Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 13119 | 02 Mar 2025
Klinis : Tn.A berusia 31 tahun dirawat dengan keluhan diare kronis sejak 1 minggu yang lalu. Hasil pemeriksaan TTV didapatkan TD: 100/ 62 mmHg, N: 76 x/menit, RR: 23x/menit, S: 38,7oC. Hasil pemeriksaan fisik mata cekung, konjungtiva anemis, membrane mukosa bibir kering, lidah kotor, terdapat kandidiasi oral, pemeriksaan paru; suara napas bronkovesikuler, ronki +/+, wh -/-, ekstremitas teraba dingin, CRT>2 detik, pada kulit ekstremitas terdapat bercak-bercak putih. Klien mengalami penuruan berat badan drastis, IMT 17, klien juga tidak nafsu makan dan sering menolak untuk makan. BAB dan BAK pada pempers, aktivitas di tempat tidur dibantu oleh keluarga dan perawat. Saat ini klien terpasang IVFD RL 60 cc per menit, cefotaxime 2x1 gr IV, ranitidine 2x50 mg IV, PCT 3x 500 mg oral. Saat diwawancarai klien banyak diam, tidak mau berkomunikasi dan menghindari pertanyaan. Dari keterangan keluarga, klien sebelumnya bekerja sebagai karyawan pabrik di Jakarta sejak 10 tahun yang lalu, dan sebulan belakangan pulang dengan kondisi sering demam dan batuk. Klien tidak memiliki riwayat sebagai perokok. Tidak ada keluarga dengan penyakit seperti ini. Keluarga tidak mengetahui riwayat pergaulan klien, namun selama ini klien selalu bergaul dengan teman-teman laki-laki, jarang sekali bergaul dengan perempuan. Hasil pemeriksaan penunjang ditemukan Hb: 10mg/dl, leukosit: 12.300 mg/dl, Ht: 18%, neutrofil segmen: 78, limfosit 10, Na: 135 mmol/L, K: 3,2 mmol/L, Cl: 104 mmol/L. Hasil ronxent thoraks: terdapat gambaran flek di lapang paru kiri dan kanan. Hasil test HIV: +. Keluarga tidak menyangka anaknya akan terkena HIV dan setelah dijelaskan oleh kelurga pada klien, klien mengakui selama di Jakarta dia bergaul dengan sesama lelaki.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai
1. Risiko Ketidakseimbangan Cairan berhubungan dengan diare kronis, intake oral yang kurang.
Definisi: Keadaan di mana individu memiliki risiko mengalami kekurangan atau kelebihan cairan dan/atau elektrolit yang dapat membahayakan kesehatan.
2. Defisit Nutrisi berhubungan dengan intake oral yang kurang, penurunan berat badan.
Definisi: Keadaan di mana individu mengalami asupan nutrisi yang tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
3. Perubahan Proses Pikir berhubungan dengan gejala depresi, penolakan terhadap pemeriksaan dan perawatan.
Definisi: Gangguan dalam proses berpikir yang dapat mengganggu kemampuan individu untuk memproses informasi secara akurat.
4. Risiko Infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun, adanya kandidiasis oral.
Definisi: Keadaan di mana individu memiliki risiko terpapar organisme patogen yang dapat menyebabkan sakit.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI)
1. Risiko Ketidakseimbangan Cairan
- Keseimbangan Cairan Tubuh: Terjaga
- Keseimbangan Elektrolit: Terjaga
- Hidrasi: Adekuat
2. Defisit Nutrisi
- Status Nutrisi: Membaik
- Berat Badan: Meningkat
- Asupan Makanan: Adekuat
3. Perubahan Proses Pikir
- Komunikasi: Efektif
- Motivasi: Meningkat
- Harga Diri: Positif
4. Risiko Infeksi
- Tanda Infeksi: Tidak ada
- Fungsi Imun: Membaik
- Perilaku Pencegahan Infeksi: Adekuat
Intervensi Keperawatan (SIKI)
1. Risiko Ketidakseimbangan Cairan
- Pantau tanda-tanda vital dan intake-output cairan
- Berikan cairan IV sesuai kebutuhan
- Motivasi klien untuk meningkatkan asupan oral
- Ajarkan klien tentang manajemen diare
2. Defisit Nutrisi
- Lakukan pengkajian status nutrisi secara komprehensif
- Berikan nutrisi enteral atau parenteral sesuai kebutuhan
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk merencanakan diet
- Motivasi klien untuk meningkatkan asupan makanan
3. Perubahan Proses Pikir
- Bangun hubungan saling percaya dengan klien
- Libatkan keluarga dalam proses perawatan
- Berikan terapi suportif untuk mengatasi gejala depresi
- Ajarkan teknik relaksasi dan manajemen stres
4. Risiko Infeksi
- Pantau tanda-tanda infeksi secara rutin
- Berikan terapi antibiotik sesuai indikasi
- Ajarkan klien dan keluarga tentang pencegahan infeksi
- Optimalkan fungsi imun melalui asupan nutrisi dan istirahat
Penjelasan:
Berdasarkan informasi yang diberikan, Tn. A mengalami kondisi yang kompleks dengan adanya diare kronis, penurunan berat badan, gangguan mental, serta risiko infeksi. Diagnosa keperawatan dan intervensi yang direkomendasikan bertujuan untuk mengatasi masalah kesehatan klien secara holistik, mulai dari menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, memenuhi kebutuhan nutrisi, mengatasi perubahan proses pikir, serta mencegah terjadinya infeksi. Pendekatan yang berpusat pada klien dan melibatkan keluarga diharapkan dapat memaksimalkan outcome perawatan. -
Article No. 13120 | 02 Mar 2025
Klinis : Tn.A berusia 31 tahun dirawat dengan keluhan diare kronis sejak 1 minggu yang lalu. Hasil pemeriksaan TTV didapatkan TD: 100/ 62 mmHg, N: 76 x/menit, RR: 23x/menit, S: 38,7oC. Hasil pemeriksaan fisik mata cekung, konjungtiva anemis, membrane mukosa bibir kering, lidah kotor, terdapat kandidiasi oral, pemeriksaan paru; suara napas bronkovesikuler, ronki +/+, wh -/-, ekstremitas teraba dingin, CRT>2 detik, pada kulit ekstremitas terdapat bercak-bercak putih. Klien mengalami penuruan berat badan drastis, IMT 17, klien juga tidak nafsu makan dan sering menolak untuk makan. BAB dan BAK pada pempers, aktivitas di tempat tidur dibantu oleh keluarga dan perawat. Saat ini klien terpasang IVFD RL 60 cc per menit, cefotaxime 2x1 gr IV, ranitidine 2x50 mg IV, PCT 3x 500 mg oral. Saat diwawancarai klien banyak diam, tidak mau berkomunikasi dan menghindari pertanyaan. Dari keterangan keluarga, klien sebelumnya bekerja sebagai karyawan pabrik di Jakarta sejak 10 tahun yang lalu, dan sebulan belakangan pulang dengan kondisi sering demam dan batuk. Klien tidak memiliki riwayat sebagai perokok. Tidak ada keluarga dengan penyakit seperti ini. Keluarga tidak mengetahui riwayat pergaulan klien, namun selama ini klien selalu bergaul dengan teman-teman laki-laki, jarang sekali bergaul dengan perempuan. Hasil pemeriksaan penunjang ditemukan Hb: 10mg/dl, leukosit: 12.300 mg/dl, Ht: 18%, neutrofil segmen: 78, limfosit 10, Na: 135 mmol/L, K: 3,2 mmol/L, Cl: 104 mmol/L. Hasil ronxent thoraks: terdapat gambaran flek di lapang paru kiri dan kanan. Hasil test HIV: +. Keluarga tidak menyangka anaknya akan terkena HIV dan setelah dijelaskan oleh kelurga pada klien, klien mengakui selama di Jakarta dia bergaul dengan sesama lelaki.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan informasi yang diberikan, dapat disimpulkan bahwa diagnosis pasien Tn. A adalah:
1. Kode ICD-10:
- Kode: A09
- Deskripsi: Diare dan gastroenteritis infeksi yang diduga disebabkan oleh organisme yang tidak ditentukan
2. Kode ICD-9-CM Procedure:
- Kode: 99.15
- Deskripsi: Pemberian cairan intravena (IVFD)
Penjelasan:
Pasien Tn. A, berusia 31 tahun, datang dengan keluhan utama diare kronis sejak 1 minggu lalu. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan tanda-tanda dehidrasi seperti mata cekung, konjungtiva anemis, membran mukosa kering, lidah kotor, serta ekstremitas yang teraba dingin dan CRT >2 detik. Terdapat juga kandidiasis oral dan bercak-bercak putih pada kulit ekstremitas. Pasien mengalami penurunan berat badan drastis dengan IMT 17, tidak nafsu makan, dan aktivitas di tempat tidur dibantu oleh keluarga dan perawat.
Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan anemia (Hb 10 mg/dL) dan hipokalemia (K 3,2 mmol/L). Hasil rontgen toraks menunjukkan gambaran bercak di lapangan paru kiri dan kanan. Pemeriksaan HIV positif, dan pasien mengakui riwayat bergaul dengan sesama laki-laki selama di Jakarta.
Berdasarkan gambaran klinis dan hasil pemeriksaan penunjang, pasien Tn. A didiagnosis dengan diare dan gastroenteritis infeksi yang diduga disebabkan oleh organisme yang tidak ditentukan (kode ICD-10: A09). Selain itu, pasien juga mendapatkan terapi cairan intravena (kode ICD-9-CM: 99.15). -
Article No. 13121 | 02 Mar 2025
Klinis : Tn.A berusia 31 tahun dirawat dengan keluhan diare kronis sejak 1 minggu yang lalu. Hasil pemeriksaan TTV didapatkan TD: 100/ 62 mmHg, N: 76 x/menit, RR: 23x/menit, S: 38,7oC. Hasil pemeriksaan fisik mata cekung, konjungtiva anemis, membrane mukosa bibir kering, lidah kotor, terdapat kandidiasi oral, pemeriksaan paru; suara napas bronkovesikuler, ronki +/+, wh -/-, ekstremitas teraba dingin, CRT>2 detik, pada kulit ekstremitas terdapat bercak-bercak putih. Klien mengalami penuruan berat badan drastis, IMT 17, klien juga tidak nafsu makan dan sering menolak untuk makan. BAB dan BAK pada pempers, aktivitas di tempat tidur dibantu oleh keluarga dan perawat. Saat ini klien terpasang IVFD RL 60 cc per menit, cefotaxime 2x1 gr IV, ranitidine 2x50 mg IV, PCT 3x 500 mg oral. Saat diwawancarai klien banyak diam, tidak mau berkomunikasi dan menghindari pertanyaan. Dari keterangan keluarga, klien sebelumnya bekerja sebagai karyawan pabrik di Jakarta sejak 10 tahun yang lalu, dan sebulan belakangan pulang dengan kondisi sering demam dan batuk. Klien tidak memiliki riwayat sebagai perokok. Tidak ada keluarga dengan penyakit seperti ini. Keluarga tidak mengetahui riwayat pergaulan klien, namun selama ini klien selalu bergaul dengan teman-teman laki-laki, jarang sekali bergaul dengan perempuan. Hasil pemeriksaan penunjang ditemukan Hb: 10mg/dl, leukosit: 12.300 mg/dl, Ht: 18%, neutrofil segmen: 78, limfosit 10, Na: 135 mmol/L, K: 3,2 mmol/L, Cl: 104 mmol/L. Hasil ronxent thoraks: terdapat gambaran flek di lapang paru kiri dan kanan. Hasil test HIV: +. Keluarga tidak menyangka anaknya akan terkena HIV dan setelah dijelaskan oleh kelurga pada klien, klien mengakui selama di Jakarta dia bergaul dengan sesama lelaki.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi Tn. A yang dideskripsikan.
Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit berhubungan dengan diare kronis dan gejala dehidrasi yang ditandai dengan mata cekung, membran mukosa kering, dan ekstremitas dingin.
2. Ketidakefektifan Pola Makan berhubungan dengan anoreksia, penurunan berat badan, dan penolakan makan yang ditandai dengan penurunan berat badan drastis, IMT 17, dan tidak nafsu makan.
3. Risiko Infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun terkait HIV positif yang ditandai dengan kandidiasis oral, suara napas bronkovesikuler, dan gambaran flek di lapang paru.
4. Isolasi Sosial berhubungan dengan depresi dan perilaku menghindar yang ditandai dengan banyak diam, tidak mau berkomunikasi, dan menghindari pertanyaan.
Penjelasan Singkat SDKI - SLKI - SIKI:
1. SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
- Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit: penurunan atau kelebihan cairan dan/atau elektrolit dalam tubuh.
- Ketidakefektifan Pola Makan: ketidakmampuan untuk makan dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
- Risiko Infeksi: rentan mengalami infeksi yang disebabkan oleh penurunan daya tahan tubuh.
- Isolasi Sosial: keadaan di mana individu merasa terpisah dari orang lain dan/atau merasa tidak ada hubungan yang bermakna.
2. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Keseimbangan Cairan: indikator kemampuan individu dalam mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh yang adekuat.
- Status Nutrisi: indikator kemampuan individu dalam memenuhi kebutuhan nutrisi.
- Kontrol Infeksi: indikator kemampuan individu dalam mencegah dan mengatasi infeksi.
- Interaksi Sosial: indikator kemampuan individu dalam berinteraksi dengan orang lain.
3. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Manajemen Cairan: intervensi untuk mempertahankan atau mencapai keseimbangan cairan yang optimal.
- Manajemen Nutrisi: intervensi untuk mempertahankan atau mencapai status nutrisi yang optimal.
- Pencegahan Infeksi: intervensi untuk mencegah terjadinya infeksi.
- Dukungan Psikososial: intervensi untuk memfasilitasi interaksi dan dukungan sosial yang efektif.
Dalam kasus Tn. A, implementasi intervensi keperawatan yang sesuai dengan diagnosa dan standar SDKI-SLKI-SIKI akan membantu mengatasi masalah kesehatan yang dialami, serta mendukung pemulihan dan peningkatan kualitas hidup klien. -
Article No. 13122 | 02 Mar 2025
Klinis : apa implementasi nya berdasarkan diagnosis Konsumsi Hydroxychloroquine sulfate dan Curbexvit ↓ Reaksi Hipersensitivitas Obat ↓ Proses Inflamasi Dermal dan Epidermal ↓ Terbentuknya Lesi Makula Eritematous dan Erosi pada Wajah, Thorax, dan Bibir ↓ Kerusakan Lapisan Epidermis dan Mukosa Bibir ↓ Gangguan Integritas Kulit
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi yang Anda jelaskan.
Diagnosa Keperawatan:
1. Reaksi Hipersensitivitas Obat
2. Kerusakan Integritas Kulit
Penjelasan SDKI - SLKI - SIKI:
1. Reaksi Hipersensitivitas Obat
- SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia): Reaksi tubuh yang berlebihan terhadap paparan obat yang dapat menyebabkan gangguan sistemik.
- SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia): Tanda dan gejala hipersensitivitas obat terkendali, tidak terjadi komplikasi.
- SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia): Pemantauan tanda-tanda vital, identifikasi reaksi hipersensitivitas, pemberian antihistamin, penghentian pemberian obat penyebab, dan konsultasi dengan dokter.
2. Kerusakan Integritas Kulit
- SDKI: Kerusakan struktur dan fungsi kulit yang menyebabkan gangguan pada lapisan epidermis dan dermis.
- SLKI: Lesi kulit sembuh, tidak terjadi infeksi, tidak terjadi komplikasi.
- SIKI: Perawatan luka, aplikasi topikal antibiotik, kompres dingin, dan edukasi perawatan kulit yang benar.
Implementasi Keperawatan:
1. Reaksi Hipersensitivitas Obat:
- Monitor tanda-tanda vital secara berkala
- Identifikasi gejala dan tanda reaksi hipersensitivitas, seperti ruam, gatal, dan pembengkakan
- Hentikan pemberian obat penyebab dan segera konsultasikan dengan dokter
- Berikan antihistamin sesuai instruksi dokter
- Berikan dukungan emosional dan edukasi pasien tentang reaksi hipersensitivitas obat
2. Kerusakan Integritas Kulit:
- Bersihkan lesi dengan larutan saline atau antiseptik lembut
- Aplikasikan topikal antibiotik sesuai instruksi dokter
- Lakukan kompres dingin untuk mengurangi inflamasi
- Ajarkan pasien teknik perawatan kulit yang benar, seperti menjaga kebersihan, menggunakan pelembab, dan menghindari iritasi
- Evaluasi perkembangan lesi secara berkala dan konsultasikan dengan dokter jika terjadi infeksi atau komplikasi
Harapan saya, penjelasan ini dapat membantu Anda dalam memahami dan menerapkan intervensi keperawatan yang sesuai untuk kondisi yang Anda alami. Jangan ragu untuk bertanya lebih lanjut jika Anda membutuhkan klarifikasi atau informasi tambahan. -
Article No. 13123 | 02 Mar 2025
Klinis : apa implementasi nya berdasarkan diagnosis Konsumsi Hydroxychloroquine sulfate dan Curbexvit ↓ Reaksi Hipersensitivitas Obat ↓ Proses Inflamasi Dermal dan Epidermal ↓ Terbentuknya Lesi Makula Eritematous dan Erosi pada Wajah, Thorax, dan Bibir ↓ Kerusakan Lapisan Epidermis dan Mukosa Bibir ↓ Gangguan Integritas Kulit
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: 1. Kode ICD-10:
- Kode: L27.0
- Deskripsi: Dermatitis karena obat-obatan
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 98.18
- Deskripsi: Aplikasi agen antialergi dan anti-inflamasi topikal
Berdasarkan gejala yang disampaikan, pasien mengalami reaksi hipersensitivitas setelah mengonsumsi obat-obatan, yaitu hydroxychloroquine sulfate dan curbexvit. Reaksi hipersensitivitas tersebut menyebabkan proses inflamasi pada kulit dan mukosa, sehingga memunculkan lesi makula eritematous dan erosi pada wajah, thoraks, dan bibir. Kerusakan pada lapisan epidermis dan mukosa bibir mengakibatkan gangguan integritas kulit.
Kode ICD-10 L27.0 menunjukkan diagnosis dermatitis karena obat-obatan, yang sesuai dengan gejala yang dialami pasien. Sementara itu, kode ICD-9-CM 98.18 mengacu pada aplikasi agen antialergi dan anti-inflamasi topikal, yang merupakan salah satu tindakan medis yang dapat dilakukan untuk menangani kondisi tersebut.
Penanganan yang dapat diberikan antara lain:
- Menghentikan penggunaan obat-obatan yang menyebabkan reaksi hipersensitivitas
- Pemberian kortikosteroid topikal atau oral untuk mengurangi proses inflamasi
- Pemberian antihistamin untuk mengatasi gejala alergi
- Perawatan luka dan perlindungan kulit untuk menjaga integritas kulit
- Konsultasi dengan ahli alergi untuk menentukan penyebab dan penanganan lebih lanjut -
Article No. 13124 | 02 Mar 2025
Klinis : apa implementasi nya berdasarkan diagnosis Konsumsi Hydroxychloroquine sulfate dan Curbexvit ↓ Reaksi Hipersensitivitas Obat ↓ Proses Inflamasi Dermal dan Epidermal ↓ Terbentuknya Lesi Makula Eritematous dan Erosi pada Wajah, Thorax, dan Bibir ↓ Kerusakan Lapisan Epidermis dan Mukosa Bibir ↓ Gangguan Integritas Kulit
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi yang Anda deskripsikan, dengan nada akademis dan bertindak sebagai seorang pakar perawat.
Diagnosa Keperawatan:
1. Reaksi Hipersensitivitas Obat
2. Kerusakan Integritas Kulit
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
1. Reaksi Hipersensitivitas Obat
Definisi: Respons abnormal terhadap obat yang dapat menyebabkan reaksi kulit, seperti ruam, urtikaria, angioedema, atau reaksi sistemik yang mengancam jiwa.
Penyebab: Konsumsi Hydroxychloroquine sulfate dan Curbexvit.
Tanda dan Gejala: Proses inflamasi dermal dan epidermal, terbentuknya lesi makula eritematous dan erosi pada wajah, thorax, dan bibir, serta kerusakan lapisan epidermis dan mukosa bibir.
2. Kerusakan Integritas Kulit
Definisi: Perubahan pada struktur dan fungsi kulit yang menyebabkan gangguan pada kulit.
Penyebab: Reaksi hipersensitivitas obat yang menimbulkan proses inflamasi dan kerusakan pada lapisan epidermis dan mukosa bibir.
Tanda dan Gejala: Terbentuknya lesi makula eritematous dan erosi pada wajah, thorax, dan bibir, serta gangguan integritas kulit.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Respon Alergi Obat Terkendali
2. Integritas Kulit Membaik
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Manajemen Reaksi Alergi Obat
- Identifikasi penyebab reaksi alergi
- Monitoring tanda dan gejala reaksi alergi
- Pemberian antihistamin atau kortikosteroid sesuai indikasi
- Edukasi tentang pencegahan paparan dan perawatan kulit
2. Perawatan Luka
- Pembersihan luka dengan cairan salin atau antiseptik
- Aplikasi salep atau krim topikal antibiotik atau kortikosteroid
- Proteksi luka dengan balutan yang sesuai
- Edukasi tentang perawatan luka dan pencegahan infeksi
Implementasi keperawatan berdasarkan diagnosa:
1. Manajemen Reaksi Alergi Obat:
- Identifikasi penyebab reaksi alergi (Hydroxychloroquine sulfate dan Curbexvit)
- Monitoring tanda dan gejala reaksi alergi (proses inflamasi, lesi, erosi)
- Pemberian antihistamin atau kortikosteroid sesuai indikasi untuk mengurangi reaksi hipersensitivitas
- Edukasi pasien tentang pencegahan paparan dan perawatan kulit
2. Perawatan Luka:
- Pembersihan lesi dan erosi pada wajah, thorax, dan bibir dengan cairan salin atau antiseptik
- Aplikasi salep atau krim topikal antibiotik atau kortikosteroid untuk mengatasi inflamasi dan mempercepat penyembuhan
- Proteksi luka dengan balutan yang sesuai untuk mencegah infeksi
- Edukasi pasien tentang perawatan luka dan pencegahan infeksi
Dengan penerapan intervensi keperawatan yang tepat, diharapkan dapat mengatasi reaksi hipersensitivitas obat dan membantu memperbaiki integritas kulit pasien. -
Article No. 13125 | 02 Mar 2025
Klinis : Identitas Pasien • Nama: Ny. E • Usia: 26 tahun • Gravida/Para/Abortus (GPA): G1P1A0 • Usia Kehamilan Saat Persalinan: 39 minggu • Metode Persalinan: Spontan pervaginam • Riwayat Penyakit: Tidak ada riwayat penyakit kronis atau gangguan psikiatri sebelumnya • Keluhan Utama: Pasien datang ke klinik 7 hari setelah melahirkan, mengeluhkan mudah menangis, merasa cemas berlebihan, dan sulit tidur, meskipun bayinya dalam kondisi sehat. • Riwayat Persalinan: Persalinan spontan tanpa komplikasi, Bayi lahir dengan berat 3200 gram, APGAR Score 9-10, Inisiasi Menyusu Dini (IMD) berhasil, Tidak ada komplikasi fisik postpartum yang signifikan • Keluhan Psikologis: Mudah menangis tanpa alasan yang jelas, Merasa tidak cukup baik sebagai ibu, Cemas berlebihan terhadap kesehatan bayinya, Sulit tidur meskipun bayi tidur nyenyak, Mudah tersinggung dan emosional, Tidak ada keinginan untuk menyakiti diri sendiri atau bayinya • Pemeriksaan Psikologis: Kesadaran: Compos mentis, Mood: Labil, lebih sering sedih dan cemas, Insight: Baik (menyadari perubahan emosinya), Tidak ada gejala psikosis atau ide bunuh diri • Diagnosa Medis: Postpartum Blues (Baby Blues Syndrome)
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Dengan mempertimbangkan kondisi pasien Ny. E yang mengalami postpartum blues, berikut adalah diagnosa keperawatan SDKI, luaran yang diharapkan (SLKI), dan intervensi keperawatan yang diperlukan (SIKI):
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Kecemasan Berhubungan dengan perubahan status kesehatan dan peran baru sebagai ibu.
2. Gangguan Pola Tidur Berhubungan dengan kecemasan dan perubahan hormonal.
3. Ketidakberdayaan Berhubungan dengan perasaan tidak mampu sebagai ibu baru.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Kecemasan Terkendali
- Pasien mampu mengidentifikasi penyebab kecemasan
- Pasien mampu mendemonstrasikan teknik relaksasi untuk mengurangi kecemasan
- Pasien menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas normal
2. Pola Tidur Membaik
- Pasien dapat tidur dengan nyenyak selama 6-8 jam per hari
- Pasien dapat terbangun saat dibutuhkan untuk mengurus bayi
- Pasien merasa segar setelah tidur
3. Pemberdayaan Meningkat
- Pasien mampu merawat bayi dengan mandiri
- Pasien merasa percaya diri dalam menjalankan peran barunya sebagai ibu
- Pasien mampu mengidentifikasi sumber dukungan yang tersedia
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Kecemasan Terkendali
- Kaji tingkat kecemasan pasien menggunakan alat ukur yang sesuai
- Berikan informasi terkait postpartum blues dan normalnya perubahan emosional setelah melahirkan
- Ajarkan teknik relaksasi, seperti napas dalam, visualisasi, atau meditasi, untuk mengurangi kecemasan
- Dorong pasien untuk melakukan aktivitas menyenangkan dan mengatur waktu istirahat yang cukup
- Libatkan keluarga untuk memberikan dukungan emosional pada pasien
2. Pola Tidur Membaik
- Kaji pola tidur pasien, termasuk waktu tidur, lama tidur, dan kualitas tidur
- Berikan edukasi tentang pentingnya tidur yang cukup bagi ibu postpartum
- Bantu pasien mengatur lingkungan yang nyaman untuk tidur, seperti mengurangi stimulasi cahaya dan suara
- Anjurkan pasien untuk beristirahat saat bayi tidur, meskipun pasien tidak mengantuk
- Evaluasi efektivitas intervensi dan lakukan modifikasi sesuai kebutuhan pasien
3. Pemberdayaan Meningkat
- Kaji pemahaman pasien terkait perawatan bayi dan kemampuan merawat bayi
- Berikan edukasi dan demonstrasi tentang perawatan bayi, seperti menyusui, mengganti popok, dan memandikan
- Dorong pasien untuk aktif berpartisipasi dalam perawatan bayi dan lakukan evaluasi kemajuan
- Identifikasi sumber dukungan yang tersedia bagi pasien, baik dari keluarga maupun tenaga kesehatan
- Kolaborasi dengan ahli kesehatan mental jika diperlukan untuk mendukung proses penyembuhan
Dengan pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif, diharapkan pasien Ny. E dapat mengatasi postpartum blues, meningkatkan kemampuan dalam merawat bayi, dan mencapai kondisi emosional yang stabil. -
Article No. 13126 | 02 Mar 2025
Klinis : PASIEN HIV AIDS
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah Diagnosa Keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi pasien HIV/AIDS:
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko infeksi
2. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
3. Kelelahan
4. Gangguan citra tubuh
5. Ketidakberdayaan
6. Risiko bunuh diri
Penjelasan singkat berdasarkan SDKI - SLKI - SIKI:
1. Risiko Infeksi
- SDKI: Peningkatan risiko terpapar patogen yang dapat menyebabkan infeksi
- SLKI: Intervensi untuk mencegah dan mengendalikan infeksi
- SIKI: Tindakan keperawatan untuk menurunkan risiko infeksi pada pasien dengan HIV/AIDS
2. Perubahan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh
- SDKI: Asupan nutrisi tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik
- SLKI: Intervensi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
- SIKI: Tindakan keperawatan untuk memperbaiki status nutrisi pasien dengan HIV/AIDS
3. Kelelahan
- SDKI: Sensasi letih yang berlangsung terus-menerus dan menurunkan kemampuan untuk beraktivitas
- SLKI: Intervensi untuk mengatasi kelelahan pada pasien
- SIKI: Tindakan keperawatan untuk mengurangi kelelahan pada pasien dengan HIV/AIDS
4. Gangguan Citra Tubuh
- SDKI: Persepsi negatif terhadap bentuk atau fungsi tubuh
- SLKI: Intervensi untuk membantu pasien menerima perubahan citra tubuh
- SIKI: Tindakan keperawatan untuk memfasilitasi penerimaan perubahan citra tubuh pada pasien dengan HIV/AIDS
5. Ketidakberdayaan
- SDKI: Perasaan tidak mampu mengendalikan situasi
- SLKI: Intervensi untuk meningkatkan rasa berdaya pada pasien
- SIKI: Tindakan keperawatan untuk memfasilitasi pemberdayaan pasien dengan HIV/AIDS
6. Risiko Bunuh Diri
- SDKI: Ancaman yang mengarah pada tindakan melukai diri sendiri
- SLKI: Intervensi untuk mencegah perilaku bunuh diri
- SIKI: Tindakan keperawatan untuk menurunkan risiko bunuh diri pada pasien dengan HIV/AIDS
Sebagai perawat, kita perlu memahami dan mengaplikasikan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk memberikan perawatan yang komprehensif dan berkualitas bagi pasien dengan HIV/AIDS. -
Article No. 13127 | 02 Mar 2025
Klinis : Tn. A, seorang pria berusia 35 tahun yang bekerja sebagai buruh harian, datang ke rumah sakit dengan keluhan berat badan yang menurun drastis dalam dua bulan terakhir, sering mengalami diare, kehilangan nafsu makan, serta mudah merasa lelah. Ia juga mengeluhkan sesak napas saat beraktivitas ringan dan ditemukan bercak putih di rongga mulutnya. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan jumlah CD4 < 200 sel/mm³, yang mengindikasikan bahwa pasien berada dalam tahap AIDS stadium lanjut. Dalam enam bulan terakhir, Tn. A sering mengalami infeksi saluran pernapasan yang berulang. Saat anamnesa, diketahui bahwa pasien memiliki riwayat penggunaan narkoba suntik serta perilaku seksual berisiko tinggi tanpa menggunakan kondom
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Terima kasih atas kasus yang Anda berikan. Sebagai perawat, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat mengenai SDKI, SLKI, dan SIKI sesuai dengan standar Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi Tn. A.
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Infeksi Oportunistik Akut
2. Penurunan Nutrisi
3. Intoleransi Aktivitas
Penjelasan Singkat:
1. Risiko Infeksi Oportunistik Akut
- SDKI: Risiko Infeksi Oportunistik Akut
- SLKI: Pencegahan Infeksi
- SIKI: Perawatan HIV/AIDS, Perawatan Infeksi Oportunistik
Penjelasan: Tn. A memiliki risiko tinggi untuk mengalami infeksi oportunistik akut, seperti infeksi saluran pernapasan yang berulang, diare, dan munculnya bercak putih di rongga mulut, yang disebabkan oleh penurunan sistem imun akibat HIV/AIDS stadium lanjut.
2. Penurunan Nutrisi
- SDKI: Penurunan Nutrisi
- SLKI: Pemulihan Nutrisi
- SIKI: Pemberian Nutrisi
Penjelasan: Tn. A mengalami penurunan berat badan yang drastis dalam dua bulan terakhir, kehilangan nafsu makan, yang dapat menyebabkan malnutrisi dan penurunan status gizi.
3. Intoleransi Aktivitas
- SDKI: Intoleransi Aktivitas
- SLKI: Peningkatan Toleransi Aktivitas
- SIKI: Manajemen Energi
Penjelasan: Tn. A mengalami sesak napas saat beraktivitas ringan, menandakan adanya intoleransi aktivitas yang disebabkan oleh kondisi fisik yang melemah akibat HIV/AIDS stadium lanjut.
Dengan memahami diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat mengenai SDKI, SLKI, dan SIKI, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan sesuai dengan standar profesi untuk membantu Tn. A dalam mengatasi masalah kesehatan yang dihadapinya. -
Article No. 13128 | 02 Mar 2025
Klinis : Pada tanggal 8 Juli 2024 pukul 16.00 WIB, Ny. R, seorang perempuan berusia 52 tahun, datang ke IGD RSUD Muara Teweh dengan keluhan utama sesak napas yang semakin memburuk dan nyeri dada tengah. Pasien memiliki riwayat gastritis tetapi tidak memiliki riwayat penyakit jantung atau pembedahan sebelumnya. Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya sputum pada jalan napas, frekuensi napas 26 kali per menit dengan retraksi otot dada, serta bunyi ronchi. Pasien mengalami sesak bahkan saat beristirahat, batuk berdahak sejak empat hari yang lalu dengan dahak kental kekuningan yang sulit dikeluarkan. Saturasi oksigen awalnya hanya 76%. Pada pemeriksaan sirkulasi, didapatkan nadi 96 kali per menit dengan tekanan darah 87/53 mmHg, ekstremitas terasa dingin, kulit pucat, berkeringat dingin, dan mukosa bibir kering. Pasien sadar penuh dengan refleks pupil normal dan tidak ditemukan jejas atau perdarahan. Selain sesak napas, pasien juga mengeluhkan nyeri ulu hati, nafsu makan menurun, mual, serta muntah satu kali sebelum ke IGD. Pemeriksaan fisik menunjukkan sklera tampak ikterik, bibir kering, dada simetris namun dengan penggunaan otot bantu pernapasan, serta nyeri tekan pada perut bagian tengah atas. Kulit tampak pucat, pembuluh darah vena samar, dan denyut nadi teraba lemah. Hasil pemeriksaan penunjang menunjukkan adanya pneumonia berdasarkan rontgen thorax, sementara pemeriksaan EKG menunjukkan sinus ritme, iskemia infero antero septal lateral, dan Left Bundle Branch Block (LBBB). Hasil laboratorium mengindikasikan leukositosis (21.710/mm³), trombositopenia (105.000/mm³), peningkatan SGPT (134 U/L), serta gangguan fungsi ginjal dengan ureum 113 mg/dL dan kreatinin 2,63 mg/dL. Pemeriksaan HbsAg dan Dengue menunjukkan hasil negatif. Berdasarkan temuan tersebut, pasien didiagnosis dengan pneumonia yang kemungkinan disertai gangguan kardiovaskular serta penurunan fungsi ginjal.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi Ny. R yang Anda paparkan, berikut adalah Diagnosa Keperawatan, penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI, serta rencana tindakan keperawatan standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
2. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Kardiovaskular
3. Penurunan Fungsi Ginjal
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif:
- Definisi: Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas.
- Penyebab: Sekresi berlebih, obstruksi jalan napas, kelemahan otot pernapasan.
- Gejala dan Tanda: Sputum berlebih, ronki, dispnea, takipnea, retraksi otot pernapasan.
2. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Kardiovaskular:
- Definisi: Penurunan aliran darah dan oksigen ke jaringan tubuh yang dapat mengancam kesehatan.
- Penyebab: Gangguan fungsi jantung, hipovolemia, vasokonstriksi.
- Gejala dan Tanda: Nadi cepat, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, pucat, berkeringat, nyeri dada.
3. Penurunan Fungsi Ginjal:
- Definisi: Penurunan laju filtrasi glomerulus yang mengakibatkan penumpukan produk sisa metabolisme dalam darah.
- Penyebab: Dehidrasi, gangguan kardiovaskular, infeksi, obstruksi.
- Gejala dan Tanda: Peningkatan ureum, kreatinin, oliguria, edema.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Bersihan Jalan Napas Efektif
2. Perfusi Jaringan Kardiovaskular Membaik
3. Fungsi Ginjal Membaik
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Manajemen Jalan Napas
- Terapi oksigen, fisioterapi dada, suction, kolaborasi terapi bronkodilator.
2. Manajemen Kardiovaskular
- Pemantauan tanda-tanda vital, cairan intravena, kolaborasi obat-obatan kardiovaskular.
3. Manajemen Gangguan Ginjal
- Pemantauan intake-output, perawatan kateter urin, kolaborasi terapi diuretik.
Rencana Tindakan Keperawatan:
1. Kaji dan pantau bersihan jalan napas, pemberian oksigen, fisioterapi dada, suction, nebulizer.
2. Kaji dan pantau tanda-tanda vital, status cairan, kolaborasi pemberian obat-obatan kardiovaskular.
3. Kaji dan pantau intake-output, fungsi ginjal, kolaborasi terapi diuretik.