Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 13808 | 12 Mar 2025
Klinis : SOP Pemeriksaan fisik sistem respirasi
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan informasi yang rinci dan terperinci terkait dengan kondisi yang Anda sampaikan.
Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
Berdasarkan kondisi yang disampaikan, yaitu Prosedur Standar Operasional (SOP) Pemeriksaan Fisik Sistem Respirasi, maka diagnosa keperawatan yang sesuai adalah:
1. Pola Napas Tidak Efektif
Definisi: Ketidakmampuan untuk bernapas dengan mudah dan lancar yang dapat mengancam kesehatan.
Penyebab: Faktor fisiologis, seperti penyakit paru, kelemahan otot pernapasan, atau nyeri.
Gejala: Perubahan pola napas, napas dangkal, pernapasan cuping hidung, penggunaan otot bantu pernapasan.
SOP Pemeriksaan Fisik Sistem Respirasi:
Pemeriksaan fisik sistem respirasi merupakan langkah penting dalam mengevaluasi fungsi pernapasan pasien. Prosedur ini mencakup:
1. Inspeksi: Mengamati bentuk dada, gerakan dada saat inspirasi dan ekspirasi, penggunaan otot bantu pernapasan, dan frekuensi napas.
2. Palpasi: Menilai ekspansi dada, fremitus vocal, dan ada tidaknya nyeri.
3. Perkusi: Menilai resonansi paru.
4. Auskultasi: Mendengarkan bunyi napas, suara tambahan (mengi, ronki, wheezing), serta suara napas bronkial.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
Setelah dilakukan Asuhan Keperawatan, diharapkan pasien dapat mencapai luaran/output berikut:
1. Pola Napas Efektif
Definisi: Kemampuan bernapas dengan mudah dan lancar yang memenuhi kebutuhan oksigen.
Kriteria Hasil:
a. Frekuensi napas dalam batas normal
b. Irama napas teratur
c. Tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan
d. Tidak ada retraksi dinding dada
e. Oksigenasi adekuat (sesuai parameter normal)
Intervensi Keperawatan (SIKI):
Untuk mencapai luaran/output yang diharapkan, berikut intervensi keperawatan yang dapat dilakukan:
1. Pemantauan Tanda-Tanda Vital
Tujuan: Mendeteksi perubahan pola napas dan tanda-tanda vital lainnya.
Aktivitas:
a. Mengukur frekuensi napas, irama, dan kedalaman napas
b. Memantau penggunaan otot bantu pernapasan
c. Memantau saturasi oksigen
2. Manajemen Jalan Napas
Tujuan: Mempertahankan permeabilitas jalan napas.
Aktivitas:
a. Mengatur posisi semi-fowler untuk memfasilitasi ventilasi
b. Melakukan suction jika diperlukan untuk mengeluarkan sekret
c. Mengajarkan teknik batuk efektif dan latihan pernapasan
3. Edukasi Pasien dan Keluarga
Tujuan: Meningkatkan pemahaman pasien dan keluarga tentang kondisi pernapasan.
Aktivitas:
a. Menjelaskan hasil pemeriksaan fisik sistem respirasi
b. Mengajarkan teknik pernapasan yang benar
c. Memberikan edukasi tentang faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pola napas
Setiap intervensi keperawatan harus dilakukan secara komprehensif dan kolaboratif dengan tenaga kesehatan lainnya untuk mencapai luaran/output yang diharapkan. Evaluasi terus-menerus juga diperlukan untuk memastikan efektivitas asuhan keperawatan yang diberikan. -
Article No. 13809 | 12 Mar 2025
Klinis : SOP Pemeriksaan fisik sistem respirasi
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, saya akan memberikan kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis untuk kondisi "SOP Pemeriksaan fisik sistem respirasi" dengan format yang terstruktur dan penjelasan yang rinci.
1. Kode ICD-10:
- Kode: Z01.89
- Deskripsi: Pemeriksaan medis rutin lainnya, termasuk pemeriksaan fisik sistem respirasi.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 89.31
- Deskripsi: Pemeriksaan fisik paru-paru dan dinding dada, termasuk perkusi dan auskultasi.
Penjelasan:
Dalam praktik kedokteran, pemeriksaan fisik sistem respirasi merupakan bagian penting dari evaluasi klinis pasien. Kode ICD-10 Z01.89 digunakan untuk mengkodekan pemeriksaan medis rutin lainnya, termasuk pemeriksaan fisik sistem respirasi. Pemeriksaan ini mencakup inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi untuk menilai fungsi pernapasan dan kondisi paru-paru.
Kode ICD-9-CM 89.31 digunakan untuk mengkodekan prosedur atau tindakan medis terkait pemeriksaan fisik paru-paru dan dinding dada, termasuk perkusi dan auskultasi. Prosedur ini dilakukan untuk mendeteksi adanya abnormalitas atau penyakit pada sistem pernapasan, seperti adanya wheezing, ronki, atau perbedaan suara napas antara kedua paru-paru.
Pemeriksaan fisik sistem respirasi merupakan langkah penting dalam proses diagnosis dan pengelolaan kondisi kesehatan pasien. Hasil pemeriksaan ini dapat memberikan informasi berharga tentang fungsi pernapasan, keadaan paru-paru, dan membantu mengarahkan tindakan diagnostik atau terapeutik selanjutnya. -
Article No. 13810 | 12 Mar 2025
Klinis : SOP Pemeriksaan fisik sistem respirasi
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah informasi yang rinci untuk kondisi yang Anda berikan:
Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
Diagnosa keperawatan yang paling sesuai untuk kondisi pemeriksaan fisik sistem respirasi adalah "Pola Napas Tidak Efektif". Diagnosa ini mengacu pada ketidakmampuan untuk mempertahankan ventilasi yang memadai untuk memenuhi kebutuhan oksigen. Hal ini dapat terjadi karena adanya obstruksi pada saluran napas, gangguan pada struktur atau fungsi paru-paru, atau perubahan pada mekanika pernapasan.
Luaran/Output yang Diharapkan Setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Pola Napas Efektif
- Kriteria hasil: Frekuensi napas dalam rentang normal (12-20 kali/menit), irama napas teratur, kedalaman napas adekuat, tidak ada retraksi otot bantu pernapasan.
- Indikator: Pasien dapat mendemonstrasikan teknik pernapasan yang efektif, saturasi oksigen dalam batas normal, tidak ada keluhan sesak napas.
2. Ventilasi Paru Adekuat
- Kriteria hasil: Nilai Arus Puncak Ekspirasi (APE) dalam batas normal, tidak ada suara napas tambahan.
- Indikator: Pasien dapat bernafas dengan mudah, pengembangan dada simetris, tidak ada tanda-tanda distres pernapasan.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan (SIKI):
1. Pemantauan Respirasi
- Tujuan: Mengidentifikasi perubahan pola napas dan respons terhadap terapi.
- Kegiatan: Memantau frekuensi, kedalaman, dan irama napas, serta tanda-tanda distres pernapasan.
2. Manajemen Jalan Napas
- Tujuan: Mempertahankan jalan napas yang paten.
- Kegiatan: Memberikan oksigen sesuai kebutuhan, memonitor status oksigenasi, mengajarkan teknik batuk efektif, dan melakukan suction jika diperlukan.
3. Latihan Pernapasan
- Tujuan: Meningkatkan fungsi ventilatif paru.
- Kegiatan: Mengajarkan teknik pernapasan diafragmatik, pursed-lip breathing, dan latihan fisik yang dapat meningkatkan kekuatan otot pernapasan.
Penjelasan Rinci:
Diagnosa keperawatan "Pola Napas Tidak Efektif" dipilih karena pemeriksaan fisik sistem respirasi dapat mengidentifikasi adanya perubahan pada pola napas, ventilasi paru, atau mekanika pernapasan yang dapat menyebabkan ketidakefektifan pola napas. Luaran yang diharapkan adalah pasien dapat mempertahankan pola napas yang efektif dan ventilasi paru yang adekuat, yang dapat diukur melalui kriteria hasil dan indikator yang spesifik.
Intervensi keperawatan yang diperlukan meliputi pemantauan respirasi untuk mengidentifikasi perubahan, manajemen jalan napas untuk mempertahankan jalan napas yang paten, serta latihan pernapasan untuk meningkatkan fungsi ventilatif paru. Penerapan intervensi ini secara komprehensif diharapkan dapat membantu pasien mencapai luaran yang diharapkan. -
Article No. 13811 | 12 Mar 2025
Klinis : buatkan Analisis Data (Lakukan analisis data hasil pengkajian dengan bantuan tabel analisis data berikut ini) Data Subjektif dan Objektif Etiologi Masalah Keperawatan berdasarkan data ini : Alasan masuk : - Pada hari rabu, 26 Febuari 2025 jam 15.40 wita TN.N dibawa oleh polisi dalam keadaan kurus,pasien tampak gelisah,saat dilakukan wawancara kadang nyambung, pasien sudah lama mengkonsumsi shabu dan minum alkohol,rata -rata seminggu seklai pakai shabu - Menurut istri pasien mengalami perubahan perilaku sekitar 3 minggu sering sendiri ,marah -marah bahkan ada memukul keluarga , namun 2- 3 hari kondiri pasien tambah parah sudah membakar rumah, namun sempat dipadamkan, pasien ± 1,5 tahun konsumsi shabu. - Riwayat penyakit dahulu : pasien pernah berobat ke RS Ansari Saleh tahun 2020 tapi 1 bulan saja. Keluhan utama : - Pada hari selasa, 04 maret 2025 jam 12.00 wita (5 hari perawatan) saya bethriany bertemu dan melakukan pengakjian kepada pasien. Hasil pengkajian : pada saat diajak berkomunikasi pasien mampu berkomunikasi dengan baik dan nyambung, akan tetapi terkadang pasien terlihat sering meintimidasi dengan tatapan sedikit melotot dan sering tiba-tiba bertanya kenapa ditanya- ditanya dengan nada sedikit kesal. Pemeriksan fisik : - Data subjektif : Pasien mengatakan bahwa ia masuk RSJ ditangkap oleh polisi dikarenakan membakar horden dirumahnya dan di lapor bahwa ia sering menganggu warga sekitar rumahnya. Pasien juga mengatakan ia minum alkohol serta mengkonsumi shabu dan sering ribut dengan istri dirumahnya serta orang dilingkungan rumahnya sering mengatakan ia tidak waras. - Data objektif : Pada saat diwawancara pasien sedang duduk dengan ekpresi atau tatapan mata seperti meintimidasi dengan tatapan seolah olah ingin membuat ancaman agar takut ( jangan dekat dekat sama saya nanti kalian hamil con) dan tiba tiba sering bertanya untuk apa ditanya- tanya? Pemeriksaan fisik : - TD : 126/81 mmHg, N: 89x/menit, T: 36,7 C, SPO2: 99% R: 20X/menit Faktor predisposisi : - Pasien sebelumnya pernah dirawat di RS Ansari Saleh tahun 2020 tapi Cuma 1 bulan, pasien mengatakan 4 tahun lalu pernah berhenti mengkonsumsi shabu tetapi kurang lebih 1tahun ini kembali mengkonsumsi shabu lagi. Faktor presipitasi : - Pasien adalah suami dan ayah dari dua anaknya, pasien tinggal 1 rumah dengan istrinya dan anaknya dirumah. - Pasien mengatakan sering ribut dengan istrinya dirumah masalah keungan dan dia tidak bekerja, serta orang orang dilingkungannya sering mengatai ia tidak waras dan pasien juga sering mengaduh /mengaggu masyarakat disana, ketika diruang perawatan pasien mampu berteman baik dengan temam sekamarnya, akan tetapi pasien lebih sering memilih untuk baring dan tidur, mata pasien terlihat memilki mata panda yang gelap. Kebutuhan persiapan pulang - Penkes tentang edukasi meminum obat sesuai jadwal dan dosis yang sudah diberikan Hasil pengkajian status mental : - Dari penampilan fisik, pasien mampu berpakaian bersih dan rapi , rambut pasien sedikit panjang, saat diwawancara pasien terlihat seperti seperti menaruh kecurigaan ketika ditanya sambil menatap dengan seolah olah meintimidasi, pasien merasa dirinya dianggap berbohong jika bercerita Mekanimsme koping : - Pasien mengatakan jika stress pasien mengalihkan nya dengan memancing dan terkadang minum alkohol ( sebelum masuk rumah sakit) - Pada saat dirumah sakit pasien mengalihkan pikiran stress nya dengan tidur saja Masalah psikososial : - Pada saat sebelum masuk rumah sakit pasien mengatakan dilingkan rumanya ada beberapa orang yang tidak suka dengan dirinya dan sering mengatakan ia tidak waras , karena sering berbicara hal yang mungkin tidak dipercaya seperti informasi yang belum pasti itu terjadi. Dan pasien mengatakan ia sering menganggu warga sekitar dengan tiba tiba marah -marah. Aspek medik : - Diagnosa penyakit F.15.1 gangguan mental dan perilaku implusif ( penggunaan napza jenis shabu dan alkohol)
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan data yang diberikan, berikut adalah analisis data, diagnosa keperawatan, luaran yang diharapkan setelah asuhan keperawatan, dan intervensi keperawatan yang diperlukan:
Analisis Data:
Data Subjektif:
- Pasien mengkonsumsi shabu dan minum alkohol secara rutin, rata-rata seminggu sekali pakai shabu.
- Pasien pernah dirawat di RS Ansari Saleh tahun 2020 tapi hanya 1 bulan.
- Pasien masuk rumah sakit jiwa karena membakar horden di rumahnya dan sering mengganggu warga sekitar.
- Pasien sering ribut dengan istri dan orang-orang di lingkungannya.
Data Objektif:
- Pasien tampak gelisah dan kadang-kadang tidak nyambung saat berkomunikasi.
- Pasien terlihat sering mengintimidasidengan tatapan matanya yang melotot.
- Tanda-tanda vital pasien dalam batas normal.
- Pasien lebih sering memilih untuk berbaring dan tidur di ruang perawatan.
Etiologi:
- Riwayat penyalahgunaan zat (shabu dan alkohol)
- Masalah psikososial (konflik dengan istri dan warga sekitar)
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Risiko Perilaku Kekerasan berhubungan dengan riwayat penyalahgunaan zat dan masalah psikososial.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Perilaku Kekerasan terkendali
- Pasien dapat mengidentifikasi pemicu perilaku kekerasan
- Pasien dapat menunjukkan strategi mengatasi perilaku kekerasan
- Pasien dapat menerapkan strategi mengatasi perilaku kekerasan
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Manajemen Perilaku Kekerasan
- Kaji tanda dan gejala perilaku kekerasan
- Identifikasi pemicu perilaku kekerasan
- Ajarkan strategi mengendalikan perilaku kekerasan
- Fasilitasi penggunaan obat-obatan sesuai resep
- Berikan lingkungan yang aman dan terapeutik
- Libatkan keluarga dalam perawatan
2. Terapi Perilaku
- Identifikasi perilaku target yang ingin diubah
- Kembangkan kontrak perilaku dengan pasien
- Berikan penguatan positif saat pasien menunjukkan perilaku yang diinginkan
- Pantau kemajuan pasien dalam mencapai perilaku yang diinginkan
3. Terapi Kelompok
- Fasilitasi diskusi mengenai topik yang relevan dengan kebutuhan pasien
- Bantu pasien untuk saling mendukung dan memberi umpan balik positif
Penjelasan: Diagnosa keperawatan "Risiko Perilaku Kekerasan" dipilih karena pasien menunjukkan tanda-tanda perilaku kekerasan seperti intimidasi dengan tatapan mata, sering marah-marah, dan mengganggu warga sekitar. Riwayat penyalahgunaan zat dan masalah psikososial merupakan faktor etilogi yang berkontribusi terhadap risiko perilaku kekerasan pada pasien. Oleh karena itu, intervensi keperawatan yang diberikan fokus pada manajemen perilaku kekerasan, terapi perilaku, dan terapi kelompok untuk membantu pasien mengendalikan perilaku kekerasan, mengembangkan strategi koping yang efektif, serta mendukung pemulihan secara optimal. -
Article No. 13812 | 12 Mar 2025
Klinis : Diare
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baiklah, dengan senang hati saya akan memberikan informasi yang rinci dan terperinci terkait diagnosa keperawatan, luaran yang diharapkan, dan intervensi keperawatan untuk kondisi diare.
Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi diare:
1. Diare
Definisi: Buang air besar dengan frekuensi yang lebih sering dari biasanya, konsistensi tinja yang encer atau cair.
Karakteristik Definisi:
- Frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali per hari
- Konsistensi tinja encer atau cair
- Perubahan pola defekasi
- Rasa tidak nyaman di perut
- Kram abdomen
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Pemulihan keseimbangan cairan dan elektrolit
- Klien menunjukkan tanda-tanda hidrasi yang adekuat
- Klien menunjukkan nilai vital yang stabil
- Klien tidak mengalami dehidrasi
- Klien tidak mengalami ketidakseimbangan elektrolit
2. Kontrol Diare
- Frekuensi diare menurun menjadi 1-2 kali per hari
- Konsistensi tinja menuju normal
- Klien tidak mengalami komplikasi akibat diare
- Klien melaporkan rasa nyaman di perut
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Pemantauan Cairan dan Elektrolit
- Pantau tanda-tanda dehidrasi (turgor kulit, bibir kering, dll)
- Pantau nilai vital (TD, nadi, respirasi, suhu)
- Pantau asupan dan pengeluaran cairan
- Pantau hasil pemeriksaan laboratorium (elektrolit, BUN, kreatinin)
2. Manajemen Diare
- Kaji penyebab dan faktor risiko diare
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk menentukan pengobatan
- Anjurkan klien untuk mengonsumsi makanan dan cairan yang mudah dicerna
- Ajarkan klien dan keluarga tentang perawatan diare dan pencegahan komplikasi
- Berikan obat-obatan antidiare sesuai dengan resep dokter
3. Edukasi Kesehatan
- Ajarkan klien dan keluarga tentang pencegahan diare
- Beri edukasi terkait kebersihan diri dan sanitasi lingkungan
- Dorong klien dan keluarga untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat
Penjelasan rinci:
Diagnosa keperawatan diare dipilih karena klien mengalami buang air besar dengan frekuensi yang lebih sering dari biasanya serta konsistensi tinja yang encer atau cair. Tujuan luaran yang diharapkan adalah pemulihan keseimbangan cairan dan elektrolit serta kontrol diare agar kondisi klien membaik. Intervensi keperawatan yang diperlukan meliputi pemantauan cairan dan elektrolit, manajemen diare, serta edukasi kesehatan kepada klien dan keluarga. Dengan intervensi yang komprehensif diharapkan klien dapat pulih dari diare dan mencegah komplikasi yang mungkin terjadi. -
Article No. 13813 | 12 Mar 2025
Klinis : Diare
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI untuk kondisi diare sesuai dengan permintaan Anda.
Diagnosa Keperawatan:
Risiko Dehidrasi Berhubungan dengan Kehilangan Cairan Berlebih Akibat Diare
Penjelasan:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Risiko Dehidrasi adalah keadaan di mana individu berisiko mengalami penurunan volume cairan dan elektrolit dalam tubuh yang dapat menimbulkan komplikasi kesehatan. Hal ini berhubungan dengan kondisi diare yang menyebabkan kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebih.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari diagnosa ini adalah pasien dapat mempertahankan status hidrasi yang adekuat, ditandai dengan tanda-tanda vital yang stabil, intake dan output cairan yang seimbang, serta tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain:
1. Pantau tanda-tanda vital dan status hidrasi secara berkala.
2. Kaji pola eliminasi dan konsistensi feses.
3. Berikan cairan rehidrasi oral atau parenteral sesuai indikasi.
4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan asupan cairan.
5. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk pemberian terapi yang tepat.
Dengan pemantauan yang ketat dan intervensi yang tepat, diharapkan pasien dapat mempertahankan status hidrasi yang adekuat dan terhindar dari komplikasi dehidrasi akibat diare. -
Article No. 13814 | 12 Mar 2025
Klinis : buatkan Analisis Data (Lakukan analisis data hasil pengkajian dengan bantuan tabel analisis data berikut ini) Data Subjektif dan Objektif Etiologi Masalah Keperawatan berdasarkan data ini : Alasan masuk : Pada hari jumat, 28 Februari 2025, Tn. A diantar oleh pihak Polsek ke RS Sambang Lihum setelah tertangkap akibat penyalahgunaan Napsa jenis sabu. Pasien bersikap kooperatif dan tenang saat tiba di rumah sakit. Tn. A mengaku telah mengomsumsi sabu selama + 2 tahun dengan frekuensi 1 x dalam seminggu dengan cara hisap. Pasien mengatakan alasan untama penggunaan sabub adalah untuk membantu kuat begadang dan meningkatkan semangat. Hasil pemeriksaan urine yang dilakukan diKlinik SIDOKKES pada tanggal 20 Februari 2025 menunjukan hasil reaktif (+) untuk amphetamine dan methamphetamine. Dari hasil tersebut, pasien disarankan menjalani rehabilitasi selama 6 ulan di RS Sambang Lihum. Keluhan utama : Pada hari selasa, 04 maret 2025 jam 10.00 wita (4 hari perawatan) saya Emirenciana bertemu dan melakukan pengakjian kepada pasien. Hasil pengkajian : Pasien mengatakan merasa bosan berada di dalam ruangan karena tidak ada aktivitas yang bisa dilakukan, ingin cepat keluar dari sini supaya bisa kembali bekerja seperti sebelumnya dan kembali kumpul bersama keluarga. Pemeriksaan fisik : - TD : 130/74 mmHg, N: 92x/menit, T: 36,7 C, SPO2: 99% R: 19x/menit Faktor predisposisi : Pasien mengatakan sudah ± 2 tahun mengonsumsi sabu dan ini baru pertama kali pasien tertangkap oleh pihak kepolisiaan. Pasien menggunakan sabu karena dipengaruhi oleh lingkungan dan kondisi keluarga yang kurang mendukung. Faktor presipitasi : - Pasien adalah anak pertama dari 5 bersaudara. Pasien tinggal jauh dari orang tua dan saat ini tinggal satu rumah dengan saudara. Pasien memilih tinggal pisah dari orang tua karena mersa tidak diperlakukan sama seperti saudara/saudarinya. Kebutuhan persiapan pulang - Penkes tentang edukasi Koping Adaptif Hasil pengkajian status mental : - Status mental Tn. A menunjukan kondisi mental yang stabil. Pasien berpenampilan rapih dan bersih, serta mampu berkomunikasi dengan baik tanpa adanya gangguan dalam bicara. Aktifitas motorik pasien tidak mengalami gangguan dan tidak ditemukan adanya gangguan dalam perasaan maupun afek yang tampak sesuai dengan situasi. Selama wawancara, pasien bersikap kooperatif dan mampu berinteraksi dengan baik. Proses berpikirnya normal tanpa gangguan dalam isi pikir maupun waham. Tidak ditemukan adanya gangguan persepsi pada pasien. Mekanimsme koping : Sebelum masuk rumah sakit, saat mengalami stres, pasien lebih memilih berkumpul bersama teman-temannya dan mengonsumsi alkohol. Namun, selama berada di rumah sakit, pasien mengalihkan rasa bosan atau stres dengan membaca buku, berdoa, atau tidur Aspek medik : - Diagnosa penyakit F.15.1 Perilaku implusif ( Penyalahgunaan NAPZA jenis shabu dan alkohol)
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan SDKI, analisis data, luaran/output yang diharapkan setelah asuhan keperawatan (SLKI), dan intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran (SIKI) berdasarkan kondisi pasien yang Anda berikan.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Risiko Perilaku Impulsif
- Definisi: Rentan mengalami perilaku impulsif dan membahayakan diri atau orang lain akibat penurunan kontrol atas dorongan.
- Etiologi: Penyalahgunaan NAPZA, konflik interpersonal, dan kurangnya dukungan sosial.
Analisis Data:
Data Subjektif:
- Pasien mengatakan telah mengonsumsi sabu selama ± 2 tahun dengan frekuensi 1x/minggu.
- Pasien mengaku menggunakan sabu untuk membantu kuat begadang dan meningkatkan semangat.
- Pasien mengatakan merasa bosan di dalam ruangan dan ingin cepat keluar untuk kembali bekerja dan berkumpul dengan keluarga.
Data Objektif:
- Hasil pemeriksaan urine menunjukkan hasil reaktif (+) untuk amphetamine dan methamphetamine.
- Pasien berpenampilan rapi dan bersih, serta mampu berkomunikasi dengan baik tanpa adanya gangguan dalam bicara.
- Aktivitas motorik pasien tidak mengalami gangguan dan tidak ditemukan adanya gangguan dalam perasaan maupun afek.
- Selama wawancara, pasien bersikap kooperatif dan mampu berinteraksi dengan baik.
- Proses berpikir pasien normal tanpa gangguan dalam isi pikir maupun waham.
Faktor Predisposisi:
- Pasien sudah ± 2 tahun mengonsumsi sabu, dan ini baru pertama kali tertangkap oleh pihak kepolisian.
- Pasien menggunakan sabu karena dipengaruhi oleh lingkungan dan kondisi keluarga yang kurang mendukung.
Faktor Presipitasi:
- Pasien adalah anak pertama dari 5 bersaudara, tinggal jauh dari orang tua, dan saat ini tinggal satu rumah dengan saudara.
- Pasien memilih tinggal pisah dari orang tua karena merasa tidak diperlakukan sama seperti saudara/saudarinya.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Kontrol Impulsif Membaik
- Definisi: Kemampuan untuk menahan atau menunda dorongan atau keinginan yang tidak sesuai secara sosial atau membahayakan.
- Kriteria Hasil:
1) Mengenali pemicu perilaku impulsif
2) Menerapkan strategi untuk mengendalikan impuls
3) Menunda tindakan impulsif
4) Mencari bantuan saat mengalami dorongan impulsif
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Terapi Perilaku
- Tujuan: Membantu pasien mengembangkan kemampuan kontrol diri dan mengurangi perilaku impulsif.
- Aktivitas:
1) Identifikasi pemicu perilaku impulsif
2) Ajarkan teknik relaksasi, distraksi, dan strategi koping positif
3) Lakukan pemodelan dan role-play untuk mengendalikan impuls
4) Berikan umpan balik positif saat pasien menerapkan strategi kontrol diri
5) Libatkan keluarga dalam proses terapi
2. Edukasi Kesehatan
- Tujuan: Meningkatkan pemahaman pasien dan keluarga tentang penyalahgunaan NAPZA dan pentingnya rehabilitasi.
- Aktivitas:
1) Berikan informasi tentang dampak negatif penyalahgunaan NAPZA
2) Jelaskan pentingnya menjalani rehabilitasi untuk pemulihan
3) Diskusikan peran keluarga dalam mendukung proses rehabilitasi
4) Berikan materi edukasi dalam bentuk leaflet atau brosur
3. Manajemen Lingkungan
- Tujuan: Menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pemulihan pasien.
- Aktivitas:
1) Sediakan aktivitas yang dapat mengalihkan perhatian pasien, seperti membaca, menonton TV, atau berkegiatan di ruang aktivitas.
2) Libatkan pasien dalam kegiatan terapeutik, seperti kelompok diskusi atau terapi rekreasi.
3) Fasilitasi pasien untuk melakukan kegiatan yang bermanfaat, seperti merawat tanaman atau membuat kerajinan tangan.
Semoga penjelasan ini dapat membantu Anda dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif untuk pasien. Jika ada pertanyaan atau hal yang perlu diklarifikasi, jangan ragu untuk menanyakannya. -
Article No. 13815 | 12 Mar 2025
Klinis : buatkan Analisis Data (Lakukan analisis data hasil pengkajian dengan bantuan tabel analisis data berikut ini) Data Subjektif dan Objektif Etiologi Masalah Keperawatan berdasarkan data ini : Alasan masuk : Pada hari jumat, 28 Februari 2025, Tn. A diantar oleh pihak Polsek ke RS Sambang Lihum setelah tertangkap akibat penyalahgunaan Napsa jenis sabu. Pasien bersikap kooperatif dan tenang saat tiba di rumah sakit. Tn. A mengaku telah mengomsumsi sabu selama + 2 tahun dengan frekuensi 1 x dalam seminggu dengan cara hisap. Pasien mengatakan alasan untama penggunaan sabub adalah untuk membantu kuat begadang dan meningkatkan semangat. Hasil pemeriksaan urine yang dilakukan diKlinik SIDOKKES pada tanggal 20 Februari 2025 menunjukan hasil reaktif (+) untuk amphetamine dan methamphetamine. Dari hasil tersebut, pasien disarankan menjalani rehabilitasi selama 6 ulan di RS Sambang Lihum. Keluhan utama : Pada hari selasa, 04 maret 2025 jam 10.00 wita (4 hari perawatan) saya Emirenciana bertemu dan melakukan pengakjian kepada pasien. Hasil pengkajian : Pasien mengatakan merasa bosan berada di dalam ruangan karena tidak ada aktivitas yang bisa dilakukan, ingin cepat keluar dari sini supaya bisa kembali bekerja seperti sebelumnya dan kembali kumpul bersama keluarga. Pemeriksaan fisik : - TD : 130/74 mmHg, N: 92x/menit, T: 36,7 C, SPO2: 99% R: 19x/menit Faktor predisposisi : Pasien mengatakan sudah ± 2 tahun mengonsumsi sabu dan ini baru pertama kali pasien tertangkap oleh pihak kepolisiaan. Pasien menggunakan sabu karena dipengaruhi oleh lingkungan dan kondisi keluarga yang kurang mendukung. Faktor presipitasi : - Pasien adalah anak pertama dari 5 bersaudara. Pasien tinggal jauh dari orang tua dan saat ini tinggal satu rumah dengan saudara. Pasien memilih tinggal pisah dari orang tua karena mersa tidak diperlakukan sama seperti saudara/saudarinya. Kebutuhan persiapan pulang - Penkes tentang edukasi Koping Adaptif Hasil pengkajian status mental : - Status mental Tn. A menunjukan kondisi mental yang stabil. Pasien berpenampilan rapih dan bersih, serta mampu berkomunikasi dengan baik tanpa adanya gangguan dalam bicara. Aktifitas motorik pasien tidak mengalami gangguan dan tidak ditemukan adanya gangguan dalam perasaan maupun afek yang tampak sesuai dengan situasi. Selama wawancara, pasien bersikap kooperatif dan mampu berinteraksi dengan baik. Proses berpikirnya normal tanpa gangguan dalam isi pikir maupun waham. Tidak ditemukan adanya gangguan persepsi pada pasien. Mekanimsme koping : Sebelum masuk rumah sakit, saat mengalami stres, pasien lebih memilih berkumpul bersama teman-temannya dan mengonsumsi alkohol. Namun, selama berada di rumah sakit, pasien mengalihkan rasa bosan atau stres dengan membaca buku, berdoa, atau tidur Aspek medik : - Diagnosa penyakit F.15.1 Perilaku implusif ( Penyalahgunaan NAPZA jenis shabu dan alkohol)
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Sesuai dengan data pengkajian yang diberikan, berikut adalah analisis data, diagnosa keperawatan, dan penjelasan singkat mengenai standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
Analisis Data:
Data Subjektif:
- Pasien mengatakan merasa bosan berada di dalam ruangan karena tidak ada aktivitas yang bisa dilakukan, ingin cepat keluar dari sini supaya bisa kembali bekerja seperti sebelumnya dan kembali kumpul bersama keluarga.
- Pasien mengaku telah mengonsumsi sabu selama ± 2 tahun dengan frekuensi 1 kali dalam seminggu dengan cara hisap.
- Pasien mengatakan alasan utama penggunaan sabu adalah untuk membantu kuat begadang dan meningkatkan semangat.
Data Objektif:
- Pasien bersikap kooperatif dan tenang saat tiba di rumah sakit.
- Hasil pemeriksaan urine menunjukkan hasil reaktif (+) untuk amphetamine dan methamphetamine.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal (TD: 130/74 mmHg, N: 92x/menit, T: 36,7°C, SpO2: 99%, R: 19x/menit).
- Status mental pasien stabil, berpenampilan rapi dan bersih, mampu berkomunikasi dengan baik, tidak ditemukan gangguan dalam bicara, aktivitas motorik, perasaan, afek, isi pikir, waham, atau persepsi.
- Sebelum masuk rumah sakit, saat mengalami stres, pasien lebih memilih berkumpul bersama teman-temannya dan mengonsumsi alkohol. Selama di rumah sakit, pasien mengalihkan rasa bosan atau stres dengan membaca buku, berdoa, atau tidur.
Diagnosa Keperawatan:
1. Ketidakberdayaan berhubungan dengan kurangnya aktivitas yang bermakna akibat dampak penggunaan NAPZA.
Penjelasan Singkat SDKI - SLKI - SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Ketidakberdayaan didefinisikan sebagai pengalaman subyektif dari ketiadaan kontrol atas situasi yang penting, yang dapat mengakibatkan kecemasan dan depresi.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Pasien mampu mengidentifikasi aktivitas yang menyenangkan dan bermakna.
2. Pasien terlibat dalam aktivitas yang menyenangkan dan bermakna.
3. Pasien mengatakan merasa berdaya.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Identifikasi aktivitas yang bermakna bagi pasien.
2. Fasilitasi pasien untuk terlibat dalam aktivitas yang bermakna.
3. Berikan dukungan dan bantuan pada pasien untuk terlibat dalam aktivitas yang bermakna.
4. Edukasi pasien dan keluarga tentang pentingnya aktivitas yang bermakna. -
Article No. 13816 | 12 Mar 2025
Klinis : Tn M 55 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan dadanya sering terasa berat bila beraktivitas, perawat melakukan TTV dan ternyata tensi Tn P 180/110 mmHg. Tn M menyampaikan pada perawat ia perokok berat dengan riwayat hipertensi dan dislipidemia. Saat ditanya perawat Tn M juga menyampaikan selera makannya selalu berlemak, bersantan, dan ia jarang berolahraga. Setelah pemeriksaan laboratorium didapat hasil kolesterol total 250 mg/dl, LDL kolesterol 220 mg/dl. Dokter yang memeriksa mencurigai HT sudah menimbulkan komplikasi pada jantung berupa penyempitan arteri koronaria, sehingga merujuk ke poliklinik jantung RS Fatmawati untuk dilakukan pemeriksaan elektrokardiografi dan uji latih beban jantung dengan treadmill test, serta pemeriksaan echocardiography. Perawat mengamati Tn P tampak stress setelah konsultasi dengan dokter, lalu perawat menganjurkan Tn M jangan panik, tetap tenang, berikhtiar dan terus berdoa agar penyakitnya disembuhkan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi Tn. M adalah:
1. Intoleransi Aktivitas (SDKI)
- Penyebab: Keterbatasan suplai oksigen ke miokard akibat penyempitan arteri koronaria
- Manifestasi: Sesak napas dengan aktivitas
2. Hipertensi (SDKI)
- Penyebab: Riwayat hipertensi dan dislipidemia
- Manifestasi: Tekanan darah tinggi 180/110 mmHg
3. Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan (SDKI)
- Penyebab: Gaya hidup tidak sehat (merokok, diet tinggi lemak, kurang olahraga)
- Manifestasi: Kolesterol total 250 mg/dl, LDL 220 mg/dl
4. Kecemasan (SDKI)
- Penyebab: Kekhawatiran akan kondisi kesehatan
- Manifestasi: Tampak stress setelah konsultasi dengan dokter
Berdasarkan SLKI, intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah:
1. Manajemen Aktivitas
2. Manajemen Hipertensi
3. Edukasi Manajemen Penyakit Kronis
4. Manajemen Kecemasan
Sedangkan untuk SIKI, intervensi yang dapat dilakukan adalah:
1. Perawatan Jantung
2. Monitoring Tekanan Darah
3. Konseling Gaya Hidup Sehat
4. Terapi Relaksasi
Penjelasan singkat:
Keperawatan memiliki standar diagnosa, intervensi, dan hasil dengan SDKI, SLKI, dan SIKI yang dikembangkan oleh PPNI. Diagnosa keperawatan mencakup masalah yang ditemukan, penyebab, dan manifestasi. Intervensi keperawatan berdasarkan SLKI dan SIKI dirancang untuk mengatasi masalah tersebut. Upaya ini dilakukan agar perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang terstandar dan berkualitas. -
Article No. 13817 | 12 Mar 2025
Klinis : Tn M 55 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan dadanya sering terasa berat bila beraktivitas, perawat melakukan TTV dan ternyata tensi Tn P 180/110 mmHg. Tn M menyampaikan pada perawat ia perokok berat dengan riwayat hipertensi dan dislipidemia. Saat ditanya perawat Tn M juga menyampaikan selera makannya selalu berlemak, bersantan, dan ia jarang berolahraga. Setelah pemeriksaan laboratorium didapat hasil kolesterol total 250 mg/dl, LDL kolesterol 220 mg/dl. Dokter yang memeriksa mencurigai HT sudah menimbulkan komplikasi pada jantung berupa penyempitan arteri koronaria, sehingga merujuk ke poliklinik jantung RS Fatmawati untuk dilakukan pemeriksaan elektrokardiografi dan uji latih beban jantung dengan treadmill test, serta pemeriksaan echocardiography. Perawat mengamati Tn P tampak stress setelah konsultasi dengan dokter, lalu perawat menganjurkan Tn M jangan panik, tetap tenang, berikhtiar dan terus berdoa agar penyakitnya disembuhkan
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi Tn M adalah:
1. Intoleransi Aktivitas
Definisi: Ketidakcukupan energi psikologis, fisiologis, atau perkembangan untuk menahan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Penyebab: Gangguan kardiovaskular (hipertensi, penyakit jantung koroner)
2. Ketidakefektifan Manajemen Terapi
Definisi: Kegagalan untuk mengatur regime pengobatan yang efektif.
Penyebab: Kurangnya pengetahuan mengenai regimen pengobatan, kekurangan dukungan sosial, dan kecemasan.
3. Kecemasan
Definisi: Perasaan tidak nyaman atau ancaman yang disebabkan oleh antisipasi bahaya.
Penyebab: Perubahan status kesehatan, ancaman terhadap integritas diri.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Toleransi Aktivitas Meningkat
Kriteria Hasil:
- Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan sesak napas atau nyeri dada.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal saat aktivitas.
- Pasien mampu mempertahankan aktivitas fisik yang direkomendasikan.
2. Manajemen Terapi Efektif
Kriteria Hasil:
- Pasien dapat menjelaskan tujuan, jadwal, dan cara penggunaan obat-obatan dengan benar.
- Pasien dapat menjelaskan manfaat dan efek samping pengobatan yang diterima.
- Pasien mematuhi regimen pengobatan yang ditetapkan.
3. Tingkat Kecemasan Terkendali
Kriteria Hasil:
- Pasien dapat mengidentifikasi penyebab kecemasan.
- Pasien mampu menggunakan teknik relaksasi untuk mengurangi kecemasan.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal.
- Pasien tampak tenang dan kooperatif.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Intoleransi Aktivitas
- Kaji kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
- Ajarkan teknik manajemen energi, seperti pengaturan aktivitas, istirahat yang cukup.
- Berikan latihan fisik yang sesuai dengan kondisi pasien.
- Kolaborasi dengan dokter untuk memantau tanda-tanda vital saat aktivitas.
2. Ketidakefektifan Manajemen Terapi
- Kaji pemahaman pasien tentang regimen pengobatan.
- Berikan edukasi tentang pentingnya kepatuhan pengobatan dan manajemen efek samping.
- Dukung pasien dalam mengambil keputusan terkait terapi.
- Kolaborasi dengan dokter untuk penyesuaian regimen pengobatan yang tepat.
3. Kecemasan
- Kaji tingkat kecemasan pasien dan faktor penyebabnya.
- Ajarkan teknik relaksasi, misalnya teknik napas dalam, untuk mengurangi kecemasan.
- Berikan dukungan emosional dan informasi yang dapat menurunkan kecemasan.
- Libatkan keluarga untuk memberikan dukungan dan berdoa bersama.
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi psikologis atau farmakologis jika diperlukan.
Penjelasan yang rinci di atas mencakup diagnosa keperawatan, luaran yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang diperlukan untuk menangani kondisi Tn M dengan pendekatan akademis dan persona seorang pakar perawat.