Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 13388 | 05 Mar 2025
Klinis : Tn.X, Seorang pria Indonesia berusia 61 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri dada khas (angina) yang telah dirasakan sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit dan semakin memburuk tiga jam sebelum kedatangannya. Nyeri dada yang dialami bersifat menekan dan menjalar ke lengan kiri, disertai dengan gejala tambahan berupa sesak napas (dyspnea), mual, dan keringat berlebih (diaphoresis). Pasien memiliki riwayat merokok dan dislipidemia, yang merupakan faktor risiko utama penyakit jantung koroner. Meskipun demikian, ia dalam kondisi hemodinamik yang stabil saat diperiksa di unit gawat darurat, dengan tekanan darah dalam batas normal, frekuensi napas teratur, dan denyut nadi yang masih dalam kisaran normal. Mengingat gejala yang dialami mengarah pada sindrom koroner akut (Acute Coronary Syndrome/ACS), dilakukan pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) yang menunjukkan adanya depresi segmen ST dan inversi gelombang T, yang mengindikasikan adanya iskemia miokard. Untuk mendukung diagnosis lebih lanjut, pemeriksaan laboratorium dilakukan, yang menunjukkan nilai International Normalized Ratio (INR) sebesar 1,28. Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat pembekuan darah pasien berada dalam batas yang kurang optimal untuk perlindungan terhadap kejadian trombotik. Sebagai langkah awal dalam penanganan, pasien segera diberikan terapi farmakologis berupa terapi antiplatelet ganda (dual antiplatelet therapy/DAPT) dengan aspirin dan clopidogrel, serta terapi antikoagulan menggunakan fondaparinux. Terapi ini bertujuan untuk mencegah pembentukan trombus lebih lanjut yang dapat memperburuk kondisi pasien. Setelah diberikan terapi, pasien melaporkan adanya perbaikan gejala, dengan penurunan intensitas nyeri dada serta berkurangnya keluhan sesak napas. Namun, mengingat riwayat medis pasien yang menunjukkan adanya serangan jantung berulang, pemeriksaan lanjutan diperlukan untuk menilai kondisi arteri koroner secara lebih mendalam. Oleh karena itu, dilakukan angiografi koroner, yang menunjukkan adanya ektasia (pelebaran abnormal) serta aliran darah yang turbulen di arteri koroner kanan bagian tengah hingga distal. Selain itu, ditemukan pula adanya aliran yang melambat (slow flow), yang dapat meningkatkan risiko trombosis dan iskemia lebih lanjut. Pada pemeriksaan yang sama, terlihat bahwa pasien memiliki stent yang masih paten di arteri descendens anterior kiri bagian proksimal hingga tengah, yang sebelumnya dipasang untuk mengatasi stenosis akibat penyakit jantung koroner yang dideritanya. Pasien ini diketahui telah mengalami sindrom koroner akut berulang dalam beberapa tahun terakhir dan telah menerima dua pemasangan stent pada pembuluh darahnya akibat stenosis yang signifikan. Meskipun telah mendapatkan intervensi tersebut, ia tetap mengalami serangan jantung berulang, yang kemungkinan besar dipicu oleh kondisi ektasia arteri koroner yang menyebabkan gangguan aliran darah dan kecenderungan pembentukan trombus. Dalam kasus ini, strategi pengobatan tidak hanya difokuskan pada terapi antiplatelet untuk mencegah agregasi trombosit, tetapi juga memperhitungkan pentingnya terapi antikoagulan untuk mengatasi risiko trombosis akibat aliran darah yang lambat pada arteri yang melebar. 3.2 Asuhan Keperawatan A. Identitas Pasien a. Nama : Tn.X b. Usia : 61 tahun c. Jenis Kelamin : Laki-laki d. Pekerjaan : Wiraswasta e. Pendidikan : SMA f. Agama : Islam g. Alamat : Kalisongo, Dau, Malang h. Tanggal Masuk RS : 27 Februari 2025 i. Tanggal Pengkajian : 27 Februari 2025 j. No RM : 2160801 k. Diagnosa Medis : Sindrom Koroner Akut (Acute Coronary Syndrome/ACS) B. Riwayat Kesehatan a. Riwayat penyakit sekarang i) Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri dada khas (angina) yang telah dirasakan sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit dan semakin memburuk tiga jam sebelum kedatangannya. Nyeri dada bersifat menekan dan menjalar ke lengan kiri, disertai sesak napas (dyspnea), mual, dan keringat berlebih (diaphoresis). ii) Hasil pemeriksaan EKG menunjukkan depresi segmen ST dan inversi gelombang T, yang mengindikasikan iskemia miokard. iii) Pemeriksaan laboratorium menunjukkan nilai INR 1,28, yang menunjukkan pembekuan darah kurang optimal untuk perlindungan terhadap trombosis. iv) Angiografi koroner menunjukkan ektasia arteri koroner kanan bagian tengah hingga distal, aliran darah yang turbulen, serta slow flow. v) Pasien diketahui memiliki stent yang masih paten di arteri descendens anterior kiri bagian proksimal hingga tengah. b. Riwayat penyakit terdahulu i) Riwayat serangan jantung berulang dalam beberapa tahun terakhir. ii) Pasien pernah menjalani dua kali pemasangan stent akibat stenosis arteri koroner. iii) Riwayat dislipidemia. iv) Riwayat merokok. c. Riwayat keluarga i) Tidak terkaji C. Pemeriksaan Fisik a. Pengkajian umum Pasien dalam kondisi sadar, pasien terlihat tampak cemas akibat nyeri dada. b. Tanda-tanda vital i) Tekanan Darah (TD): 120-140/80–90 mmHg ii) Frekuensi Nadi (HR): 60-100 kali/menit iii) Frekuensi Napas (RR): 18-22 kali/menit iv) Saturasi Oksigen (SpO₂): ≥95% v) Suhu tubuh: 36,5°C c. Penilaian Awal i) Airway (A) Tidak ada sumbatan atau gangguan pada saluran pernapasan. Pasien dapat berbicara dengan jelas tanpa kesulitan. ii) Breathing (B) Meskipun pasien tidak mengalami gangguan jalan napas yang serius, ia mengeluhkan sesak napas yang disertai dengan keringat berlebih. Frekuensi napas masih dalam batas normal, tetapi ada kemungkinan peningkatan akibat kecemasan atau nyeri dada yang dialaminya. Tidak ditemukan penggunaan otot bantu napas yang berlebihan, dan suara napas terdengar normal tanpa adanya wheezing atau ronki. iii) Circulation (C) Kondisi hemodinamik pasien tetap stabil, dibuktikan dengan hasil tekanan darah, denyut nadi, dan perfusi perifer dalam batas normal. Tidak ada tanda-tanda syok seperti pucat, ekstremitas dingin, atau penurunan kesadaran. Namun, hasil pemeriksaan angiografi menunjukkan adanya gangguan aliran darah pada arteri koroner, yang meningkatkan risiko trombosis jika tidak ditangani dengan baik. iv) Disabillity (D) Pasien dalam kondisi sadar penuh dan dapat merespons dengan baik saat diajak berbicara. Tidak ditemukan adanya tanda gangguan kesadaran. Namun, pasien tampak cemas akibat nyeri dada yang dialaminya. D. Pemeriksaan Penunjang a. Elektrokardiogram (EKG) Hasil EKG menunjukkan adanya penurunan segmen ST dan perubahan bentuk gelombang T. Hal ini menandakan bahwa otot jantung mengalami kekurangan pasokan oksigen atau iskemia miokard. b. Pemeriksaan Laboratorium Hasil tes darah menunjukkan nilai INR sebesar 1,28, yang berarti kemampuan darah untuk membeku masih kurang optimal dalam mencegah risiko pembentukan gumpalan darah (trombosis). c. Angiografi Koroner Pemeriksaan angiografi menunjukkan adanya pelebaran abnormal (ektasia) pada arteri koroner kanan di bagian tengah hingga ujungnya. Aliran darah di area ini tidak lancar, cenderung berputar (turbulen) dan mengalir lebih lambat dari normal (slow flow) yang dapat meningkatkan risiko terbentuknya bekuan darah. Sementara itu, stent yang sebelumnya dipasang di arteri descendens anterior kiri masih berfungsi dengan baik dan tidak mengalami penyumbatan.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang dialami oleh Tn. X, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat sesuai dengan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
1. Diagnosa Keperawatan:
a. Nyeri akut
b. Ketidakefektifan pola napas
c. Risiko ketidakstabilan hemodinamik
2. Penjelasan singkat:
a. Nyeri akut
- SDKI: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam sejumlah area tubuh.
- SLKI: Pasien melaporkan intensitas nyeri yang terkontrol, pasien mendemonstrasikan perilaku yang menunjukkan kontrol nyeri, dan pasien menunjukkan tanda-tanda vital yang stabil.
- SIKI: Identifikasi karakteristik nyeri, manajemen nyeri farmakologis dan non-farmakologis, serta pemantauan respons pasien terhadap intervensi.
b. Ketidakefektifan pola napas
- SDKI: Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.
- SLKI: Pasien menunjukkan pola napas yang efektif, pasien melaporkan tidak ada sesak napas, dan pasien menunjukkan tanda-tanda vital yang stabil.
- SIKI: Identifikasi penyebab, pemantauan status pernapasan, intervensi untuk mempertahankan jalan napas, serta manajemen oksigenasi.
c. Risiko ketidakstabilan hemodinamik
- SDKI: Berisiko mengalami perubahan pada tekanan darah, denyut nadi, dan/atau curah jantung yang dapat mengganggu pasokan oksigen ke jaringan.
- SLKI: Pasien menunjukkan tanda-tanda vital yang stabil, pasien melaporkan tidak ada gejala ketidakstabilan hemodinamik, dan pasien tidak mengalami tanda-tanda syok.
- SIKI: Pemantauan tanda-tanda vital, manajemen cairan dan elektrolit, serta intervensi untuk mempertahankan stabilitas hemodinamik.
Penekanan utama dalam asuhan keperawatan Tn. X adalah pengelolaan nyeri dada, mempertahankan pola napas yang efektif, serta memantau dan mempertahankan stabilitas hemodinamik. Hal ini penting untuk mencegah komplikasi lebih lanjut dan memfasilitasi pemulihan pasien. -
Article No. 13389 | 05 Mar 2025
Klinis : Seorang wanita berusia 50 tahun, Ny. S, mengalami cedera kepala berat akibat kecelakaan lalu lintas setelah menabrak mobil saat mengendarai sepeda motor. Pasien kemudian dibawa ke rumah sakit dan didiagnosis dengan hematoma subdural akut akibat fraktur temporoparietal kanan. Rencananya, pasien akan menjalani tindakan kraniotomi dekompresi dan pengangkatan hematoma. Pada anamnesis, pasien tidak memiliki riwayat asma, alergi, hipertensi, atau diabetes melitus. Namun, riwayat makan dan minum terakhir sebelum kejadian tidak diketahui. Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak lemah dengan tekanan darah 128/55 mmHg, nadi 87 kali per menit, frekuensi napas 16 kali per menit, saturasi oksigen 100%, dan tingkat kesadaran dengan GCS E1VTM2. Pemeriksaan kepala menunjukkan pupil anisokor dengan ukuran 5 mm pada mata kanan dan 3 mm pada mata kiri serta refleks cahaya negatif. Pasien telah terpasang endotrakeal tube (ETT) nomor 7 dengan kedalaman 21 cm. Pemeriksaan toraks menunjukkan bunyi jantung murni tanpa bising dan pola pernapasan vesikuler normal tanpa wheezing atau ronki. Pemeriksaan abdomen menunjukkan peristaltik normal tanpa nyeri tekan, dan ekstremitas tanpa edema. Hasil pemeriksaan penunjang menunjukkan adanya leukositosis ringan (AL 12.400), kadar hemoglobin 11,2 g/dL, hematokrit 32,5%, trombosit 177.000, serta gangguan fungsi hati ringan dengan SGOT 55 U/L dan SGPT 39 U/L. Pemeriksaan gas darah menunjukkan pH 7,4, pO2 68,4 mmHg, pCO2 29,3 mmHg, dan HCO3 19,4 mEq/L. Selain itu, hasil CT scan kepala menunjukkan adanya perdarahan intraserebral di lobus oksipitoparietalis kanan, hematoma subdural di lobus frontoparietotemporooksipitalis kanan, herniasi subfalksin, hematoma intraantral dan intranasal, kontusional di area temporoparietal kiri, serta subluksasi pada sendi temporomandibular kiri.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan dan Penjelasan Singkat SDKI - SLKI - SIKI:
Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan cedera kepala berat, hematoma subdural akut, dan herniasi otak.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan trauma respirasi dan penurunan kesadaran.
3. Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan dan terapi invasif.
4. Risiko perdarahan berhubungan dengan fraktur temporoparietal kanan dan hematoma intraserebral.
5. Risiko syok berhubungan dengan hematoma subdural akut dan perdarahan.
Penjelasan Singkat SDKI - SLKI - SIKI:
1. Gangguan perfusi jaringan serebral:
- SDKI: Penurunan aliran darah ke otak yang dapat menyebabkan kerusakan otak.
- SLKI: Intervensi untuk mempertahankan perfusi serebral yang adekuat.
- SIKI: Perawatan dengan ventilasi, pemantauan tanda vital, manajemen cairan, dan tindakan untuk menurunkan peningkatan tekanan intrakranial.
2. Gangguan pertukaran gas:
- SDKI: Ketidakmampuan paru-paru untuk melakukan oksigenasi dan/atau eliminasi CO2 yang adekuat.
- SLKI: Intervensi untuk memfasilitasi pertukaran gas yang optimal.
- SIKI: Perawatan dengan intubasi endotrakeal, ventilasi mekanik, pemantauan gas darah, dan pemberian oksigen.
3. Risiko infeksi:
- SDKI: Peningkatan kerentanan terhadap invasi dan multiplikasi mikroorganisme patogen.
- SLKI: Intervensi untuk mencegah atau mengurangi risiko infeksi.
- SIKI: Perawatan dengan teknik aseptik, pemberian antibiotik, dan pemantauan tanda-tanda infeksi.
4. Risiko perdarahan:
- SDKI: Peningkatan kerentanan terhadap kehilangan darah yang dapat mengancam kehidupan.
- SLKI: Intervensi untuk mencegah atau mengendalikan perdarahan.
- SIKI: Perawatan dengan pemantauan tanda vital, manajemen cairan, pemberian produk darah, dan tindakan hemostasis.
5. Risiko syok:
- SDKI: Penurunan perfusi jaringan yang mengancam kehidupan.
- SLKI: Intervensi untuk mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat.
- SIKI: Perawatan dengan pemantauan tanda vital, manajemen cairan, pemberian vasoaktif, dan dukungan organ vital. -
Article No. 13390 | 05 Mar 2025
Klinis : Seorang wanita berusia 50 tahun, Ny. S, mengalami cedera kepala berat akibat kecelakaan lalu lintas setelah menabrak mobil saat mengendarai sepeda motor. Pasien kemudian dibawa ke rumah sakit dan didiagnosis dengan hematoma subdural akut akibat fraktur temporoparietal kanan. Rencananya, pasien akan menjalani tindakan kraniotomi dekompresi dan pengangkatan hematoma. Pada anamnesis, pasien tidak memiliki riwayat asma, alergi, hipertensi, atau diabetes melitus. Namun, riwayat makan dan minum terakhir sebelum kejadian tidak diketahui. Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak lemah dengan tekanan darah 128/55 mmHg, nadi 87 kali per menit, frekuensi napas 16 kali per menit, saturasi oksigen 100%, dan tingkat kesadaran dengan GCS E1VTM2. Pemeriksaan kepala menunjukkan pupil anisokor dengan ukuran 5 mm pada mata kanan dan 3 mm pada mata kiri serta refleks cahaya negatif. Pasien telah terpasang endotrakeal tube (ETT) nomor 7 dengan kedalaman 21 cm. Pemeriksaan toraks menunjukkan bunyi jantung murni tanpa bising dan pola pernapasan vesikuler normal tanpa wheezing atau ronki. Pemeriksaan abdomen menunjukkan peristaltik normal tanpa nyeri tekan, dan ekstremitas tanpa edema. Hasil pemeriksaan penunjang menunjukkan adanya leukositosis ringan (AL 12.400), kadar hemoglobin 11,2 g/dL, hematokrit 32,5%, trombosit 177.000, serta gangguan fungsi hati ringan dengan SGOT 55 U/L dan SGPT 39 U/L. Pemeriksaan gas darah menunjukkan pH 7,4, pO2 68,4 mmHg, pCO2 29,3 mmHg, dan HCO3 19,4 mEq/L. Selain itu, hasil CT scan kepala menunjukkan adanya perdarahan intraserebral di lobus oksipitoparietalis kanan, hematoma subdural di lobus frontoparietotemporooksipitalis kanan, herniasi subfalksin, hematoma intraantral dan intranasal, kontusional di area temporoparietal kiri, serta subluksasi pada sendi temporomandibular kiri.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Sesuai dengan informasi yang diberikan, berikut adalah kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk tindakan medis:
1. Kode ICD-10:
- Kode: S06.5
- Deskripsi: Hematoma subdural akut
2. Kode ICD-9-CM Procedure:
- Kode: 01.24
- Deskripsi: Kraniotomi dekompresi dan pengangkatan hematoma
Penjelasan:
1. Kode ICD-10 S06.5 (Hematoma subdural akut) sesuai dengan diagnosa yang diberikan, yaitu hematoma subdural akut akibat fraktur temporoparietal kanan.
2. Kode ICD-9-CM 01.24 (Kraniotomi dekompresi dan pengangkatan hematoma) sesuai dengan rencana tindakan medis yang akan dilakukan, yaitu kraniotomi dekompresi dan pengangkatan hematoma.
Berdasarkan informasi tambahan yang diberikan, pasien ini mengalami cedera kepala berat akibat kecelakaan lalu lintas, dengan temuan klinis seperti penurunan kesadaran, anisokoria, dan perdarahan intraserebral serta hematoma subdural. Pasien akan menjalani tindakan operatif untuk mengatasi komplikasi cedera kepala tersebut. -
Article No. 13391 | 05 Mar 2025
Klinis : Seorang wanita berusia 50 tahun, Ny. S, mengalami cedera kepala berat akibat kecelakaan lalu lintas setelah menabrak mobil saat mengendarai sepeda motor. Pasien kemudian dibawa ke rumah sakit dan didiagnosis dengan hematoma subdural akut akibat fraktur temporoparietal kanan. Rencananya, pasien akan menjalani tindakan kraniotomi dekompresi dan pengangkatan hematoma. Pada anamnesis, pasien tidak memiliki riwayat asma, alergi, hipertensi, atau diabetes melitus. Namun, riwayat makan dan minum terakhir sebelum kejadian tidak diketahui. Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak lemah dengan tekanan darah 128/55 mmHg, nadi 87 kali per menit, frekuensi napas 16 kali per menit, saturasi oksigen 100%, dan tingkat kesadaran dengan GCS E1VTM2. Pemeriksaan kepala menunjukkan pupil anisokor dengan ukuran 5 mm pada mata kanan dan 3 mm pada mata kiri serta refleks cahaya negatif. Pasien telah terpasang endotrakeal tube (ETT) nomor 7 dengan kedalaman 21 cm. Pemeriksaan toraks menunjukkan bunyi jantung murni tanpa bising dan pola pernapasan vesikuler normal tanpa wheezing atau ronki. Pemeriksaan abdomen menunjukkan peristaltik normal tanpa nyeri tekan, dan ekstremitas tanpa edema. Hasil pemeriksaan penunjang menunjukkan adanya leukositosis ringan (AL 12.400), kadar hemoglobin 11,2 g/dL, hematokrit 32,5%, trombosit 177.000, serta gangguan fungsi hati ringan dengan SGOT 55 U/L dan SGPT 39 U/L. Pemeriksaan gas darah menunjukkan pH 7,4, pO2 68,4 mmHg, pCO2 29,3 mmHg, dan HCO3 19,4 mEq/L. Selain itu, hasil CT scan kepala menunjukkan adanya perdarahan intraserebral di lobus oksipitoparietalis kanan, hematoma subdural di lobus frontoparietotemporooksipitalis kanan, herniasi subfalksin, hematoma intraantral dan intranasal, kontusional di area temporoparietal kiri, serta subluksasi pada sendi temporomandibular kiri.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi klinis yang dipaparkan, berikut adalah diagnosa keperawatan, luaran/output, dan intervensi keperawatan yang sesuai dengan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI):
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Gangguan perfusi jaringan serebral (00205) berhubungan dengan hematoma subdural akut dan perdarahan intraserebral
2. Risiko cedera (00035) berhubungan dengan gangguan kesadaran dan penurunan fungsi neurologis
3. Risiko infeksi (00004) berhubungan dengan prosedur bedah kraniotomi
4. Gangguan pertukaran gas (00030) berhubungan dengan penurunan kemampuan ventilasi akibat trauma kepala
Luaran/Output Keperawatan SLKI:
1. Perfusi jaringan serebral (0405)
- Indikator: Tekanan intrakranial, Kemampuan autoregulasi serebral, Suplai darah serebral, Oksigenasi serebral
2. Integritas kulit dan jaringan (1101)
- Indikator: Integritas kulit, Perfusi jaringan, Risiko terjadi kerusakan
3. Bebas infeksi (1842)
- Indikator: Tanda-tanda infeksi, Proses penyembuhan, Terapi antibiotik
4. Pertukaran gas (0402)
- Indikator: Frekuensi napas, Irama napas, Oksigenasi, Ventilasi
Intervensi Keperawatan SIKI:
1. Manajemen perfusi serebral (6670)
- Monitoring tanda-tanda vital dan status neurologis
- Mengatur posisi kepala dan leher untuk memfasilitasi aliran darah serebral
- Mempertahankan ventilasi yang adekuat
- Memantau tekanan intrakranial dan menjaga agar tetap dalam batas normal
2. Manajemen cedera (6490)
- Memantau tanda-tanda vital dan status neurologis secara ketat
- Mencegah komplikasi akibat imobilisasi
- Menjaga kebersihan dan integritas kulit
- Memberikan terapi analgetik dan antikonvulsan sesuai indikasi
3. Manajemen infeksi (6540)
- Memantau tanda-tanda infeksi
- Memastikan aseptik selama perawatan dan prosedur
- Memberikan terapi antibiotik sesuai indikasi
- Mendorong mobilisasi dini untuk mencegah komplikasi
4. Manajemen jalan napas (3140)
- Mempertahankan patensi jalan napas dengan ventilasi mekanik
- Mengatur parameter ventilator sesuai kebutuhan
- Memantau status oksigenasi dan ventilasi
- Memberikan terapi oksigen sesuai kebutuhan
Penjelasan rinci:
1. Diagnosa keperawatan didasarkan pada kondisi klinis yang ditemukan, seperti gangguan perfusi serebral akibat hematoma dan perdarahan, risiko cedera terkait penurunan kesadaran dan fungsi neurologis, risiko infeksi akibat prosedur bedah, serta gangguan pertukaran gas akibat trauma kepala.
2. Luaran/output keperawatan mencakup pemulihan perfusi serebral, integritas kulit dan jaringan, bebas infeksi, serta perbaikan pertukaran gas sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ditetapkan.
3. Intervensi keperawatan dirancang untuk mengatasi masalah keperawatan dan mencapai luaran yang diharapkan, seperti manajemen perfusi serebral, manajemen cedera, manajemen infeksi, dan manajemen jalan napas.
Secara keseluruhan, asuhan keperawatan yang komprehensif diperlukan untuk mengelola komplikasi akibat cedera kepala berat, meminimalkan risiko, dan memfasilitasi proses pemulihan pasien. -
Article No. 13392 | 05 Mar 2025
Klinis : pasien mengaluh nyeri 5 dari 10 saat beraktifitas
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan informasi yang diberikan, yaitu pasien mengalami nyeri 5 dari 10 saat beraktivitas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Kode ICD-10:
- Kode: R52.2
- Deskripsi: Nyeri kronis yang tidak tergolongkan
Penjelasan:
Kode R52.2 dalam Klasifikasi Statistik Internasional Penyakit dan Masalah-Masalah Terkait Kesehatan Revisi Kesepuluh (ICD-10) digunakan untuk menggambarkan kondisi nyeri kronis yang tidak dapat diklasifikasikan dalam kategori lain. Dalam kasus ini, pasien mengalami nyeri dengan intensitas 5 dari 10 saat beraktivitas, yang dapat diklasifikasikan sebagai nyeri kronis.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: Tidak ada kode ICD-9-CM prosedur yang spesifik untuk kondisi ini.
- Deskripsi: Tidak ada prosedur atau tindakan medis yang dilakukan secara khusus untuk menangani kondisi nyeri kronis yang dialami pasien. Penanganan yang mungkin dilakukan adalah manajemen nyeri, terapi fisik, atau pengobatan simptomatik.
Dalam kasus ini, tidak ada kode ICD-9-CM prosedur yang spesifik untuk kondisi nyeri kronis yang dialami pasien. Penanganan yang mungkin dilakukan adalah manajemen nyeri, terapi fisik, atau pengobatan simptomatik, tetapi tidak ada prosedur atau tindakan medis yang terkode secara khusus. -
Article No. 13393 | 05 Mar 2025
Klinis : TERAPI ASAM URAT TINGGI PADA ANAK Hiperurisemia pada anak bisa terjadi akibat gangguan metabolik, penyakit ginjal atau hemolisis. Selain pola diet, cari tau juga faktor yang menyebabkan asam urat tinggi ya Dok. Coba evaluasi fungsi ginjal, cek ureum creatinine dan urinalisis. Evaluasi ada tidak bising jantung, lakukan pemeriksaan EKG untuk DD demam rheumatik akut. Lakukan juga pemeriksaan CRP dan ASTO atau swab tenggorokan untuk memeriksa ada nya infeksi streptococcus.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, terima kasih atas permintaan Anda. Berikut adalah informasi yang saya dapat berikan terkait dengan kondisi yang Anda deskripsikan:
1. Kode ICD-10:
- Kode: E79.0
- Deskripsi: Hiperurisemia tanpa tofus, radang sendi, atau penyakit ginjal
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 89.7
- Deskripsi: Pemeriksaan fungsi ginjal, termasuk ureum, kreatinin, dan analisis urin
Penjelasan:
Hiperurisemia pada anak dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti gangguan metabolik, penyakit ginjal, atau hemolisis. Dalam kasus ini, kode ICD-10 E79.0 menggambarkan kondisi hiperurisemia tanpa komplikasi lainnya.
Selain pola diet, perlu dievaluasi faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan asam urat tinggi. Pemeriksaan fungsi ginjal, termasuk ureum, kreatinin, dan analisis urin (kode ICD-9-CM 89.7), dapat membantu mengidentifikasi adanya gangguan ginjal yang mungkin berkontribusi pada kondisi ini.
Selanjutnya, perlu dilakukan evaluasi adanya bising jantung, pemeriksaan EKG untuk menilai kemungkinan demam rematik akut, serta pemeriksaan CRP dan ASTO atau swab tenggorokan untuk memeriksa adanya infeksi streptokokus. Hal-hal tersebut dapat membantu menentukan penyebab dan tatalaksana yang tepat untuk mengelola hiperurisemia pada anak. -
Article No. 13394 | 05 Mar 2025
Klinis : Tn. A, seorang pria berusia 55 tahun, dilarikan ke IGD oleh keluarganya dalam keadaan tidak sadar sejak pagi hari. Keluarga melaporkan bahwa sejak dua hari terakhir, Tn. A mengalami keluhan sering buang air kecil, haus berlebihan, dan lemas. Kemarin malam, ia mulai mengalami mual, muntah, nyeri perut, dan bau nafas aseton hingga akhirnya tidak merespons pada pagi hari. Riwayat penyakit menunjukkan bahwa Tn. A telah didiagnosis dengan diabetes mellitus tipe 2 sejak 10 tahun yang lalu, tetapi sering kali tidak teratur dalam mengonsumsi obatnya. Keluarga juga menyebutkan bahwa Tn. A memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan tinggi gula dan jarang melakukan kontrol ke dokter. Saat tiba di IGD, pasien dalam kondisi tidak sadar (GCS 7), tampak dehidrasi berat dengan kulit kering dan turgor menurun. Tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 120x/menit, pernapasan dalam dan cepat dengan frekuensi 30x/menit, dan suhu tubuh 36,5°C. Pemeriksaan kadar gula darah menunjukkan hasil 650 mg/dL, dan analisis gas darah mengindikasikan asidosis metabolik dengan pH 7,1. Dokter menduga pasien mengalami ketoasidosis diabetikum (KAD) dan segera melakukan tindakan resusitasi cairan dengan infus NaCl 0,9%. Selain itu, pasien diberikan insulin intravena secara bertahap dan terapi koreksi elektrolit. Pasien kemudian dirawat di ICU untuk pemantauan lebih lanjut.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang Anda deskripsikan, terdapat beberapa diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan untuk Tn. A, antara lain:
1. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit berhubungan dengan Ketoasidosis Diabetikum (KAD):
- Penjelasan singkat: Pasien mengalami dehidrasi berat, hiperglikemia, dan asidosis metabolik akibat KAD, yang menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Penurunan Kesadaran berhubungan dengan Komplikasi Diabetes Mellitus:
- Penjelasan singkat: Pasien mengalami penurunan kesadaran hingga tidak responsif, yang merupakan dampak dari komplikasi Diabetes Mellitus yang tidak terkontrol.
3. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Kelemahan Fisik:
- Penjelasan singkat: Pasien mengalami keluhan lemas dan tidak sadar, yang menyebabkan penurunan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Standar diagnosa keperawatan yang digunakan mengacu pada SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).
Penanganan keperawatan yang dapat dilakukan meliputi pemantauan tanda vital, manajemen cairan dan elektrolit, pemberian insulin, serta upaya pencegahan komplikasi lebih lanjut. Perawat juga perlu melakukan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai pentingnya manajemen Diabetes Mellitus yang tepat untuk mencegah kejadian serupa di kemudian hari. -
Article No. 13395 | 05 Mar 2025
Klinis : Tn. A, seorang pria berusia 55 tahun, dilarikan ke IGD oleh keluarganya dalam keadaan tidak sadar sejak pagi hari. Keluarga melaporkan bahwa sejak dua hari terakhir, Tn. A mengalami keluhan sering buang air kecil, haus berlebihan, dan lemas. Kemarin malam, ia mulai mengalami mual, muntah, nyeri perut, dan bau nafas aseton hingga akhirnya tidak merespons pada pagi hari. Riwayat penyakit menunjukkan bahwa Tn. A telah didiagnosis dengan diabetes mellitus tipe 2 sejak 10 tahun yang lalu, tetapi sering kali tidak teratur dalam mengonsumsi obatnya. Keluarga juga menyebutkan bahwa Tn. A memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan tinggi gula dan jarang melakukan kontrol ke dokter. Saat tiba di IGD, pasien dalam kondisi tidak sadar (GCS 7), tampak dehidrasi berat dengan kulit kering dan turgor menurun. Tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 120x/menit, pernapasan dalam dan cepat dengan frekuensi 30x/menit, dan suhu tubuh 36,5°C. Pemeriksaan kadar gula darah menunjukkan hasil 650 mg/dL, dan analisis gas darah mengindikasikan asidosis metabolik dengan pH 7,1. Dokter menduga pasien mengalami ketoasidosis diabetikum (KAD) dan segera melakukan tindakan resusitasi cairan dengan infus NaCl 0,9%. Selain itu, pasien diberikan insulin intravena secara bertahap dan terapi koreksi elektrolit. Pasien kemudian dirawat di ICU untuk pemantauan lebih lanjut.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan SDKI, luaran/output yang diharapkan setelah asuhan keperawatan (SLKI), dan intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran (SIKI) berdasarkan kondisi yang diberikan. Saya akan menjelaskan secara rinci dan terperinci dengan tone akademis dan persona sebagai pakar perawat.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan dan elektrolit akibat diuresis osmotik dan muntah, ditandai dengan dehidrasi, turgor kulit menurun, dan asidosis metabolik.
2. Penurunan perfusi jaringan berhubungan dengan hiperglikemia dan asidosis metabolik, ditandai dengan penurunan tekanan darah dan takikardia.
3. Risiko gangguan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan ketidakteraturan pengobatan dan kontrol glikemik yang buruk, ditandai dengan riwayat diabetes mellitus tipe 2 yang tidak terkontrol.
Luaran/Output yang Diharapkan Setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Keseimbangan Cairan
- Pasien menunjukkan tanda-tanda rehidrasi yang memadai, seperti turgor kulit yang lebih baik dan perbaikan status hemodinamik.
- Pasien mencapai keseimbangan cairan yang adekuat, ditandai dengan pemulihan status asidosis metabolik.
2. Perfusi Jaringan
- Pasien menunjukkan perbaikan perfusi jaringan, ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan penurunan denyut nadi.
- Pasien bebas dari tanda-tanda gangguan perfusi jaringan, seperti takikardia dan hipotensi.
3. Kontrol Glikemik
- Pasien menunjukkan perbaikan kontrol glikemik, ditandai dengan penurunan kadar glukosa darah.
- Pasien dan keluarga memahami pentingnya kepatuhan dalam pengobatan dan pemantauan glikemik.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan untuk Mencapai Tujuan Luaran (SIKI):
1. Intervensi untuk Mengatasi Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit:
- Pantau status cairan dan elektrolit, termasuk tanda-tanda dehidrasi, input dan output cairan, serta hasil pemeriksaan laboratorium.
- Lakukan rehidrasi dengan pemberian cairan intravena (NaCl 0,9%) sesuai dengan kebutuhan pasien.
- Berikan terapi elektrolit, seperti kalium, sesuai dengan hasil pemeriksaan laboratorium.
- Pantau tanda-tanda perbaikan status cairan, seperti turgor kulit, frekuensi nadi, dan tekanan darah.
- Kolaborasi dengan tim medis dalam mengatasi asidosis metabolik.
2. Intervensi untuk Mempertahankan Perfusi Jaringan:
- Pantau tanda-tanda vital, termasuk tekanan darah, denyut nadi, dan frekuensi pernapasan.
- Berikan terapi oksigen dan monitor saturasi oksigen.
- Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi untuk mengatasi hipotensi dan gangguan perfusi.
- Pantau tanda-tanda perbaikan perfusi jaringan, seperti pemulihan tekanan darah dan penurunan denyut nadi.
3. Intervensi untuk Meningkatkan Kontrol Glikemik:
- Pantau kadar glukosa darah secara teratur.
- Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi insulin intravena untuk mengendalikan kadar glukosa darah.
- Edukasi pasien dan keluarga tentang pentingnya kepatuhan dalam pengobatan dan pemantauan glikemik.
- Bantu pasien dan keluarga dalam membuat rencana perawatan untuk menjaga kontrol glikemik yang optimal.
- Kolaborasi dengan tim multidisiplin (dokter, ahli gizi, dan edukator diabetes) untuk memberikan edukasi dan konseling terkait pengelolaan diabetes.
Dengan penerapan intervensi keperawatan yang komprehensif dan kolaborasi dengan tim medis, diharapkan pasien dapat mencapai keseimbangan cairan dan elektrolit, mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat, serta meningkatkan kontrol glikemik. Hal ini akan mendukung pemulihan pasien dan mencegah komplikasi lebih lanjut. -
Article No. 13396 | 05 Mar 2025
Klinis : Tn. A, seorang pria berusia 55 tahun, dilarikan ke IGD oleh keluarganya dalam keadaan tidak sadar sejak pagi hari. Keluarga melaporkan bahwa sejak dua hari terakhir, Tn. A mengalami keluhan sering buang air kecil, haus berlebihan, dan lemas. Kemarin malam, ia mulai mengalami mual, muntah, nyeri perut, dan bau nafas aseton hingga akhirnya tidak merespons pada pagi hari. Riwayat penyakit menunjukkan bahwa Tn. A telah didiagnosis dengan diabetes mellitus tipe 2 sejak 10 tahun yang lalu, tetapi sering kali tidak teratur dalam mengonsumsi obatnya. Keluarga juga menyebutkan bahwa Tn. A memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan tinggi gula dan jarang melakukan kontrol ke dokter. Saat tiba di IGD, pasien dalam kondisi tidak sadar (GCS 7), tampak dehidrasi berat dengan kulit kering dan turgor menurun. Tekanan darah 90/60 mmHg, nadi 120x/menit, pernapasan dalam dan cepat dengan frekuensi 30x/menit, dan suhu tubuh 36,5°C. Pemeriksaan kadar gula darah menunjukkan hasil 650 mg/dL, dan analisis gas darah mengindikasikan asidosis metabolik dengan pH 7,1. Dokter menduga pasien mengalami ketoasidosis diabetikum (KAD) dan segera melakukan tindakan resusitasi cairan dengan infus NaCl 0,9%. Selain itu, pasien diberikan insulin intravena secara bertahap dan terapi koreksi elektrolit. Pasien kemudian dirawat di ICU untuk pemantauan lebih lanjut.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berdasarkan kondisi yang Anda paparkan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk Tn. A:
Diagnosa Keperawatan:
1. Ketidakseimbangan Cairan & Elektrolit berhubungan dengan Kehilangan Cairan dan Elektrolit Akibat Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
Penjelasan:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Ketidakseimbangan Cairan & Elektrolit: Ketidaksesuaian antara asupan dan pengeluaran cairan dan/atau elektrolit yang dapat mengancam kesehatan.
- Kehilangan Cairan dan Elektrolit Akibat KAD: Kelebihan produksi asam keton (badan keton) akibat defisiensi insulin relatif yang menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Keseimbangan Cairan
- Keseimbangan Elektrolit
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Manajemen Cairan
- Manajemen Elektrolit
- Terapi Cairan
- Pemantauan Cairan & Elektrolit
Intervensi keperawatan yang diperlukan antara lain: Memantau status cairan dan elektrolit, Memberikan terapi penggantian cairan dan elektrolit secara bertahap, Memantau tanda-tanda dehidrasi, dan Mengevaluasi keseimbangan cairan dan elektrolit. -
Article No. 13397 | 05 Mar 2025
Klinis : TENTUKAN INTERVENSI YANG TEPAT TERKAIT KASUS Anak F laki-laki 12 tahun, Anak Jalanan dengan Penyakit Kronis, ditemukan oleh relawan kesehatan di terminal bus dalam kondisi demam tinggi, batuk kronis, dan kurus. Ia mengaku tinggal di jalanan setelah melarikan diri dari rumah karena sering dipukuli oleh ayahnya. Anak F belum pernah mendapatkan pendidikan formal dan sehari-hari mencari makan dengan mengamen. Ia juga menunjukkan tanda-tanda cemas dan merasa tidak percaya pada orang dewasa.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan diagnosa keperawatan serta intervensi keperawatan yang tepat untuk kasus Anak F berdasarkan standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Diagnosa Keperawatan:
1. Ketidakefektifan Pola Napas Berhubungan dengan Penyakit Kronis (SDKI)
2. Kekurangan Volume Cairan Berhubungan dengan Peningkatan Kebutuhan Cairan (SDKI)
3. Kurang Perawatan Diri Berhubungan dengan Keterbatasan Pengetahuan dan Keterampilan (SDKI)
4. Risiko Cedera Berhubungan dengan Riwayat Penyiksaan Fisik (SDKI)
5. Cemas Berhubungan dengan Perubahan Lingkungan (SDKI)
6. Ketidakberdayaan Berhubungan dengan Kurangnya Dukungan Sosial (SDKI)
Intervensi Keperawatan:
1. Ketidakefektifan Pola Napas Berhubungan dengan Penyakit Kronis:
- Pantau tanda-tanda vital (suhu tubuh, frekuensi napas, dan saturasi oksigen) (SLKI)
- Berikan oksigen sesuai kebutuhan (SLKI)
- Anjurkan Anak F untuk istirahat yang cukup (SLKI)
2. Kekurangan Volume Cairan Berhubungan dengan Peningkatan Kebutuhan Cairan:
- Pantau intake dan output cairan (SLKI)
- Berikan cairan intravena atau oral sesuai kebutuhan (SLKI)
- Pantau tanda-tanda dehidrasi (SLKI)
3. Kurang Perawatan Diri Berhubungan dengan Keterbatasan Pengetahuan dan Keterampilan:
- Ajarkan Anak F tentang pentingnya kebersihan diri (SLKI)
- Bantu Anak F dalam melakukan perawatan diri (mandi, ganti pakaian, dll.) (SLKI)
- Libatkan keluarga atau relawan dalam meningkatkan perawatan diri Anak F (SLKI)
4. Risiko Cedera Berhubungan dengan Riwayat Penyiksaan Fisik:
- Identifikasi tanda-tanda penyiksaan fisik pada Anak F (SLKI)
- Laporkan kasus penyiksaan kepada pihak yang berwenang (SIKI)
- Sediakan lingkungan yang aman dan mendukung untuk Anak F (SLKI)
5. Cemas Berhubungan dengan Perubahan Lingkungan:
- Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman untuk Anak F (SLKI)
- Berikan dukungan psikologis dan emosional (SLKI)
- Libatkan Anak F dalam aktivitas yang dapat menurunkan kecemasan (SLKI)
6. Ketidakberdayaan Berhubungan dengan Kurangnya Dukungan Sosial:
- Fasilitasi Anak F untuk membangun hubungan dengan orang-orang di sekitarnya (SLKI)
- Kolaborasi dengan pihak terkait (pekerja sosial, pemerintah, dll.) untuk menyediakan dukungan dan sumber daya yang dibutuhkan Anak F (SIKI)
- Dorong Anak F untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi hidupnya (SLKI)
Dengan pendekatan ini, diharapkan Anak F dapat menerima perawatan yang komprehensif dan sesuai dengan kebutuhannya, serta dapat membantu meningkatkan kesehatan dan kesejahteraannya.