Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 14416 | 18 Mar 2025
Klinis : ibu hamil G3P0A3 kehamilan 35 minggu dengan tekanan darah 151/107mmHg, berat badan 94kg, dengan keluhan tangan dan kaki bengkak, merasa sesak dan nyeri pada abdomen
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang Anda berikan, berikut adalah Diagnosa Keperawatan, penjelasan singkat SDKI, SLKI, dan SIKI sesuai dengan Standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
Diagnosa Keperawatan:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensisecara patologis.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Kelebihan volume cairan: Keadaan di mana individu mengalami peningkatan volume cairan tubuh, yang dapat mengganggu fungsi fisiologis.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Hidrasi Cairan Tubuh Membaik
2. Tekanan Darah Terkendali
3. Nyeri Berkurang
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Pemantauan Cairan
2. Manajemen Hipertensi
3. Manajemen Nyeri
Penjelasan Singkat:
Ibu hamil dengan usia kehamilan 35 minggu mengalami tanda-tanda kelebihan volume cairan, seperti bengkak pada tangan dan kaki, serta sesak napas. Tekanan darah yang tinggi (151/107 mmHg) dan berat badan yang meningkat (94 kg) juga mengindikasikan adanya retensi cairan secara patologis. Diagnosa keperawatan yang sesuai adalah Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi secara patologis. Tujuan keperawatan yang ingin dicapai adalah hidrasi cairan tubuh membaik, tekanan darah terkendali, dan nyeri berkurang. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah pemantauan cairan, manajemen hipertensi, dan manajemen nyeri. -
Article No. 14417 | 18 Mar 2025
Klinis : Seorang pria berusia 58 tahun dengan riwayat merokok seratus pak selama setahun, riwayat Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Sekitar dua tahun yang lalu lidah pasien sudah mulai nampak ada warna merah dan hitam namun tidak segera mencari pertolongan medis. Ia terus merokok. Sekitar enam bulan yang lalu pasien berobat setelah muncul tanda dan gejala seperti berikut ini: Perasaan bahwa ada sesuatu yang mengganjal di tenggorokan. Kesulitan mengunyah atau menelan. Kesulitan menggerakkan lidah. Kesulitan mengartikulasikan kata Lidah mati rasa. Hasil pemeriksaan menunjukkan karsinoma skuamosa oral dari dua pertiga anterior lidah dan lantai mulut yang telah menyebar ke kelenjar getah bening servikal. Ia diobati dengan reseksi bedah pada lidah reseksi luas tulang dan jaringan lunak. Keganasan tumbuh: Keganasan berkembang dengan cepat meskipun pengobatan telah didapatkan dan menghasilkan nekrosis jaringan luas yang mengakibatkan gejala tambahan. Komunikasi sudah tidak dapat dipahami dengan baik Kehilangan gigi secara ekstensif disertai dengan rusaknya lidah sehingga sangat sulit untuk menelan Cacat wajah yang parah Nyeri ulkus non-nekrotik yang tinggi. Sakit wajah. Pengobatan yang diberikan: Metadon (50 mg tiga kali sehari) Morfin sulfat (50 mg setiap empat jam) untuk nyeri Haloperidol (0,5 mg setiap enam jam) untuk mual dan muntah Lorazepam (0,5 mg setiap empat jam) untuk kegelisahan Kondisi pasien semakin parah sehingga mendapatkan terapi tambahan: Konversi dari metadon oral ke infus morfin (6 mg/jam) Anestesi terkontrol pasien (PCA) infus morfin sulfat 2 mg setiap 15 menit sesuai kebutuhan Lorazepam (0,5 mg setiap 4 jam) Gel metronidazol yang dioleskan ke jaringan ulserasi pada wajah (untuk mengendalikan infeksi lokal dan dengan demikian bau busuknya) Oksigen melalui kanula hidung; dan Kipas angin dengan lembut meniup wajahnya Gejala memburuk: Pasien sangat menderita dan ini menyebabkan penderitaan yang parah bagi istri tercintanya dan anak-anak yang tidak tahan melihatnya menderita dengan cara ini. Karena rasa sakit yang tidak dapat diatasi dan refrakter terhadap seu tindakan paliatif, sedasi paliatif diajukan sebagai pendekatan manusiawi dan welas asih untuk menghilangkan penderitaannya. Setelah penjelasan prosedurnya, dia dan keluarganya dengan mudah menyetujui sedasi paliatif yang dalam dan terus-menerus. Dokumen informed consent ditandatangani dan sebuah catatan yang menjelaskan indikasi dan rencana untuk sedasi paliatif dicatat di tabel pasien. Bolus midazolam 4-mg kemudian diberikan, dilanjutkan dengan infus subkutan terus menerus sebesar 1.5 mg midazolam per jam. Skala Sedasi Ramsay digunakan untuk memantau kedalaman sedasi, dan dosis midazolam dititrasi ke atas untuk mempertahankan tingkat sedasi yang dalam (bolus 4 mg setiap 30-60 menit, sesuai kebutuhan, digunakan, dengan infus terus menerus meningkat. dengan 0,5 mg / jam setelah setiap bolus). Ia dibius dalam waktu 10 menit, namun setelah 30 menit ia masih terangsang dengan stimulasi verbal dan mengeluhkan rasa sakit. Jadi bolus kedua midazolam diberikan dan infusnya meningkat menjadi 2 mg / jam. Titrasi berlanjut selama beberapa jam berikutnya sampai dia sangat terbius, dengan dosis 5 mg / jam yang dibutuhkan untuk mempertahankan obat penenang dalam dan terus-menerus. Dia meninggal 4 hari kemudian
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat mengacu pada standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri akut berhubungan dengan pertumbuhan tumor dan nekrosis jaringan.
2. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan struktur lidah dan wajah.
3. Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan.
4. Perubahan citra tubuh berhubungan dengan cacat wajah.
5. Kelelahan berhubungan dengan penyakit kronis dan efek samping pengobatan.
Penjelasan Singkat:
1. Nyeri Akut:
- SDKI: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.
- SLKI: Manajemen Nyeri
- SIKI: Manajemen Nyeri
2. Gangguan Komunikasi Verbal:
- SDKI: Keterbatasan kemampuan untuk menerima, memproses, mengirim, dan/atau menggunakan sistem simbol yang bermakna dalam komunikasi verbal.
- SLKI: Manajemen Komunikasi
- SIKI: Terapi Wicara
3. Risiko Aspirasi:
- SDKI: Rentan terhadap masuknya cairan, makanan, dan benda asing ke dalam saluran pernapasan.
- SLKI: Manajemen Jalan Napas
- SIKI: Manajemen Nutrisi
4. Perubahan Citra Tubuh:
- SDKI: Perubahan persepsi atau gambaran mental tentang penampilan fisik diri sendiri.
- SLKI: Manajemen Citra Tubuh
- SIKI: Konseling Citra Tubuh
5. Kelelahan:
- SDKI: Kurangnya energi dan kapasitas untuk melakukan aktivitas fisik dan mental yang diinginkan.
- SLKI: Manajemen Energi
- SIKI: Manajemen Kelelahan
Dalam kasus ini, perawat perlu memberikan intervensi yang komprehensif untuk mengelola nyeri, memfasilitasi komunikasi, mencegah aspirasi, mendukung penerimaan citra tubuh, dan menangani kelelahan pasien. Kolaborasi dengan tim medis, terapi wicara, dan bantuan psikologis sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. -
Article No. 14418 | 18 Mar 2025
Klinis : Seorang pasien, laki-laki, usia 65 tahun, pekerjaan pensiunan, dirawat di rumah sakit dengan keluhan sulit buang air kecil sejak 6 bulan terakhir. Pengkajian lebih lanjut pada pasien yaitu: sering buang air kecil di malam hari (nokturia), aliran urin lemah dan terputus-putus, perasaan tidak lampias setelah buang air kecil, harus mengejan saat berkemih, kadang-kadang ada episode retensi urin akut, frekuensi buang air kecil meningkat, terutama pada malam hari menyebabkan tidur terganggu. Akibatnya pasien sering merasa mengantuk di siang hari. Pasien tidak memiliki keluhan demam, nyeri pinggang, atau hematuria. Riwayat Penyakit terdahulu hipertensi terkontrol, tidak ada riwayat diabetes atau penyakit ginjal, tetapi tidak memiliki kebiasaan rutin melakukan pemeriksaan kesehatan prostat sebelumnya serta edukasi tentang BPH dan pengobatannya. Pasien tidak ada mengalami konstipasi atau diare. Saat dirumah bafsu makan normal, tidak ada perubahan berat badan yang signifikan. Pasien mengonsumsi makanan tinggi protein dan lemak, kurang serat, serta sering minum teh/kopi di malam hari. Asupan cairan cukup, tetapi pasien sering menahan buang air kecil karena kesulitan berkemih. Selam aini pasien masih bisa melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan, tidak ada aktivitas olahraga rutin, namun sering merasa lelah karena gangguan tidur akibat nocturia. Saat dikaji pasien menjawab pertanyaan dengan benar, namun selalu khawatir dan takut mungkinkah akan mengalami kanker prostat serta takut menjalani tindakan medis invasif seperti operasi prostat. Pasien merasa cemas dan malu karena sering ke kamar mandi, dan mengeluh menurunnya kualitas hidup karena keterbatasan dalam aktivitas sosial akibat gangguan berkemih. Saat ini pasien tinggal bersama istri dan anak-anaknya Pasien tidak memiliki mekanisme koping yang jelas, tetapi mendapatkan dukungan dari istri. Tidak ada konflik dalam keluarga, tetapi pasien merasa kurang nyaman ketika harus sering ke toilet saat berkumpul dengan keluarga. Pasien mengatakan tidak ada riwayat disfungsi ereksi yang jelas atau riwayat penyakit menular seksual atau masalah reproduksi lainnya, tetapi pasien merasa kurang percaya diri dalam hubungan seksual karena masalah BPH. Untuk mengurangi kecemasan pasien memiliki keyakinan agama yang kuat dan mengandalkan doa dan menganggap penyakitnya adalah proses penuaan. Pada pemeriksaan fisik tidak tampak tanda infeksi atau nyeri spontan, pada palpasi abdomen ditemukan distensi kandung kemih (+), pemeriksaan Digital Rektal (DRE) ditemukan prostat teraba membesar, berbatas jelas, kenyal, tanpa nodul atau nyeri tekan. Pasien didiagnosa Benigna Hipertrofi Prostat (BPH) dengan Retensi Urin Parsial. Pasien direncanakan untuk operasi Transurethral Resection of the Prostate (TURP). Pemeriksaan Laboratorium ✔ Urinalisis: • Leukosit sedikit meningkat • Eritrosit (-) • Bakteri (-) ✔ Darah Lengkap: • Hb: 14 g/dL • Leukosit: 7.500/mm³ • Trombosit: 250.000/mm³ ✔ Fungsi Ginjal: • Kreatinin: 1,2 mg/dL ✔ Prostate-Specific Antigen (PSA): • PSA total: 4,5 ng/mL. Pemeriksaan Radiologi & Penunjang Lainnya ✔ USG Prostat & Kandung Kemih: Volume prostat: 45 mL. Sisa urin setelah berkemih (post-void residual volume): 150 mL. Tidak ada batu atau massa dalam kandung kemih. ✔ Uroflowmetri: Aliran urin lambat (Qmax: 8 mL/detik). Waktu berkemih lebih lama. ✔ Sistoskopi (jika perlu): Menunjukkan obstruksi leher kandung kemih akibat prostat yang membesar. Buatlah diagnosa keperawatan sesuai dengan analisa data pada kasus tersebut.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi keperawatan yang sesuai dengan kasus pasien laki-laki usia 65 tahun dengan Benigna Hipertrofi Prostat (BPH) dengan Retensi Urin Parsial:
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Gangguan Berkemih berhubungan dengan obstruksi saluran kemih sekunder akibat pembesaran prostat.
2. Cemas berhubungan dengan kekhawatiran tentang kemungkinan kanker prostat dan prosedur medis invasif.
3. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan gangguan pola tidur akibat nokturia.
4. Gangguan Citra Tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi kemih dan penurunan kepercayaan diri dalam hubungan seksual.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Gangguan Berkemih:
- Pasien dapat berkemih dengan lancar.
- Pasien dapat mengontrol frekuensi berkemih.
- Pasien dapat mengurangi residual urin.
2. Cemas:
- Pasien dapat mengidentifikasi penyebab kecemasan.
- Pasien dapat mendemonstrasikan strategi koping untuk mengatasi kecemasan.
- Pasien dapat merasakan perasaan tenang dan nyaman.
3. Intoleransi Aktivitas:
- Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa kelelahan berlebih.
- Pasien dapat mempertahankan pola tidur yang adekuat.
4. Gangguan Citra Tubuh:
- Pasien dapat menerima perubahan dalam fungsi kemih.
- Pasien dapat meningkatkan kepercayaan diri dalam hubungan seksual.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Gangguan Berkemih:
- Kaji pola berkemih dan catat jumlah, warna, dan karakteristik urin.
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan untuk melakukan intervensi farmakologis dan non-farmakologis untuk mengatasi obstruksi saluran kemih.
- Ajarkan latihan Kegel untuk meningkatkan kontrol berkemih.
- Fasilitasi pasien untuk melakukan perawatan diri terkait eliminasi.
2. Cemas:
- Kaji tingkat kecemasan dan faktor penyebabnya.
- Berikan informasi yang akurat tentang BPH, tindakan medis, dan prognosis.
- Ajarkan teknik relaksasi dan manajemen stres.
- Libatkan keluarga untuk memberikan dukungan emosional.
3. Intoleransi Aktivitas:
- Kaji pola tidur dan faktor-faktor yang memengaruhinya.
- Berikan edukasi tentang manajemen nokturia dan strategi untuk meningkatkan kualitas tidur.
- Dorong pasien untuk melakukan aktivitas fisik ringan secara teratur.
- Berikan rekomendasi untuk mengatur jadwal aktivitas dan istirahat yang seimbang.
4. Gangguan Citra Tubuh:
- Kaji persepsi pasien tentang citra tubuh dan dampaknya terhadap hubungan seksual.
- Berikan informasi dan edukasi tentang BPH dan dampaknya terhadap fungsi seksual.
- Dukung pasien untuk mengekspresikan perasaan dan kekhawatirannya terkait citra tubuh.
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk mengoptimalkan fungsi seksual pasien.
Penjelasan:
Diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi yang dijabarkan di atas sesuai dengan kondisi pasien laki-laki usia 65 tahun dengan Benigna Hipertrofi Prostat (BPH) dengan Retensi Urin Parsial. Setiap poin dijelaskan secara rinci dan terperinci untuk memberikan panduan komprehensif dalam memberikan asuhan keperawatan yang optimal bagi pasien. -
Article No. 14419 | 18 Mar 2025
Klinis : pasien mengatakan mual
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci untuk setiap poin yang Anda minta.
1. Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi pasien yang mengatakan mual:
Diagnosa Keperawatan yang sesuai berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) adalah "Mual". Mual merupakan sensasi tidak nyaman di perut yang dapat menyebabkan keinginan untuk muntah. Kondisi ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti efek samping pengobatan, infeksi, gangguan pencernaan, atau stres emosional.
2. Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Sesuai dengan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran yang diharapkan setelah pemberian Asuhan Keperawatan untuk pasien dengan mual adalah:
a. Kontrol Mual: Pasien dapat mengendalikan sensasi mual yang dirasakan.
b. Kenyamanan: Pasien merasakan kenyamanan secara umum.
c. Manajemen Gejala: Pasien dapat mengelola gejala mual yang dialami.
d. Pemulihan: Pasien dapat kembali ke kondisi sebelum mengalami mual.
3. Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
Berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi keperawatan yang dapat diberikan untuk mencapai luaran yang diharapkan pada pasien dengan mual adalah:
a. Manajemen Mual:
- Identifikasi faktor penyebab mual, seperti efek samping obat, infeksi, atau gangguan pencernaan.
- Berikan intervensi sesuai dengan penyebab, misalnya antiemetik, terapi nutrisi, atau manajemen stres.
- Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi untuk mengurangi sensasi mual.
- Monitor tanda-tanda vital dan intake/output cairan pasien.
b. Manajemen Nutrisi:
- Beri diet yang mudah dicerna dan makanan kecil yang sering.
- Hindari makanan yang dapat memperparah mual, seperti makanan berlemak atau berbau menyengat.
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk merencanakan diet yang sesuai.
c. Manajemen Kenyamanan:
- Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman bagi pasien.
- Berikan terapi non-farmakologis, seperti terapi musik atau pijat, untuk meningkatkan kenyamanan.
- Libatkan keluarga dalam memberikan dukungan emosional.
Dengan penerapan intervensi keperawatan yang komprehensif, diharapkan pasien dapat mencapai luaran yang diinginkan, yaitu kontrol mual, peningkatan kenyamanan, manajemen gejala yang efektif, dan pemulihan kondisi secara keseluruhan. -
Article No. 14420 | 18 Mar 2025
Klinis : pasien mengatakan mual
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Dalam menanggapi kondisi pasien yang mengeluhkan mual, berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), berikut adalah penjelasan singkatnya:
Diagnosa Keperawatan: Mual
Definisi: Perasaan tidak nyaman dan dorongan untuk muntah.
Penjelasan singkat:
SDKI: Mual adalah diagnosa keperawatan dengan karakteristik utama berupa perasaan tidak nyaman dan dorongan untuk muntah. Faktor yang dapat mempengaruhi munculnya mual antara lain efek samping pengobatan, gangguan gastrointestinal, infeksi, kecemasan, dan lain-lain.
SLKI: Luaran yang diharapkan dari penanganan mual adalah pasien dapat mengendalikan mual, menunjukkan rasa nyaman, dan tidak terjadi komplikasi seperti dehidrasi atau malnutrisi.
SIKI: Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi mual antara lain manajemen mual, terapi komplementer, edukasi terkait faktor penyebab dan strategi penanganan, serta evaluasi efektivitas intervensi.
Tone: Akademis
Persona: Pakar/Perawat
Dalam menjelaskan diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi terkait mual, saya berusaha menggunakan bahasa yang formal dan ilmiah, sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh organisasi profesi keperawatan di Indonesia, yaitu PPNI. -
Article No. 14421 | 18 Mar 2025
Klinis : Seorang pasien, laki-laki, usia 65 tahun, pekerjaan pensiunan, dirawat di rumah sakit dengan keluhan sulit buang air kecil sejak 6 bulan terakhir. Pengkajian lebih lanjut pada pasien yaitu: sering buang air kecil di malam hari (nokturia), aliran urin lemah dan terputus-putus, perasaan tidak lampias setelah buang air kecil, harus mengejan saat berkemih, kadang-kadang ada episode retensi urin akut, frekuensi buang air kecil meningkat, terutama pada malam hari menyebabkan tidur terganggu. Akibatnya pasien sering merasa mengantuk di siang hari. Pasien tidak memiliki keluhan demam, nyeri pinggang, atau hematuria. Riwayat Penyakit terdahulu hipertensi terkontrol, tidak ada riwayat diabetes atau penyakit ginjal, tetapi tidak memiliki kebiasaan rutin melakukan pemeriksaan kesehatan prostat sebelumnya serta edukasi tentang BPH dan pengobatannya. Pasien tidak ada mengalami konstipasi atau diare. Saat dirumah bafsu makan normal, tidak ada perubahan berat badan yang signifikan. Pasien mengonsumsi makanan tinggi protein dan lemak, kurang serat, serta sering minum teh/kopi di malam hari. Asupan cairan cukup, tetapi pasien sering menahan buang air kecil karena kesulitan berkemih. Selam aini pasien masih bisa melakukan aktivitas sehari-hari tanpa bantuan, tidak ada aktivitas olahraga rutin, namun sering merasa lelah karena gangguan tidur akibat nocturia. Saat dikaji pasien menjawab pertanyaan dengan benar, namun selalu khawatir dan takut mungkinkah akan mengalami kanker prostat serta takut menjalani tindakan medis invasif seperti operasi prostat. Pasien merasa cemas dan malu karena sering ke kamar mandi, dan mengeluh menurunnya kualitas hidup karena keterbatasan dalam aktivitas sosial akibat gangguan berkemih. Saat ini pasien tinggal bersama istri dan anak-anaknya Pasien tidak memiliki mekanisme koping yang jelas, tetapi mendapatkan dukungan dari istri. Tidak ada konflik dalam keluarga, tetapi pasien merasa kurang nyaman ketika harus sering ke toilet saat berkumpul dengan keluarga. Pasien mengatakan tidak ada riwayat disfungsi ereksi yang jelas atau riwayat penyakit menular seksual atau masalah reproduksi lainnya, tetapi pasien merasa kurang percaya diri dalam hubungan seksual karena masalah BPH. Untuk mengurangi kecemasan pasien memiliki keyakinan agama yang kuat dan mengandalkan doa dan menganggap penyakitnya adalah proses penuaan. Pada pemeriksaan fisik tidak tampak tanda infeksi atau nyeri spontan, pada palpasi abdomen ditemukan distensi kandung kemih (+), pemeriksaan Digital Rektal (DRE) ditemukan prostat teraba membesar, berbatas jelas, kenyal, tanpa nodul atau nyeri tekan. Pasien didiagnosa Benigna Hipertrofi Prostat (BPH) dengan Retensi Urin Parsial. Pasien direncanakan untuk operasi Transurethral Resection of the Prostate (TURP). Pemeriksaan Laboratorium ✔ Urinalisis: • Leukosit sedikit meningkat • Eritrosit (-) • Bakteri (-) ✔ Darah Lengkap: • Hb: 14 g/dL • Leukosit: 7.500/mm³ • Trombosit: 250.000/mm³ ✔ Fungsi Ginjal: • Kreatinin: 1,2 mg/dL ✔ Prostate-Specific Antigen (PSA): • PSA total: 4,5 ng/mL. Pemeriksaan Radiologi & Penunjang Lainnya ✔ USG Prostat & Kandung Kemih: Volume prostat: 45 mL. Sisa urin setelah berkemih (post-void residual volume): 150 mL. Tidak ada batu atau massa dalam kandung kemih. ✔ Uroflowmetri: Aliran urin lambat (Qmax: 8 mL/detik). Waktu berkemih lebih lama. ✔ Sistoskopi (jika perlu): Menunjukkan obstruksi leher kandung kemih akibat prostat yang membesar. Buatlah diagnosa keperawatan sesuai dengan analisa data pada kasus tersebut.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Sebagai perawat, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi pasien yang Anda deskripsikan.
Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan Berkemih berhubungan dengan Hipertrofi Prostat Jinak (BPH) yang ditandai dengan nokturia, aliran urin lemah dan terputus-putus, perasaan tidak lega setelah berkemih, mengejan saat berkemih, dan retensi urin akut.
2. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan gangguan tidur akibat nokturia yang menyebabkan pasien sering merasa mengantuk di siang hari.
3. Kecemasan berhubungan dengan kekhawatiran akan kemungkinan kanker prostat dan ketakutan terhadap tindakan medis invasif.
4. Perubahan Citra Tubuh berhubungan dengan perasaan malu dan menurunnya kualitas hidup akibat keterbatasan aktivitas sosial karena gangguan berkemih.
Penjelasan Singkat:
1. Gangguan Berkemih berhubungan dengan Hipertrofi Prostat Jinak (BPH):
- Gejala yang dialami pasien, seperti nokturia, aliran urin lemah dan terputus-putus, perasaan tidak lega setelah berkemih, dan retensi urin akut, merupakan manifestasi klinis dari BPH.
- BPH adalah pembesaran kelenjar prostat yang menyebabkan obstruksi pada saluran kemih.
2. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan gangguan tidur akibat nokturia:
- Nokturia, yaitu frekuensi berkemih yang meningkat terutama pada malam hari, menyebabkan gangguan tidur bagi pasien.
- Gangguan tidur ini dapat menyebabkan kelelahan dan mengantuk di siang hari, sehingga pasien memiliki intoleransi aktivitas.
3. Kecemasan berhubungan dengan kekhawatiran akan kemungkinan kanker prostat dan ketakutan terhadap tindakan medis invasif:
- Pasien merasa khawatir dan takut bahwa kondisinya mungkin kanker prostat, serta takut menjalani tindakan medis invasif seperti operasi prostat.
- Kecemasan ini dapat mempengaruhi proses pengobatan dan pemulihan pasien.
4. Perubahan Citra Tubuh berhubungan dengan perasaan malu dan menurunnya kualitas hidup akibat keterbatasan aktivitas sosial karena gangguan berkemih:
- Sering ke kamar mandi menyebabkan pasien merasa malu dan tidak nyaman saat berkumpul dengan keluarga.
- Keterbatasan aktivitas sosial akibat gangguan berkemih dapat menurunkan kualitas hidup pasien.
Dalam perencanaan asuhan keperawatan, perawat harus mempertimbangkan intervensi yang sesuai untuk mengatasi masalah-masalah yang telah diidentifikasi, serta melibatkan pasien dan keluarga dalam proses perawatan. -
Article No. 14422 | 18 Mar 2025
Klinis : diagnosa medis mual
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan informasi yang rinci dan terperinci terkait kondisi mual berdasarkan panduan standar keperawatan di Indonesia.
Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai untuk Kondisi Mual:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi mual berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) adalah "Mual" (Nausea). Mual didefinisikan sebagai sensasi tidak nyaman di lambung yang dapat mengarah pada keinginan untuk muntah. Kondisi ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti efek samping pengobatan, kelainan gastrointestinal, atau kondisi lainnya.
Luaran/Output yang Diharapkan Setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Setelah diberikan asuhan keperawatan yang komprehensif, luaran/output yang diharapkan berdasarkan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) adalah:
1. Kontrol Mual: Pasien dapat mengendalikan sensasi mual yang dirasakan.
2. Tidak Terjadi Muntah: Pasien tidak mengalami episode muntah selama asuhan keperawatan.
3. Kenyamanan Terjaga: Pasien merasakan kenyamanan fisik dan psikologis selama proses perawatan.
4. Pengetahuan Peningkatan: Pasien dan keluarga memiliki pengetahuan yang baik terkait strategi manajemen mual.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan untuk Mencapai Tujuan Luaran (SIKI):
Untuk mencapai luaran yang diharapkan, intervensi keperawatan yang diperlukan berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) adalah:
1. Manajemen Mual:
- Identifikasi penyebab mual dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya.
- Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk pemberian terapi farmakologis yang tepat.
- Ajarkan teknik relaksasi, distraksi, dan manajemen stres untuk mengatasi mual.
- Berikan kenyamanan fisik, seperti posisi semi-fowler, kompres dingin, dan pemberian antiemetik.
2. Edukasi Manajemen Mual:
- Ajarkan pasien dan keluarga tentang penyebab, gejala, dan strategi pengelolaan mual.
- Berikan informasi tentang obat-obatan dan efek sampingnya.
- Dorong pasien dan keluarga untuk aktif terlibat dalam perawatan.
3. Monitoring dan Evaluasi:
- Pantau tanda-tanda vital, intake-output, dan frekuensi episode mual/muntah.
- Evaluasi efektivitas intervensi yang diberikan dan lakukan penyesuaian jika diperlukan.
- Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk mengevaluasi kemajuan kondisi pasien.
Dengan menerapkan intervensi keperawatan yang komprehensif dan berpusat pada pasien, diharapkan pasien dapat mencapai luaran yang diinginkan, yaitu kontrol mual yang baik, tidak terjadi muntah, kenyamanan terjaga, serta peningkatan pengetahuan pasien dan keluarga dalam mengelola kondisi mual. -
Article No. 14423 | 18 Mar 2025
Klinis : diagnosa medis mual
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci mengenai hal-hal yang Anda minta.
Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai untuk Kondisi Mual:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi mual berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) adalah "Mual". Mual adalah sensasi ketidaknyamanan di epigastrium yang dapat menyebabkan keinginan untuk muntah. Kondisi ini sering terjadi sebagai respons terhadap berbagai penyebab, seperti efek samping obat, infeksi, atau kondisi medis tertentu.
Luaran/Output yang Diharapkan Setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan pasien dapat mencapai beberapa luaran/output sebagai berikut:
1. Kontrol Mual: Pasien dapat mengendalikan dan mengurangi sensasi mual yang dirasakan.
2. Kenyamanan: Pasien dapat merasakan kenyamanan dan kepuasan selama masa perawatan.
3. Pengetahuan: Pasien dan keluarga memahami faktor penyebab, pencegahan, dan penanganan mual.
4. Partisipasi dalam Perawatan: Pasien dan keluarga terlibat aktif dalam proses perawatan dan pengambilan keputusan.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan untuk Mencapai Tujuan Luaran (SIKI):
Untuk mencapai luaran yang diharapkan, berikut intervensi keperawatan yang dapat dilakukan berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI):
1. Manajemen Mual:
- Identifikasi faktor penyebab mual, seperti efek samping obat, infeksi, atau kondisi medis lainnya.
- Berikan antiemetik sesuai resep dokter untuk mengurangi sensasi mual.
- Ajarkan teknik relaksasi, distraksi, dan visualisasi positif untuk mengatasi mual.
- Modifikasi diet dengan makanan/minuman yang dapat mengurangi mual.
2. Manajemen Kenyamanan:
- Tingkatkan kenyamanan pasien dengan pengaturan posisi yang tepat, pemberian bantalan, dan manajemen gejala lainnya.
- Hindari stimulasi yang dapat memperburuk mual, seperti bau-bauan atau suara bising.
- Berikan dukungan emosional dan komunikasi yang efektif untuk meningkatkan kenyamanan pasien.
3. Edukasi Kesehatan:
- Berikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai penyebab, pencegahan, dan penanganan mual.
- Ajarkan teknik manajemen mual yang dapat dilakukan mandiri oleh pasien.
- Dorong pasien dan keluarga untuk berpartisipasi aktif dalam perawatan.
4. Kolaborasi dengan Tenaga Kesehatan Lain:
- Lakukan kolaborasi dengan dokter, ahli gizi, dan tenaga kesehatan lain untuk menentukan penanganan yang komprehensif.
- Koordinasikan pemberian obat, diet, dan intervensi lain secara terpadu.
Dengan memperhatikan diagnosa keperawatan, luaran yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang diperlukan, diharapkan asuhan keperawatan yang diberikan dapat membantu mengatasi kondisi mual pada pasien secara efektif. -
Article No. 14424 | 18 Mar 2025
Klinis : diagnosa medis mual
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, berikut adalah kode ICD-10 untuk diagnosis mual dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis yang terkait:
1. Kode ICD-10:
- Kode: R11.0
- Deskripsi: Mual
Penjelasan:
Kode ICD-10 R11.0 merupakan kode untuk diagnosis mual. Mual adalah gejala yang umum terjadi dan dapat disebabkan oleh berbagai kondisi medis, seperti gangguan gastrointestinal, efek samping obat, kehamilan, atau kondisi lainnya. Pengkodean menggunakan kode ICD-10 ini membantu dalam dokumentasi dan pengelolaan data klinis terkait kondisi mual.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: Tidak ada kode ICD-9-CM yang spesifik untuk mual.
- Deskripsi: Tidak ada prosedur atau tindakan medis yang secara spesifik dikaitkan dengan diagnosis mual dalam klasifikasi ICD-9-CM. Penanganan mual biasanya dilakukan melalui terapi farmakologis, seperti pemberian antiemetik, atau melalui intervensi non-farmakologis, seperti modifikasi gaya hidup dan diet.
Dalam konteks pengkodean, diagnosis mual (R11.0) akan tercatat dalam rekam medis pasien, sedangkan tindakan atau prosedur yang dilakukan untuk menangani mual akan direpresentasikan oleh kode-kode ICD-9-CM yang sesuai dengan jenis intervensi yang diberikan, misalnya pemberian antiemetik atau intervensi lainnya. -
Article No. 14425 | 18 Mar 2025
Klinis : diagnosa medis mual
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah penjelasan yang rinci dan terperinci untuk kondisi mual:
Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi mual berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) adalah "Mual" (Nausea). Mual didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman di perut yang mengarah pada keinginan untuk muntah. Kondisi ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti efek samping pengobatan, infeksi, gangguan gastrointestinal, atau kondisi lainnya.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Berdasarkan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran yang diharapkan setelah pemberian asuhan keperawatan untuk kondisi mual adalah:
1. Kontrol Mual: Pasien mampu mengendalikan rasa mual yang dialami.
2. Kenyamanan: Pasien mencapai tingkat kenyamanan yang optimal.
3. Integritas Mukosa Gastrointestinal: Mukosa gastrointestinal pasien tetap utuh dan sehat.
4. Manajemen Nutrisi: Pasien dapat mempertahankan status nutrisi yang optimal.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
Berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran pada kondisi mual adalah:
1. Manajemen Mual
- Identifikasi penyebab mual
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk penatalaksanaan mual
- Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi untuk mengurangi mual
- Berikan antiemetik sesuai indikasi
- Modifikasi lingkungan untuk mengurangi stimulus yang memicu mual
2. Manajemen Nutrisi
- Evaluasi status nutrisi pasien
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menyusun rencana diet yang sesuai
- Berikan makanan dan cairan yang dapat ditoleransi dengan baik
- Ajarkan teknik makan yang dapat mengurangi mual
3. Manajemen Kenyamanan
- Identifikasi faktor-faktor yang mengganggu kenyamanan pasien
- Berikan intervensi untuk meningkatkan kenyamanan, seperti posisi yang nyaman, terapi komplementer, dan manajemen nyeri
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk penanganan masalah kenyamanan
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus melakukan pengkajian yang komprehensif, menetapkan diagnosa keperawatan yang tepat, menyusun rencana asuhan keperawatan yang berpusat pada pasien, dan melaksanakan intervensi yang sesuai untuk mencapai hasil yang optimal bagi pasien.