Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 14907 | 29 Mar 2025
Klinis : sdki nausea
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat menggunakan SDKI, SLKI, dan SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi nausea.
Diagnosa Keperawatan:
Nausea (SDKI)
Definisi:
Sensasi tidak nyaman di dalam perut yang dapat menyebabkan keinginan untuk muntah.
Faktor Terkait:
- Efek samping pengobatan
- Gangguan gastrointestinal
- Perubahan fisiologis (misalnya, kehamilan)
- Stres/kecemasan
Karakteristik Mayor:
- Perasaan mual
- Keinginan untuk muntah
Karakteristik Minor:
- Perubahan warna kulit
- Salivasi berlebih
- Mual
Tujuan Keperawatan (SLKI):
Pasien melaporkan penurunan tingkat nausea.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Manajemen Nausea
- Identifikasi penyebab nausea
- Berikan antiemetik sesuai indikasi
- Anjurkan pasien untuk mengonsumsi makanan dan minuman yang dapat meredakan nausea
- Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi untuk mengurangi nausea
2. Manajemen Cairan dan Nutrisi
- Pantau asupan dan output cairan
- Berikan makanan dan minuman yang dapat ditoleransi
- Berikan nutrisi parenteral jika perlu
3. Manajemen Kenyamanan
- Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman
- Berikan intervensi non-farmakologis (misalnya, aromaterapi, kompres hangat/dingin)
Evaluasi (SLKI):
Pasien melaporkan penurunan tingkat nausea dan mempertahankan status hidrasi yang adekuat.
Sebagai perawat, saya akan menerapkan pendekatan holistik dalam menangani kondisi nausea pada pasien. Dengan menggunakan standar SDKI, SLKI, dan SIKI, saya dapat memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan berpusat pada pasien untuk mencapai hasil yang optimal. -
Article No. 14908 | 29 Mar 2025
Klinis : Penyakit paru obstruktif kronis
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan informasi yang Anda minta mengenai kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis terkait dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK).
1. Kode ICD-10:
- Kode: J44
- Deskripsi: Penyakit Paru Obstruktif Kronis Lainnya
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 93.08
- Deskripsi: Pemberian oksigen terapeutik, lainnya
Penjelasan:
- Kode ICD-10 J44 digunakan untuk mengklasifikasikan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) lainnya, yang mencakup kondisi seperti emfisema, bronkitis kronis, dan kombinasi keduanya. Kode ini digunakan untuk mengidentifikasi dan menggambarkan kondisi paru-paru yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang persisten dan tidak sepenuhnya reversibel.
- Kode ICD-9-CM 93.08 adalah kode untuk prosedur pemberian oksigen terapeutik, yang merupakan salah satu intervensi penting dalam penatalaksanaan PPOK. Pemberian oksigen dapat membantu meningkatkan oksigenasi darah dan mengurangi gejala pada pasien dengan PPOK.
Catatan penting: Kode ICD-9-CM akan digantikan secara bertahap oleh kode ICD-10-PCS (Prosedure Coding System) di Amerika Serikat, sementara di Indonesia masih menggunakan kode ICD-9-CM untuk mencatat prosedur/tindakan medis. -
Article No. 14909 | 29 Mar 2025
Klinis : Penyakit paru obstruktif kronis
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan untuk Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK):
1. Pola Napas Tidak Efektif
Definisi: Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.
Penyebab: Obstruksi saluran napas, penurunan fungsi pernapasan, kelelahan otot pernapasan.
2. Intoleransi Aktivitas
Definisi: Ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas rutin.
Penyebab: Keterbatasan ventilasi, penurunan kapasitas fungsional, kelelahan.
3. Kekurangan Volume Cairan
Definisi: Kehilangan cairan intravaskular, interstisial, dan/atau intraseluler.
Penyebab: Peningkatan sekresi pernapasan, demam, penurunan asupan cairan.
Penjelasan Singkat SDKI - SLKI - SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia) merupakan standar yang menetapkan kriteria diagnosis keperawatan berdasarkan NANDA-I (North American Nursing Diagnosis Association International).
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia) merupakan standar yang menetapkan kriteria hasil atau luaran yang diharapkan dari asuhan keperawatan.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) merupakan standar yang menetapkan kriteria tindakan atau intervensi keperawatan yang dilakukan untuk mencapai luaran yang diharapkan.
Penggunaan SDKI, SLKI, dan SIKI secara terintegrasi dalam proses keperawatan akan memastikan asuhan keperawatan yang komprehensif, terstandar, dan berpusat pada pasien, sesuai dengan standar profesi keperawatan di Indonesia. -
Article No. 14910 | 29 Mar 2025
Klinis : Penyakit paru obstruktif kronis
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Sebagai seorang perawat, saya akan memberikan analisis komprehensif mengenai asuhan keperawatan untuk pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
1. Gangguan Pola Napas berhubungan dengan penyempitan jalan napas akibat PPOK, yang ditandai dengan napas dangkal, penggunaan otot bantu napas, dan sesak napas.
2. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot-otot pernapasan dan penurunan kapasitas fungsional paru, yang ditandai dengan cepat lelah saat beraktivitas.
3. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas berhubungan dengan sekresi berlebih dan penurunan kemampuan batuk efektif akibat PPOK, yang ditandai dengan suara napas tambahan dan sputum yang sulit dikeluarkan.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Pola Napas Efektif: Pasien menunjukkan pola napas yang dalam dan teratur, dengan penggunaan otot bantu napas yang minimal.
2. Toleransi Aktivitas Meningkat: Pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari tanpa cepat lelah dan sesak napas.
3. Bersihan Jalan Napas Efektif: Pasien mampu mengeluarkan sekret dengan batuk yang efektif, tanpa suara napas tambahan.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan (SIKI):
1. Manajemen Jalan Napas:
- Pantau pola napas, tingkat sesak, dan penggunaan otot bantu napas.
- Ajarkan teknik pernapasan diafragmatik dan pursed-lip breathing.
- Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan.
- Lakukan fisioterapi dada dan teknik pengeluaran sekret.
2. Manajemen Aktivitas:
- Kaji tingkat aktivitas dan toleransi pasien.
- Rencanakan aktivitas bertahap sesuai kemampuan pasien.
- Ajarkan teknik konservasi energi saat beraktivitas.
- Berikan bantuan alat bantu jika diperlukan (misalnya walker, kursi roda).
3. Manajemen Jalan Napas:
- Kaji produksi, karakteristik, dan kemampuan batuk efektif pasien.
- Berikan humidifikasi udara dan nebulizer bronkodilator sesuai kebutuhan.
- Ajarkan teknik batuk efektif dan drainase postural.
- Berikan suction terbatas jika diperlukan.
Penerapan intervensi keperawatan yang komprehensif dan berpusat pada pasien diharapkan dapat membantu mencapai luaran yang diharapkan dan meningkatkan kualitas hidup pasien dengan PPOK. -
Article No. 14911 | 29 Mar 2025
Klinis : apa saja diagnosa dengan kondisi klinis penyakit paru obstruktif kronis
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, berikut adalah kode ICD-10 untuk diagnosis penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) beserta penjelasan rinci:
1. Kode ICD-10:
- Kode: J44
- Deskripsi: Penyakit paru obstruktif kronis lainnya
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah kondisi kronis yang ditandai dengan obstruksi aliran udara yang persisten dan biasanya progresif. Beberapa kode ICD-10 yang termasuk dalam kategori PPOK adalah:
- J44.0: Penyakit paru obstruktif kronis dengan eksaserbasi akut, yang tidak dispesifikasikan
- J44.1: Penyakit paru obstruktif kronis dengan infeksi akut saluran napas bawah
- J44.8: Penyakit paru obstruktif kronis lainnya yang dispesifikasikan
- J44.9: Penyakit paru obstruktif kronis, tidak dispesifikasikan
Gejala utama PPOK meliputi sesak napas, batuk kronis, dan produksi sputum yang berlebihan. Faktor risiko utama adalah merokok, paparan bahan partikulat, dan riwayat infeksi pernafasan di masa lalu.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 93.08
- Deskripsi: Pengukuran fungsi paru lainnya, termasuk spirometri
Prosedur medis yang sering dilakukan untuk mendiagnosis dan mengelola PPOK adalah pengukuran fungsi paru, seperti spirometri. Pemeriksaan ini dapat membantu mengidentifikasi adanya obstruksi aliran udara yang persisten dan mengukur tingkat keparahannya.
Selain itu, tindakan medis lain yang mungkin diperlukan untuk pasien PPOK antara lain:
- Pemberian bronkodilator dan kortikosteroid inhalasi untuk mengendalikan gejala
- Oksigenasi jangka panjang untuk pasien dengan hipoksemia kronis
- Rehabilitasi paru untuk meningkatkan kapasitas fungsional
- Terapi antibiotik dan antiinflamasi untuk menangani eksaserbasi akut
Pengelolaan PPOK membutuhkan pendekatan komprehensif yang melibatkan terapi farmakologis, non-farmakologis, dan penatalaksanaan komorbiditas yang sering menyertai kondisi ini. -
Article No. 14912 | 29 Mar 2025
Klinis : apa saja diagnosa dengan kondisi klinis penyakit paru obstruktif kronis
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, Saya akan memberikan Diagnosa Keperawatan dan penjelasan singkat mengenai SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
Diagnosa Keperawatan Untuk Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK):
1. Pola napas tidak efektif
- Definisi: Ketidakmampuan untuk bernapas dengan mudah dan lancar.
- Penyebab: Adanya obstruksi aliran udara, kekakuan dinding toraks, kelemahan otot pernapasan.
- Gejala: Napas dangkal, cepat, sesak napas, ortopnea.
2. Intoleransi aktivitas
- Definisi: Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas rutin tanpa merasa kelelahan yang berlebihan.
- Penyebab: Perubahan fungsi paru, keterbatasan mobilitas, kelelahan.
- Gejala: Mudah lelah, lemah, napas pendek saat beraktivitas.
3. Risiko infeksi
- Definisi: Rentan terhadap serangan patogen yang dapat menimbulkan penyakit.
- Penyebab: Penurunan sistem imun, paparan lingkungan, penggunaan alat medis.
- Gejala: Peningkatan produksi sputum, demam, perubahan warna sputum.
4. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
- Definisi: Ketidakmampuan untuk mempertahankan bersihan jalan napas yang efektif.
- Penyebab: Obstruksi jalan napas, kekuatan dan koordinasi otot pernapasan yang tidak adekuat.
- Gejala: Produksi sputum berlebih, suara napas tambahan, batuk tidak produktif.
Penjelasan Singkat SDKI - SLKI - SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia)
- Merupakan standar yang digunakan untuk mengidentifikasi dan merumuskan diagnosa keperawatan.
- Membantu perawat dalam menentukan masalah kesehatan klien yang memerlukan intervensi keperawatan.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia)
- Merupakan standar yang digunakan untuk menentukan hasil yang diharapkan dari tindakan keperawatan.
- Membantu perawat dalam menetapkan kriteria evaluasi keberhasilan intervensi keperawatan.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia)
- Merupakan standar yang digunakan untuk menentukan tindakan keperawatan yang diperlukan untuk mencapai luaran yang diharapkan.
- Memandu perawat dalam merencanakan dan melaksanakan intervensi keperawatan yang tepat.
Penerapan SDKI, SLKI, dan SIKI secara komprehensif membantu perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas dan berpusat pada klien. -
Article No. 14913 | 29 Mar 2025
Klinis : Tentukan implementasi berdasarkan diagnosis Pola nafas tidak efektif pada kasus Seorang laki-laki berusia 56 tahun, berprofesi sebagai petani, datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak napas sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS), disertai suara serak, nyeri menelan, sulit menelan, dan rasa terbakar di dada. Lima hari sebelum SMRS, pasien tidak sengaja menelan racun rumput yang disimpan dalam botol minuman saat bekerja di ladang. Pemeriksaan fisik menunjukkan mukosa hiperemis pada rongga mulut, faring, dan tonsil, serta erosi pada posterior lidah dan uvula. Laringoskopi indirek menunjukkan mukosa hiperemis dan edema pada laring serta epiglotis. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan ureum (276 mg/dL) dan kreatinin (9,72 mg/dL), yang mengarah pada acute kidney injury (AKI). Pasien didiagnosis dengan: 1. Laringofaringitis akut 2. Esofagitis korosif akibat keracunan herbisida 3. Acute kidney injury (AKI) Tatalaksana yang diberikan meliputi bilas lambung sebanyak dua kali, pemberian oksigen 8 LPM dengan NRM, terapi cairan IVFD RL 500 ml/8 jam, antibiotik ceftriaxon 1 gr/12 jam, furosemide, ranitidin, metilprednisolone, ketorolac, serta hemodialisis (HD) cito. Prognosis pasien bergantung pada jumlah paraquat yang diserap tubuh, dan dalam kasus ini, pasien mengalami keracunan ringan karena jumlah racun yang tertelan kurang dari 20 mg/kg.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Dengan mempertimbangkan kondisi pasien yang disajikan, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI-SLKI-SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia, serta implementasi berdasarkan diagnosis Pola nafas tidak efektif.
Diagnosa Keperawatan:
1. Pola nafas tidak efektif
2. Gangguan integritas kulit
3. Risiko kekurangan volume cairan
4. Nyeri akut
Penjelasan singkat SDKI-SLKI-SIKI:
1. Pola nafas tidak efektif
SDKI: Pola napas yang tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigenasi
SLKI: Pemulihan pola napas efektif
SIKI: Manajemen jalan napas, Manajemen oksigenasi, Manajemen ventilasi
2. Gangguan integritas kulit
SDKI: Kerusakan atau perubahan pada kulit dan/atau membran mukosa
SLKI: Pemulihan integritas kulit
SIKI: Perawatan luka, Pencegahan luka
3. Risiko kekurangan volume cairan
SDKI: Peningkatan risiko kehilangan cairan yang melebihi jumlah yang masuk
SLKI: Pemulihan keseimbangan cairan
SIKI: Terapi cairan, Pemantauan cairan
4. Nyeri akut
SDKI: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial
SLKI: Pemulihan nyeri
SIKI: Manajemen nyeri, Terapi farmakologis nyeri
Implementasi berdasarkan diagnosis Pola nafas tidak efektif:
1. Lakukan pemantauan tanda-tanda vital, termasuk frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan.
2. Berikan oksigen melalui masker nebulizer atau nasal kanul sesuai kebutuhan.
3. Bantu pasien untuk melakukan latihan pernapasan, seperti napas dalam atau pernafasan diafragma.
4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu, untuk membantu pengeluaran sekret.
5. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain (dokter, ahli gizi, dll.) untuk menentukan tindakan lebih lanjut, seperti intubasi, ventilasi mekanik, atau nutrisi parenteral.
6. Monitoring dan dokumentasi hasil intervensi secara teratur.
Dengan pendekatan keperawatan yang komprehensif dan kolaboratif, diharapkan kondisi pasien dapat segera membaik dan mencapai pemulihan yang optimal. -
Article No. 14914 | 29 Mar 2025
Klinis : Seorang anak laki-laki usia 15 bulan dibawa ke ruang gawat darurat karena keluhan demam tinggi sejak 3 hari yang lalu. Ibu mengatakan bahwa anak nya sering sekali pipis, dalam 1 ibu harus mengganti diapers anak sebanyak 10 kali. Ibu juga mengatakan bahwa anak lebih rewel dari biasanya. Anak juga terlihat mengejan dan menjerit ketika berkemih. Hasil pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital anak: Nadi: 120x/menit, nafas: 48x/menit, suhu: 38,9⁰C. kulit teraba hangat dan kemerahan. Anak terlihat pucat, gelisah dan menangis. Urin berbau tajam, terlihat ruam didaerah selangkangan dan genital.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berdasarkan kondisi yang Anda jelaskan, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat sesuai dengan standar SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Infeksi Saluran Kemih
Penjelasan:
- SDKI: Risiko meningkatnya kemungkinan organisme patogen/mikroorganisme menyerang sistem uriner, yang dapat menyebabkan infeksi.
- SLKI: Bebas dari tanda dan gejala infeksi saluran kemih.
- SIKI: Intervensi yang dapat dilakukan adalah perawatan kebersihan perineum, pemberian cairan yang cukup, pemantauan tanda-tanda infeksi, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk pemberian terapi antibiotik.
2. Nyeri Akut
Penjelasan:
- SDKI: Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.
- SLKI: Bebas dari rasa nyeri atau keluhan nyeri berkurang.
- SIKI: Intervensi yang dapat dilakukan adalah pengkajian nyeri, pemberian analgesik, distraksi, dan terapi non-farmakologis lainnya.
3. Gangguan Pola Eliminasi Urin
Penjelasan:
- SDKI: Perubahan pola eliminasi urin yang tidak efektif.
- SLKI: Pola eliminasi urin kembali normal.
- SIKI: Intervensi yang dapat dilakukan adalah pengkajian pola eliminasi urin, perawatan kebersihan area genital, dan pemberian tindakan lain sesuai kebutuhan.
Dalam kondisi ini, anak mengalami risiko infeksi saluran kemih yang ditandai dengan demam tinggi, sering berkemih, nyeri saat berkemih, dan adanya perubahan pola eliminasi urin. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan meliputi pengkajian, pemantauan tanda-tanda vital dan tanda infeksi, perawatan kebersihan, pemberian cairan yang cukup, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk pemberian terapi yang sesuai. -
Article No. 14915 | 29 Mar 2025
Klinis : Tentukan implementasi berdasarkan diagnosis Gangguan Menelan pada kasus Seorang laki-laki berusia 56 tahun, berprofesi sebagai petani, datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak napas sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS), disertai suara serak, nyeri menelan, sulit menelan, dan rasa terbakar di dada. Lima hari sebelum SMRS, pasien tidak sengaja menelan racun rumput yang disimpan dalam botol minuman saat bekerja di ladang. Pemeriksaan fisik menunjukkan mukosa hiperemis pada rongga mulut, faring, dan tonsil, serta erosi pada posterior lidah dan uvula. Laringoskopi indirek menunjukkan mukosa hiperemis dan edema pada laring serta epiglotis. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan ureum (276 mg/dL) dan kreatinin (9,72 mg/dL), yang mengarah pada acute kidney injury (AKI). Pasien didiagnosis dengan: 1. Laringofaringitis akut 2. Esofagitis korosif akibat keracunan herbisida 3. Acute kidney injury (AKI) Tatalaksana yang diberikan meliputi bilas lambung sebanyak dua kali, pemberian oksigen 8 LPM dengan NRM, terapi cairan IVFD RL 500 ml/8 jam, antibiotik ceftriaxon 1 gr/12 jam, furosemide, ranitidin, metilprednisolone, ketorolac, serta hemodialisis (HD) cito. Prognosis pasien bergantung pada jumlah paraquat yang diserap tubuh, dan dalam kasus ini, pasien mengalami keracunan ringan karena jumlah racun yang tertelan kurang dari 20 mg/kg.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan Menelan (Dysphagia)
Penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Gangguan Menelan (Dysphagia) didefinisikan sebagai kesulitan atau ketidakmampuan menelan makanan, cairan, atau obat melalui mulut ke esofagus.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Tujuan yang diharapkan adalah pasien dapat menelan makanan, cairan, dan obat dengan aman dan tanpa kesulitan.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi Gangguan Menelan (Dysphagia) meliputi:
1. Manajemen Jalan Napas
2. Manajemen Nutrisi
3. Manajemen Cairan
4. Manajemen Obat
5. Terapi Fisik
Implementasi Keperawatan:
1. Auskultasi suara napas dan bunyi menelan untuk mendeteksi adanya gangguan menelan.
2. Posisikan pasien setengah duduk atau miring saat makan/minum untuk memfasilitasi proses menelan.
3. Berikan makanan/cairan dengan tekstur yang sesuai kemampuan menelan pasien (misal: makanan lunak, cair).
4. Bantu pasien makan/minum dengan perlahan dan pastikan pasien dapat menelan dengan baik.
5. Pantau tanda-tanda aspirasi seperti batuk, tersedak, atau suara napas basah saat makan/minum.
6. Berikan suplementasi nutrisi sesuai kebutuhan jika pasien tidak dapat makan/minum secara oral.
7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet yang aman dan sesuai kemampuan menelan pasien.
8. Berikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai manajemen gangguan menelan. -
Article No. 14916 | 29 Mar 2025
Klinis : Seorang anak laki-laki usia 15 bulan dibawa ke ruang gawat darurat karena keluhan demam tinggi sejak 3 hari yang lalu. Ibu mengatakan bahwa anak nya sering sekali pipis, dalam 1 ibu harus mengganti diapers anak sebanyak 10 kali. Ibu juga mengatakan bahwa anak lebih rewel dari biasanya. Anak juga terlihat mengejan dan menjerit ketika berkemih. Hasil pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital anak: Nadi: 120x/menit, nafas: 48x/menit, suhu: 38,9⁰C. kulit teraba hangat dan kemerahan. Anak terlihat pucat, gelisah dan menangis. Urin berbau tajam, terlihat ruam didaerah selangkangan dan genital.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Sebagai seorang perawat, saya akan memberikan diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi yang sesuai untuk kondisi anak laki-laki usia 15 bulan dengan keluhan demam tinggi dan infeksi saluran kemih.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Inkontinensia urin berhubungan dengan infeksi saluran kemih, ditandai dengan sering pipis (> 10 kali dalam 1 hari), mengejan dan menjerit saat berkemih, dan urin berbau tajam.
2. Hipertermia berhubungan dengan infeksi, ditandai dengan demam tinggi (38,9°C).
3. Nyeri berhubungan dengan infeksi saluran kemih, ditandai dengan anak terlihat gelisah dan menangis.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Inkontinensia urin teratasi, ditandai dengan frekuensi berkemih kembali normal (< 8 kali dalam 1 hari), anak tidak mengejan dan menjerit saat berkemih, serta urin tidak berbau tajam.
2. Suhu tubuh kembali normal, ditandai dengan suhu tubuh anak berada dalam rentang normal (36,5-37,5°C).
3. Anak bebas dari nyeri, ditandai dengan anak terlihat tenang dan tidak menangis.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Inkontinensia urin:
a. Kaji frekuensi, volume, dan karakteristik urin anak.
b. Berikan intervensi untuk menurunkan infeksi saluran kemih, seperti pemberian antibiotik sesuai resep dokter.
c. Anjurkan ibu untuk menjaga kebersihan genetalia anak.
d. Lakukan penjadwalan berkemih secara teratur.
e. Berikan edukasi kepada ibu tentang pentingnya menjaga kebersihan anak dan tanda-tanda infeksi saluran kemih.
2. Hipertermia:
a. Kaji suhu tubuh anak secara berkala.
b. Berikan obat penurun demam sesuai resep dokter.
c. Lakukan kompres hangat pada dahi dan leher anak.
d. Anjurkan ibu untuk memberikan cairan yang cukup.
e. Berikan edukasi kepada ibu tentang penanganan demam pada anak.
3. Nyeri:
a. Kaji intensitas nyeri anak menggunakan alat ukur nyeri yang sesuai.
b. Berikan analgesik sesuai resep dokter untuk mengurangi nyeri.
c. Gunakan teknik nonfarmakologis, seperti distraksi atau relaksasi, untuk mengurangi nyeri.
d. Libatkan ibu dalam proses penanganan nyeri anak.
e. Berikan edukasi kepada ibu tentang penanganan nyeri pada anak.
Melalui intervensi keperawatan yang komprehensif, diharapkan kondisi anak dapat membaik dan luaran yang diharapkan dapat tercapai.