan
Kode SDKI: D.0034
Definisi dan Deskripsi SDKI (500-1000 kata):
Risiko Defisit Volume Cairan didefinisikan sebagai kondisi berisiko mengalami penurunan volume cairan intravaskular, interstisial, dan/atau intraselular. Ini bukan kondisi dehidrasi yang sudah terjadi, melainkan sebuah potensi atau kerentanan tinggi untuk mengalaminya. Diagnosis ini sangat relevan dalam konteks edukasi dan pencegahan, terutama ketika individu dihadapkan pada faktor-faktor risiko seperti aktivitas fisik berat, kurangnya pengetahuan tentang kebutuhan cairan, dan paparan lingkungan yang meningkatkan pengeluaran cairan.
Cairan tubuh, yang menyusun sekitar 60% dari berat badan orang dewasa, adalah komponen esensial untuk kehidupan. Cairan ini terdistribusi di dalam sel (intraselular) dan di luar sel (ekstraselular), yang mencakup cairan di antara sel (interstisial) dan di dalam pembuluh darah (intravaskular/plasma). Fungsi cairan sangat vital, antara lain sebagai medium transportasi nutrien, oksigen, dan hormon ke seluruh sel; membuang sisa metabolisme; meregulasi suhu tubuh melalui keringat; serta melumasi sendi dan organ. Keseimbangan cairan (homeostasis) dijaga secara ketat oleh tubuh melalui mekanisme kompleks yang melibatkan ginjal, hormon (seperti ADH dan aldosteron), dan rasa haus. Keseimbangan ini bergantung pada asupan (intake) yang setara dengan pengeluaran (output).
Kebutuhan cairan individu sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, menjadikannya topik penting dalam edukasi kesehatan.
- Perhitungan Kebutuhan Cairan: Mengetahui cara menghitung kebutuhan cairan adalah langkah pertama dalam pencegahan. Kebutuhan ini berbeda signifikan antar kelompok usia:
- Anak-anak: Memiliki metabolisme yang lebih tinggi dan rasio permukaan tubuh terhadap massa yang lebih besar, membuat mereka lebih rentan terhadap dehidrasi. Metode Holliday-Segar sering digunakan sebagai panduan: 100 ml/kg untuk 10 kg pertama berat badan, 50 ml/kg untuk 10 kg berikutnya, dan 20 ml/kg untuk setiap kg di atas 20 kg.
- Remaja dan Dewasa: Kebutuhan umumnya dihitung sekitar 30-35 ml/kg berat badan per hari dalam kondisi normal. Sebagai contoh, orang dewasa dengan berat 70 kg membutuhkan sekitar 2100-2450 ml cairan per hari.
- Lansia: Mekanisme rasa haus pada lansia seringkali menurun, sehingga mereka berisiko lebih tinggi. Kebutuhan cairan tetap penting, namun mungkin perlu disesuaikan dengan kondisi komorbid seperti gagal jantung atau ginjal.
Faktor lain seperti iklim, tingkat aktivitas, dan kondisi kesehatan (demam, diare) akan meningkatkan kebutuhan cairan dasar ini.
- Cara Menjaga Keseimbangan Cairan: Menjaga keseimbangan cairan adalah proses aktif yang melibatkan kesadaran dan kebiasaan. Ini tidak hanya tentang minum air putih, tetapi juga mencakup asupan dari makanan (seperti buah dan sayur yang kaya air) dan minuman lain. Strategi utamanya adalah minum secara teratur sepanjang hari, bahkan sebelum rasa haus muncul, karena haus adalah tanda awal tubuh sudah mulai kekurangan cairan. Membawa botol minum dan menetapkan target harian dapat sangat membantu.
- Kondisi Kekurangan Cairan (Dehidrasi) dan Penyebabnya: Ketika pengeluaran cairan melebihi asupan, tubuh akan mengalami dehidrasi. Gejala awalnya meliputi rasa haus, mulut kering, urin berwarna kuning pekat, dan penurunan frekuensi buang air kecil. Jika berlanjut, dapat timbul gejala yang lebih serius seperti pusing, kelemahan, sakit kepala, jantung berdebar, penurunan turgor kulit (kulit lambat kembali saat dicubit), dan pada kasus berat, dapat menyebabkan kebingungan, syok hipovolemik, gagal ginjal akut, hingga kematian. Penyebab utamanya adalah asupan yang tidak adekuat (kurang minum) atau kehilangan cairan yang berlebihan. Kehilangan cairan berlebihan dapat terjadi melalui keringat (diaphoresis), muntah, diare, atau kondisi medis lain.
- Pekerjaan Fisik Berat: Ini adalah salah satu faktor risiko utama untuk defisit volume cairan. Aktivitas fisik yang intens meningkatkan laju metabolisme dan produksi panas tubuh. Untuk mendinginkan diri, tubuh akan mengeluarkan keringat dalam jumlah besar. Seorang pekerja yang melakukan aktivitas berat di bawah cuaca panas dapat kehilangan beberapa liter cairan per jam. Jika cairan dan elektrolit yang hilang ini tidak segera digantikan, risiko dehidrasi berat meningkat secara drastis. Hal ini tidak hanya menurunkan performa kerja tetapi juga membahayakan kesehatan, meningkatkan risiko heat exhaustion atau heat stroke.
Oleh karena itu, diagnosis "Risiko Defisit Volume Cairan" menjadi krusial untuk mengidentifikasi individu atau kelompok yang rentan dan memberikan intervensi edukatif yang tepat sasaran untuk mencegah terjadinya dehidrasi.
Kode SLKI: L.03020
Lu
Klinis : Perhitungan Kebutuhan Cairan: Mengetahui cara menghitung kebutuhan cairan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI:
Kondisi: Perhitungan Kebutuhan Cairan: Mengetahui cara menghitung kebutuhan cairan
Kode SDKI: D.0111
Definisi dan Deskripsi SDKI (500-1000 kata): Defisit Pengetahuan adalah kondisi ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan dengan topik tertentu. Diagnosis ini tidak mencerminkan kemampuan intelektual individu, melainkan menyoroti adanya kesenjangan antara informasi yang seharusnya diketahui untuk mengelola kesehatan secara mandiri dengan informasi yang saat ini dimiliki oleh pasien, keluarga, atau bahkan tenaga kesehatan dalam pelatihan. Dalam konteks 'Mengetahui cara menghitung kebutuhan cairan', defisit pengetahuan merujuk pada ketidakmampuan atau kurangnya pemahaman individu dalam menentukan jumlah cairan yang diperlukan tubuh untuk mempertahankan fungsi fisiologis yang optimal dalam periode waktu tertentu, biasanya 24 jam. Kebutuhan akan pengetahuan ini menjadi sangat krusial pada individu dengan kondisi medis tertentu (seperti gagal jantung, penyakit ginjal, demam tinggi, diare, luka bakar), pada populasi rentan (bayi, anak-anak, lansia), atau bagi pengasuh (caregiver) yang bertanggung jawab atas pemenuhan nutrisi dan hidrasi orang lain.
Penyebab utama dari defisit pengetahuan ini sangat bervariasi. Faktor yang paling umum adalah kurangnya paparan terhadap informasi yang akurat dan mudah dipahami. Individu mungkin belum pernah menerima edukasi formal mengenai topik ini dari tenaga kesehatan. Faktor lain termasuk keterbatasan kognitif, seperti kesulitan dalam memahami konsep matematis atau mengingat informasi; gangguan fungsi kognitif akibat penyakit atau penuaan; serta ketidaktahuan dalam menemukan sumber informasi yang kredibel di tengah maraknya misinformasi. Selain itu, hambatan bahasa atau budaya juga dapat berkontribusi terhadap kesenjangan pengetahuan ini.
Manifestasi klinis dari defisit pengetahuan terkait kebutuhan cairan dapat teridentifikasi melalui data subjektif dan objektif. Secara subjektif, tanda mayor yang paling jelas adalah ketika individu secara eksplisit menanyakan masalah yang dihadapinya, misalnya, "Berapa banyak air yang harus diminum anak saya yang sedang demam?" atau "Bagaimana cara menghitung cairan infus yang dibutuhkan?". Secara objektif, tanda mayor dapat berupa perilaku yang tidak sesuai anjuran, seperti memberikan minum terlalu sedikit atau terlalu banyak dari yang direkomendasikan, atau menunjukkan persepsi yang keliru terhadap masalah, misalnya me
Klinis : Perhitungan Kebutuhan Cairan: Mengetahui cara menghitung kebutuhan cairan
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Gagal mendapatkan konten dari API. Cek log server atau API Key.
Klinis : cara menghitung kebutuhan cairan pada anak, remaja,dewasa,lansia
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI:
Kondisi: Risiko Ketidakseimbangan Cairan
Kode SDKI: D.0036
Definisi dan Deskripsi SDKI (500-1000 kata): Risiko Ketidakseimbangan Cairan (D.0036) didefinisikan sebagai kondisi di mana seorang individu berisiko mengalami penurunan, peningkatan, atau percepatan perpindahan cairan dari kompartemen intravaskular, interstisial, atau intraselular. Ini bukan kondisi aktual dari defisit atau kelebihan cairan, melainkan sebuah diagnosis keperawatan yang menyoroti kerentanan pasien terhadap gangguan homeostasis cairan. Keseimbangan cairan adalah proses dinamis yang krusial untuk fungsi fisiologis normal, termasuk transportasi nutrisi, pembuangan produk sisa metabolisme, regulasi suhu tubuh, dan pemeliharaan volume darah serta tekanan darah. Gangguan pada keseimbangan ini dapat menyebabkan komplikasi serius, mulai dari dehidrasi dan syok hipovolemik hingga edema paru dan gagal jantung kongestif. Oleh karena itu, identifikasi dini terhadap pasien yang berisiko menjadi kunci dalam pencegahan morbiditas dan mortalitas.
Perhitungan kebutuhan cairan yang akurat pada berbagai kelompok usia—anak, remaja, dewasa, dan lansia—merupakan intervensi fundamental untuk memitigasi risiko ini. Kebutuhan cairan bervariasi secara signifikan berdasarkan usia, berat badan, luas permukaan tubuh, status metabolik, dan kondisi klinis yang menyertai.
Pada **anak-anak**, terutama neonatus dan bayi, risiko ketidakseimbangan cairan sangat tinggi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor: persentase total air tubuh yang lebih tinggi (sekitar 75-80% dari berat badan), laju metabolisme yang lebih cepat, luas permukaan tubuh yang lebih besar relatif terhadap massa tubuh (menyebabkan peningkatan insensible water loss/IWL), serta fungsi ginjal yang belum matang sehingga kemampuan untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin terbatas. Metode Holliday-Segar adalah standar emas untuk menghitung kebutuhan cairan rumatan pada pediatri:
- 100 mL/kg untuk 10 kg pertama berat badan.
- 50 mL/kg untuk 10 kg berikutnya (11-20 kg).
- 20 mL/kg untuk setiap kg di atas 20 kg.
Kondisi seperti demam (peningkatan kebutuhan 12% per 1°C di atas 37.5°C), takipnea, diare, atau muntah akan meningkatkan kebutuhan cairan secara drastis.
Pada **remaja dan dewasa**, mekanisme regulasi cairan umumnya lebih matang dan stabil. Kebutuhan cairan dasar dapat diestimasi sekitar 30-35 mL/kg/hari. Namun, risiko tetap ada, terutama pada individu dengan kondisi klinis tertentu. Faktor risiko utama pada populasi ini meliputi prosedur pembedahan mayor yang menyebabkan kehilangan darah dan cairan serta respons stres hormonal (peningkatan ADH dan aldosteron) yang menahan cairan; trauma berat atau luka bakar yang luas yang mengakibatkan kehilangan cairan masif melalui evaporasi dan perpindahan cairan ke ruang ketiga; serta penyakit kritis seperti sepsis, di mana terjadi vasodilatasi sistemik dan peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan kebocoran cairan intravaskular ke interstisial. Kondisi kronis seperti penyakit ginjal (ketidakmampuan mengekskresikan cairan) atau
Klinis : Sesak napas
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: ```html
Diagnosa Keperawatan: Sesak Napas (SDKI - SLKI - SIKI)
Diagnosa Keperawatan, Luaran, dan Intervensi (SDKI - SLKI - SIKI)
untuk Kondisi Pasien: Sesak Napas
Sebagai seorang perawat profesional, penegakan diagnosa keperawatan, penetapan luaran, dan perencanaan intervensi harus berdasarkan standar yang telah ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Dalam kasus pasien dengan keluhan utama sesak napas, pendekatan sistematis menggunakan SDKI, SLKI, dan SIKI sangat krusial untuk memastikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan berbasis bukti.
1. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI)
SDKI adalah panduan yang digunakan perawat untuk mengidentifikasi dan menamai masalah kesehatan pasien yang dapat diatasi melalui intervensi keperawatan. Untuk kondisi sesak napas, diagnosa yang paling relevan adalah:
Kode SDKI |
Diagnosa Keperawatan |
Definisi |
---|
D.0005 |
Pola Napas Tidak Efektif |
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak adekuat untuk mempertahankan ventilasi. |
Penjelasan Detail:
- Penyebab (Etiologi) yang Mungkin:
- Depresi pusat pernapasan (misalnya, akibat cedera kepala, obat-obatan).
- Hambatan upaya napas (misalnya, nyeri, kelemahan otot pernapasan, kecemasan).
- Deformitas dinding dada (misalnya, skoliosis, trauma).
- Gangguan neuromuskular (misalnya, Guillain-Barré Syndrome).
- Kerusakan neurologis (misalnya, stroke, cedera tulang belakang).
- Obesitas.
- Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru.
- Sindrom hipoventilasi.
- Kecemasan.
- Gejala dan Tanda Mayor (Objektif & Subjektif):
- Subjektif: Dispnea (sesak napas).
- Objektif:
- Penggunaan otot bantu napas.
- Fase ekspirasi memanjang.
- Pola napas abnormal (misalnya, takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes).
- Gejala dan Tanda Minor (Objektif & Subjektif):
- Subjektif: Ortopnea.
- Objektif:
- Pernapasan pursed-lip.
- Pernapasan cuping hidung.
- Tekanan ekspirasi/inspirasi menurun.
- Ekspansi dada berubah.
- Ventilasi semenit menurun.
- Kapasitas vital menurun.
- Saturasi oksigen menurun.
- Sianosis.
Penegakan diagnosa ini memerlukan pengkajian yang cermat terhadap data subjektif (keluhan pasien) dan objektif (hasil pemeriksaan fisik dan penunjang) untuk mengidentifikasi penyebab dan karakteristik masalah secara spesifik.
2. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)
SLKI adalah standar yang digunakan untuk merumuskan tujuan dan kriteria hasil yang terukur dari asuhan keperawatan. Untuk diagnosa Pola Napas Tidak Efektif, luaran yang diharapkan adalah:
Kode SLKI |
Luaran Keperawatan Utama |
Definisi |
---|
L.01004 |
Pola Napas Membaik |
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang adekuat untuk mempertahankan ventilasi. |
Penjelasan Detail:
Setelah dilakukan intervensi keperawatan, diharapkan pola napas pasien membaik dengan kriteria hasil sebagai berikut (skala 1 = menurun/memburuk, 5 = meningkat/membaik):
- Kriteria Hasil (Indikator):
- Dispnea: Menurun (dari skala 1 menjadi 5).
- Penggunaan otot bantu napas: Menurun (dari skala 1 menjadi 5).
- Fase ekspirasi memanjang: Menurun (dari skala 1 menjadi 5).
- Pernapasan pursed-lip: Menurun (dari skala 1 menjadi 5).
- Pernapasan cuping hidung: Menurun (dari skala 1 menjadi 5).
- Frekuensi napas: Membaik (dari skala 1 menjadi 5, dalam rentang normal).
- Kedalaman napas: Membaik (dari skala 1 menjadi 5, dalam rentang normal).
- Saturasi oksigen: Membaik (dari skala 1 menjadi 5, dalam rentang normal).
- Tekanan ekspirasi: Membaik (dari skala 1 menjadi 5, dalam rentang normal).
- Tekanan inspirasi: Membaik (dari skala 1 menjadi 5, dalam rentang normal).
- Ventilasi semenit: Membaik (dari skala 1 menjadi 5, dalam rentang normal).
- Kapasitas vital: Membaik (dari skala 1 menjadi 5, dalam rentang normal).
- Sianosis: Menurun (dari skala 1 menjadi 5).
Setiap indikator harus dinilai secara objektif dan subjektif, serta dibandingkan dengan kondisi awal pasien untuk mengevaluasi efektivitas intervensi.
3. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)
SIKI adalah panduan untuk merencanakan dan melaksanakan tindakan keperawatan yang spesifik dan terukur. Untuk mencapai luaran Pola Napas Membaik, intervensi yang dapat dilakukan antara lain:
Intervensi Utama: Manajemen Jalan Napas
Kode SIKI |
Intervensi Keperawatan |
Definisi |
---|
I.01011 |
Manajemen Jalan Napas |
Mengidentifikasi dan mengelola kepatenan jalan napas. |
Tindakan Keperawatan:
- Observasi:
- Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas).
- Monitor bunyi napas tambahan (misalnya, gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering).
- Monitor sputum (jumlah, warna, aroma).
- Terapeutik:
- Posisikan semi-Fowler atau Fowler.
- Berikan oksigen sesuai indikasi (misalnya, nasal kanul, masker sederhana, non-rebreathing mask).
- Lakukan penghisapan lendir (suction) jika perlu.
- Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt chin-lift atau jaw-thrust (jika tidak ada kontraindikasi cedera servikal).
- Berikan fisioterapi dada jika perlu.
- Lakukan nebulisasi jika perlu.
- Edukasi:
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak ada kontraindikasi.
- Ajarkan teknik batuk efektif.
- Ajarkan cara menggunakan inhaler/nebulizer yang benar.
- Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, atau obat lain sesuai indikasi.
Intervensi Pendukung: Pemantauan Respirasi
Kode SIKI |
Intervensi Keperawatan |
Definisi |
Klinis : TINGKAT NYERI
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Sebagai seorang pakar/perawat, saya akan memberikan diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), dengan fokus pada kondisi pasien "Tingkat Nyeri".
```html
Diagnosa Keperawatan, Luaran, dan Intervensi Berdasarkan PPNI
Sebagai seorang perawat profesional, pemahaman mendalam mengenai Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) adalah esensial dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif, terstruktur, dan berbasis bukti. Dokumen-dokumen ini, yang diterbitkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), menjadi panduan utama bagi perawat di Indonesia.
Berdasarkan kondisi pasien dengan keluhan "Tingkat Nyeri", berikut adalah penetapan diagnosa, luaran, dan intervensi keperawatan yang relevan:
1. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI)
SDKI adalah panduan sistematis untuk mengidentifikasi dan menamai masalah kesehatan aktual atau potensial yang dapat diatasi oleh perawat. Diagnosis keperawatan ini menjadi dasar perencanaan asuhan keperawatan.
Kode |
Diagnosis Keperawatan |
Definisi |
Batasan Karakteristik |
---|
D.0077 |
Nyeri Akut |
Pengalaman sensorik atau emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan intensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
|
Mayor (harus ada):
- Mengeluh nyeri
- Meringis
- Sikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri)
- Gelisah
- Frekuensi nadi meningkat
- Sulit tidur
Minor (bisa ada):
- Tekanan darah meningkat
- Pola napas berubah
- Nafsu makan berubah
- Proses berpikir terganggu
- Menarik diri
- Berfokus pada diri sendiri
- Diaforesis
|
2. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)
SLKI adalah standar yang menggambarkan hasil yang diharapkan dari intervensi keperawatan. Luaran ini bersifat terukur dan menjadi tolok ukur keberhasilan asuhan keperawatan.
Kode |
Luaran Keperawatan |
Definisi |
Kriteria Hasil (Indikator & Target) |
---|
Klinis : pasien datang dengan keluhan mara rabun jauh sudah 6 bulan ini
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI:
Kondisi: Gangguan Persepsi Sensori: Penglihatan (Rabun Jauh)
Kode SDKI: D.0085
Definisi dan Deskripsi SDKI (500-1000 kata): Gangguan Persepsi Sensori adalah kondisi di mana seorang individu mengalami perubahan dalam jumlah atau pola stimulus yang datang (baik internal maupun eksternal) yang disertai dengan respons yang berkurang, berlebihan, terdistorsi, atau terganggu. Diagnosis ini mencakup spektrum yang luas dari gangguan pada kelima indra: penglihatan, pendengaran, perabaan, pengecapan, dan penciuman. Dalam konteks keluhan pasien "rabun jauh" atau miopia, diagnosis ini secara spesifik merujuk pada gangguan persepsi sensori visual. Pasien tidak mampu mempersepsikan objek-objek yang berada di kejauhan dengan jelas, sehingga stimulus visual yang diterima oleh otak menjadi terdistorsi (kabur atau tidak fokus).
Penyebab (etiologi) dari Gangguan Persepsi Sensori sangat bervariasi. Secara umum, dapat dikategorikan menjadi gangguan fisiologis dan psikologis. Dalam kasus ini, penyebab utamanya adalah gangguan penglihatan fisiologis, yaitu kelainan refraksi mata. Rabun jauh (miopia) terjadi ketika mata memfokuskan gambar di depan retina, bukan tepat di retina, yang menyebabkan objek jauh tampak buram. Penyebab lain yang mungkin termasuk perubahan struktur mata seiring usia (presbiopia), kekeruhan lensa (katarak), peningkatan tekanan intraokular (glaukoma), kerusakan retina (retinopati), atau gangguan pada saraf optik. Selain itu, faktor lingkungan seperti pencahayaan yang tidak memadai atau rangsangan visual yang berlebihan juga dapat memperburuk kondisi ini. Faktor psikologis seperti stres berat atau kecemasan, meskipun bukan penyebab utama miopia, dapat memengaruhi cara seseorang merespons dan mengatasi gangguan persepsi yang dialaminya.
Gejala dan tanda mayor yang menjadi dasar penegakan diagnosis ini adalah adanya distorsi sensori. Pasien secara subjektif mengeluhkan penglihatannya kabur saat melihat jauh, yang merupakan manifestasi langsung dari distorsi tersebut. Secara objektif, perawat dapat mengobservasi respons pasien yang tidak sesuai dengan stimulus, misalnya pasien menyipitkan mata saat mencoba melihat objek jauh, atau kesulitan mengenali orang dan benda dari jarak tertentu. Tanda minor yang mungkin menyertai bisa berupa perubahan perilaku seperti menarik diri dari aktivitas sosial karena malu atau frustrasi, menunjukkan konsentrasi yang buruk (misalnya saat belajar atau bekerja), atau tampak bingung saat berada di lingkungan yang tidak familiar. Pasien juga mungkin menyatakan rasa kesal atau cemas akibat keterbatasan yang dialaminya.
Dampak dari gangguan persepsi sensori visual ini sangat signifikan terhadap kualitas hidup pasien. Dari segi keamanan, risiko jatuh dan cedera meningkat secara drastis. Aktivitas sederhana seperti menuruni tangga, berjalan di tempat yang ramai, atau mengemudikan kendaraan menjadi
---|