Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 13695 | 11 Mar 2025
Klinis : Seorang pria berusia 30 tahun datang ke poliklinik THT dengan keluhan keluarnya cairan dari telinga kiri yang terjadi berulang selama lebih dari 3 bulan terakhir. Cairan yang keluar berwarna kuning keputihan, berbau tidak sedap, dan tidak disertai rasa nyeri. Pasien juga mengeluhkan gangguan pendengaran progresif pada telinga kiri. Pasien memiliki riwayat infeksi telinga tengah berulang sejak kecil dan sebelumnya didiagnosis otitis media akut beberapa bulan lalu, tetapi tidak mendapatkan pengobatan yang tuntas. Pasien bekerja di lingkungan yang berdebu dan sering menggunakan earphone dengan volume tinggi. Tidak ada riwayat trauma kepala atau penyakit kronis lainnya. Pemeriksaan Fisik Kesadaran: Compos mentis (sadar penuh). Tanda vital: Tekanan darah: 120/80 mmHg, HR: 84x/menit, RR: 20x/menit, Suhu: 36,8°C, Pemeriksaan Telinga (Otoskopi): Perforasi membran timpani di kuadran posterior-inferior, Cairan purulen dalam liang telinga (+), Granulasi jaringan di sekitar membran timpani, Tidak ada tanda pembengkakan mastoid. Pemeriksaan Neurologis: Tidak ditemukan defisit neurologis saat ini. Hasil Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Otoskopi & Mikrootoskopi: Perforasi membran timpani sentral dengan cairan purulen di liang telinga, Tidak ada cholesteatoma yang terlihat secara langsung. Tes Audiometri: Gangguan pendengaran konduktif pada telinga kiri (bone conduction normal, air conduction menurun), Speech discrimination score menurun. Timpanometri: Tipe B (menunjukkan adanya gangguan pergerakan membran timpani akibat perforasi). Kultur Cairan Telinga: Bakteri yang sering ditemukan: Pseudomonas aeruginosa atau Staphylococcus aureus. CT-Scan Temporal Bone (Jika Dicurigai Komplikasi): Tidak ada tanda-tanda destruksi tulang mastoid atau cholesteatoma. Diagnosis Medis: Otitis Media Kronis (OMK) tipe perforasi sentral dengan gangguan pendengaran konduktif. Pasien direncanakan untuk mendapatkan pembersihan telinga rutin (aural toilet), antibiotik topikal, serta evaluasi untuk kemungkinan tindakan timpanoplasti (rekonstruksi membran timpani).
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan, penjelasan singkat SDKI-SLKI-SIKI, serta rencana asuhan keperawatan untuk kondisi pasien tersebut:
Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan Integritas Kulit Perifer berhubungan dengan perforasi membran timpani dan adanya cairan purulen di telinga kiri.
2. Gangguan Pendengaran berhubungan dengan perforasi membran timpani dan gangguan konduksi suara di telinga kiri.
3. Risiko Infeksi berhubungan dengan adanya perforasi membran timpani dan paparan lingkungan yang berdebu.
Penjelasan Singkat SDKI-SLKI-SIKI:
1. Gangguan Integritas Kulit Perifer:
- SDKI: Gangguan struktur atau fungsi kulit dan jaringan di area selain luka.
- SLKI: Intervensi untuk mempertahankan atau memperbaiki struktur dan fungsi kulit dan jaringan selain luka.
- SIKI: Tindakan perawatan telinga, pembersihan telinga, pemberian obat tetes telinga.
2. Gangguan Pendengaran:
- SDKI: Penurunan kemampuan mendengar yang mengganggu interaksi sosial.
- SLKI: Intervensi untuk mempertahankan atau meningkatkan kemampuan mendengar.
- SIKI: Pemeriksaan fungsi pendengaran, latihan pendengaran, edukasi penggunaan alat bantu dengar.
3. Risiko Infeksi:
- SDKI: Rentan mengalami invasi dan multiplikasi mikroorganisme patogen yang dapat membahayakan kesehatan.
- SLKI: Intervensi untuk mencegah atau mengurangi risiko infeksi.
- SIKI: Perawatan telinga, pemberian antibiotik topikal, edukasi hygiene telinga.
Rencana Asuhan Keperawatan:
1. Melakukan pembersihan telinga (aural toilet) secara rutin untuk menghilangkan cairan purulen dan mengurangi risiko infeksi.
2. Memberikan antibiotik topikal sesuai dengan hasil kultur untuk mengatasi infeksi telinga.
3. Melakukan edukasi kepada pasien mengenai perawatan telinga, pencegahan infeksi, dan penggunaan alat bantu dengar (jika diperlukan) untuk mempertahankan fungsi pendengaran.
4. Melakukan evaluasi dan kolaborasi dengan tim medis untuk kemungkinan tindakan timpanoplasti (rekonstruksi membran timpani) sebagai tindakan definitif. -
Article No. 13696 | 11 Mar 2025
Klinis : keputihan
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci mengenai diagnosa keperawatan, luaran/output, dan intervensi keperawatan untuk kondisi keputihan berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) dengan tone akademis dan persona sebagai pakar nurse.
Diagnosa Keperawatan SDKI untuk Kondisi Keputihan:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi keputihan adalah "Infeksi Vagina" (SDKI, 2017). Infeksi vagina didefinisikan sebagai "Keadaan patologis yang ditandai dengan perubahan pada sekresi vagina, rasa tidak nyaman, atau gejala lain pada area genital, yang disebabkan oleh berbagai mikroorganisme" (SDKI, 2017). Kondisi keputihan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti infeksi jamur, bakteri, atau parasit, perubahan hormon, penggunaan kontrasepsi, atau faktor lainnya.
Luaran/Output yang Diharapkan Setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Berdasarkan diagnosa keperawatan "Infeksi Vagina", luaran/output yang diharapkan setelah pemberian asuhan keperawatan adalah:
1. Pengendalian Infeksi: Tingkat keparahan infeksi vagina menurun atau tidak ada tanda-tanda infeksi.
2. Kenyamanan: Klien melaporkan tidak ada lagi rasa tidak nyaman atau gejala yang mengganggu.
3. Pengetahuan: Klien memahami penyebab, pencegahan, dan penanganan infeksi vagina.
4. Perilaku Kesehatan: Klien menunjukkan perilaku untuk mencegah dan mengelola infeksi vagina secara efektif.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan untuk Mencapai Tujuan Luaran (SIKI):
Untuk mencapai luaran/output yang diharapkan, intervensi keperawatan yang diperlukan adalah:
1. Manajemen Infeksi:
a. Identifikasi penyebab infeksi vagina melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang jika perlu.
b. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain (misalnya dokter) untuk menentukan terapi yang sesuai, seperti pemberian obat antijamur, antibiotik, atau lainnya.
c. Edukasi klien tentang penggunaan obat, pemeliharaan kebersihan area genital, dan pencegahan infeksi.
2. Manajemen Kenyamanan:
a. Identifikasi dan evaluasi tingkat kenyamanan klien terkait infeksi vagina.
b. Berikan intervensi untuk mengurangi rasa tidak nyaman, seperti kompres hangat, analgesik, atau lainnya sesuai dengan kebutuhan klien.
c. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk menyediakan terapi tambahan, jika diperlukan.
3. Edukasi Kesehatan:
a. Berikan edukasi kepada klien tentang penyebab, gejala, pencegahan, dan penanganan infeksi vagina.
b. Dorong klien untuk melakukan perilaku hidup sehat, seperti menjaga kebersihan area genital, menghindari faktor risiko, dan melakukan pemeriksaan rutin.
c. Libatkan keluarga atau orang terdekat klien dalam proses edukasi, jika diperlukan.
Dengan pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif dan berdasarkan standar yang ada, diharapkan klien dengan kondisi keputihan dapat mencapai luaran/output yang diharapkan dan mengelola kondisinya secara efektif. -
Article No. 13697 | 11 Mar 2025
Klinis : keputihan
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: 1. Kode ICD-10:
- Kode: N72
- Deskripsi: Fluor albus [keputihan], tidak diklasifikasikan di tempat lain
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 71.2X
- Deskripsi: Conization of cervix, dengan atau tanpa fulgurasi
Penjelasan:
Pada kondisi keputihan, kode ICD-10 yang sesuai adalah N72, yang mendeskripsikan fluor albus atau keputihan yang tidak diklasifikasikan di tempat lain. Keputihan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti infeksi vagina, perubahan hormonal, atau kondisi medis lainnya.
Jika diperlukan tindakan medis, seperti conisasi serviks (pemotongan sedikit jaringan dari serviks) dengan atau tanpa fulgurasi (penggunaan arus listrik untuk menghancurkan jaringan abnormal), maka kode ICD-9-CM yang sesuai adalah 71.2X. Tindakan ini dapat dilakukan untuk mengatasi kondisi keputihan yang disebabkan oleh lesi atau kelainan pada serviks.
Sebagai dokter atau perekam medis, penting untuk menggunakan kode ICD yang sesuai agar dapat mengidentifikasi dan mendokumentasikan kondisi pasien dengan tepat, serta memfasilitasi proses perawatan, penagihan, dan analisis epidemiologi yang akurat. -
Article No. 13698 | 11 Mar 2025
Klinis : keputihan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi keputihan:
Diagnosa Keperawatan:
Ketidakseimbangan Flora Vagina
Definisi:
Ketidakseimbangan komposisi normal flora vagina yang dapat menyebabkan infeksi.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Gejala dan Tanda: Keputihan abnormal, gatal/iritasi vulva, bau tidak enak.
- Penyebab: Infeksi, diabetes, penggunaan antibiotik, kontrasepsi hormonal, stress.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Luaran: Keseimbangan flora vagina, tidak ada tanda infeksi.
- Kriteria Hasil: Tidak ada keputihan abnormal, tidak ada gatal/iritasi vulva, tidak ada bau tidak enak.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi: Anjurkan personal hygiene, monitor tanda infeksi, edukasi faktor risiko, kolaborasi pemberian terapi antifungal jika diperlukan.
- Rasional: Menjaga kebersihan area genital, mengidentifikasi dan mengoreksi faktor risiko, serta menurunkan risiko infeksi.
Sebagai pakar, saya dapat menjelaskan bahwa keputihan merupakan salah satu manifestasi dari ketidakseimbangan flora vagina. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti infeksi, diabetes, penggunaan antibiotik, atau stres. Tujuan utama penanganan adalah mencapai keseimbangan flora vagina dan menghilangkan tanda-tanda infeksi. Perawat berperan penting dalam memberikan edukasi, melakukan monitoring, serta berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk memberikan terapi yang sesuai. -
Article No. 13699 | 11 Mar 2025
Klinis : Kasus 5 (integument) Seorang wanita, usia 28 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan nyeri sendi pada tangan dan lutut, yang dirasakan sejak 6 bulan terakhir dan semakin memburuk dalam 2 minggu terakhir. Pasien juga mengeluhkan kelelahan, demam ringan, rambut rontok, serta bercak kemerahan di wajah yang semakin jelas saat terpapar matahari. Selain itu, pasien juga mengalami sariawan berulang dan bengkak di tungkai bawah. Pasien memiliki riwayat SLE dalam keluarga (ibu kandungnya didiagnosis SLE 10 tahun lalu). Saat ini, pasien tidak sedang mengonsumsi obat rutin dan tidak memiliki riwayat hipertensi atau diabetes. Pemeriksaan Fisik Kesadaran: Compos mentis (sadar penuh), Tekanan darah: 140/90 mmHg, HR: 86x/menit, RR: 20x/menit, Suhu: 37,8°C, Lesi khas "butterfly rash" di wajah (area pipi dan hidung), Edema pada kedua tungkai (+), Nyeri tekan dan kaku pada sendi interfalangeal, lutut, serta pergelangan tangan, Mukosa mulut: Sariawan multipel tanpa nyeri. Hasil Pemeriksaan Penunjang: Pemeriksaan Laboratorium: Darah lengkap: Hb 10,2 g/dL (anemia), Leukosit 3.500/µL (leukopenia), Trombosit 120.000/µL (trombositopenia). CRP dan LED meningkat (indikasi inflamasi). Ureum 40 mg/dL, Kreatinin 1,8 mg/dL (indikasi gangguan ginjal). Urinalisis: Proteinuria (+3), Hematuria mikroskopik (+2). Pemeriksaan Autoimun: ANA (Antinuclear Antibody) (+) dengan titer tinggi, Anti-dsDNA (+) (spesifik untuk SLE), Anti-Smith (Anti-Sm) (+) (penanda diagnostik SLE). Pemeriksaan Pencitraan: USG Ginjal: Perubahan ekogenisitas yang mengarah ke nefritis lupus. Rontgen Dada: Tidak ada efusi pleura atau infiltrat paru.EKG: Tidak ada kelainan konduksi jantung. Pasien didiagnosis dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE) dengan kemungkinan nefritis lupus dan direncanakan untuk mendapatkan terapi kortikosteroid, imunosupresan, serta modifikasi gaya hidup.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, pasien dengan kondisi tersebut dapat didiagnosis dengan menggunakan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) sebagai berikut:
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan gejala SLE.
2. Integritas kulit terganggu berhubungan dengan manifestasi kulit (lesi khas "butterfly rash", edema, dan sariawan).
3. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi sendi.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun.
5. Risiko gangguan ginjal berhubungan dengan nefritis lupus.
Penjelasan Singkat:
1. Intoleransi aktivitas: Pasien mengalami kelelahan yang dapat membatasi aktivitas sehari-hari.
2. Integritas kulit terganggu: Pasien mengalami manifestasi kulit seperti lesi khas "butterfly rash", edema, dan sariawan sebagai gejala SLE.
3. Nyeri akut: Pasien mengalami nyeri sendi pada tangan dan lutut yang diakibatkan oleh inflamasi.
4. Risiko infeksi: Pasien mengalami leukopenia yang dapat meningkatkan risiko infeksi.
5. Risiko gangguan ginjal: Pasien menunjukkan adanya gangguan fungsi ginjal (proteinuria, hematuria) yang mengarah pada nefritis lupus.
SLKI:
1. Toleransi aktivitas: Pasien dapat meningkatkan toleransi terhadap aktivitas tanpa mengalami kelelahan yang berlebihan.
2. Integritas kulit: Pasien dapat mempertahankan integritas kulit yang baik dengan meminimalkan manifestasi kulit.
3. Kontrol nyeri: Pasien dapat mengelola nyeri sendi akut secara efektif.
4. Pencegahan infeksi: Pasien dapat terhindar dari infeksi dengan mempertahankan sistem imun yang baik.
5. Fungsi ginjal: Pasien dapat mempertahankan fungsi ginjal yang optimal dengan pemantauan dan penatalaksanaan yang tepat.
SIKI:
1. Manajemen energi: Intervensi untuk membantu pasien mengatur dan menghemat energi.
2. Perawatan kulit: Intervensi untuk merawat dan menjaga integritas kulit.
3. Manajemen nyeri: Intervensi untuk mengelola nyeri sendi akut.
4. Pencegahan infeksi: Intervensi untuk mencegah terjadinya infeksi.
5. Manajemen gangguan ginjal: Intervensi untuk memonitor dan mengelola gangguan fungsi ginjal. -
Article No. 13700 | 11 Mar 2025
Klinis : Seorang pasien laki-laki, usia 45 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri punggung bawah yang menjalar ke tungkai kanan sejak 2 bulan terakhir. Pasien juga mengeluhkan kesemutan dan kelemahan pada tungkai kanan, terutama setelah duduk dalam waktu lama. Riwayat pekerjaan pasien sebagai pekerja konstruksi yang sering mengangkat beban berat. Skala nyeri 7/10 menurut Numerical Rating Scale (NRS). Data hasil pemeriksaan fisik: Inspeksi: Postur tubuh pasien tampak cenderung miring ke satu sisi untuk menghindari nyeri, Palpasi: Teraba ketegangan otot paraspinal di daerah lumbal. Pemeriksaan neurologis: Tes Lasegue (+) pada tungkai kanan (nyeri meningkat saat tungkai diangkat ≥30°), Refleks patella kanan menurun, Kekuatan otot tungkai kanan 3/5 (kelemahan motorik). Hasil Pemeriksaan Penunjang MRI Lumbal: Herniasi nukleus pulposus (HNP) L4-L5 dengan kompresi pada akar saraf L5, Penipisan diskus intervertebralis L4-L5. Rontgen Lumbal: Penyempitan celah intervertebralis L4-L5, Spondilosis ringan. EMG (Elektromiografi): Menunjukkan adanya radikulopati L5 pada tungkai kanan. Pasien diberikan terapi farmakologis (NSAID dan pelemas otot) serta fisioterapi untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan mobilitas. Namun, pasien masih merasa kesulitan dalam beraktivitas sehari-hari.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berdasarkan kondisi pasien yang Anda deskripsikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI yang sesuai:
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri akut berhubungan dengan herniasi nukleus pulposus (HNP) L4-L5 dengan kompresi pada akar saraf L5.
Penjelasan SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Nyeri akut: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau digambarkan dalam istilah-istilah kerusakan tersebut (International Association for the Study of Pain).
- Berhubungan dengan: Herniasi nukleus pulposus (HNP) L4-L5 dengan kompresi pada akar saraf L5.
Penjelasan SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Pengurangan Nyeri: Tingkat kenyamanan secara subyektif yang dirasakan seseorang dalam hal bebas dari rasa sakit atau ketidaknyamanan.
Penjelasan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Manajemen Nyeri: Tindakan untuk mengidentifikasi dan mengendalikan penyebab, durasi, intensitas, dan faktor yang memperberat atau meringankan nyeri.
2. Kelemahan motorik berhubungan dengan kompresi akar saraf L5.
Penjelasan SDKI:
- Kelemahan motorik: Berkurangnya kekuatan atau ketahanan otot secara signifikan.
- Berhubungan dengan: Kompresi akar saraf L5.
Penjelasan SLKI:
- Mobilitas Fisik: Kemampuan untuk bergerak secara bebas dan mandiri.
Penjelasan SIKI:
- Peningkatan Mobilitas: Tindakan untuk memfasilitasi pergerakan yang bebas dan mandiri.
Jadi, diagnosa keperawatan utama yang sesuai adalah Nyeri akut berhubungan dengan herniasi nukleus pulposus (HNP) L4-L5 dengan kompresi pada akar saraf L5, serta Kelemahan motorik berhubungan dengan kompresi akar saraf L5. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah Manajemen Nyeri dan Peningkatan Mobilitas. -
Article No. 13701 | 11 Mar 2025
Klinis : Seorang pasien laki-laki, usia 45 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri punggung bawah yang menjalar ke tungkai kanan sejak 2 bulan terakhir. Pasien juga mengeluhkan kesemutan dan kelemahan pada tungkai kanan, terutama setelah duduk dalam waktu lama. Riwayat pekerjaan pasien sebagai pekerja konstruksi yang sering mengangkat beban berat. Skala nyeri 7/10 menurut Numerical Rating Scale (NRS). Data hasil pemeriksaan fisik: Inspeksi: Postur tubuh pasien tampak cenderung miring ke satu sisi untuk menghindari nyeri, Palpasi: Teraba ketegangan otot paraspinal di daerah lumbal. Pemeriksaan neurologis: Tes Lasegue (+) pada tungkai kanan (nyeri meningkat saat tungkai diangkat ≥30°), Refleks patella kanan menurun, Kekuatan otot tungkai kanan 3/5 (kelemahan motorik). Hasil Pemeriksaan Penunjang MRI Lumbal: Herniasi nukleus pulposus (HNP) L4-L5 dengan kompresi pada akar saraf L5, Penipisan diskus intervertebralis L4-L5. Rontgen Lumbal: Penyempitan celah intervertebralis L4-L5, Spondilosis ringan. EMG (Elektromiografi): Menunjukkan adanya radikulopati L5 pada tungkai kanan. Pasien diberikan terapi farmakologis (NSAID dan pelemas otot) serta fisioterapi untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan mobilitas. Namun, pasien masih merasa kesulitan dalam beraktivitas sehari-hari.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri akut berhubungan dengan herniasi nukleus pulposus (HNP) lumbar L4-L5 dengan kompresi saraf L5
Penjelasan:
- SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia): Nyeri akut adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau digambarkan dalam istilah kerusakan tersebut.
- SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia): Pasien dapat melaporkan nyeri terkontrol, pasien dapat mendemonstrasikan strategi koping yang efektif untuk mengatasi nyeri, dan pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari sesuai kemampuan.
- SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia): Manajemen nyeri, terapi relaksasi, edukasi tentang nyeri dan pengelolaannya.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot tungkai kanan akibat radikulopati L5
Penjelasan:
- SDKI: Keterbatasan dalam pergerakan fisik yang disebabkan oleh penurunan kekuatan, ketahanan, atau fleksibilitas otot.
- SLKI: Pasien dapat melakukan mobilisasi secara mandiri, pasien dapat melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri, dan pasien dapat mempertahankan/meningkatkan kemampuan fungsional.
- SIKI: Terapi latihan, edukasi mengenai mobilisasi, pemberian alat bantu mobilisasi jika diperlukan.
Dengan perawatan yang komprehensif, disertai terapi farmakologis dan fisioterapi, diharapkan pasien dapat mengatasi nyeri, meningkatkan mobilitas, dan kembali beraktivitas sehari-hari secara mandiri. -
Article No. 13702 | 11 Mar 2025
Klinis : Seorang pasien laki-laki, usia 45 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri punggung bawah yang menjalar ke tungkai kanan sejak 2 bulan terakhir. Pasien juga mengeluhkan kesemutan dan kelemahan pada tungkai kanan, terutama setelah duduk dalam waktu lama. Riwayat pekerjaan pasien sebagai pekerja konstruksi yang sering mengangkat beban berat. Skala nyeri 7/10 menurut Numerical Rating Scale (NRS). Data hasil pemeriksaan fisik: Inspeksi: Postur tubuh pasien tampak cenderung miring ke satu sisi untuk menghindari nyeri, Palpasi: Teraba ketegangan otot paraspinal di daerah lumbal. Pemeriksaan neurologis: Tes Lasegue (+) pada tungkai kanan (nyeri meningkat saat tungkai diangkat ≥30°), Refleks patella kanan menurun, Kekuatan otot tungkai kanan 3/5 (kelemahan motorik). Hasil Pemeriksaan Penunjang MRI Lumbal: Herniasi nukleus pulposus (HNP) L4-L5 dengan kompresi pada akar saraf L5, Penipisan diskus intervertebralis L4-L5. Rontgen Lumbal: Penyempitan celah intervertebralis L4-L5, Spondilosis ringan. EMG (Elektromiografi): Menunjukkan adanya radikulopati L5 pada tungkai kanan. Pasien diberikan terapi farmakologis (NSAID dan pelemas otot) serta fisioterapi untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan mobilitas. Namun, pasien masih merasa kesulitan dalam beraktivitas sehari-hari.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berdasarkan informasi yang diberikan, saya dapat memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat mengenai SDKI, SLKI, dan SIKI untuk kondisi pasien tersebut.
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri Kronik Berhubungan dengan Herniasi Nukleus Pulposus (HNP) pada L4-L5
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Nyeri kronik adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan actual atau potensial, atau digambarkan dalam istilah kerusakan tersebut, yang berlangsung lebih dari 3 bulan.
- Faktor yang berhubungan: Kerusakan struktur muskuloskeletal, Kompresi saraf.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Luaran yang diharapkan: Pasien melaporkan nyeri berkurang, Pasien mampu beraktivitas sehari-hari dengan nyaman.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi: Manajemen Nyeri, Mobilisasi, Terapi Generalis.
- Tujuan: Mengurangi nyeri, Meningkatkan mobilitas, Memfasilitasi pemulihan.
2. Kelemahan Motorik Berhubungan dengan Radikulopati L5
Penjelasan Singkat:
SDKI:
- Kelemahan motorik adalah penurunan kemampuan dalam menggerakkan anggota tubuh.
- Faktor yang berhubungan: Kompresi saraf, Disfungsi neuromuskular.
SLKI:
- Luaran yang diharapkan: Pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari dengan mandiri, Pasien melaporkan peningkatan kekuatan otot.
SIKI:
- Intervensi: Terapi Latihan, Manajemen Nyeri, Perawatan Anggota Gerak.
- Tujuan: Meningkatkan kekuatan otot, Mengurangi nyeri, Memfasilitasi pemulihan.
Dalam kasus ini, pasien mengalami nyeri punggung bawah yang menjalar ke tungkai kanan serta kelemahan motorik pada tungkai kanan akibat HNP L4-L5 dengan kompresi saraf L5. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah manajemen nyeri, mobilisasi, dan terapi latihan untuk meningkatkan kekuatan otot dan fungsi fisik pasien. -
Article No. 13703 | 11 Mar 2025
Klinis : keputihan, lendir pervagina banyak dan berbau berwarna hijau nyeri saat hubungan seksual,
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci mengenai diagnosa keperawatan, luaran/output, dan intervensi keperawatan yang sesuai untuk kondisi yang Anda deskripsikan.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Berdasarkan gejala yang Anda paparkan, yaitu keputihan, lendir pervagina banyak dan berbau, berwarna hijau, serta nyeri saat hubungan seksual, diagnosa keperawatan yang sesuai adalah Infeksi Vagina. Diagnosa ini didasarkan pada kriteria SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia) yang mencakup:
1. Gejala keputihan yang berlebihan dan berbau.
2. Perubahan karakteristik cairan vagina (warna hijau).
3. Adanya rasa nyeri saat melakukan hubungan seksual.
Luaran/Output SLKI:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, luaran atau hasil yang diharapkan adalah:
1. Pasien menunjukkan tanda-tanda perbaikan infeksi vagina, seperti berkurangnya keputihan, lendir pervagina, dan bau yang tidak sedap.
2. Pasien melaporkan berkurangnya atau tidak adanya rasa nyeri saat melakukan hubungan seksual.
3. Pasien dapat mempertahankan kebersihan dan perawatan vagina yang baik.
4. Pasien dapat memahami faktor-faktor yang memengaruhi infeksi vagina dan cara pencegahannya.
Intervensi Keperawatan SIKI:
Untuk mencapai luaran atau output yang diharapkan, intervensi keperawatan yang perlu dilakukan adalah:
1. Manajemen Infeksi
a. Identifikasi tanda dan gejala infeksi vagina.
b. Anjurkan pasien untuk melakukan pemeriksaan vagina oleh tenaga kesehatan.
c. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan untuk pemberian terapi antibiotik atau antifungal sesuai indikasi.
d. Monitor efektivitas terapi dan kemajuan penyembuhan.
2. Edukasi Kesehatan
a. Berikan edukasi mengenai anatomi dan fisiologi vagina.
b. Jelaskan faktor-faktor yang memengaruhi infeksi vagina, seperti kebersihan, aktivitas seksual, dan kondisi medis lainnya.
c. Ajarkan teknik perawatan vagina yang benar, termasuk menjaga kebersihan dan mencegah iritasi.
d. Diskusikan pentingnya penggunaan kontrasepsi yang tepat untuk mencegah infeksi.
3. Dukungan Emosional
a. Dengarkan dan validasi perasaan pasien terkait kondisi infeksi vagina.
b. Berikan dukungan dan empati untuk mengurangi kecemasan atau rasa malu pasien.
c. Dorong pasien untuk terbuka dan menceritakan kekhawatirannya.
d. Bantu pasien mengidentifikasi sumber dukungan sosial yang dapat membantu proses pemulihan.
Dengan penerapan diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi yang sesuai, diharapkan pasien dapat segera memulih dari infeksi vagina dan mencapai kondisi kesehatan yang optimal. -
Article No. 13704 | 11 Mar 2025
Klinis : Demam
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan: Hipertermia
Penjelasan Singkat:
Berdasarkan standar Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), diagnosa keperawatan yang sesuai dengan kondisi demam adalah Hipertermia.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Hipertermia didefinisikan sebagai kenaikan suhu tubuh di atas batas normal, yang disebabkan oleh berbagai faktor, seperti infeksi, dehidrasi, atau kondisi medis lainnya.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari penanganan hipertermia meliputi penurunan suhu tubuh ke dalam batas normal, pemeliharaan hidrasi yang adekuat, serta manajemen gejala yang terkait dengan hipertermia.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi hipertermia antara lain pemberian kompres dingin, pemberian cairan intravena, pemberian obat antipiretik, serta pemantauan tanda-tanda vital secara ketat.
Secara akademis, perawat sebagai seorang pakar kesehatan memiliki peran penting dalam mengelola kondisi hipertermia pada pasien, mulai dari identifikasi masalah, perencanaan intervensi, hingga evaluasi hasil tindakan keperawatan.