Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 14913 | 29 Mar 2025
Klinis : Tentukan implementasi berdasarkan diagnosis Pola nafas tidak efektif pada kasus Seorang laki-laki berusia 56 tahun, berprofesi sebagai petani, datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak napas sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS), disertai suara serak, nyeri menelan, sulit menelan, dan rasa terbakar di dada. Lima hari sebelum SMRS, pasien tidak sengaja menelan racun rumput yang disimpan dalam botol minuman saat bekerja di ladang. Pemeriksaan fisik menunjukkan mukosa hiperemis pada rongga mulut, faring, dan tonsil, serta erosi pada posterior lidah dan uvula. Laringoskopi indirek menunjukkan mukosa hiperemis dan edema pada laring serta epiglotis. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan ureum (276 mg/dL) dan kreatinin (9,72 mg/dL), yang mengarah pada acute kidney injury (AKI). Pasien didiagnosis dengan: 1. Laringofaringitis akut 2. Esofagitis korosif akibat keracunan herbisida 3. Acute kidney injury (AKI) Tatalaksana yang diberikan meliputi bilas lambung sebanyak dua kali, pemberian oksigen 8 LPM dengan NRM, terapi cairan IVFD RL 500 ml/8 jam, antibiotik ceftriaxon 1 gr/12 jam, furosemide, ranitidin, metilprednisolone, ketorolac, serta hemodialisis (HD) cito. Prognosis pasien bergantung pada jumlah paraquat yang diserap tubuh, dan dalam kasus ini, pasien mengalami keracunan ringan karena jumlah racun yang tertelan kurang dari 20 mg/kg.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Dengan mempertimbangkan kondisi pasien yang disajikan, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI-SLKI-SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia, serta implementasi berdasarkan diagnosis Pola nafas tidak efektif.
Diagnosa Keperawatan:
1. Pola nafas tidak efektif
2. Gangguan integritas kulit
3. Risiko kekurangan volume cairan
4. Nyeri akut
Penjelasan singkat SDKI-SLKI-SIKI:
1. Pola nafas tidak efektif
SDKI: Pola napas yang tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigenasi
SLKI: Pemulihan pola napas efektif
SIKI: Manajemen jalan napas, Manajemen oksigenasi, Manajemen ventilasi
2. Gangguan integritas kulit
SDKI: Kerusakan atau perubahan pada kulit dan/atau membran mukosa
SLKI: Pemulihan integritas kulit
SIKI: Perawatan luka, Pencegahan luka
3. Risiko kekurangan volume cairan
SDKI: Peningkatan risiko kehilangan cairan yang melebihi jumlah yang masuk
SLKI: Pemulihan keseimbangan cairan
SIKI: Terapi cairan, Pemantauan cairan
4. Nyeri akut
SDKI: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial
SLKI: Pemulihan nyeri
SIKI: Manajemen nyeri, Terapi farmakologis nyeri
Implementasi berdasarkan diagnosis Pola nafas tidak efektif:
1. Lakukan pemantauan tanda-tanda vital, termasuk frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan.
2. Berikan oksigen melalui masker nebulizer atau nasal kanul sesuai kebutuhan.
3. Bantu pasien untuk melakukan latihan pernapasan, seperti napas dalam atau pernafasan diafragma.
4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu, untuk membantu pengeluaran sekret.
5. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain (dokter, ahli gizi, dll.) untuk menentukan tindakan lebih lanjut, seperti intubasi, ventilasi mekanik, atau nutrisi parenteral.
6. Monitoring dan dokumentasi hasil intervensi secara teratur.
Dengan pendekatan keperawatan yang komprehensif dan kolaboratif, diharapkan kondisi pasien dapat segera membaik dan mencapai pemulihan yang optimal. -
Article No. 14914 | 29 Mar 2025
Klinis : Seorang anak laki-laki usia 15 bulan dibawa ke ruang gawat darurat karena keluhan demam tinggi sejak 3 hari yang lalu. Ibu mengatakan bahwa anak nya sering sekali pipis, dalam 1 ibu harus mengganti diapers anak sebanyak 10 kali. Ibu juga mengatakan bahwa anak lebih rewel dari biasanya. Anak juga terlihat mengejan dan menjerit ketika berkemih. Hasil pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital anak: Nadi: 120x/menit, nafas: 48x/menit, suhu: 38,9⁰C. kulit teraba hangat dan kemerahan. Anak terlihat pucat, gelisah dan menangis. Urin berbau tajam, terlihat ruam didaerah selangkangan dan genital.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berdasarkan kondisi yang Anda jelaskan, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat sesuai dengan standar SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Infeksi Saluran Kemih
Penjelasan:
- SDKI: Risiko meningkatnya kemungkinan organisme patogen/mikroorganisme menyerang sistem uriner, yang dapat menyebabkan infeksi.
- SLKI: Bebas dari tanda dan gejala infeksi saluran kemih.
- SIKI: Intervensi yang dapat dilakukan adalah perawatan kebersihan perineum, pemberian cairan yang cukup, pemantauan tanda-tanda infeksi, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk pemberian terapi antibiotik.
2. Nyeri Akut
Penjelasan:
- SDKI: Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.
- SLKI: Bebas dari rasa nyeri atau keluhan nyeri berkurang.
- SIKI: Intervensi yang dapat dilakukan adalah pengkajian nyeri, pemberian analgesik, distraksi, dan terapi non-farmakologis lainnya.
3. Gangguan Pola Eliminasi Urin
Penjelasan:
- SDKI: Perubahan pola eliminasi urin yang tidak efektif.
- SLKI: Pola eliminasi urin kembali normal.
- SIKI: Intervensi yang dapat dilakukan adalah pengkajian pola eliminasi urin, perawatan kebersihan area genital, dan pemberian tindakan lain sesuai kebutuhan.
Dalam kondisi ini, anak mengalami risiko infeksi saluran kemih yang ditandai dengan demam tinggi, sering berkemih, nyeri saat berkemih, dan adanya perubahan pola eliminasi urin. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan meliputi pengkajian, pemantauan tanda-tanda vital dan tanda infeksi, perawatan kebersihan, pemberian cairan yang cukup, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk pemberian terapi yang sesuai. -
Article No. 14915 | 29 Mar 2025
Klinis : Tentukan implementasi berdasarkan diagnosis Gangguan Menelan pada kasus Seorang laki-laki berusia 56 tahun, berprofesi sebagai petani, datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak napas sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS), disertai suara serak, nyeri menelan, sulit menelan, dan rasa terbakar di dada. Lima hari sebelum SMRS, pasien tidak sengaja menelan racun rumput yang disimpan dalam botol minuman saat bekerja di ladang. Pemeriksaan fisik menunjukkan mukosa hiperemis pada rongga mulut, faring, dan tonsil, serta erosi pada posterior lidah dan uvula. Laringoskopi indirek menunjukkan mukosa hiperemis dan edema pada laring serta epiglotis. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan ureum (276 mg/dL) dan kreatinin (9,72 mg/dL), yang mengarah pada acute kidney injury (AKI). Pasien didiagnosis dengan: 1. Laringofaringitis akut 2. Esofagitis korosif akibat keracunan herbisida 3. Acute kidney injury (AKI) Tatalaksana yang diberikan meliputi bilas lambung sebanyak dua kali, pemberian oksigen 8 LPM dengan NRM, terapi cairan IVFD RL 500 ml/8 jam, antibiotik ceftriaxon 1 gr/12 jam, furosemide, ranitidin, metilprednisolone, ketorolac, serta hemodialisis (HD) cito. Prognosis pasien bergantung pada jumlah paraquat yang diserap tubuh, dan dalam kasus ini, pasien mengalami keracunan ringan karena jumlah racun yang tertelan kurang dari 20 mg/kg.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan Menelan (Dysphagia)
Penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Gangguan Menelan (Dysphagia) didefinisikan sebagai kesulitan atau ketidakmampuan menelan makanan, cairan, atau obat melalui mulut ke esofagus.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Tujuan yang diharapkan adalah pasien dapat menelan makanan, cairan, dan obat dengan aman dan tanpa kesulitan.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi Gangguan Menelan (Dysphagia) meliputi:
1. Manajemen Jalan Napas
2. Manajemen Nutrisi
3. Manajemen Cairan
4. Manajemen Obat
5. Terapi Fisik
Implementasi Keperawatan:
1. Auskultasi suara napas dan bunyi menelan untuk mendeteksi adanya gangguan menelan.
2. Posisikan pasien setengah duduk atau miring saat makan/minum untuk memfasilitasi proses menelan.
3. Berikan makanan/cairan dengan tekstur yang sesuai kemampuan menelan pasien (misal: makanan lunak, cair).
4. Bantu pasien makan/minum dengan perlahan dan pastikan pasien dapat menelan dengan baik.
5. Pantau tanda-tanda aspirasi seperti batuk, tersedak, atau suara napas basah saat makan/minum.
6. Berikan suplementasi nutrisi sesuai kebutuhan jika pasien tidak dapat makan/minum secara oral.
7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet yang aman dan sesuai kemampuan menelan pasien.
8. Berikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai manajemen gangguan menelan. -
Article No. 14916 | 29 Mar 2025
Klinis : Seorang anak laki-laki usia 15 bulan dibawa ke ruang gawat darurat karena keluhan demam tinggi sejak 3 hari yang lalu. Ibu mengatakan bahwa anak nya sering sekali pipis, dalam 1 ibu harus mengganti diapers anak sebanyak 10 kali. Ibu juga mengatakan bahwa anak lebih rewel dari biasanya. Anak juga terlihat mengejan dan menjerit ketika berkemih. Hasil pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital anak: Nadi: 120x/menit, nafas: 48x/menit, suhu: 38,9⁰C. kulit teraba hangat dan kemerahan. Anak terlihat pucat, gelisah dan menangis. Urin berbau tajam, terlihat ruam didaerah selangkangan dan genital.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Sebagai seorang perawat, saya akan memberikan diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi yang sesuai untuk kondisi anak laki-laki usia 15 bulan dengan keluhan demam tinggi dan infeksi saluran kemih.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Inkontinensia urin berhubungan dengan infeksi saluran kemih, ditandai dengan sering pipis (> 10 kali dalam 1 hari), mengejan dan menjerit saat berkemih, dan urin berbau tajam.
2. Hipertermia berhubungan dengan infeksi, ditandai dengan demam tinggi (38,9°C).
3. Nyeri berhubungan dengan infeksi saluran kemih, ditandai dengan anak terlihat gelisah dan menangis.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Inkontinensia urin teratasi, ditandai dengan frekuensi berkemih kembali normal (< 8 kali dalam 1 hari), anak tidak mengejan dan menjerit saat berkemih, serta urin tidak berbau tajam.
2. Suhu tubuh kembali normal, ditandai dengan suhu tubuh anak berada dalam rentang normal (36,5-37,5°C).
3. Anak bebas dari nyeri, ditandai dengan anak terlihat tenang dan tidak menangis.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Inkontinensia urin:
a. Kaji frekuensi, volume, dan karakteristik urin anak.
b. Berikan intervensi untuk menurunkan infeksi saluran kemih, seperti pemberian antibiotik sesuai resep dokter.
c. Anjurkan ibu untuk menjaga kebersihan genetalia anak.
d. Lakukan penjadwalan berkemih secara teratur.
e. Berikan edukasi kepada ibu tentang pentingnya menjaga kebersihan anak dan tanda-tanda infeksi saluran kemih.
2. Hipertermia:
a. Kaji suhu tubuh anak secara berkala.
b. Berikan obat penurun demam sesuai resep dokter.
c. Lakukan kompres hangat pada dahi dan leher anak.
d. Anjurkan ibu untuk memberikan cairan yang cukup.
e. Berikan edukasi kepada ibu tentang penanganan demam pada anak.
3. Nyeri:
a. Kaji intensitas nyeri anak menggunakan alat ukur nyeri yang sesuai.
b. Berikan analgesik sesuai resep dokter untuk mengurangi nyeri.
c. Gunakan teknik nonfarmakologis, seperti distraksi atau relaksasi, untuk mengurangi nyeri.
d. Libatkan ibu dalam proses penanganan nyeri anak.
e. Berikan edukasi kepada ibu tentang penanganan nyeri pada anak.
Melalui intervensi keperawatan yang komprehensif, diharapkan kondisi anak dapat membaik dan luaran yang diharapkan dapat tercapai. -
Article No. 14917 | 29 Mar 2025
Klinis : Tentukan evaluasi SOAP berdasarkan diagnosis Gangguan Menelan pada kasus Seorang laki-laki berusia 56 tahun, berprofesi sebagai petani, datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak napas sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS), disertai suara serak, nyeri menelan, sulit menelan, dan rasa terbakar di dada. Lima hari sebelum SMRS, pasien tidak sengaja menelan racun rumput yang disimpan dalam botol minuman saat bekerja di ladang. Pemeriksaan fisik menunjukkan mukosa hiperemis pada rongga mulut, faring, dan tonsil, serta erosi pada posterior lidah dan uvula. Laringoskopi indirek menunjukkan mukosa hiperemis dan edema pada laring serta epiglotis. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan ureum (276 mg/dL) dan kreatinin (9,72 mg/dL), yang mengarah pada acute kidney injury (AKI). Pasien didiagnosis dengan: 1. Laringofaringitis akut 2. Esofagitis korosif akibat keracunan herbisida 3. Acute kidney injury (AKI) Tatalaksana yang diberikan meliputi bilas lambung sebanyak dua kali, pemberian oksigen 8 LPM dengan NRM, terapi cairan IVFD RL 500 ml/8 jam, antibiotik ceftriaxon 1 gr/12 jam, furosemide, ranitidin, metilprednisolone, ketorolac, serta hemodialisis (HD) cito. Prognosis pasien bergantung pada jumlah paraquat yang diserap tubuh, dan dalam kasus ini, pasien mengalami keracunan ringan karena jumlah racun yang tertelan kurang dari 20 mg/kg.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi yang Anda berikan.
Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan Menelan
Penjelasan Singkat:
a. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Definisi: Ketidakmampuan untuk menelan makanan, cairan, atau saliva dengan aman dan efektif.
- Penyebab: Fisiologis, neurologis, struktural, psikologis.
- Gejala/tanda: Kesulitan menelan, suara serak, batuk saat menelan, regurgitasi, aspirasi.
b. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Tujuan Keperawatan: Pasien dapat menelan dengan aman dan efektif.
- Kriteria Hasil: Frekuensi aspirasi berkurang, tidak ada komplikasi, fungsi menelan membaik.
c. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi: Identifikasi penyebab gangguan menelan, monitor status menelan, anjurkan posisi makan yang aman, berikan makanan sesuai kemampuan menelan, kolaborasi dengan ahli gizi dan terapis menelan.
Evaluasi SOAP:
S (Subjektif): Pasien mengeluhkan sesak napas, suara serak, nyeri saat menelan, dan rasa terbakar di dada.
O (Objektif): Pemeriksaan fisik menunjukkan mukosa hiperemis pada rongga mulut, faring, dan tonsil, serta erosi pada posterior lidah dan uvula. Laringoskopi indirek menunjukkan mukosa hiperemis dan edema pada laring serta epiglotis.
A (Analisis): Pasien mengalami gangguan menelan akibat keracunan herbisida yang menyebabkan laringofaringitis akut dan esofagitis korosif.
P (Perencanaan): Rencana keperawatan meliputi identifikasi penyebab gangguan menelan, monitor status menelan, anjurkan posisi makan yang aman, berikan makanan sesuai kemampuan menelan, kolaborasi dengan ahli gizi dan terapis menelan. -
Article No. 14918 | 29 Mar 2025
Klinis : Tentukan evaluasi SOAP berdasarkan diagnosisPola nafas tidak efektif pada kasus Seorang laki-laki berusia 56 tahun, berprofesi sebagai petani, datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak napas sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS), disertai suara serak, nyeri menelan, sulit menelan, dan rasa terbakar di dada. Lima hari sebelum SMRS, pasien tidak sengaja menelan racun rumput yang disimpan dalam botol minuman saat bekerja di ladang. Pemeriksaan fisik menunjukkan mukosa hiperemis pada rongga mulut, faring, dan tonsil, serta erosi pada posterior lidah dan uvula. Laringoskopi indirek menunjukkan mukosa hiperemis dan edema pada laring serta epiglotis. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan ureum (276 mg/dL) dan kreatinin (9,72 mg/dL), yang mengarah pada acute kidney injury (AKI). Pasien didiagnosis dengan: 1. Laringofaringitis akut 2. Esofagitis korosif akibat keracunan herbisida 3. Acute kidney injury (AKI) Tatalaksana yang diberikan meliputi bilas lambung sebanyak dua kali, pemberian oksigen 8 LPM dengan NRM, terapi cairan IVFD RL 500 ml/8 jam, antibiotik ceftriaxon 1 gr/12 jam, furosemide, ranitidin, metilprednisolone, ketorolac, serta hemodialisis (HD) cito. Prognosis pasien bergantung pada jumlah paraquat yang diserap tubuh, dan dalam kasus ini, pasien mengalami keracunan ringan karena jumlah racun yang tertelan kurang dari 20 mg/kg.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Dengan memperhatikan kondisi pasien yang disajikan, berikut adalah diagnosa keperawatan, penjelasan singkat SDKI, SLKI, SIKI, serta evaluasi SOAP berdasarkan diagnosa keperawatan:
Diagnosa Keperawatan:
1. Pola Nafas Tidak Efektif
2. Kekurangan Volume Cairan
3. Risiko Infeksi
Penjelasan singkat SDKI, SLKI, SIKI:
1. Pola Nafas Tidak Efektif
- SDKI: Keadaan di mana individu mengalami ketidakmampuan untuk bernapas dengan lancar dan dalam.
- SLKI: Pemulihan Pola Napas
- SIKI: Manajemen Jalan Napas
2. Kekurangan Volume Cairan
- SDKI: Keadaan di mana individu mengalami kehilangan cairan tubuh yang berlebihan.
- SLKI: Pemulihan Volume Cairan
- SIKI: Manajemen Cairan
3. Risiko Infeksi
- SDKI: Keadaan di mana individu rentan terhadap infeksi.
- SLKI: Pencegahan Infeksi
- SIKI: Manajemen Infeksi
Evaluasi SOAP berdasarkan diagnosa keperawatan:
1. Pola Nafas Tidak Efektif
- S (Subjektif): Pasien mengeluh sesak napas sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, disertai suara serak, nyeri menelan, dan sulit menelan.
- O (Objektif): Pemeriksaan fisik menunjukkan mukosa hiperemis pada rongga mulut, faring, dan tonsil, serta erosi pada posterior lidah dan uvula. Laringoskopi indirek menunjukkan mukosa hiperemis dan edema pada laring serta epiglotis.
- A (Assessment): Pasien mengalami pola nafas tidak efektif akibat adanya inflamasi dan edema pada saluran pernapasan atas.
- P (Planning): Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah manajemen jalan napas, oksigenasi, dan terapi pernapasan.
2. Kekurangan Volume Cairan
- S (Subjektif): Tidak ada data subjektif yang jelas.
- O (Objektif): Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan ureum (276 mg/dL) dan kreatinin (9,72 mg/dL), yang mengarah pada acute kidney injury (AKI).
- A (Assessment): Pasien mengalami kekurangan volume cairan akibat adanya cedera ginjal akut (AKI).
- P (Planning): Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah manajemen cairan, terapi cairan intravena, dan pemantauan fungsi ginjal.
3. Risiko Infeksi
- S (Subjektif): Tidak ada data subjektif yang jelas.
- O (Objektif): Pasien mengalami keracunan herbisida, yang dapat menyebabkan infeksi saluran pernapasan atas dan cedera ginjal.
- A (Assessment): Pasien berisiko mengalami infeksi akibat kerusakan pada saluran pernapasan atas dan gangguan fungsi ginjal.
- P (Planning): Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah pencegahan infeksi, pemberian antibiotik, dan pemantauan tanda-tanda infeksi. -
Article No. 14919 | 29 Mar 2025
Klinis : Tentukan evaluasi SOAP berdasarkan diagnosisPola nafas tidak efektif pada kasus Seorang laki-laki berusia 56 tahun, berprofesi sebagai petani, datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak napas sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS), disertai suara serak, nyeri menelan, sulit menelan, dan rasa terbakar di dada. Lima hari sebelum SMRS, pasien tidak sengaja menelan racun rumput yang disimpan dalam botol minuman saat bekerja di ladang. Pemeriksaan fisik menunjukkan mukosa hiperemis pada rongga mulut, faring, dan tonsil, serta erosi pada posterior lidah dan uvula. Laringoskopi indirek menunjukkan mukosa hiperemis dan edema pada laring serta epiglotis. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan ureum (276 mg/dL) dan kreatinin (9,72 mg/dL), yang mengarah pada acute kidney injury (AKI). Pasien didiagnosis dengan: 1. Laringofaringitis akut 2. Esofagitis korosif akibat keracunan herbisida 3. Acute kidney injury (AKI) Tatalaksana yang diberikan meliputi bilas lambung sebanyak dua kali, pemberian oksigen 8 LPM dengan NRM, terapi cairan IVFD RL 500 ml/8 jam, antibiotik ceftriaxon 1 gr/12 jam, furosemide, ranitidin, metilprednisolone, ketorolac, serta hemodialisis (HD) cito. Prognosis pasien bergantung pada jumlah paraquat yang diserap tubuh, dan dalam kasus ini, pasien mengalami keracunan ringan karena jumlah racun yang tertelan kurang dari 20 mg/kg.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan, penjelasan singkat SDKI-SLKI-SIKI, serta evaluasi SOAP untuk kondisi "Pola nafas tidak efektif":
Diagnosa Keperawatan:
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan laringofaringitis akut, esofagitis korosif akibat keracunan herbisida, dan acute kidney injury (AKI).
Penjelasan singkat SDKI-SLKI-SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia): Pola nafas tidak efektif didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk memulai atau mempertahankan pernapasan yang efektif. Kondisi ini dapat disebabkan oleh obstruksi jalan napas, kelemahan otot pernapasan, perubahan mekanik paru, atau perubahan dalam sistem kontrol pernapasan.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia): Luaran yang diharapkan dari diagnosa ini adalah pasien dapat menunjukkan pola napas yang efektif, mempertahankan oksigenasi yang adekuat, dan bebas dari gejala pernapasan yang tidak efektif.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia): Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan meliputi pemantauan tanda-tanda vital, pemberian oksigen, suction, latihan pernapasan, perawatan jalan napas, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk penanganan kondisi yang mendasari.
Evaluasi SOAP:
S (Subjektif): Pasien mengeluhkan sesak napas, suara serak, nyeri menelan, dan rasa terbakar di dada.
O (Objektif): Pemeriksaan fisik menunjukkan mukosa hiperemis pada rongga mulut, faring, dan tonsil, serta erosi pada posterior lidah dan uvula. Laringoskopi indirek menunjukkan mukosa hiperemis dan edema pada laring serta epiglotis. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan ureum (276 mg/dL) dan kreatinin (9,72 mg/dL), yang mengarah pada AKI.
A (Analisis): Diagnosa keperawatan yang sesuai adalah "Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan laringofaringitis akut, esofagitis korosif akibat keracunan herbisida, dan acute kidney injury (AKI)".
P (Perencanaan): Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan meliputi pemantauan tanda-tanda vital, pemberian oksigen, suction, latihan pernapasan, perawatan jalan napas, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk penanganan kondisi yang mendasari. -
Article No. 14920 | 29 Mar 2025
Klinis : Tentukan evaluasi SOAP berdasarkan diagnosisPola nafas tidak efektif pada kasus Seorang laki-laki berusia 56 tahun, berprofesi sebagai petani, datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak napas sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS), disertai suara serak, nyeri menelan, sulit menelan, dan rasa terbakar di dada. Lima hari sebelum SMRS, pasien tidak sengaja menelan racun rumput yang disimpan dalam botol minuman saat bekerja di ladang. Pemeriksaan fisik menunjukkan mukosa hiperemis pada rongga mulut, faring, dan tonsil, serta erosi pada posterior lidah dan uvula. Laringoskopi indirek menunjukkan mukosa hiperemis dan edema pada laring serta epiglotis. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan ureum (276 mg/dL) dan kreatinin (9,72 mg/dL), yang mengarah pada acute kidney injury (AKI). Pasien didiagnosis dengan: 1. Laringofaringitis akut 2. Esofagitis korosif akibat keracunan herbisida 3. Acute kidney injury (AKI) Tatalaksana yang diberikan meliputi bilas lambung sebanyak dua kali, pemberian oksigen 8 LPM dengan NRM, terapi cairan IVFD RL 500 ml/8 jam, antibiotik ceftriaxon 1 gr/12 jam, furosemide, ranitidin, metilprednisolone, ketorolac, serta hemodialisis (HD) cito. Prognosis pasien bergantung pada jumlah paraquat yang diserap tubuh, dan dalam kasus ini, pasien mengalami keracunan ringan karena jumlah racun yang tertelan kurang dari 20 mg/kg.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan analisis berdasarkan standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kasus Pola Nafas Tidak Efektif pada pasien laki-laki berusia 56 tahun dengan laringofaringitis akut, esofagitis korosif akibat keracunan herbisida, dan acute kidney injury (AKI).
Diagnosa Keperawatan:
1. Pola Nafas Tidak Efektif (00032)
Definisi: Ketidakmampuan untuk memelihara pernafasan yang memadai untuk mendukung kehidupan.
Faktor-faktor yang Berhubungan:
- Edema pada laring dan epiglotis
- Peningkatan sekresi saluran nafas
- Kerusakan anatomis saluran nafas
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Kecepatan napas tidak normal
- Irama napas tidak teratur
- Suara napas tambahan
- Otot bantu napas tegang
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Ventilasi adekuat
- Pola napas efektif
- Bebas dari komplikasi pernapasan
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Manajemen jalan napas
- Manajemen oksigenasi
- Manajemen ventilasi mekanik
Evaluasi SOAP:
S (Subjektif): Pasien mengeluh sesak napas sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, suara serak, nyeri menelan, dan rasa terbakar di dada.
O (Objektif): Pemeriksaan fisik menunjukkan mukosa hiperemis pada rongga mulut, faring, dan tonsil, serta erosi pada posterior lidah dan uvula. Laringoskopi indirek menunjukkan mukosa hiperemis dan edema pada laring serta epiglotis.
A (Analisis): Pasien mengalami Pola Nafas Tidak Efektif terkait edema pada laring dan epiglotis, peningkatan sekresi saluran napas, dan kerusakan anatomis saluran napas akibat laringofaringitis akut dan esofagitis korosif.
P (Perencanaan): Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan meliputi manajemen jalan napas, manajemen oksigenasi, dan manajemen ventilasi mekanik untuk mempertahankan ventilasi yang adekuat dan memperbaiki pola napas yang efektif. -
Article No. 14921 | 29 Mar 2025
Klinis : Pada kasus Budi, seorang anak laki-laki berusia 12 tahun, ditemukan oleh petugas sosial dalam kondisi lemas dan dehidrasi di pinggir jalan. Ia kemudian dibawa ke puskesmas terdekat dan dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Saat pertama kali ditemui, Budi tampak gelisah, kurang kooperatif, dan menunjukkan sikap curiga terhadap tenaga kesehatan. Ia mengeluhkan sakit kepala, lemas, dan sulit tidur, serta sering merasa takut dan cemas terutama saat sendirian. Budi berasal dari keluarga miskin dan telah hidup di jalan sejak usia 10 tahun setelah mengalami kekerasan dari ayah tirinya. Untuk bertahan hidup, ia mengamen dan mengemis di perempatan jalan. Selama di jalan, ia sering mengalami perlakuan kasar dari preman dan kesulitan mendapatkan makanan serta tempat istirahat yang layak. Pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa. Budi tampak kurus, berambut kusut, berpakaian lusuh, serta memiliki tanda-tanda kurang gizi dan beberapa luka lecet di tangan serta kakinya. Dari segi mental, ia tampak cemas, sulit tidur, sering mengalami mimpi buruk, dan menunjukkan perilaku agresif ketika didekati oleh orang asing, Dengan diagnosis Gangguan harga diri rendah, tentukan tujuan, kriterian hasil, tindakan, dan rasional
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Sebagai seorang perawat profesional, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kasus Budi.
Diagnosa Keperawatan:
Gangguan Harga Diri Rendah
Definisi: Gangguan harga diri rendah adalah evaluasi negatif tentang diri sendiri atau kemampuan diri.
Tujuan:
1. Klien dapat menunjukkan peningkatan harga diri dalam batas normal selama perawatan.
2. Klien dapat menunjukkan perilaku yang mencerminkan harga diri yang lebih positif.
Kriteria Hasil (SLKI):
1. Klien mampu mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan diri.
2. Klien mampu mengungkapkan penerimaan diri.
3. Klien mampu menunjukkan kepercayaan diri dalam berinteraksi.
4. Klien mampu menunjukkan perilaku yang mencerminkan harga diri yang positif.
Tindakan Keperawatan (SIKI):
1. Identifikasi faktor-faktor yang memengaruhi harga diri klien.
2. Kembangkan lingkungan yang mendukung harga diri klien.
3. Fasilitasi klien untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan diri.
4. Bantu klien untuk mengungkapkan perasaan dan persepsi tentang dirinya.
5. Dorong klien untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat meningkatkan harga diri.
6. Berikan umpan balik positif terhadap kemajuan yang dicapai klien.
Rasional:
Tindakan-tindakan tersebut bertujuan untuk membantu klien dalam mengembangkan harga diri yang positif, meningkatkan penerimaan diri, serta menumbuhkan kepercayaan diri dalam berinteraksi dengan orang lain. Hal ini penting karena kondisi Budi yang berasal dari keluarga miskin, mengalami kekerasan, dan hidup di jalanan telah berdampak pada harga dirinya yang rendah. Intervensi keperawatan yang tepat dapat membantu Budi untuk memulihkan harga dirinya dan beradaptasi dengan lingkungan yang lebih sehat. -
Article No. 14875 | 28 Mar 2025
Klinis : Seorang pasien perempuan berusia 32 tahun dirawat di ruangan perawatan bedah karena mengeluh nyeri sendi, keluhan dirasakan sejak 15 hari yang lalu sebelum masuk Rumah Sakit, pada saat dilakukan pengkajian, pasien tampak lemah, kekuatan otot 3 pada ekstremitas atas dan bawah (kanan), dan kekuatan otot 4 pada ekstremitas atas dan bawah (kiri). Muncul ruam pada wajah dan kulit lengan, pasien juga mengeluh nyeri pada lutut dengan skala 5. Nyeri terasa tertusuk-tusuk dan terus menerus. Pasien juga mengeluh aneroksia dan mengalami penurunan berat badan sebanyak 10kg selama 3 bulan terakhir. Wajah pasien tampak pucat, kelopak mata tampak hitam, jumlah tidur hanya 3jam sehari dan sering terjaga, pasien selalu memikirkan penyakitnya dan malu bertemu temannya. Tekanan Darah 150/90mmhg, Nadi: 102x/m, pernapasan 28x/m, suhu:38,5. Pemeriksaan Lab ANA positif, anti DSDNA positif dan peningkatan laju endap darah.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berdasarkan informasi yang Anda berikan, saya dapat memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi pasien tersebut:
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri Akut berhubungan dengan peradangan sendi
2. Penurunan Mobilitas Fisik berhubungan dengan kelemahan otot
3. Gangguan Tidur berhubungan dengan kecemasan terhadap penyakit
4. Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan kelemahan fisik
Penjelasan Singkat:
1. Nyeri Akut berhubungan dengan peradangan sendi
- SDKI: Nyeri Akut
- SLKI: Pengendalian Nyeri
- SIKI: Manajemen Nyeri
2. Penurunan Mobilitas Fisik berhubungan dengan kelemahan otot
- SDKI: Penurunan Mobilitas Fisik
- SLKI: Mobilitas
- SIKI: Pelatihan Aktivitas
3. Gangguan Tidur berhubungan dengan kecemasan terhadap penyakit
- SDKI: Gangguan Tidur
- SLKI: Konservasi Energi
- SIKI: Manajemen Kecemasan
4. Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan kelemahan fisik
- SDKI: Defisit Perawatan Diri
- SLKI: Kemandirian
- SIKI: Pelatihan Perawatan Diri
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) telah mengembangkan standar diagnosa keperawatan (SDKI), klasifikasi luaran keperawatan (SLKI), dan klasifikasi intervensi keperawatan (SIKI) untuk memberikan panduan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan terstandar.