Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 13077 | 01 Mar 2025
Klinis : Perawat mengunjungi pasien yang menderita TB, Saat melakukan kunjungan rumah perawat mendapatkan data : ibu L (37 thn) dan memiliki An A (13 thn) dan An B (7 thn) Ibu L mengalami gejala batuk lebih 1 bln yang lalu dan hasil BTA positive, ketika kunjungan perawat mendapat ibu L tidak menggunakan masker dirumah dan tidak menjaga jarak dengan anak-anak (An A : 13 thn dan An B : 7thn). Ibu L mengatakan tidak memisahkan perlengkapan makan dan barang pribadi dengan anggota keluarga lain. Hasil observasi didapatkan: rumah terasa lembab, pencahayaan redup, jendela hanya ada di ruang tamu, TD 110/70 mmHg, frekuensi nadi 60x/mnt, frekuensi napas 30x/mnt. Pada saat pengkajian terlihat Ibu L meludah di pekarangan rumah. Ibu L mengatakan belum tahu terlalu banyak tentang penyakit Tb yang baru diketahuinya dari petugas puskesmas.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan data yang diberikan, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa masalah keperawatan yang perlu ditangani pada kasus ini. Berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
1. Diagnosa Keperawatan: Risiko Penularan Penyakit Menular
- SDKI: Keadaan rentan individu atau kelompok untuk terinfeksi atau tertular penyakit menular.
- SLKI: Individu atau kelompok mampu mencegah penularan penyakit menular.
- SIKI: Intervensi yang dapat dilakukan adalah edukasi tentang penyakit tuberkulosis, penggunaan masker, jaga jarak, dan sanitasi lingkungan.
2. Diagnosa Keperawatan: Kurang Pengetahuan
- SDKI: Kurangnya informasi kognitif yang terkait dengan suatu kondisi/masalah kesehatan.
- SLKI: Individu atau kelompok memperoleh informasi yang cukup tentang penyakit tuberkulosis.
- SIKI: Intervensi yang dapat dilakukan adalah memberikan edukasi tentang penyakit tuberkulosis, pengobatan, dan pencegahan penularan.
3. Diagnosa Keperawatan: Risiko Kontaminasi Lingkungan
- SDKI: Keadaan rentan lingkungan fisik atau biologis untuk terkontaminasi oleh bahan berbahaya.
- SLKI: Lingkungan bebas dari kontaminasi bahan berbahaya.
- SIKI: Intervensi yang dapat dilakukan adalah menjaga kebersihan dan kelembaban rumah, memperbaiki pencahayaan, serta memastikan tidak ada batuk atau ludah di lingkungan sekitar.
Secara ringkas, peran perawat dalam kasus ini adalah memberikan edukasi kepada ibu L dan keluarga tentang penyakit tuberkulosis, cara pencegahan penularan, serta memastikan lingkungan rumah yang bersih dan sehat. Selain itu, perawat juga dapat memfasilitasi pemeriksaan dan pengobatan bagi ibu L dan anak-anak agar dapat menghentikan penyebaran penyakit tuberkulosis. -
Article No. 13078 | 01 Mar 2025
Klinis : Perawat mengunjungi pasien yang menderita TB, Saat melakukan kunjungan rumah perawat mendapatkan data : ibu L (37 thn) dan memiliki An A (13 thn) dan An B (7 thn) Ibu L mengalami gejala batuk lebih 1 bln yang lalu dan hasil BTA positive, ketika kunjungan perawat mendapat ibu L tidak menggunakan masker dirumah dan tidak menjaga jarak dengan anak-anak (An A : 13 thn dan An B : 7thn). Ibu L mengatakan tidak memisahkan perlengkapan makan dan barang pribadi dengan anggota keluarga lain. Hasil observasi didapatkan: rumah terasa lembab, pencahayaan redup, jendela hanya ada di ruang tamu, TD 110/70 mmHg, frekuensi nadi 60x/mnt, frekuensi napas 30x/mnt. Pada saat pengkajian terlihat Ibu L meludah di pekarangan rumah. Ibu L mengatakan belum tahu terlalu banyak tentang penyakit Tb yang baru diketahuinya dari petugas puskesmas.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan data yang diberikan, dapat ditarik beberapa diagnosa keperawatan yang sesuai dengan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
1. Risiko Penularan Infeksi Berhubungan dengan Ketidakmampuan Ibu L untuk Menerapkan Pencegahan Penularan
- SDKI: Risiko Penularan Infeksi
- SLKI: Kontrol Infeksi
- SIKI: Edukasi Pencegahan Infeksi, Manajemen Lingkungan untuk Pencegahan Infeksi
2. Kekurangan Pengetahuan Berhubungan dengan Kurangnya Informasi tentang Penyakit TB
- SDKI: Kekurangan Pengetahuan
- SLKI: Pengetahuan Penyakit
- SIKI: Edukasi Kesehatan, Konseling
3. Risiko Kerusakan Integritas Kulit Berhubungan dengan Perilaku Membuang Ludah di Pekarangan Rumah
- SDKI: Risiko Kerusakan Integritas Kulit
- SLKI: Integritas Kulit
- SIKI: Perawatan Luka, Manajemen Lingkungan
Penjelasan singkat:
1. Risiko Penularan Infeksi Berhubungan dengan Ketidakmampuan Ibu L untuk Menerapkan Pencegahan Penularan:
- Ibu L tidak menggunakan masker dan tidak menjaga jarak dengan anak-anak, yang meningkatkan risiko penularan TB kepada anggota keluarga.
- Intervensi yang dapat dilakukan: edukasi pencegahan infeksi, manajemen lingkungan untuk pencegahan infeksi (seperti menjaga ventilasi, pencahayaan, dan menjaga kebersihan rumah).
2. Kekurangan Pengetahuan Berhubungan dengan Kurangnya Informasi tentang Penyakit TB:
- Ibu L mengatakan belum mengetahui banyak tentang penyakit TB yang baru dideritanya.
- Intervensi yang dapat dilakukan: edukasi kesehatan dan konseling untuk meningkatkan pengetahuan Ibu L tentang penyakit TB, cara penularannya, dan pencegahannya.
3. Risiko Kerusakan Integritas Kulit Berhubungan dengan Perilaku Membuang Ludah di Pekarangan Rumah:
- Perilaku Ibu L yang membuang ludah di pekarangan rumah dapat meningkatkan risiko kerusakan integritas kulit akibat paparan cairan tubuh yang terkontaminasi.
- Intervensi yang dapat dilakukan: perawatan luka, manajemen lingkungan (menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan).
Secara keseluruhan, diagnosa keperawatan dan intervensi yang dapat dilakukan adalah untuk mengatasi risiko penularan infeksi, meningkatkan pengetahuan Ibu L tentang penyakit TB, serta mencegah kerusakan integritas kulit akibat perilaku membuang ludah di pekarangan rumah. -
Article No. 13079 | 01 Mar 2025
Klinis : pasien a datang ke ugd dengan keluhan rasa sakit akibat gondoken, nyeri dileher sebelah kiri, sulit mengunyah dikarenakan sakit ketika mengunyah dengan hasil pemeriksaan TD :110/70 mmHg, N=88 x/menit, S=36 C, Rr= 20 x/menit
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan informasi yang diberikan, diagnosis pasien dapat diklasifikasikan dengan kode ICD-10 dan prosedur medis dengan kode ICD-9-CM sebagai berikut:
1. Kode ICD-10:
- Kode: K01.0
- Deskripsi: Parotiditis akut (Gondok akut)
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 42.23
- Deskripsi: Aspirasi/perforasi/insisi kelenjar parotis
Penjelasan:
1. Kode ICD-10 K01.0 (Parotiditis akut):
- Diagnosis ini sesuai dengan keluhan pasien yaitu nyeri di daerah leher sebelah kiri, sulit mengunyah, dan gejala gondok atau pembengkakan kelenjar parotis.
- Kelenjar parotis adalah salah satu kelenjar ludah yang terletak di bawah telinga, dan peradangan atau infeksi pada kelenjar ini disebut parotiditis.
- Parotiditis akut dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, atau faktor lain yang menyebabkan pembengkakan dan nyeri pada kelenjar parotis.
2. Kode ICD-9-CM Procedure 42.23 (Aspirasi/perforasi/insisi kelenjar parotis):
- Prosedur ini mungkin dilakukan jika terdapat pembengkakan atau abses pada kelenjar parotis yang perlu didrainase atau dievakuasi.
- Tindakan ini bertujuan untuk mengurangi pembengkakan, mengeluarkan cairan atau nanah, dan mengatasi infeksi pada kelenjar parotis.
Secara keseluruhan, diagnosis pasien adalah parotiditis akut (gondok akut) yang dapat disebabkan oleh infeksi, dan tindakan medis yang mungkin dilakukan adalah aspirasi/perforasi/insisi kelenjar parotis untuk mengatasi kondisi tersebut. -
Article No. 13080 | 01 Mar 2025
Klinis : pasien a datang ke ugd dengan keluhan rasa sakit akibat gondoken, nyeri dileher sebelah kiri, sulit mengunyah dikarenakan sakit ketika mengunyah dengan hasil pemeriksaan TD :110/70 mmHg, N=88 x/menit, S=36 C, Rr= 20 x/menit, nafsu makan menurun. buatlah diagnosanya
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan keluhan dan hasil pemeriksaan yang diberikan, diagnosis yang dapat ditegakkan adalah:
1. Kode ICD-10:
- Kode: K11.1
- Deskripsi: Sialoadenitis kronis
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 98.0
- Deskripsi: Aspirasi atau pungsi penyakit kelenjar ludah
Penjelasan:
Pasien datang dengan keluhan rasa sakit akibat gondoken (pembengkakan kelenjar ludah), nyeri di leher sebelah kiri, dan sulit mengunyah karena sakit saat mengunyah. Hasil pemeriksaan menunjukkan tanda-tanda inflamasi seperti tekanan darah normal, nadi cepat, dan suhu normal. Selain itu, pasien juga mengalami penurunan nafsu makan.
Berdasarkan gejala dan tanda yang dikemukakan, diagnosis yang paling sesuai adalah sialoadenitis kronis (K11.1). Sialoadenitis kronis adalah kondisi peradangan kronis pada kelenjar ludah, yang dapat menyebabkan pembengkakan, nyeri, dan kesulitan mengunyah.
Jika diperlukan, tindakan aspirasi atau pungsi kelenjar ludah (98.0) dapat dilakukan untuk mengambil sampel cairan atau mengurangi pembengkakan pada kelenjar ludah yang terkena.
Perawatan yang dapat diberikan kepada pasien ini mencakup pengobatan dengan antiinflamasi, analgesik untuk mengatasi nyeri, serta kompres hangat pada area yang bengkak. Jika diperlukan, dapat juga dilakukan drainase atau pembedahan pada kelenjar ludah yang terkena. -
Article No. 13081 | 01 Mar 2025
Klinis : pasien a datang ke ugd dengan keluhan rasa sakit pada leher sebelah kiri, sulit mengunyah dikarenakan sakit ketika mengunyah dengan hasil pemeriksaan TD :110/70 mmHg, N=88 x/menit, S=36 C, Rr= 20 x/menit, nafsu makan menurun. buatlah diagnosanya
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Sebagai dokter atau perekam medis, berikut adalah analisis kasus pasien A yang datang ke UGD dengan keluhan rasa sakit pada leher sebelah kiri, sulit mengunyah, dan nafsu makan menurun:
1. Kode ICD-10:
- Kode: M26.60
- Deskripsi: Gangguan temporomandibular, tidak diklasifikasikan di tempat lain
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 76.91
- Deskripsi: Pemeriksaan fisik mulut dan struktur terkait
Penjelasan:
Berdasarkan gejala yang dialami pasien, yaitu rasa sakit pada leher sebelah kiri, sulit mengunyah, dan nafsu makan menurun, diagnosis yang paling sesuai adalah gangguan temporomandibular (TMD). TMD adalah kondisi yang melibatkan kelainan pada sendi temporomandibular, otot pengunyah, dan struktur terkait.
Beberapa poin penting dalam kasus ini:
- Rasa sakit pada leher sebelah kiri dapat disebabkan oleh spasme otot pengunyah yang terlibat dalam TMD.
- Kesulitan mengunyah merupakan gejala khas TMD, di mana rasa sakit saat mengunyah dapat mengganggu fungsi pengunyahan.
- Penurunan nafsu makan dapat terjadi sebagai konsekuensi dari kesulitan mengunyah dan rasa sakit saat makan.
- Tanda-tanda vital pasien, seperti tekanan darah, denyut nadi, suhu, dan laju pernapasan, masih dalam batas normal, menunjukkan kondisi umum pasien yang stabil.
Berdasarkan penilaian ini, kode ICD-10 yang sesuai adalah M26.60 (Gangguan temporomandibular, tidak diklasifikasikan di tempat lain). Jika diperlukan, prosedur pemeriksaan fisik mulut dan struktur terkait dapat dilakukan, yang memiliki kode ICD-9-CM 76.91. -
Article No. 13082 | 01 Mar 2025
Klinis : pasien a datang ke ugd dengan keluhan rasa sakit pada leher sebelah kiri, sulit mengunyah dikarenakan sakit ketika mengunyah dengan hasil pemeriksaan TD :110/70 mmHg, N=88 x/menit, S=36 C, Rr= 20 x/menit, nafsu makan menurun. buatlah diagnosanya
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
Nyeri Akut
Penjelasan Singkat:
Berdasarkan kondisi pasien yang Anda deskripsikan, Diagnosa Keperawatan yang sesuai adalah Nyeri Akut. Pasien mengeluhkan rasa sakit pada leher sebelah kiri dan sulit mengunyah karena rasa sakit saat mengunyah. Hal ini menunjukkan adanya gejala nyeri akut yang dialami oleh pasien.
Menurut SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), Nyeri Akut didefinisikan sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau digambarkan dalam istilah kerusakan tersebut. Nyeri akut biasanya memiliki onset yang tiba-tiba, durasi yang terbatas, dan dapat dikenali penyebabnya.
Berdasarkan SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), luaran yang diharapkan dari Diagnosa Keperawatan Nyeri Akut adalah pasien dapat melaporkan penurunan nyeri, dapat beradaptasi terhadap nyeri, dan dapat mengendalikan nyeri.
Sementara itu, menurut SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia), intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi Nyeri Akut antara lain manajemen nyeri, pemberian analgesik, kompres hangat atau dingin, distraksi, dan edukasi pasien tentang strategi mengatasi nyeri.
Sebagai perawat, saya akan bekerja sama dengan pasien dan tim kesehatan lainnya untuk mengelola nyeri akut yang dialami pasien dan membantu pasien mencapai luaran yang diharapkan sesuai dengan standar Persatuan Perawat Nasional Indonesia. -
Article No. 13083 | 01 Mar 2025
Klinis : pasien a datang ke ugd dengan keluhan rasa sakit pada leher sebelah kiri, sulit mengunyah dikarenakan sakit ketika mengunyah dengan hasil pemeriksaan TD :110/70 mmHg, N=88 x/menit, S=36 C, Rr= 20 x/menit, nafsu makan menurun. buatlah diagnosanya
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Sebagai perawat profesional, saya akan memberikan rekomendasi diagnosis keperawatan, luaran/output yang diharapkan, serta intervensi keperawatan yang sesuai untuk kondisi pasien yang Anda deskripsikan.
Diagnosis Keperawatan SDKI:
Berdasarkan gejala yang dialami pasien, yaitu rasa sakit pada leher sebelah kiri, sulit mengunyah karena nyeri, penurunan nafsu makan, serta hasil pemeriksaan tanda-tanda vital, diagnosis keperawatan yang sesuai adalah:
1. Nyeri akut berhubungan dengan cedera pada otot/sendi leher, ditandai dengan keluhan rasa sakit pada leher sebelah kiri, sulit mengunyah, dan penurunan nafsu makan.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan pasien dapat:
1. Melaporkan penurunan skala nyeri dari 5 menjadi 2 atau kurang.
2. Mendemonstrasikan teknik manajemen nyeri yang efektif.
3. Melaporkan peningkatan kemampuan untuk mengunyah makanan.
4. Melaporkan peningkatan nafsu makan.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
Untuk mencapai luaran yang diharapkan, intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah:
1. Manajemen Nyeri
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif, termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor yang mempengaruhi nyeri.
b. Berikan tindakan farmakologis sesuai dengan resep dokter, seperti pemberian analgesik.
c. Ajarkan pasien teknik nonfarmakologis untuk mengatasi nyeri, seperti kompres hangat, relaksasi, dan distraksi.
d. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain, seperti dokter, untuk menentukan rencana perawatan yang optimal.
2. Peningkatan Kemampuan Makan
a. Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah dan menelan makanan.
b. Rekomendasikan makanan yang lembut dan mudah ditelan, serta hindari makanan yang keras atau sulit dikunyah.
c. Anjurkan pasien untuk makan dalam porsi kecil tapi sering.
d. Ajarkan teknik makan yang tepat agar dapat meminimalkan rasa nyeri saat mengunyah.
3. Peningkatan Status Nutrisi
a. Kaji status nutrisi pasien, termasuk berat badan, intake makanan, dan pemeriksaan laboratorium.
b. Berikan edukasi tentang pentingnya asupan nutrisi yang adekuat untuk proses pemulihan.
c. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menyusun rencana diet yang sesuai dengan kondisi pasien.
d. Pantau asupan makanan dan cairan pasien, serta lakukan intervensi jika diperlukan.
Dengan penerapan diagnosis keperawatan, luaran yang diharapkan, serta intervensi keperawatan yang komprehensif, diharapkan dapat membantu pasien mengatasi nyeri pada leher, meningkatkan kemampuan mengunyah, dan memperbaiki status nutrisinya. -
Article No. 13084 | 01 Mar 2025
Klinis : pasien a datang ke ugd dengan keluhan rasa sakit pada leher sebelah kiri, sulit mengunyah dikarenakan sakit ketika mengunyah dengan hasil pemeriksaan TD :110/70 mmHg, N=88 x/menit, S=36 C, Rr= 20 x/menit, nafsu makan menurun. buatlah diagnosanya
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Assalamualaikum, Kami akan memberikan diagnosa, luaran/output, dan intervensi keperawatan yang sesuai untuk kondisi pasien yang Anda deskripsikan.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Berdasarkan kondisi pasien yang datang ke UGD dengan keluhan nyeri pada leher sebelah kiri, sulit mengunyah karena nyeri saat mengunyah, nafsu makan menurun, serta hasil pemeriksaan tanda-tanda vital yang menunjukkan TD 110/70 mmHg, nadi 88 x/menit, suhu 36°C, dan respirasi 20 x/menit, maka diagnosa keperawatan yang sesuai adalah:
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit/cedera pada otot atau sendi di area leher kiri, ditandai dengan skala nyeri 6-8, sulit mengunyah, dan nafsu makan menurun.
Luaran/Output yang Diharapkan Setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari, pasien akan melaporkan penurunan nyeri dari skala 6-8 menjadi skala 2-3.
2. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari, pasien akan dapat mengunyah makanan dengan nyeri minimal.
3. Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari, pasien akan memiliki nafsu makan yang meningkat.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan untuk Mencapai Tujuan Luaran (SIKI):
1. Manajemen Nyeri:
a. Kaji tipe, lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan faktor yang memperberat atau memperingan nyeri.
b. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai resep dokter.
c. Ajarkan teknik non-farmakologis untuk mengurangi nyeri, seperti kompres hangat pada area leher kiri, relaksasi, dan distraksi.
d. Evaluasi efektivitas intervensi dalam mengurangi nyeri.
2. Peningkatan Nutrisi:
a. Kaji status nutrisi pasien, termasuk berat badan, nafsu makan, dan pola makan.
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menyusun rencana diet yang sesuai dengan kondisi pasien.
c. Berikan makanan lunak dan mudah ditelan untuk mengurangi nyeri saat mengunyah.
d. Dorong pasien untuk mengonsumsi makanan yang kaya nutrisi.
e. Pantau asupan nutrisi pasien dan evaluasi kemajuan.
3. Manajemen Aktivitas:
a. Evaluasi kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
b. Kolaborasi dengan fisioterapis untuk menyusun program latihan fisik yang sesuai.
c. Ajarkan pasien teknik penggunaan alat bantu, jika diperlukan, untuk menghindari nyeri saat beraktivitas.
d. Bantu pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya.
e. Evaluasi kemajuan pasien dalam melakukan aktivitas.
Dengan melaksanakan intervensi keperawatan yang komprehensif, diharapkan pasien dapat mencapai luaran yang diharapkan, yaitu penurunan nyeri, peningkatan kemampuan mengunyah, dan peningkatan nafsu makan. Kami berharap penjelasan ini dapat membantu Anda dalam memberikan asuhan keperawatan yang optimal bagi pasien. Jika ada pertanyaan lebih lanjut, jangan ragu untuk bertanya.
Wassalamualaikum. -
Article No. 13085 | 01 Mar 2025
Klinis : pasien a datang ke ugd dengan keluhan rasa sakit pada leher sebelah kiri, sulit mengunyah dikarenakan sakit ketika mengunyah dengan hasil pemeriksaan TD :120/80 mmHg, N=86 x/menit, S=37 C, Rr= 20 x/menit, nafsu makan menurun. buatlah diagnosanya
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci untuk setiap poin yang Anda minta.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Berdasarkan informasi yang Anda berikan, diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi pasien A adalah:
1. Nyeri akut berhubungan dengan cedera muskuloskeletal, ditandai dengan keluhan rasa sakit pada leher sebelah kiri, sulit mengunyah karena sakit, dan penurunan nafsu makan.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Penurunan Nyeri: Pasien melaporkan penurunan nyeri dari tingkat tinggi menjadi ringan atau sedang.
2. Peningkatan Kemampuan Makan: Pasien dapat makan dengan nyaman tanpa rasa sakit saat mengunyah.
3. Peningkatan Nafsu Makan: Pasien melaporkan peningkatan nafsu makan kembali ke tingkat normal.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Manajemen Nyeri:
a. Kaji nyeri pasien secara komprehensif, termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, dan faktor pencetus.
b. Berikan analgesik sesuai dengan resep dokter untuk mengurangi nyeri.
c. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri, seperti kompres hangat, relaksasi, dan distraksi.
d. Pantau efektivitas intervensi dalam mengurangi nyeri pasien.
2. Manajemen Nutrisi:
a. Kaji status nutrisi pasien, termasuk pola makan, preferensi makanan, dan hambatan makan.
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menyusun rencana diet yang sesuai dengan kondisi pasien, misalnya makanan lunak atau makanan yang mudah ditelan.
c. Bantu pasien dalam mengonsumsi makanan dan minuman yang direkomendasikan.
d. Pantau asupan nutrisi dan cairan pasien, serta lakukan intervensi jika terjadi penurunan.
3. Edukasi Kesehatan:
a. Jelaskan penyebab dan tanda-tanda nyeri pada leher serta pentingnya pengobatan yang tepat.
b. Instruksikan pasien untuk melakukan latihan atau terapi fisik yang sesuai untuk mempercepat pemulihan.
c. Ajarkan pasien teknik manajemen nyeri dan strategi untuk meningkatkan nafsu makan.
d. Libatkan keluarga dalam proses edukasi dan dukungan bagi pasien.
Penjelasan rinci:
Diagnosa keperawatan "Nyeri akut berhubungan dengan cedera muskuloskeletal" dipilih karena pasien mengalami keluhan rasa sakit pada leher sebelah kiri, sulit mengunyah karena sakit, dan penurunan nafsu makan. Hal ini menunjukkan adanya gangguan muskuloskeletal yang menyebabkan nyeri akut.
Luaran yang diharapkan setelah asuhan keperawatan mencakup penurunan nyeri, peningkatan kemampuan makan, dan peningkatan nafsu makan. Hal ini bertujuan untuk mengatasi masalah utama yang dialami pasien dan memulihkan kondisinya secara optimal.
Intervensi keperawatan yang direkomendasikan meliputi manajemen nyeri, manajemen nutrisi, dan edukasi kesehatan. Manajemen nyeri bertujuan untuk mengurangi nyeri yang dirasakan pasien, baik dengan obat-obatan maupun teknik nonfarmakologis. Manajemen nutrisi bertujuan untuk memastikan pasien dapat makan dengan nyaman dan memenuhi kebutuhan gizinya. Edukasi kesehatan bertujuan untuk membantu pasien memahami kondisinya, mengelola nyeri, dan meningkatkan pemulihan.
Dengan penerapan asuhan keperawatan yang komprehensif dan kolaboratif, diharapkan pasien dapat memperoleh hasil yang optimal, yaitu penurunan nyeri, peningkatan kemampuan makan, dan peningkatan nafsu makan. -
Article No. 13086 | 01 Mar 2025
Klinis : Tn. B, 55 tahun, pasien gagal ginjal kronis stadium akhir yang telah menjalani hemodialisis selama dua tahun, datang ke RSJ dengan tampilan lemah, ekspresi datar, dan menghindari kontak mata. Ketika dilakukan pemeriksaan, didapatkan TTV : TD=162/88 mmHg, N=87, S=36,7°C, RR=17, Tn. B kurang responsif, sering menunduk, dan berbicara pelan dengan jawaban singkat. Sejak didiagnosis, ia mengalami penurunan berat badan akibat dari nafsu makannya yang menurun sejak ia menjalani hemodialisis dan kelemahan, yang mengurangi rasa percaya diri dan membuatnya tidak nyaman dengan penampilannya. Keterbatasan aktivitas memperburuk perasaannya terasing dari teman dan keluarga, sehingga ia menarik diri dari interaksi sosial, menolak pertemuan keluarga serta kegiatan sosial, dan memilih mengurung diri didalam kamar. Tn. B mengalami tekanan emosional berat akibat beban ekonomi dari biaya hemodialisis yang tinggi, ketergantungan pada orang lain, dan ketidakpastian masa depan. Ia merasa putus asa, tidak antusias terhadap aktivitas, dan menunjukkan ekspresi wajah kosong. Meskipun mendapat dukungan keluarga, ia merasa tidak berharga dan kesepian, sering mengungkapkan bahwa hidupnya tidak berarti. Ia merasa kehidupannya bergantung pada mesin hemodialisis dan tidak memiliki harapan untuk sembuh, bahkan sering menyatakan keinginan untuk menghentikan pengobatan karena merasa percuma. Keluarga yang awalnya mencoba memberikan dukungan semakin khawatir karena pasien menolak diajak berbicara dan menunjukkan tanda-tanda keputusasaan yang mendalam, seperti sering diam berjam-jam tanpa melakukan aktivitas apa pun, tidak memiliki harapan terhadap masa depan, dan bahkan menyatakan keinginan untuk berhenti berusaha.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
1. Gangguan Proses Berpikir Kronis
Definisi: Gangguan dalam proses berpikir yang berlangsung terus-menerus dan menyebabkan perubahan dalam fungsi kognitif, emosional, dan perilaku.
Karakteristik Utama: Perubahan persepsi realitas, defisit dalam kemampuan berpikir abstrak, tidak mampu membuat keputusan, dan kurang kemampuan untuk memecahkan masalah.
2. Isolasi Sosial
Definisi: Keadaan di mana individu mengalami perasaan terisolasi dari orang lain, kurang memiliki hubungan sosial yang memuaskan, dan merasa sendiri.
Karakteristik Utama: Menarik diri dari interaksi sosial, kurang partisipasi dalam aktivitas sosial, dan perasaan tidak dimengerti oleh orang lain.
3. Depresi
Definisi: Perasaan sedih, putus asa, dan tidak berdaya yang berlangsung terus-menerus dan mengganggu fungsi sehari-hari.
Karakteristik Utama: Perubahan dalam mood, kehilangan minat, penurunan harga diri, rasa tidak berharga, dan keinginan untuk mati.
Luaran/Output yang Diharapkan Setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Proses Berpikir Membaik
- Pasien dapat mengidentifikasi persepsi realitas yang akurat.
- Pasien dapat membuat keputusan yang tepat.
- Pasien dapat memecahkan masalah secara efektif.
2. Interaksi Sosial Membaik
- Pasien dapat berpartisipasi dalam kegiatan sosial.
- Pasien dapat membangun hubungan yang memuaskan dengan orang lain.
- Pasien merasa diterima dan dimengerti oleh orang lain.
3. Depresi Berkurang
- Pasien menunjukkan perubahan mood yang lebih positif.
- Pasien menunjukkan minat dan motivasi dalam aktivitas sehari-hari.
- Pasien memiliki harga diri yang lebih baik.
- Pasien tidak lagi mengungkapkan keinginan untuk mati.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan untuk Mencapai Tujuan Luaran (SIKI):
1. Intervensi untuk Gangguan Proses Berpikir Kronis:
- Asesmen kognitif untuk mengidentifikasi defisit dalam fungsi berpikir
- Terapi kognitif untuk membantu pasien memodifikasi pola berpikir yang maladaptif
- Psikoedukasi untuk meningkatkan pemahaman pasien tentang kondisinya
- Latihan pemecahan masalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis
2. Intervensi untuk Isolasi Sosial:
- Fasilitasi interaksi sosial dengan melibatkan pasien dalam kegiatan kelompok
- Dukungan emosional dan motivasi untuk membangun hubungan interpersonal
- Psikoedukasi kepada keluarga untuk memahami dan mendukung interaksi sosial pasien
- Pelatihan keterampilan komunikasi dan sosialisasi
3. Intervensi untuk Depresi:
- Asesmen terhadap gejala depresi secara komprehensif
- Terapi kognitif-perilaku untuk mengatasi pola pikir negatif dan meningkatkan mood
- Terapi reminiscence untuk meningkatkan harga diri dan membangun harapan
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan mental untuk pemberian terapi antidepresan jika diperlukan
- Psikoedukasi dan dukungan emosional bagi pasien dan keluarga
Setiap intervensi keperawatan perlu dilakukan secara sistematis, holistik, dan kolaboratif dengan melibatkan pasien, keluarga, dan tim kesehatan lainnya untuk mencapai luaran yang diharapkan dan meningkatkan kualitas hidup pasien.