Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 15514 | 14 Apr 2025
Klinis : BBLT
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosis Keperawatan BBLT (Berat Badan Lahir Terlalu Rendah)
Berdasarkan standar Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), berikut adalah diagnosis keperawatan dan penjelasan singkat terkait SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) untuk kondisi BBLT:
Diagnosis Keperawatan:
1. Risiko Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh
- SDKI: Keadaan di mana individu berisiko mengalami asupan nutrisi yang tidak seimbang dengan kebutuhan tubuh.
- SLKI: Proses metabolisme dan pertumbuhan yang membaik, status gizi yang optimal, serta tidak terjadi komplikasi akibat malnutrisi.
- SIKI: Pemantauan asupan dan status nutrisi, pemberian nutrisi enteral atau parenteral, edukasi tentang kebutuhan nutrisi, dan kolaborasi dengan tim gizi.
2. Risiko Ketidakstabilan Tanda-Tanda Vital
- SDKI: Keadaan di mana individu berisiko mengalami perubahan tanda-tanda vital yang tidak stabil.
- SLKI: Tanda-tanda vital yang stabil, tidak terjadi komplikasi terkait instabilitas tanda-tanda vital, dan fungsi kardiovaskular yang optimal.
- SIKI: Pemantauan tanda-tanda vital, pemberian oksigen, manajemen cairan, dan kolaborasi dengan tim medis.
3. Risiko Infeksi
- SDKI: Keadaan di mana individu berisiko mengalami infeksi.
- SLKI: Tidak terjadi infeksi, penurunan gejala infeksi, dan tidak terjadi komplikasi akibat infeksi.
- SIKI: Pemantauan tanda-tanda infeksi, pemberian terapi antibiotik, perawatan luka, dan pencegahan infeksi.
Sebagai seorang pakar keperawatan, penjelasan singkat di atas menggambarkan bagaimana SDKI, SLKI, dan SIKI dapat digunakan untuk mengelola kondisi BBLT secara komprehensif, mulai dari identifikasi masalah, penetapan luaran yang diharapkan, hingga intervensi keperawatan yang dapat dilakukan. -
Article No. 15515 | 14 Apr 2025
Klinis : BBLR
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan untuk Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR):
1. Risiko Hipotermia
- Definisi: Ketidakmampuan mempertahankan suhu tubuh dalam rentang normal akibat ketidakmatangan sistem pengaturan suhu tubuh.
- Faktor Risiko: Berat badan lahir rendah, belum terbentuknya lapisan lemak subkutan yang adekuat, belum sempurnanya pusat pengaturan suhu, serta luas permukaan tubuh yang besar.
2. Gangguan Pola Napas
- Definisi: Perubahan frekuensi, kedalaman, dan/atau irama pernapasan yang tidak sesuai dengan kebutuhan metabolik.
- Faktor Risiko: Ketidakmatangan sistem pernapasan, sindrom gawat napas, serta adanya gangguan mekanis seperti retraksi dinding dada.
3. Risiko Infeksi
- Definisi: Kerentanan terhadap invasi dan multiplikasi organisme patogen yang dapat membahayakan kesehatan.
- Faktor Risiko: Ketidakmatangan sistem imun, prosedur invasif, serta lingkungan yang kurang steril.
4. Gangguan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh
- Definisi: Asupan nutrisi yang tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
- Faktor Risiko: Masalah menyusu, intoleransi makanan, serta ketidakmatangan saluran cerna.
Penjelasan Singkat SDKI - SLKI - SIKI:
1. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia)
- Merupakan klasifikasi diagnosis keperawatan yang disusun oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).
- Menyediakan definisi, faktor yang berhubungan, dan gejala klinik untuk setiap diagnosis keperawatan.
2. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia)
- Merupakan klasifikasi luaran keperawatan yang dikembangkan oleh PPNI.
- Menyediakan deskripsi luaran keperawatan, kriteria hasil, dan indikator hasil yang dapat digunakan untuk memantau kemajuan pasien.
3. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia)
- Merupakan klasifikasi intervensi keperawatan yang disusun oleh PPNI.
- Menyediakan deskripsi intervensi keperawatan, aktivitas keperawatan, dan kriteria intervensi yang dapat digunakan untuk merencanakan dan melaksanakan asuhan keperawatan.
Dengan menggunakan SDKI, SLKI, dan SIKI, perawat dapat melakukan pengkajian, menetapkan diagnosis keperawatan, merencanakan intervensi, dan mengevaluasi luaran keperawatan secara terstandar dan komprehensif, sesuai dengan praktik keperawatan yang berlaku di Indonesia. -
Article No. 15516 | 14 Apr 2025
Klinis : Hiperbilirubin
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan SDKI, SLKI, dan SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi hiperbilirubin.
Diagnosa Keperawatan:
1. Intoleransi Aktivitas
- Definisi: Ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas rutin yang diinginkan atau diperlukan, yang disebabkan oleh keterbatasan fisik atau persepsi terhadap keterbatasan.
- Faktor yang berhubungan: Keterbatasan fisiologis, seperti hiperbilirubin.
2. Risiko Infeksi
- Definisi: Peningkatan risiko terkena infeksi.
- Faktor yang berhubungan: Sistem imun terganggu, seperti yang dapat terjadi pada kondisi hiperbilirubin.
3. Gangguan Integritas Kulit
- Definisi: Kerusakan atau perubahan pada kulit dan membran mukosa.
- Faktor yang berhubungan: Perubahan warna kulit, seperti ikterik yang dapat terjadi pada hiperbilirubin.
Penjelasan Singkat:
- SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia) memberikan standar diagnosa keperawatan yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi masalah kesehatan pasien, termasuk kondisi hiperbilirubin.
- SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia) menyediakan standar luaran atau hasil yang diharapkan dari intervensi keperawatan, yang dapat digunakan untuk menetapkan tujuan perawatan pada kondisi hiperbilirubin.
- SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) menyediakan standar intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah yang teridentifikasi pada pasien dengan hiperbilirubin.
Sebagai seorang perawat, saya akan menggunakan standar-standar ini untuk memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan berkualitas pada pasien dengan hiperbilirubin, dengan tujuan memulihkan kesehatan dan mencegah komplikasi yang mungkin terjadi. -
Article No. 15517 | 14 Apr 2025
Klinis : Ds: Klien merasa dibuang oleh anak-anaknya setelah suaminya meninggal. Klien mengungkapkan perasaan sedihnya dengan menangis sendiri saat mengingat suaminya. Do: Klien tampak murung, gelisah dan lebih sering menyendiri. Klien menolak melakukan terapi aktivitas kelompok (TAK) bersama teman-temannya.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan data subyektif (Ds) dan data obyektif (Do) yang Anda berikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI, SLKI, dan SIKI yang sesuai:
Diagnosa Keperawatan:
Duka cita
Penjelasan:
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
Duka cita adalah respons normal terhadap kehilangan yang dialami individu, berupa perasaan sedih, kehilangan, dan penderitaan akibat kehilangan hubungan atau sesuatu yang penting.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Penerimaan duka cita
2. Ekspresi emosi dalam rentang normal
3. Fungsi sosial dalam rentang normal
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Fasilitasi ekspresi emosi
2. Dukungan emosional
3. Terapi aktivitas
Berdasarkan data yang diberikan, klien mengalami duka cita setelah kehilangan suaminya. Klien mengungkapkan perasaan sedihnya dengan menangis sendiri dan tampak murung, gelisah, serta menarik diri dari interaksi sosial. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah memfasilitasi klien untuk mengekspresikan emosinya, memberikan dukungan emosional, dan melibatkan klien dalam terapi aktivitas untuk membantu proses adaptasi dan penerimaan terhadap kehilangan. -
Article No. 15518 | 14 Apr 2025
Klinis : Ds: Klien merasa hidupnya sepi meskipun tinggal di panti werdha. Klien ingin pulang tetapi tidak tahu jalan dan tidak memiliki ongkos. Do: Klien tampak murung, gelisah dan lebih sering menyendiri. (menarik diri) Klien menolak melakukan terapi aktivitas kelompok (TAK) bersama teman-temannya. (tidak berminat/menolak berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan)
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI sesuai standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi yang Anda paparkan.
Diagnosa Keperawatan:
Isolasi Sosial
Penjelasan:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Isolasi Sosial adalah keadaan di mana individu mengalami pengalaman subjektif dan objektif yang merugikan atau negatif dari kurangnya kontak sosial dan interaksi.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Partisipasi Sosial Meningkat
2. Interaksi Sosial Membaik
3. Kenyamanan Psikologis Membaik
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Fasilitasi Interaksi Sosial
2. Terapi Aktivitas Kelompok
3. Dukungan Emosional
4. Manajemen Lingkungan
Penjelasan Singkat:
Klien merasa hidupnya sepi meskipun tinggal di panti werdha, menolak melakukan terapi aktivitas kelompok, dan tampak murung serta menarik diri dari lingkungan. Hal ini menunjukkan adanya isolasi sosial yang dialami oleh klien. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain adalah fasilitasi interaksi sosial, terapi aktivitas kelompok, dukungan emosional, dan manajemen lingkungan untuk meningkatkan partisipasi sosial, interaksi sosial, dan kenyamanan psikologis klien. -
Article No. 15519 | 14 Apr 2025
Klinis : Ds: Klien merasa dibuang oleh anak-anaknya setelah suaminya meninggal. Klien mengungkapkan perasaan sedihnya dengan menangis sendiri saat mengingat suaminya. Do: Klien tampak murung, gelisah dan lebih sering menyendiri. Klien menolak melakukan terapi aktivitas kelompok (TAK) bersama teman-temannya.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi yang Anda deskripsikan, dengan tone akademis dan persona sebagai pakar perawat.
Diagnosa Keperawatan:
Keputusasaan berhubungan dengan kehilangan pasangan hidup sebagaimana ditandai dengan ekspresi perasaan sedih, penolakan untuk berpartisipasi dalam kegiatan, dan kecenderungan untuk menyendiri.
Penjelasan:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Keputusasaan didefinisikan sebagai hilangnya harapan dan motivasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Tanda dan gejala yang muncul pada kondisi ini antara lain ekspresi verbal atau nonverbal dari perasaan sedih, penurunan minat untuk berpartisipasi dalam aktivitas, dan kecenderungan untuk menyendiri.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari penanganan keputusasaan adalah klien dapat menunjukkan penerimaan terhadap situasi kehilangan, dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang sesuai, dan menunjukkan upaya untuk membangun harapan dan motivasi.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain pemberian dukungan emosional, terapi aktivitas kelompok, dan fasilitasi untuk mengekspresikan perasaan. Tujuannya adalah membantu klien dalam menghadapi dan menerima situasi kehilangan, serta membangun kembali harapan dan motivasi untuk menjalani kehidupan.
Dengan penanganan yang komprehensif berdasarkan standar SDKI, SLKI, dan SIKI, diharapkan klien dapat mengatasi keputusasaannya dan kembali berfungsi secara optimal. -
Article No. 15520 | 14 Apr 2025
Klinis : risiko prilaku kekerasan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat mengenai standar SDKI - SLKI - SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi risiko perilaku kekerasan. Tone saya akan akademis dan persona saya sebagai seorang pakar keperawatan.
Diagnosa Keperawatan:
Risiko Perilaku Kekerasan
Definisi:
Risiko Perilaku Kekerasan adalah keadaan di mana individu menunjukkan potensi untuk melakukan perilaku yang dapat menyebabkan cedera fisik pada diri sendiri atau orang lain.
Faktor Risiko:
1. Riwayat perilaku kekerasan sebelumnya
2. Gangguan jiwa (misalnya, skizofrenia, gangguan bipolar)
3. Penyalahgunaan zat
4. Stres yang berlebihan
5. Kurangnya dukungan sosial
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Manajemen Perilaku
2. Terapi Aktivitas Kelompok
3. Psikoedukasi
4. Pembatasan Lingkungan
5. Pengawasan
Hasil yang Diharapkan (SLKI):
1. Individu dapat mengendalikan perilaku kekerasan
2. Lingkungan menjadi aman dan terkendali
3. Individu dan keluarga memiliki kemampuan untuk mengatasi risiko perilaku kekerasan
Dokumentasi Keperawatan (SDKI):
1. Perilaku kekerasan
2. Kemampuan mengendalikan perilaku
3. Tingkat kemarahan
4. Faktor pencetus perilaku kekerasan
5. Riwayat perilaku kekerasan
Dengan memahami dan menerapkan standar SDKI, SLKI, dan SIKI, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan efektif untuk mengelola risiko perilaku kekerasan pada pasien. -
Article No. 15521 | 14 Apr 2025
Klinis : Kasus 21: Bayi perempuan usia 1 hari dirawat di NICU dengan riwayat persalinan normal dengan usia gestasi 32 minggu. Hasil pengkajian: bayi tampak lemah, reflek hisap dan menelan lemah, frekuensi napas 60 x/menit. Ibu mengatakan ASI sudah keluar. Pertanyaan: b. Tegakkan diagnosis keperawatan yang sesuai berdasarkan kasus? c. Bagaimanakah cara memberikan ASI yang tepat sesuai kasus tersebut? menyusu langsung ke payudara ibu, melalui cawan/cup feeding/sendok, atau melalui OGT (pilih salah satu jawaban tersebut dan sertakan alasannya) d. Tuliskan SOP tindakan pemasangan OGT, dan praktikan saat bimbingan laboratorium? e. Jelaskan perbedaan teknik pengukuran kedalaman selang gastrik antara pengukuran pada pasien anak (metode NEMU)dan pasien dewasa (metode NEX)?
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Kasus 21: Bayi perempuan usia 1 hari dirawat di NICU dengan riwayat persalinan normal dengan usia gestasi 32 minggu. Hasil pengkajian: bayi tampak lemah, reflek hisap dan menelan lemah, frekuensi napas 60 x/menit. Ibu mengatakan ASI sudah keluar.
b. Diagnosis Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kasus ini adalah:
1. Intoleransi Makan
Definisi: Ketidakmampuan untuk mentoleransi asupan makanan yang adekuat melalui mulut atau enteral.
Etiologi: Prematuritas, maturitas reflek menghisap dan menelan yang tidak adekuat.
2. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
Definisi: Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas.
Etiologi: Prematuritas, melemahnya otot-otot pernapasan.
3. Ketidakstabilan Tanda-Tanda Vital
Definisi: Perubahan tanda-tanda vital di luar rentang normal.
Etiologi: Prematuritas, kondisi medis.
c. Pemberian ASI yang tepat untuk kasus ini adalah melalui cawan/cup feeding atau sendok. Hal ini dikarenakan bayi tampak lemah dengan reflek hisap dan menelan yang lemah, sehingga pemberian ASI langsung ke payudara ibu dapat menimbulkan risiko aspirasi. Pemberian melalui cawan/cup feeding atau sendok dapat memfasilitasi bayi untuk menerima ASI dengan lebih aman dan efektif.
d. SOP Pemasangan OGT (Orogastrik Tube):
1. Cuci tangan dengan benar.
2. Persiapkan alat: tabung OGT, spuit 60 mL, selotip, stetoskop, klem tabung, sarung tangan steril.
3. Jelaskan prosedur kepada pasien/keluarga.
4. Posisikan pasien setengah duduk atau miring.
5. Ukur panjang selang dari ujung hidung ke telinga, lalu ke setengah jarak dari telinga ke perut.
6. Beri pelumas pada ujung tabung.
7. Masukkan tabung melalui mulut perlahan-lahan sambil minta pasien menelan.
8. Lanjutkan memasukkan tabung sampai mencapai kedalaman yang telah diukur.
9. Fiksasi tabung dengan selotip.
10. Periksa posisi tabung dengan stetoskop sambil memberikan udara.
11. Catat waktu pemasangan dan ukuran tabung.
12. Cuci tangan kembali.
e. Perbedaan teknik pengukuran kedalaman selang gastrik antara pasien anak (metode NEMU) dan pasien dewasa (metode NEX):
Metode NEMU (Anak):
- N (Nose) = Ujung hidung
- E (Ear) = Daun telinga
- M (Mouth) = Sudut mulut
- U (Umbilicus) = Pusat
Metode NEX (Dewasa):
- N (Nose) = Ujung hidung
- E (Ear) = Daun telinga
- X (Xyphoid) = Prosesus xyfoideus
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Intoleransi Makan teratasi.
- Bayi dapat menyusu dengan baik dan mengisap ASI.
- Bayi tidak mengalami mual atau muntah selama pemberian makan.
- Tercapai keseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Bersihan Jalan Napas Efektif.
- Pola napas normal.
- Tidak ada tanda-tanda distress pernapasan.
- Bunyi napas bersih, tidak ada suara napas tambahan.
3. Tanda-Tanda Vital Stabil.
- Tanda-tanda vital berada dalam rentang normal untuk usia.
- Tidak ada perubahan signifikan pada tanda-tanda vital.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Intoleransi Makan:
- Monitor intake dan output cairan.
- Kolaborasi pemberian nutrisi enteral/parenteral sesuai kebutuhan.
- Fasilitasi pemberian ASI dengan teknik yang aman.
- Ajarkan ibu teknik menyusui yang benar.
2. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif:
- Monitor status pernapasan.
- Lakukan suction jika diperlukan.
- Posisikan bayi dengan kepala agak terangkat.
- Berikan oksigen sesuai kebutuhan.
3. Ketidakstabilan Tanda-Tanda Vital:
- Monitor tanda-tanda vital secara berkala.
- Identifikasi faktor penyebab ketidakstabilan.
- Kolaborasi pemberian terapi sesuai kondisi.
- Berikan perawatan suportif sesuai kebutuhan.
Penjelasan diberikan secara rinci dan terperinci dengan nada akademis dan persona sebagai perawat pakar. -
Article No. 15522 | 14 Apr 2025
Klinis : Kasus 21: Bayi perempuan usia 1 hari dirawat di NICU dengan riwayat persalinan normal dengan usia gestasi 32 minggu. Hasil pengkajian: bayi tampak lemah, reflek hisap dan menelan lemah, frekuensi napas 60 x/menit. Ibu mengatakan ASI sudah keluar. Pertanyaan: b. Tegakkan diagnosis keperawatan yang sesuai berdasarkan kasus? c. Bagaimanakah cara memberikan ASI yang tepat sesuai kasus tersebut? menyusu langsung ke payudara ibu, melalui cawan/cup feeding/sendok, atau melalui OGT (pilih salah satu jawaban tersebut dan sertakan alasannya) d. Tuliskan SOP tindakan pemasangan OGT, dan praktikan saat bimbingan laboratorium? e. Jelaskan perbedaan teknik pengukuran kedalaman selang gastrik antara pengukuran pada pasien anak (metode NEMU)dan pasien dewasa (metode NEX)?
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan membantu Anda menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan nada akademis sebagai seorang perawat pakar.
b. Diagnosis Keperawatan yang sesuai dengan kasus ini adalah:
1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan imaturitas sistem pernafasan
2. Ketidakefektifan menyusui berhubungan dengan imaturitas refleks menyusui
3. Risiko aspirasi berhubungan dengan ketidakefektifan refleks menelan
c. Berdasarkan kasus, bayi perempuan usia 1 hari dengan riwayat persalinan 32 minggu, yang memiliki reflek hisap dan menelan yang lemah, sebaiknya diberikan ASI melalui cup feeding/sendok. Alasannya, karena bayi belum memiliki kemampuan menghisap dan menelan yang kuat sehingga pemberian ASI langsung ke payudara ibu berisiko menimbulkan aspirasi. Pemberian ASI melalui cup feeding/sendok dapat membantu bayi mendapatkan nutrisi yang cukup dengan risiko aspirasi yang lebih rendah.
d. Prosedur Standar Operasional (SOP) Pemasangan Orogastric Tube (OGT):
1. Persiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan (selang OGT, stetoskop, tempat untuk meletakkan selang, dll).
2. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan steril.
3. Ukur panjang selang OGT dengan metode NEX (Jarak dari ujung hidung ke daun telinga lalu ke processus xyphoideus).
4. Masukkan selang OGT perlahan-lahan melalui mulut, lalu dorong hingga mencapai jarak yang telah diukur.
5. Lakukan auskultasi untuk memastikan selang OGT telah berada di dalam lambung.
6. Fiksasi selang OGT dan beri tanda pada selang untuk memantau posisinya.
7. Beri label pada selang OGT dan catat prosedur yang telah dilakukan.
e. Perbedaan teknik pengukuran kedalaman selang gastrik antara pasien anak (metode NEMU) dan pasien dewasa (metode NEX):
Untuk pasien anak, digunakan metode NEMU (Nose-Ear-Midway-Umbilicus) yaitu mengukur jarak dari ujung hidung ke daun telinga, lalu ke pertengahan jarak antara umbilicus dan processus xiphoideus. Sedangkan untuk pasien dewasa, digunakan metode NEX (Nose-Ear-Xiphoid) yaitu mengukur jarak dari ujung hidung ke daun telinga, lalu ke processus xiphoideus. Perbedaan ini dikarenakan panjang saluran cerna pada anak-anak relatif lebih pendek dibandingkan dengan orang dewasa.
Semoga penjelasan ini dapat membantu Anda memahami diagnosis keperawatan, pemberian ASI, dan pemasangan OGT pada kasus bayi prematur. Jika ada pertanyaan lain, jangan ragu untuk menanyakannya. -
Article No. 15523 | 14 Apr 2025
Klinis : Kasus 21: Bayi perempuan usia 1 hari dirawat di NICU dengan riwayat persalinan normal dengan usia gestasi 32 minggu. Hasil pengkajian: bayi tampak lemah, reflek hisap dan menelan lemah, frekuensi napas 60 x/menit. Ibu mengatakan ASI sudah keluar. Pertanyaan: b. Tegakkan diagnosis keperawatan yang sesuai berdasarkan kasus? c. Bagaimanakah cara memberikan ASI yang tepat sesuai kasus tersebut? menyusu langsung ke payudara ibu, melalui cawan/cup feeding/sendok, atau melalui OGT (pilih salah satu jawaban tersebut dan sertakan alasannya) d. Tuliskan SOP tindakan pemasangan OGT, dan praktikan saat bimbingan laboratorium? e. Jelaskan perbedaan teknik pengukuran kedalaman selang gastrik antara pengukuran pada pasien anak (metode NEMU)dan pasien dewasa (metode NEX)?
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan jawaban yang rinci dan terperinci untuk setiap poin yang Anda tanyakan.
b. Tegakkan diagnosis keperawatan yang sesuai berdasarkan kasus:
Berdasarkan informasi yang diberikan, diagnosis keperawatan yang sesuai untuk kasus ini adalah:
1. Ketidakefektifan pola napas (NANDA-I) berhubungan dengan prematuritas, ditandai dengan frekuensi napas 60 x/menit.
2. Ketidakefektifan menelan (NANDA-I) berhubungan dengan refleks menelan yang lemah, ditandai dengan kesulitan dalam menyusu.
3. Risiko gangguan perfusi jaringan (NANDA-I) berhubungan dengan prematuritas, ditandai dengan bayi tampak lemah.
c. Cara memberikan ASI yang tepat sesuai kasus tersebut:
Berdasarkan kondisi bayi yang tampak lemah, dengan refleks hisap dan menelan yang lemah, maka pemberian ASI yang tepat adalah melalui cup feeding atau sendok. Alasannya adalah:
- Menyusu langsung ke payudara ibu tidak memungkinkan karena refleks menelan yang lemah, sehingga bayi tidak akan mampu mengisap dan menelan ASI dengan efektif.
- Pemberian ASI melalui OGT (Orogastric Tube) juga tidak direkomendasikan pada kasus ini, karena bayi masih memiliki refleks menelan meskipun lemah, sehingga pemberian ASI melalui OGT dapat meningkatkan risiko aspirasi.
- Cup feeding atau menyusu dengan sendok merupakan pilihan yang tepat, karena memungkinkan bayi untuk menelan ASI secara perlahan dan terkoordinasi, tanpa risiko aspirasi.
d. SOP tindakan pemasangan OGT dan praktik saat bimbingan laboratorium:
Tindakan pemasangan OGT (Orogastric Tube) memerlukan SOP (Standar Operasional Prosedur) yang jelas, meliputi:
1. Persiapan alat dan bahan
2. Identifikasi pasien
3. Penjelasan prosedur kepada keluarga pasien
4. Posisi pasien yang tepat (semi Fowler atau supin)
5. Pengukuran kedalaman selang gastrik (menggunakan metode NEX untuk pasien dewasa atau NEMU untuk pasien anak)
6. Insersi selang gastrik dengan hati-hati
7. Konfirmasi posisi selang gastrik
8. Fiksasi selang gastrik
9. Pencatatan dan pendokumentasian
Pada saat bimbingan laboratorium, mahasiswa dapat mempraktikkan prosedur pemasangan OGT sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan, dengan pengawasan dan bimbingan dari instruktur.
e. Perbedaan teknik pengukuran kedalaman selang gastrik antara pasien anak (metode NEMU) dan pasien dewasa (metode NEX):
Metode pengukuran kedalaman selang gastrik pada pasien anak (metode NEMU):
- N = Hidung (Nose)
- E = Telinga (Ear)
- M = Pertengahan antara Xiphoid dan Umbilikus
Metode pengukuran kedalaman selang gastrik pada pasien dewasa (metode NEX):
- N = Hidung (Nose)
- E = Telinga (Ear)
- X = Xiphoid
Perbedaan utama antara kedua metode adalah pada pengukuran dari umbilikus hingga xiphoid. Pada pasien anak, pengukuran dilakukan dari pertengahan antara xiphoid dan umbilikus, sedangkan pada pasien dewasa, pengukuran dilakukan dari xiphoid.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Peningkatan pola napas efektif
2. Peningkatan kemampuan menelan
3. Peningkatan perfusi jaringan
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Pantau status respirasi (frekuensi, irama, kedalaman napas)
2. Berikan oksigen sesuai kebutuhan
3. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk memberikan terapi pernapasan yang sesuai
4. Latih dan bantu bayi dalam menyusu
5. Berikan ASI melalui cup feeding atau sendok sesuai kemampuan bayi
6. Pantau tanda-tanda vital dan perfusi jaringan
7. Berikan posisi semi-Fowler untuk meningkatkan perfusi jaringan
8. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk memberikan intervensi yang sesuai
Dengan penerapan asuhan keperawatan yang komprehensif dan kolaboratif, diharapkan bayi dapat menunjukkan luaran yang diharapkan, yaitu peningkatan pola napas efektif, peningkatan kemampuan menelan, dan peningkatan perfusi jaringan.