Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 14922 | 30 Mar 2025
Klinis : Berdasarkan diagnosis risiko bunuh diri pada kasus Ayu adalah seorang remaja perempuan berusia 16 tahun yang dirujuk ke unit psikiatri setelah ditemukan mencoba menyayat pergelangan tangannya dengan pisau di kamar mandi sekolah. Menurut guru dan teman-temannya, Ayu mengalami perubahan perilaku dalam beberapa bulan terakhir, menjadi lebih pendiam, menarik diri dari pergaulan, sering murung, dan menunjukkan ketidakpedulian terhadap aktivitas yang dulu ia sukai. Dalam wawancara dengan tim kesehatan, Ayu mengungkapkan perasaan putus asa akibat tekanan akademik, konflik dalam keluarga akibat perceraian orang tuanya, serta pengalaman perundungan di sekolah. Ia juga mengaku pernah memiliki pikiran untuk mengakhiri hidup sebelumnya, tetapi ini adalah pertama kalinya ia benar-benar mencoba melakukannya. Tentukan Intervensi berupa tujuan, kriteria hasil, tindakan, dan rasional
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Bunuh Diri
Penjelasan SDKI - SLKI - SIKI:
Sesuai dengan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Risiko Bunuh Diri didefinisikan sebagai kondisi di mana individu memiliki kecenderungan untuk melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan kematian. Kondisi ini berkaitan dengan faktor predisposisi, pencetus, dan supporting factors yang dapat meningkatkan risiko bunuh diri.
Intervensi Keperawatan:
Tujuan:
1. Pasien dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi risiko bunuh diri.
2. Pasien dapat mendemonstrasikan strategi koping yang efektif untuk mengatasi risiko bunuh diri.
3. Pasien dapat menunjukkan peningkatan harga diri dan harapan hidup.
Kriteria Hasil:
1. Pasien dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi risiko bunuh diri, seperti stres akademik, konflik keluarga, dan pengalaman perundungan.
2. Pasien dapat mendemonstrasikan setidaknya tiga strategi koping yang efektif, seperti relaksasi, aktivitas positif, dan penggunaan dukungan sosial.
3. Pasien dapat menunjukkan peningkatan skor harga diri dan harapan hidup sesuai dengan standar alat ukur yang digunakan.
Tindakan Keperawatan:
1. Membina hubungan saling percaya dengan pasien.
2. Mengkaji faktor-faktor risiko bunuh diri pada pasien.
3. Membantu pasien mengidentifikasi dan mengekspresikan perasaan negatif secara aman.
4. Mengajarkan pasien strategi koping yang efektif untuk mengatasi risiko bunuh diri.
5. Melibatkan keluarga dan significant others dalam proses perawatan.
6. Memantau tanda-tanda peningkatan harga diri dan harapan hidup pasien.
7. Merujuk pasien ke layanan kesehatan mental yang sesuai jika diperlukan.
Rasional:
1. Hubungan saling percaya memungkinkan pasien untuk terbuka dan kooperatif dalam proses perawatan.
2. Pengkajian komprehensif terhadap faktor-faktor risiko bunuh diri membantu dalam merencanakan intervensi yang tepat.
3. Mengekspresikan perasaan negatif secara aman dapat membantu pasien untuk mengelola emosi dan mengurangi risiko bunuh diri.
4. Strategi koping yang efektif dapat membantu pasien untuk mengatasi stres dan risiko bunuh diri.
5. Dukungan keluarga dan significant others sangat penting dalam proses pemulihan pasien.
6. Pemantauan harga diri dan harapan hidup dapat menunjukkan efektivitas intervensi yang diberikan.
7. Rujukan ke layanan kesehatan mental yang sesuai dapat memberikan dukungan dan perawatan yang lebih komprehensif bagi pasien. -
Article No. 14923 | 30 Mar 2025
Klinis : Berdasarkan diagnosis risiko bunuh diri pada kasus Ayu adalah seorang remaja perempuan berusia 16 tahun yang dirujuk ke unit psikiatri setelah ditemukan mencoba menyayat pergelangan tangannya dengan pisau di kamar mandi sekolah. Menurut guru dan teman-temannya, Ayu mengalami perubahan perilaku dalam beberapa bulan terakhir, menjadi lebih pendiam, menarik diri dari pergaulan, sering murung, dan menunjukkan ketidakpedulian terhadap aktivitas yang dulu ia sukai. Dalam wawancara dengan tim kesehatan, Ayu mengungkapkan perasaan putus asa akibat tekanan akademik, konflik dalam keluarga akibat perceraian orang tuanya, serta pengalaman perundungan di sekolah. Ia juga mengaku pernah memiliki pikiran untuk mengakhiri hidup sebelumnya, tetapi ini adalah pertama kalinya ia benar-benar mencoba melakukannya. Tentukan Intervensi berupa tujuan, kriteria hasil, tindakan, dan rasional
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Bunuh Diri
Penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI:
- SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia) menjelaskan bahwa risiko bunuh diri adalah "Keadaan di mana individu berisiko untuk melukai diri sendiri secara sengaja dengan tujuan mengakhiri hidup".
- SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia) menetapkan kriteria hasil untuk risiko bunuh diri, seperti individu dapat mengidentifikasi faktor pencetus, memiliki strategi coping yang efektif, dan melaporkan berkurangnya niat untuk bunuh diri.
- SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) menyediakan intervensi keperawatan untuk mengelola risiko bunuh diri, seperti menilai risiko, memberikan dukungan emosional, dan membantu individu mengembangkan rencana keamanan.
Intervensi Keperawatan:
Tujuan:
1. Klien dapat mengidentifikasi faktor pencetus dan memahami risiko bunuh diri.
2. Klien dapat mengembangkan strategi coping yang efektif untuk mengelola stres dan mencegah perilaku bunuh diri.
3. Klien dapat melaporkan berkurangnya niat untuk bunuh diri.
Kriteria Hasil:
1. Klien dapat menyebutkan faktor-faktor yang meningkatkan risiko bunuh diri.
2. Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan strategi coping yang efektif untuk mengelola stres.
3. Klien melaporkan berkurangnya niat untuk bunuh diri.
Tindakan Keperawatan:
1. Lakukan penilaian komprehensif terhadap risiko bunuh diri klien, termasuk faktor pencetus, riwayat, dan niat untuk melakukan bunuh diri.
2. Berikan dukungan emosional dan empati kepada klien, serta jadikan diri sebagai pendengar yang aktif.
3. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain (psikolog, psikiater) untuk mengembangkan rencana perawatan yang komprehensif.
4. Ajarkan klien teknik relaksasi, manajemen stres, dan strategi coping yang efektif untuk mengelola emosi negatif.
5. Libatkan keluarga atau orang terdekat klien dalam proses perawatan dan penerapan strategi coping.
6. Berikan edukasi kepada klien dan keluarga tentang risiko bunuh diri, faktor pencetus, dan tanda-tanda perilaku bunuh diri.
7. Pantau secara berkala perkembangan klien dan efektivitas intervensi yang diberikan.
Rasional:
1. Penilaian komprehensif diperlukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap risiko bunuh diri dan rencana perawatan yang sesuai.
2. Dukungan emosional dan empati dapat membantu klien merasa dipahami dan diterima, serta meningkatkan rasa aman.
3. Kolaborasi tim kesehatan diperlukan untuk memberikan perawatan yang holistik dan komprehensif.
4. Pembelajaran strategi coping dapat membantu klien mengelola stres dan emosi negatif secara efektif.
5. Keterlibatan keluarga dapat meningkatkan dukungan sosial dan penerapan strategi coping.
6. Edukasi dapat meningkatkan pemahaman klien dan keluarga tentang risiko bunuh diri dan cara pencegahannya.
7. Pemantauan berkala diperlukan untuk mengevaluasi efektivitas intervensi dan menyesuaikan rencana perawatan jika diperlukan. -
Article No. 14924 | 30 Mar 2025
Klinis : Berdasarkan diagnosis risiko bunuh diri pada kasus Ayu adalah seorang remaja perempuan berusia 16 tahun yang dirujuk ke unit psikiatri setelah ditemukan mencoba menyayat pergelangan tangannya dengan pisau di kamar mandi sekolah. Menurut guru dan teman-temannya, Ayu mengalami perubahan perilaku dalam beberapa bulan terakhir, menjadi lebih pendiam, menarik diri dari pergaulan, sering murung, dan menunjukkan ketidakpedulian terhadap aktivitas yang dulu ia sukai. Dalam wawancara dengan tim kesehatan, Ayu mengungkapkan perasaan putus asa akibat tekanan akademik, konflik dalam keluarga akibat perceraian orang tuanya, serta pengalaman perundungan di sekolah. Ia juga mengaku pernah memiliki pikiran untuk mengakhiri hidup sebelumnya, tetapi ini adalah pertama kalinya ia benar-benar mencoba melakukannya. Tentukan Intervensi berupa tujuan, kriteria hasil, tindakan, dan rasional
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan: Risiko Bunuh Diri
Penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia) menyediakan definisi, karakteristik utama, faktor terkait, dan batasan untuk berbagai diagnosa keperawatan. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia) menyediakan deskripsi dan definisi luaran keperawatan yang diharapkan dari intervensi keperawatan. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) menyediakan deskripsi dan definisi intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mencapai luaran yang diharapkan.
Intervensi Keperawatan:
Tujuan:
1. Pasien dapat mengekspresikan perasaan dan pemikirannya secara terbuka.
2. Pasien dapat mengidentifikasi dan mengelola faktor-faktor pemicu risiko bunuh diri.
3. Pasien dapat menunjukkan perilaku yang mendukung kesehatan mental dan mengembangkan strategi koping yang efektif.
Kriteria Hasil:
1. Pasien dapat menceritakan perasaan dan pemikirannya secara verbal.
2. Pasien dapat mengidentifikasi stressor dan faktor risiko bunuh diri.
3. Pasien dapat menerapkan strategi koping yang adaptif untuk mengatasi stressor.
4. Pasien tidak melakukan percobaan bunuh diri selama perawatan.
Tindakan Keperawatan:
1. Bina hubungan saling percaya dengan pasien.
2. Kaji faktor risiko bunuh diri secara komprehensif, termasuk riwayat, perasaan, pemikiran, dan rencana.
3. Berikan dukungan emosional dan validasi terhadap perasaan pasien.
4. Ajarkan teknik relaksasi dan koping yang efektif untuk mengelola stres dan emosi negatif.
5. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk menyediakan terapi yang sesuai, seperti konseling atau terapi kognitif-perilaku.
6. Libatkan keluarga dalam proses perawatan dan edukasi mereka tentang cara mendukung pasien.
7. Monitor tanda-tanda bunuh diri secara ketat dan lakukan intervensi segera jika diperlukan.
Rasional:
1. Membangun hubungan saling percaya memungkinkan pasien untuk terbuka dan berbagi perasaan dan pemikirannya.
2. Pengkajian komprehensif membantu mengidentifikasi faktor risiko dan rencana bunuh diri yang dapat ditangani.
3. Dukungan emosional dan validasi perasaan dapat mengurangi perasaan terisolasi dan meningkatkan kepercayaan diri pasien.
4. Teknik relaksasi dan koping yang efektif membantu pasien mengelola stres dan emosi negatif secara sehat.
5. Terapi yang sesuai dapat membantu mengatasi masalah mental yang mendasari.
6. Keterlibatan keluarga dapat meningkatkan dukungan sosial dan pengawasan terhadap pasien.
7. Pemantauan ketat dan intervensi segera dapat mencegah percobaan bunuh diri. -
Article No. 14906 | 29 Mar 2025
Klinis : STOMA
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat mengenai SDKI, SLKI, dan SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi stoma.
Diagnosa Keperawatan:
Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan keberadaan Stoma
Penjelasan Singkat:
1. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Gangguan Integritas Kulit adalah kondisi dimana terjadi kerusakan atau perubahan pada lapisan kulit.
- Hal ini dapat disebabkan oleh adanya stoma yang merupakan bukaan buatan pada permukaan tubuh.
- Permasalahan yang dapat muncul antara lain iritasi kulit, infeksi, dan masalah perawatan stoma.
2. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Luaran yang diharapkan pada kondisi ini adalah pemulihan integritas kulit di sekitar stoma.
- Indikator keberhasilan dapat berupa tidak adanya tanda-tanda infeksi, perbaikan kondisi kulit, dan kemampuan pasien dalam melakukan perawatan stoma secara mandiri.
3. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain perawatan luka stoma, edukasi perawatan stoma, serta pemantauan tanda-tanda infeksi.
- Tujuannya adalah untuk mempertahankan integritas kulit, mencegah komplikasi, dan memandirikan pasien dalam melakukan perawatan stoma.
Sebagai perawat, saya akan bekerja sama dengan tim kesehatan lainnya untuk memastikan penanganan yang komprehensif bagi pasien dengan kondisi stoma. Upaya promosi kesehatan dan edukasi juga sangat penting untuk membantu pasien dan keluarga dalam memahami dan melakukan perawatan stoma secara mandiri. -
Article No. 14907 | 29 Mar 2025
Klinis : sdki nausea
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat menggunakan SDKI, SLKI, dan SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi nausea.
Diagnosa Keperawatan:
Nausea (SDKI)
Definisi:
Sensasi tidak nyaman di dalam perut yang dapat menyebabkan keinginan untuk muntah.
Faktor Terkait:
- Efek samping pengobatan
- Gangguan gastrointestinal
- Perubahan fisiologis (misalnya, kehamilan)
- Stres/kecemasan
Karakteristik Mayor:
- Perasaan mual
- Keinginan untuk muntah
Karakteristik Minor:
- Perubahan warna kulit
- Salivasi berlebih
- Mual
Tujuan Keperawatan (SLKI):
Pasien melaporkan penurunan tingkat nausea.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Manajemen Nausea
- Identifikasi penyebab nausea
- Berikan antiemetik sesuai indikasi
- Anjurkan pasien untuk mengonsumsi makanan dan minuman yang dapat meredakan nausea
- Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi untuk mengurangi nausea
2. Manajemen Cairan dan Nutrisi
- Pantau asupan dan output cairan
- Berikan makanan dan minuman yang dapat ditoleransi
- Berikan nutrisi parenteral jika perlu
3. Manajemen Kenyamanan
- Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
- Berikan intervensi non-farmakologis (misalnya, aromaterapi, kompres hangat/dingin)
Evaluasi (SLKI):
Pasien melaporkan penurunan tingkat nausea dan mempertahankan status hidrasi yang adekuat.
Sebagai perawat, saya akan menerapkan pendekatan holistik dalam menangani kondisi nausea pada pasien. Dengan menggunakan standar SDKI, SLKI, dan SIKI, saya dapat memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan berpusat pada pasien untuk mencapai hasil yang optimal. -
Article No. 14908 | 29 Mar 2025
Klinis : Penyakit paru obstruktif kronis
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan informasi yang Anda minta mengenai kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis terkait dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK).
1. Kode ICD-10:
- Kode: J44
- Deskripsi: Penyakit Paru Obstruktif Kronis Lainnya
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 93.08
- Deskripsi: Pemberian oksigen terapeutik, lainnya
Penjelasan:
- Kode ICD-10 J44 digunakan untuk mengklasifikasikan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) lainnya, yang mencakup kondisi seperti emfisema, bronkitis kronis, dan kombinasi keduanya. Kode ini digunakan untuk mengidentifikasi dan menggambarkan kondisi paru-paru yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang persisten dan tidak sepenuhnya reversibel.
- Kode ICD-9-CM 93.08 adalah kode untuk prosedur pemberian oksigen terapeutik, yang merupakan salah satu intervensi penting dalam penatalaksanaan PPOK. Pemberian oksigen dapat membantu meningkatkan oksigenasi darah dan mengurangi gejala pada pasien dengan PPOK.
Catatan penting: Kode ICD-9-CM akan digantikan secara bertahap oleh kode ICD-10-PCS (Prosedure Coding System) di Amerika Serikat, sementara di Indonesia masih menggunakan kode ICD-9-CM untuk mencatat prosedur/tindakan medis. -
Article No. 14909 | 29 Mar 2025
Klinis : Penyakit paru obstruktif kronis
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan untuk Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK):
1. Pola Napas Tidak Efektif
Definisi: Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.
Penyebab: Obstruksi saluran napas, penurunan fungsi pernapasan, kelelahan otot pernapasan.
2. Intoleransi Aktivitas
Definisi: Ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas rutin.
Penyebab: Keterbatasan ventilasi, penurunan kapasitas fungsional, kelelahan.
3. Kekurangan Volume Cairan
Definisi: Kehilangan cairan intravaskular, interstisial, dan/atau intraseluler.
Penyebab: Peningkatan sekresi pernapasan, demam, penurunan asupan cairan.
Penjelasan Singkat SDKI - SLKI - SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia) merupakan standar yang menetapkan kriteria diagnosis keperawatan berdasarkan NANDA-I (North American Nursing Diagnosis Association International).
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia) merupakan standar yang menetapkan kriteria hasil atau luaran yang diharapkan dari asuhan keperawatan.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) merupakan standar yang menetapkan kriteria tindakan atau intervensi keperawatan yang dilakukan untuk mencapai luaran yang diharapkan.
Penggunaan SDKI, SLKI, dan SIKI secara terintegrasi dalam proses keperawatan akan memastikan asuhan keperawatan yang komprehensif, terstandar, dan berpusat pada pasien, sesuai dengan standar profesi keperawatan di Indonesia. -
Article No. 14910 | 29 Mar 2025
Klinis : Penyakit paru obstruktif kronis
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Sebagai seorang perawat, saya akan memberikan analisis komprehensif mengenai asuhan keperawatan untuk pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
1. Gangguan Pola Napas berhubungan dengan penyempitan jalan napas akibat PPOK, yang ditandai dengan napas dangkal, penggunaan otot bantu napas, dan sesak napas.
2. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot-otot pernapasan dan penurunan kapasitas fungsional paru, yang ditandai dengan cepat lelah saat beraktivitas.
3. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas berhubungan dengan sekresi berlebih dan penurunan kemampuan batuk efektif akibat PPOK, yang ditandai dengan suara napas tambahan dan sputum yang sulit dikeluarkan.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Pola Napas Efektif: Pasien menunjukkan pola napas yang dalam dan teratur, dengan penggunaan otot bantu napas yang minimal.
2. Toleransi Aktivitas Meningkat: Pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari tanpa cepat lelah dan sesak napas.
3. Bersihan Jalan Napas Efektif: Pasien mampu mengeluarkan sekret dengan batuk yang efektif, tanpa suara napas tambahan.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan (SIKI):
1. Manajemen Jalan Napas:
- Pantau pola napas, tingkat sesak, dan penggunaan otot bantu napas.
- Ajarkan teknik pernapasan diafragmatik dan pursed-lip breathing.
- Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan.
- Lakukan fisioterapi dada dan teknik pengeluaran sekret.
2. Manajemen Aktivitas:
- Kaji tingkat aktivitas dan toleransi pasien.
- Rencanakan aktivitas bertahap sesuai kemampuan pasien.
- Ajarkan teknik konservasi energi saat beraktivitas.
- Berikan bantuan alat bantu jika diperlukan (misalnya walker, kursi roda).
3. Manajemen Jalan Napas:
- Kaji produksi, karakteristik, dan kemampuan batuk efektif pasien.
- Berikan humidifikasi udara dan nebulizer bronkodilator sesuai kebutuhan.
- Ajarkan teknik batuk efektif dan drainase postural.
- Berikan suction terbatas jika diperlukan.
Penerapan intervensi keperawatan yang komprehensif dan berpusat pada pasien diharapkan dapat membantu mencapai luaran yang diharapkan dan meningkatkan kualitas hidup pasien dengan PPOK. -
Article No. 14911 | 29 Mar 2025
Klinis : apa saja diagnosa dengan kondisi klinis penyakit paru obstruktif kronis
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, berikut adalah kode ICD-10 untuk diagnosis penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) beserta penjelasan rinci:
1. Kode ICD-10:
- Kode: J44
- Deskripsi: Penyakit paru obstruktif kronis lainnya
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah kondisi kronis yang ditandai dengan obstruksi aliran udara yang persisten dan biasanya progresif. Beberapa kode ICD-10 yang termasuk dalam kategori PPOK adalah:
- J44.0: Penyakit paru obstruktif kronis dengan eksaserbasi akut, yang tidak dispesifikasikan
- J44.1: Penyakit paru obstruktif kronis dengan infeksi akut saluran napas bawah
- J44.8: Penyakit paru obstruktif kronis lainnya yang dispesifikasikan
- J44.9: Penyakit paru obstruktif kronis, tidak dispesifikasikan
Gejala utama PPOK meliputi sesak napas, batuk kronis, dan produksi sputum yang berlebihan. Faktor risiko utama adalah merokok, paparan bahan partikulat, dan riwayat infeksi pernafasan di masa lalu.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 93.08
- Deskripsi: Pengukuran fungsi paru lainnya, termasuk spirometri
Prosedur medis yang sering dilakukan untuk mendiagnosis dan mengelola PPOK adalah pengukuran fungsi paru, seperti spirometri. Pemeriksaan ini dapat membantu mengidentifikasi adanya obstruksi aliran udara yang persisten dan mengukur tingkat keparahannya.
Selain itu, tindakan medis lain yang mungkin diperlukan untuk pasien PPOK antara lain:
- Pemberian bronkodilator dan kortikosteroid inhalasi untuk mengendalikan gejala
- Oksigenasi jangka panjang untuk pasien dengan hipoksemia kronis
- Rehabilitasi paru untuk meningkatkan kapasitas fungsional
- Terapi antibiotik dan antiinflamasi untuk menangani eksaserbasi akut
Pengelolaan PPOK membutuhkan pendekatan komprehensif yang melibatkan terapi farmakologis, non-farmakologis, dan penatalaksanaan komorbiditas yang sering menyertai kondisi ini. -
Article No. 14912 | 29 Mar 2025
Klinis : apa saja diagnosa dengan kondisi klinis penyakit paru obstruktif kronis
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, Saya akan memberikan Diagnosa Keperawatan dan penjelasan singkat mengenai SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
Diagnosa Keperawatan Untuk Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK):
1. Pola napas tidak efektif
- Definisi: Ketidakmampuan untuk bernapas dengan mudah dan lancar.
- Penyebab: Adanya obstruksi aliran udara, kekakuan dinding toraks, kelemahan otot pernapasan.
- Gejala: Napas dangkal, cepat, sesak napas, ortopnea.
2. Intoleransi aktivitas
- Definisi: Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas rutin tanpa merasa kelelahan yang berlebihan.
- Penyebab: Perubahan fungsi paru, keterbatasan mobilitas, kelelahan.
- Gejala: Mudah lelah, lemah, napas pendek saat beraktivitas.
3. Risiko infeksi
- Definisi: Rentan terhadap serangan patogen yang dapat menimbulkan penyakit.
- Penyebab: Penurunan sistem imun, paparan lingkungan, penggunaan alat medis.
- Gejala: Peningkatan produksi sputum, demam, perubahan warna sputum.
4. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
- Definisi: Ketidakmampuan untuk mempertahankan bersihan jalan napas yang efektif.
- Penyebab: Obstruksi jalan napas, kekuatan dan koordinasi otot pernapasan yang tidak adekuat.
- Gejala: Produksi sputum berlebih, suara napas tambahan, batuk tidak produktif.
Penjelasan Singkat SDKI - SLKI - SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia)
- Merupakan standar yang digunakan untuk mengidentifikasi dan merumuskan diagnosa keperawatan.
- Membantu perawat dalam menentukan masalah kesehatan klien yang memerlukan intervensi keperawatan.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia)
- Merupakan standar yang digunakan untuk menentukan hasil yang diharapkan dari tindakan keperawatan.
- Membantu perawat dalam menetapkan kriteria evaluasi keberhasilan intervensi keperawatan.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia)
- Merupakan standar yang digunakan untuk menentukan tindakan keperawatan yang diperlukan untuk mencapai luaran yang diharapkan.
- Memandu perawat dalam merencanakan dan melaksanakan intervensi keperawatan yang tepat.
Penerapan SDKI, SLKI, dan SIKI secara komprehensif membantu perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas dan berpusat pada klien.