Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 15588 | 15 Apr 2025
Klinis : Asuhan keperawatan dari pengkajian, analisa, diagnosa keperawatan , intervensi , implementasi dan evaluasi dari data berikut ini; pasien denganNama Pasien : Tn. M Usia : 73 Tahun No. Register : 9018xx Jenis Kelamin : Laki-Laki Suku Bangsa : Jawa Pekerjaan : Tidak Bekerja Alamat : Jl. Bulak Pendidikan : SD Sederajat Tanggal MRS : 06 April 2025 / 00.30 WIB Diagnosa Medis : Hernia Inguinalis lateralis Dekstra Inkarserata + Partial Bowel obstruksi + Susp Striktur Uretra STATUS KESEHATAN Keluhan utama saat Masuk RS : Pasien mengatakan nyeri pada area selangkang kanan terdapat benjolan Keluhan utama saat pengkajian : Pasien mengatakan nyeri luka post Operasi dibagian selangkang kanan P : Aktivitas dan istirahat Q : Panas ditusuk-tusuk R : Area selangkangan kanan S : 4 (Sedang) T : Terus menerus Riwayat kesehatan : 1. Riwayat Kesehatan/Penyakit sekarang : Pasien mengatakan mengeluh nyeri perut 1 bulan dan nyeri pada benjolan selangkang kanan. Pada tanggal 30 maret 2025 pasien dibawa keluarganya ke puskesmas untuk berobat dan mendapat obat : spasminal, lansoprazole, dan caviplex akan tetapi masih susah bab. Selama 1 minggu dipuskesmas tidak mengalami perubahan kondisi jadi pasien dianjurkan pihak pukesmas untuk dirujuk ke RSUD Haji akan tetapi pasien tidak mau langsung dibawa ke RS Haji. Pasien bersedia dibawa ke IGD RSUD Haji tanggal 06 April 2025 karena sudah tidak kuat. Benjolan pada pasien keluar masuk di lipat paha kanan sejak ± 2 tahun, sejak 2 hari ini sebelum MRS tidak bisa masuk sendiri, pasien juga mengeluh tidak bisa BAB sudah 5 hari, masih bisa flatus tadi pagi, mual muntah (-) Demam (-), BAK tidak ada keluhan. Di IGD pasien disarankan untuk opname dan mendapatkan terapi Inf. Pz 14tpm, fleet enema, Inj. Metamizole 1gr, Inj. Metoclopramide 10 mg. Pasien dirawat oleh dr. Koernia Sp.B karena didiagnosa Hernia Incaserata inguinal D dan akan dilaksanakan Operasi Cito. Pasien dipasang NGT namun saat dipasang Dower katheter terjadi kegagalan dikarenakan pasien ada riwayat BPH dan akhirnya pasien juga akan dilakukan Operasi sachse Cito Pasien dikirim dari IGD ke OK jam 01:00 dan setelah selesai operasi dikirim ke Ruang Al-Aqsa 4 Jabal Rahmah Pukul 05.00 WIB di kamar C2. Pasien mengeluh nyeri pada luka post operasi dan nyeri pada perut terasa kaku, panas dan kembung serta belum bisa flatus, sering menyeringai, takut bergerak . 2. Riwayat Kesehatan/Penyakit dahulu : HT tidak rutin minum obat, post op operasi prostat (Tahun 2021) di RSUD Haji, dan tidak pernak kontrol lagi dikarenkan tidak ada keluhan. 3. Riwayat Kesehatan/Penyakit keluarga : Anggota keluarga pasien yaitu anak pasien pertama dan kedua menderita HT dan tidak rutin kontrol. Pasien juga mengatakan untuk kebutuhan makan dan minum mengikuti apa yg sudah disediakan oleh anaknya. Untuk olahraga pasien kadang kadang melakukan jalan-jalan pada pagi hari dan mengangkat tangan untuk melemaskan otot. 4. Genogram Keterangan : = Laki-laki = Garis Keturunan = Perempuan = Garis Serumah = Pasien = Meninggal = Garis Perkawinan 5. Vital Signs: Kesadaran /GCS : Composmentis Tekanan Darah : 146/82 Mmhg Frekuensi Pernapasan : 22 x/mnt Suhu : 36.2 c Nadi : 108x/mnt Berat Badan : 68Kg Tinggi Badan : 165cm Masalah Keperawatan: 1. Nyeri akut 2. Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif POLA FUNGSI KESEHATAN : 1. Pola penatalaksanaan kesehatan / persepsi sehat Data Subyektif: Pasien mengatakan bahwa sebelumnya mempunyai riwayat merokok dan sudah berhenti kurang lebih 5 tahunan. Pasien kesehariannya kadang kadang melakukan olahraga jalan pagi Pasien juga mengatakan pergi ke puskesmas bila ada keluhan saja. Pasien mengatakan sudah 1 bulan mengeluh nyeri perut dan nyeri pada benjolan di selangkang kanan. Pernah berobat ke puskesmas seminggu sebelum ke RS atas inisiatif keluarga karena sudah tidak bisa lagi diobati sendiri dan karena sebelumnya pasien tidak mau. Data Obyektif: Pasien dan keluarga kooperatif saat diberi informasi tentang saat diberi informasi terkait mobilisasi dan puasa Masalah Keperawatan: Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif 2. Pola Nutrisi– Metabolik Data Subyektif: SMRS: Pasien mengatakan makan 3x sehari dengan menu yang sudah disediakan oleh keluarga dan pasien juga mengkonsumsi kopi tapi tidak rutin. Pasien mengatakan selama sakit dirumah nafsu makan menurun dikarenakan mual dan nyeri di perut karena belum bisa flatus dan BAB. Untuk BB pasien jarang menimbang dan TB ±165 cm informasi dari keluarga pasien. MRS : Pasien mengatakan masih puasa sambil menunggu instruksi dari perawat dan dokter. Data Obyektif: Pasien tampak lemah, terpasang infus RL 21 tpm. Kesadaran /GCS : Composmentis / GCS E4V5M6 Tekanan Darah : 146/82 Mmhg Frekuensi Pernapasan : 22 x/mnt Suhu : 36.2 c Nadi : 108x/mnt Antropometri : BB: 68 kg, TB: 165, IMT: 25 termasuk dalam kategori Obesitas Biokimia : Hb: 13,4 g/dl GDA: 117mg/dl, BUN 31mg/dl, SC 1.1 mg/dl, Kalium: 4,8 mmol/L, Natrium: 135 mmol/L, Chlorida: 96 mmol/L, tidak ada pemeriksaan albumin. Clinis : Terpasang NGT tertutup, minum sedikit sedikit post operasi, pasien dicoba minum sedikit sedikit, kulit tidak ada bintik merah, kulit tidap melupas, rambut berwarna hitam, mukosa bibir kering, tugor kulit baik, mukosa mulut lembab, tidak ada masalah gusi, tidak ada perdarahan di mulut. Diit : Pasien disarankan minum sedikit sedikit akan tetapi bila tidak mual muntah direncanakan pemberian diit BH TKTP RG 2100 Kkal. Braden scale : 10 Resiko tinggi dan Norton Scale : 13 ≤14 Resiko tinggi Kesimpulan Braden scale dan Norton Scale adalah Resiko tinggi risiko tinggi mengalami luka tekan (decubitus) Pemeriksaan fisik yang menunjang (IPPA) 1. Inspeksi: Pasien tampak lemah, pucat, sklera tidak ada ikterus, tidak ada anemia konjungtiva, mukosa bibir kering, tugor kulit baik, terpasang NGT, tidak ada trembesan luka, kering dengan balutan steril dari kamar operasi di lipat paha kanan. 3. Palpasi: Teraba keras perut ( distended ) dan nyeri tekan (+) di area perut 4. Perkusi: Timpani di area abdomen. 5. Auskultasi: Peristaltik usus 6 x/mnt suara usus terdengar lambat, dan lemah. Masalah Keperawatan : 1. Disfungsi motilitas gastrointestinal 2. Risiko luka tekan 3. Pola Eliminasi Alvi &Uri Data Subyektif: SMRS: Pasien mengatakan BAK ± 6-8 X/hari lancar warna kuning dan bau khas. Pasien BAB lancar 1X/ hari akan tetapi 5 hari sebelum MRS tidak bisa BAB dan sulit buang angin. MRS : Pasien mengatakan sudah buang angin tapi sedikit dan belum BAB . Data Obyektif: Pemeriksaan fisik yang menunjang (IPPA) 3. Inspeksi: Pasien tampak lemah, pucat, sklera tidak ada ikterus, tidak ada anemia konjungtiva, mukosa bibir kering, tugor kulit baik, tidak ada trembesan luka di lipat paha kanan pasien terpasang kateter setelah dari kamar opersi. 4. Palpasi: Teraba keras perut ( distended ) dan nyeri tekan (+) di area perut. 5. Perkusi: Timpani di area abdomen dan nyeri perut serta terasa panas 6. Auskultasi: suara usus terdengar lambat, dan lemah Masalah Keperawatan: 1. Risiko infeksi 2. Risiko konstipasi 4. Pola Aktifitas Data Subyektif: SMRS: Pasien tidak bekerja, keseharian pasien saat dirumah membantu anaknya yang berjualan, seluruh aktivitas seperti makan, minum, mandi berpakaian, berpindah dari tempat satu ke tempat yang lain semua dilakukan secara mandiri tanpa bantuan MRS : Saat dirumah sakit seluruh aktivitas pasien dilakukan dengan membutuhkan bantuan yang dibantu oleh anak dan menantunya karena baru saja menjalani operasi. Data Obyektif: Status fungsional dengan Indeks bartel: 0 Ketergantungan total Morse Fall Scale (MFS) : 85 Risiko tinggi ≥51 Tekanan Darah : 146/82 Mmhg Pemeriksaan fisik yang menunjang (IPPA): 1. Inspeksi: Pasien tampak lemah, pucat, tirah baring di tempat tidur, gerakan tubuh terbatas, berhati-hati saat bergerak karena nyeri luka, ekstremitas tidak ada kelainan bentuk dan oedema, tetapi tampak kurang aktif . RR: 22X/mnt. Terpasang infus RL 14 tpm 2. Palpasi: tidak ada pitting oedema, teraba keras perut ( distended ) dan nyeri tekan (+) di area perut, Nadi: 108x/mnt reguler , S: 36.2°C 3. Perkusi: Timpani di area abdomen dan nyeri perut serta terasa panas 4. Auskultasi: Bunyi jantung S1-S2 tunggal, suara napas vesikuler normal, tidak ada suara napas tambahan. Masalah Keperawatan: Defisit perawatan diri, Risiko jatuh 5.Pola Istirahat Tidur Data Subyektif: SMRS: Pasien mengatakan kebiasaan tidur sehari hari ±6-8 jam / hari mulai jam 22:00 sampai jam 04:00 pada malam hari dan jam 12:30-14:30 akan tetapi kurang tidur selama sakit dirumah ± 4-6 jam serta pasien mengeluh tidur tidak nyenyak karena sering terbangun akibat rasa nyeri di perut dan selangkangan. Sulit menemukan posisi nyaman saat tidur, sering berganti posisi karena rasa tidak nyaman di area selangkangan. MRS: Pasien mengatakan masih terasa sedikit mengantuk setelah operasi dan tidak nyaman akibat terpasang infus, kateter urine dan NGT. Data Obyektif: Nyeri di area luka operasi, Pasien tampak lemah, menyeringai, terpasang infus RL 21 tpm, Kesadaran /GCS : Composmentis / GCS E4V5M6 Tekanan Darah : 146/82 Mmhg Frekuensi Pernapasan: 22 x/mnt Suhu: 36.2 c Nadi: 108x/mnt Masalah Keperawatan: Nyeri akut 6. Pola Persepsi kognitif Data Subyektif: Pasien mengatakan tidak menggunakan alat bantu pengelihatan ataupun pendengaran serta tidak terdapat masalah pada indra penciuman dan perasa. Pasien mengatakan nyeri pada luka post operasi selangkang kanan dan perut. P : Aktivitas dan istirahat Q : Panas ditusuk-tusuk R : Area selangkangan kanan S : 4 (Sedang) T : Terus menerus Data Obyektif: Keadaan umum lemah, kesadaran Composmentis GCS E4V5M6, pasien dapat berkomunikasi dengan baik. Masalah Keperawatan: Nyeri akut 7. Pola Konsep diri dan Persepsi diri Pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan kembali menjalankan aktifitasnya sehari-hari. Pasien bahwa ia yakin dan percaya akan kesembuhannya. Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan 8. Pola hubungan peran Persepsi klien tantang pola hubungan Pasien mengatakan bahwa keluarganya sangat perhatian dan menyayanginya serta setiap hari selalu dijaga dan dirawat saat sakit maupun dirumah sakit. Pasien juga mengatakan bahwa keluarganya mendukung kesembuhannya dengan selalu mendampinginya Persepsi klien tentang peran dan tanggung jawab Pasien mengatakan bahwa dirinya adalah seorang bapak dari 5 orang anak yang sudah bekerja Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan 9. Pola Reproduksi Seksual Data Subyektif: Pasien mengatakan bahwa dirinya adalah seorang laki-laki yang sudah pernah menikah dan tidak terdapat masalah pada organ reproduksi serta mempunyai 5 orang anak. Data Obyektif: Terdapat luka post operasi di selangkang kanan. Terpasang kateter Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan 10. Mekanisme Koping Kemampuan mengendalian stress: Apabila ada masalah Pasien membantu kegiatan anaknya dalam berjualan serta berkumpul dengan keluarga atau temannya untuk saling mengobrol Sumber pendukung: Pasien mengatakan bahwa ia selalu didukung oleh keluarganya bagaimanapun keadaannya. Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan 11. Pola tata nilai dan kepercayaan Pasien mengatakan bahwa dirinya beragama islam dan melakukan kewajibannya baik dirumah maupun diRS, selalu berdoa kepada tuhan akan kesembuhannya agar bisa berkumpul kembali dengan keluarganya. Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan Laboratorium 2025/04/06 PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL Hematologi DARAH LENGKAP Hb 13.4 g/dL Bayi 0 - 1hr : 13,2 - 17,3 Bayi 2hr : 13.2 - 17.4 Bayi 3-5 hr : 15,0 - 24,6 Anak 1-6th : 10,7 - 14,7 Anak 7-13th :10,8 - 15,6 Dewasa >13th : 12,8 - 16,8 Lekosit 5,020 /mm3 Bayi 0-2hr : 9.400 - 34.000 Bayi 3-5hr : 9.402 - 34.000 Bayi 6-30hr : 5.500 - 18.000 Bayi 1-12bln: 6.000 - 17.500 Anak 1-13th : 4.500 - 13.500 Dewasa >13th : 4.500 - 13.500 Trombosit 369,000 /mm3 Bayi 0-12bln: 180.000 - 550.000 Anak 1-13th : 180.000 - 550.000 Dewasa >13th : 150.000 - 440.000 Hematokrit 42.1 % Bayi 0 - 1hr : 44 - 72 Bayi 2hr : 45 - 72 Bayi 3-5 hr : 50 - 82 Anak 1-13th :33 - 45 Dewasa >13th : 33 - 45 Eritrosit 5.32 /mm6 4,5 - 6,5 M C V 79.1 fl 77 - 93 fl M C H 25.2 pg 27 - 32 pg M C H C 31.8 % 31 - 35 % Eosinofil 2.6 % 1 - 4 % Basofil 0.4 % 0 - 1 % Neutrofil 69.9 % 50 - 70 % Limphosit 15.3 % 20 - 40 % Monosit 11.8 % 0 - 1 % IG% 0.0 % 0 - 1 % Kimia Klinik GDA STIK 117 mg / dl < 150 BUN 31 mg / dl 6 - 20 CREATININ SERUM 1.1 mg / dl Bayi 0-30 hr : <0,85 Bayi 1-12 bln : <0,5 Anak1-13 thn : <0.8 Dewasa >13thn : <1.2 SGOT 40 U/L <40 SGPT 23 U/L < 41 K/NA/CL Kalium 4.8 mmol/L Bayi 0 -12bln : 3.3 - 5.6 Anak 1 - 13th : 3.3 - 4.6 Dewasa >13th : 3.6 - 5.0 Natrium 135 mmol/L Bayi 0 -12bln : 132 -143 Anak 1 - 13th : 132 - 145 Dewasa >13th : 136 - 145 Chlorida 96 mmol/L Bayi 0 -12bln : 96 - 116 Anak 1 - 13th : 96 - 111 Dewasa >13th : 96- 106 PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL Hematologi FH (RJ) PPT 9,7 C : 11.0 Detik 9,3 - 11,4 Detik APTT 28,5 C : 26.5 Detik 24,5 - 32,8 Detik I N R 0.87 - 0,8 - 1,2 Kimia Klinik ALBUMIN 4.2 g/dL Bayi 0-12bln : 3.8 - 5.4 Anak1- 13th : 3.8 - 5.4 Dewasa 13th<: 3.8 - 5.4 HBS Ag Device NEGATIF NEGATIF imuno-serologi Anti HIV R1 : ARKAN NON REAKTIF NON REAKTIF 3. Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan : THORAX 1 POSISI Cor : Ukuran dan bentuk normal Pulmo : Tidak tampak kelainan Bronchovascular pattern normal Sinus phrenicoscostalis kanan kiri tajam Tulang normal Kesimpulan : Foto thorax tidak didapatkan kelainan Pemeriksaan : BOF 2 POSISI : BOF-LLD Tampak step ladder sign Tak tampak gas bebas. Gas usus di colon descendens sampai rectum tak meningkat . Lipping pada corpus vertebra lumbal 1-5 Tidak tampak gas bebas Tidak tampak batu opaq Kesimpulan : Ileus obstruksi partial 4. Terapi dan Diet: Rl 1500 cc/ 24 jam inj. ceftriaxon 2 x 1g in¿. metamizole 3x 1g inj. metoclopamide 3 x 10 mg inj. omeprazole 2 x 40 mg NGT tutup, jika sudah flatus dan BAB -> aff NGT sadar baik MSS , selanjutnya Diet bebas Pertahankan kateter sampai 10 hari Raber TS kardio + TS Urologi BH TKTP RG 2100 Kkal DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berikut adalah diagnosa keperawatan SDKI, luaran/output yang diharapkan setelah asuhan keperawatan (SLKI), dan intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran (SIKI) untuk kondisi pasien Tn. M.
1. Diagnosa Keperawatan SDKI: Nyeri Akut
- Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Tujuan Jangka Pendek (3 hari): Pasien akan melaporkan penurunan nyeri dari skala 4 menjadi skala 2.
2. Tujuan Jangka Panjang (7 hari): Pasien akan melaporkan nyeri terkontrol dan dapat beristirahat dengan nyaman.
- Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Kaji nyeri pasien secara komprehensif (PQRST).
2. Berikan analgesik sesuai instruksi dokter.
3. Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengatasi nyeri (misalnya relaksasi, distraksi).
4. Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman.
5. Kolaborasi dengan dokter untuk evaluasi dan penyesuaian terapi analgetik.
2. Diagnosa Keperawatan SDKI: Disfungsi Motilitas Gastrointestinal
- Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Tujuan Jangka Pendek (3 hari): Pasien akan memiliki peristaltik usus yang membaik dan dapat flatus.
2. Tujuan Jangka Panjang (7 hari): Pasien akan dapat buang air besar secara normal.
- Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Kaji status nutrisi dan cairan pasien.
2. Pertahankan posisi semi-fowler untuk memfasilitasi peristaltik usus.
3. Berikan diet sesuai indikasi (misalnya diet lunak, diet rendah serat).
4. Berikan laksatif atau enema sesuai instruksi dokter.
5. Kolaborasi dengan dokter untuk evaluasi dan penyesuaian terapi.
3. Diagnosa Keperawatan SDKI: Risiko Luka Tekan
- Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Tujuan Jangka Pendek (3 hari): Tidak terjadi luka tekan pada pasien.
2. Tujuan Jangka Panjang (7 hari): Pasien mempertahankan integritas kulit yang baik.
- Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Kaji risiko luka tekan menggunakan skala Braden dan Norton.
2. Pertahankan posisi semi-fowler dan lakukan perubahan posisi secara berkala.
3. Menjaga kebersihan dan kelembaban kulit pasien.
4. Berikan alas yang sesuai untuk mencegah luka tekan.
5. Kolaborasi dengan dokter untuk evaluasi dan penyesuaian intervensi.
4. Diagnosa Keperawatan SDKI: Risiko Infeksi
- Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Tujuan Jangka Pendek (3 hari): Tidak terjadi tanda-tanda infeksi pada pasien.
2. Tujuan Jangka Panjang (7 hari): Pasien akan menunjukkan tanda-tanda penyembuhan luka yang baik.
- Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Kaji tanda-tanda infeksi secara berkala.
2. Pertahankan teknik aseptik saat merawat luka dan kateter.
3. Berikan antibiotik sesuai instruksi dokter.
4. Motivasi pasien untuk menjaga kebersihan diri.
5. Kolaborasi dengan dokter untuk evaluasi dan penyesuaian terapi.
5. Diagnosa Keperawatan SDKI: Risiko Konstipasi
- Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Tujuan Jangka Pendek (3 hari): Pasien akan dapat buang air besar secara normal.
2. Tujuan Jangka Panjang (7 hari): Pasien akan melaporkan tidak ada keluhan konstipasi.
- Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Kaji pola eliminasi dan faktor risiko konstipasi pada pasien.
2. Berikan cairan yang cukup dan diet sesuai indikasi.
3. Berikan laksatif atau enema sesuai instruksi dokter.
4. Ajarkan latihan pergerakan untuk meningkatkan motilitas usus.
5. Kolaborasi dengan dokter untuk evaluasi dan penyesuaian terapi.
6. Diagnosa Keperawatan SDKI: Defisit Perawatan Diri
- Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Tujuan Jangka Pendek (3 hari): Pasien akan dapat melakukan perawatan diri secara mandiri atau dengan bantuan minimal.
2. Tujuan Jangka Panjang (7 hari): Pasien akan dapat melakukan perawatan diri secara mandiri.
- Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Kaji kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas perawatan diri.
2. Berikan bantuan dalam melakukan perawatan diri sesuai kebutuhan pasien.
3. Ajarkan dan latih pasien untuk melakukan perawatan diri secara bertahap.
4. Libatkan keluarga dalam memberikan bantuan perawatan diri pasien.
5. Evaluasi kemajuan pasien dalam melakukan perawatan diri secara mandiri.
7. Diagnosa Keperawatan SDKI: Risiko Jatuh
- Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Tujuan Jangka Pendek (3 hari): Tidak terjadi insiden jatuh pada pasien.
2. Tujuan Jangka Panjang (7 hari): Pasien dapat melakukan mobilisasi dengan aman.
- Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Kaji faktor risiko jatuh pada pasien menggunakan Morse Fall Scale.
2. Berikan bantuan dan alat bantu mobilisasi sesuai kebutuhan pasien.
3. Ciptakan lingkungan yang aman dan hindari hambatan di sekitar pasien.
4. Ajarkan dan latih pasien untuk melakukan mobilisasi dengan aman.
5. Kolaborasi dengan fisioterapis untuk program rehabilitasi yang sesuai.
8. Diagnosa -
Article No. 15589 | 15 Apr 2025
Klinis : pathway manajemen keluarga tidak efektif
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, sebagai seorang perawat profesional, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat mengenai SDKI, SLKI, dan SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi "pathway manajemen keluarga tidak efektif".
Diagnosa Keperawatan:
Manajemen Keluarga Tidak Efektif
Definisi:
Ketidakmampuan keluarga untuk mengidentifikasi, mencari, menggunakan, dan mempertahankan sumber daya yang tersedia secara efektif untuk mengatasi masalah kesehatan keluarga.
Penyebab:
1. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan keluarga dalam mengelola masalah kesehatan.
2. Keterbatasan akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan.
3. Dinamika keluarga yang tidak mendukung.
4. Faktor eksternal yang menghambat.
Gejala dan Tanda:
1. Keluarga tidak mampu mengidentifikasi masalah kesehatan yang ada.
2. Keluarga tidak dapat menentukan strategi penanganan yang tepat.
3. Keluarga tidak dapat memanfaatkan sumber daya yang tersedia secara efektif.
4. Keluarga tidak dapat mempertahankan perubahan positif yang telah dicapai.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Standar SDKI memuat definisi, karakteristik klinis, faktor-faktor yang berhubungan, dan klasifikasi diagnosa keperawatan. Dalam kasus ini, "Manajemen Keluarga Tidak Efektif" merupakan salah satu diagnosa keperawatan yang tertuang dalam SDKI.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
SLKI menyediakan standar luaran atau hasil yang diharapkan dari intervensi keperawatan. Untuk diagnosa "Manajemen Keluarga Tidak Efektif", luaran yang diharapkan dapat mencakup peningkatan pengetahuan keluarga, peningkatan kemampuan keluarga dalam mengelola masalah kesehatan, dan tercapainya perubahan perilaku yang positif.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
SIKI memuat standar intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mencapai luaran yang diharapkan. Intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi "Manajemen Keluarga Tidak Efektif" dapat meliputi edukasi kesehatan, pelatihan keterampilan, pendampingan keluarga, serta penggunaan sumber daya yang ada secara optimal.
Penerapan standar SDKI, SLKI, dan SIKI dalam praktik keperawatan dapat membantu perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang terstandar dan berkualitas, sehingga dapat meningkatkan outcome yang diharapkan bagi klien dan keluarga. -
Article No. 15590 | 15 Apr 2025
Klinis : Ny. S, seorang perempuan berusia 37 tahun, datang ke RSI Sultan Agung Semarang pada tanggal 10 Februari 2023 pukul 19.00 WIB dengan keluhan utama nyeri pada luka operasi di perut yang terasa kencang dan seperti ditusuk-tusuk, disertai perut membesar yang telah berlangsung selama kurang lebih dua tahun. Pasien mengalami kelemahan tubuh hingga tidak dapat berjalan. Dari hasil wawancara dan pemeriksaan, diketahui bahwa Ny. S memiliki riwayat medis Ca Ovarium dan belum pernah mengalami kehamilan selama 16 tahun pernikahan. Ia tidak memiliki riwayat penyakit serupa dalam keluarga, tinggal di lingkungan yang bersih, serta memiliki suami sebagai penanggung jawab yang turut mendukung pengobatannya. Pasien sebelumnya pernah dirawat di RS Mitra Bangsa Pati sebulan lalu akibat keluhan yang sama.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Assalamualaikum, Ny. S. Berdasarkan keluhan dan kondisi yang Anda sampaikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri akut berhubungan dengan luka operasi pada perut.
2. Ketidakstabilan hemodinamik berhubungan dengan pembesaran perut.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan tubuh.
Penjelasan Singkat:
1. Nyeri Akut berhubungan dengan Luka Operasi pada Perut
- SDKI: Nyeri Akut
- SLKI: Manajemen Nyeri
- SIKI: Manajemen Nyeri
Kondisi ini disebabkan oleh luka operasi pada perut yang Ny. S alami, sehingga menimbulkan rasa nyeri yang kencang dan seperti ditusuk-tusuk. Perawatan yang dapat dilakukan adalah memberikan analgesik, menggunakan terapi non-farmakologi (relaksasi, distraksi, dan kompres hangat), serta memantau tanda-tanda vital.
2. Ketidakstabilan Hemodinamik berhubungan dengan Pembesaran Perut
- SDKI: Ketidakstabilan Hemodinamik
- SLKI: Manajemen Sirkulasi
- SIKI: Pemantauan Hemodinamik
Pembesaran perut yang terjadi selama kurang lebih dua tahun dapat menyebabkan ketidakstabilan hemodinamik, seperti perubahan tekanan darah, nadi, dan frekuensi pernapasan. Perawatan yang dapat dilakukan adalah melakukan pemantauan tanda-tanda vital secara berkala, mencegah komplikasi, serta menjaga stabilitas hemodinamik.
3. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Kelemahan Tubuh
- SDKI: Intoleransi Aktivitas
- SLKI: Peningkatan Toleransi Aktivitas
- SIKI: Manajemen Energi
Ny. S mengalami kelemahan tubuh hingga tidak dapat berjalan, hal ini dapat disebabkan oleh kondisi penyakit yang dialaminya. Perawatan yang dapat dilakukan adalah membantu Ny. S dalam melakukan aktivitas sehari-hari, menyediakan alat bantu jika diperlukan, serta memberikan edukasi mengenai manajemen energi.
Semoga penjelasan ini dapat membantu Ny. S dalam memahami kondisi kesehatannya saat ini. Saya sebagai perawat akan terus berupaya memberikan perawatan yang terbaik untuk membantu proses pemulihan Ny. S. Apabila ada pertanyaan lain, jangan ragu untuk menanyakannya. Wassalamualaikum. -
Article No. 15591 | 15 Apr 2025
Klinis : Pasien resiko bunuh diri
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci mengenai diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi keperawatan yang sesuai untuk pasien dengan risiko bunuh diri.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk pasien dengan risiko bunuh diri adalah "Risiko Bunuh Diri". Diagnosa ini menggambarkan keadaan pasien yang memiliki potensi untuk melukai atau membunuh diri sendiri. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan risiko bunuh diri antara lain depresi, gangguan mental, masalah interpersonal, riwayat percobaan bunuh diri sebelumnya, dan kurangnya dukungan sosial.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan pasien dapat mencapai luaran sebagai berikut:
1. Perilaku Bunuh Diri Berkurang: Pasien menunjukkan penurunan dalam perilaku dan keinginan untuk melukai atau membunuh diri sendiri.
2. Keyakinan Menghadapi Masalah Meningkat: Pasien menunjukkan peningkatan dalam kemampuan untuk menghadapi masalah dan tantangan dalam hidupnya.
3. Dukungan Sosial Meningkat: Pasien memiliki jaringan dukungan sosial yang lebih baik, seperti keluarga, teman, atau kelompok pendukung.
4. Koping Adaptif Meningkat: Pasien menunjukkan peningkatan dalam kemampuan untuk mengelola stres dan situasi sulit dengan cara-cara yang konstruktif.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
Untuk mencapai luaran yang diharapkan, berikut adalah beberapa intervensi keperawatan yang dapat dilakukan:
1. Pengkajian Komprehensif: Melakukan pengkajian yang mendalam terhadap faktor-faktor risiko, riwayat kesehatan mental, dan kemampuan koping pasien.
2. Manajemen Krisis: Memberikan intervensi segera untuk mengatasi krisis atau keinginan bunuh diri yang sedang terjadi, termasuk menjamin keamanan dan keselamatan pasien.
3. Terapi Suportif: Memberikan dukungan emosional, pendampingan, dan konseling untuk membantu pasien mengatasi masalah dan meningkatkan harga diri.
4. Perencanaan Keselamatan: Mengembangkan rencana keselamatan yang melibatkan pasien, keluarga, dan tim kesehatan untuk mencegah perilaku bunuh diri.
5. Koordinasi Perawatan: Berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain, seperti psikiater atau konselor, untuk memberikan perawatan yang komprehensif dan terintegrasi.
6. Edukasi dan Pemberdayaan: Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai risiko bunuh diri, strategi koping, dan sumber dukungan yang tersedia.
7. Pemantauan dan Evaluasi: Melakukan pemantauan secara berkala terhadap kondisi pasien dan mengevaluasi efektivitas intervensi yang diberikan.
Dengan penerapan diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi keperawatan yang tepat, diharapkan dapat membantu pasien dengan risiko bunuh diri untuk meningkatkan keselamatan, kesejahteraan, dan kualitas hidupnya. -
Article No. 15592 | 15 Apr 2025
Klinis : Kasus 22: Bayi perempuan, usia gestasi 35 minggu, lahir spontan 3 jam yang lalu di rumah sakit. Hasil pengkajian: BB 1800 gram, PB 41 cm, frekuensi napas 56 x/mnt, nadi 140 x/menit, SpO2 94 %. Bayi tampak aktif, kemampuan menghisap baik, dan tidak ditemukan adanya kelainan. Setelah 30 menit, bayi mengalami penurunan suhu sampai 360C. Pertanyaan: a. Tegakkan diagnosis keperawatan yang sesuai berdasarkan kasus? b. Tuliskan intervensi yang tepat dilakukan pada bayi dengan kasus tersebut? c. Tuliskan SOP perawatan bayi dalam inkubator dan SOP tindakan perawatan metode kanguru, dan praktikan saat bimbingan laboratorium? d. Jika usia kronologis bayi saat ini adalah 60 hari, hitunglah berapa usia koreksi bayi tersebut?
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Dengan senang hati saya akan membantu Anda dengan informasi yang Anda butuhkan untuk kasus ini.
1. Kode ICD-10:
- Kode: P07.3
- Deskripsi: Bayi prematur, dengan usia gestasi 32 minggu atau lebih, tetapi kurang dari 37 minggu
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Tidak ada kode ICD-9-CM prosedur yang spesifik untuk kasus ini.
a. Diagnosis keperawatan yang sesuai berdasarkan kasus:
- Risiko hipotermi
- Risiko gangguan pernafasan
- Risiko gangguan sirkulasi
b. Intervensi yang tepat dilakukan pada bayi dengan kasus tersebut:
- Mempertahankan suhu tubuh bayi dalam kisaran normal dengan menggunakan inkubator atau metode perawatan skin-to-skin (metode kanguru)
- Memantau frekuensi pernafasan, nadi, dan saturasi oksigen secara berkala
- Memberikan dukungan oksigen jika diperlukan
- Memastikan asupan nutrisi dan cairan yang adekuat
- Melakukan stimulasi dan interaksi yang sesuai untuk mendukung perkembangan bayi
c. SOP perawatan bayi dalam inkubator dan SOP tindakan perawatan metode kanguru:
SOP Perawatan Bayi dalam Inkubator:
- Menyiapkan inkubator dengan suhu, kelembaban, dan oksigen yang sesuai
- Memindahkan bayi ke dalam inkubator dengan hati-hati
- Memantau suhu, kelembaban, dan oksigen secara berkala
- Menjaga kebersihan inkubator dan melakukan penggantian sesuai kebutuhan
- Melakukan interaksi dan stimulasi yang sesuai untuk bayi di dalam inkubator
SOP Tindakan Perawatan Metode Kanguru:
- Memastikan kondisi bayi stabil sebelum dimulai
- Mempersiapkan posisi yang nyaman bagi ibu/pengganti
- Menempatkan bayi di dalam posisi skin-to-skin dengan ibu/pengganti
- Memastikan bayi tetap terlindung dan nyaman
- Memantau tanda-tanda vital bayi selama prosedur
- Memberikan dukungan emosional dan edukasi kepada ibu/pengganti
d. Usia Koreksi Bayi:
Usia kronologis bayi saat ini adalah 60 hari. Usia gestasi bayi saat lahir adalah 35 minggu. Usia koreksi bayi dapat dihitung sebagai berikut:
Usia koreksi = Usia kronologis - (40 minggu - Usia gestasi saat lahir)
Usia koreksi = 60 hari - (40 minggu - 35 minggu) = 60 hari - 5 minggu = 55 hari
Jadi, usia koreksi bayi saat ini adalah 55 hari. -
Article No. 15593 | 15 Apr 2025
Klinis : Kasus 22: Bayi perempuan, usia gestasi 35 minggu, lahir spontan 3 jam yang lalu di rumah sakit. Hasil pengkajian: BB 1800 gram, PB 41 cm, frekuensi napas 56 x/mnt, nadi 140 x/menit, SpO2 94 %. Bayi tampak aktif, kemampuan menghisap baik, dan tidak ditemukan adanya kelainan. Setelah 30 menit, bayi mengalami penurunan suhu sampai 360C. Pertanyaan: a. Tegakkan diagnosis keperawatan yang sesuai berdasarkan kasus? b. Tuliskan intervensi yang tepat dilakukan pada bayi dengan kasus tersebut? c. Tuliskan SOP perawatan bayi dalam inkubator dan SOP tindakan perawatan metode kanguru, dan praktikan saat bimbingan laboratorium? d. Jika usia kronologis bayi saat ini adalah 60 hari, hitunglah berapa usia koreksi bayi tersebut?
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah jawaban saya:
a. Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kasus ini adalah:
1. Hipotermi berhubungan dengan penurunan suhu tubuh hingga 36°C.
b. Intervensi yang tepat dilakukan pada bayi dengan kasus tersebut:
1. Kaji tanda-tanda vital bayi secara berkala (suhu, nadi, pernapasan, saturasi oksigen).
2. Pertahankan lingkungan termal yang optimal dengan menempatkan bayi di dalam inkubator dengan suhu sesuai kebutuhan.
3. Berikan perawatan metode kanguru untuk mempertahankan suhu tubuh bayi.
4. Berikan nutrisi enteral sesuai kebutuhan bayi.
5. Lakukan stimulasi taktil dan auditori untuk meningkatkan kemampuan menyusu.
6. Pantau masukan dan keluaran cairan serta timbang berat badan bayi secara teratur.
7. Libatkan orang tua dalam perawatan bayi untuk meningkatkan kelekatan.
c. SOP Perawatan Bayi dalam Inkubator:
1. Persiapkan inkubator dengan suhu dan kelembaban yang sesuai.
2. Tempatkan bayi di dalam inkubator dengan posisi yang nyaman.
3. Pantau suhu, kelembaban, dan nutrisi bayi secara berkala.
4. Lakukan pemberian nutrisi dan perawatan lainnya melalui lubang inkubator.
5. Pertahankan suhu inkubator sesuai kebutuhan bayi.
SOP Perawatan Metode Kanguru:
1. Siapkan ruangan yang nyaman dan kondusif.
2. Instruksikan ibu untuk membuka baju atasnya.
3. Letakkan bayi dalam posisi tegak di dada ibu dengan kontak kulit ke kulit.
4. Selimuti bayi dan ibu untuk mempertahankan suhu.
5. Pertahankan posisi bayi selama minimal 1 jam.
6. Pantau tanda-tanda vital bayi selama prosedur.
d. Jika usia kronologis bayi saat ini adalah 60 hari, maka usia koreksi bayi tersebut adalah:
Usia koreksi = Usia kronologis - Usia gestasi
Usia koreksi = 60 hari - 35 minggu = 25 hari
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Suhu tubuh bayi kembali ke normal (36,5-37,5°C).
2. Bayi dapat mempertahankan suhu tubuh dengan baik.
3. Bayi tidak mengalami komplikasi terkait hipotermi.
4. Bayi mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Pantau tanda-tanda vital bayi secara teratur.
2. Pertahankan lingkungan termal yang optimal melalui penggunaan inkubator dan metode kanguru.
3. Berikan nutrisi enteral sesuai kebutuhan bayi.
4. Lakukan stimulasi taktil dan auditori untuk meningkatkan kemampuan menyusu.
5. Libatkan orang tua dalam perawatan bayi untuk meningkatkan kelekatan.
6. Evaluasi efektivitas intervensi dan lakukan penyesuaian jika diperlukan.
Penjelasan rinci dan terperinci untuk setiap poin:
Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai: Bayi mengalami penurunan suhu tubuh hingga 36°C, sehingga diagnosis yang tepat adalah hipotermi. Kondisi ini harus segera ditangani untuk mencegah komplikasi yang dapat terjadi.
Intervensi Keperawatan: Intervensi yang diberikan bertujuan untuk mempertahankan suhu tubuh bayi dalam rentang normal, mencegah komplikasi, dan mendukung pertumbuhan serta perkembangan bayi secara optimal. Pemantauan tanda-tanda vital, pengaturan lingkungan termal, pemberian nutrisi, stimulasi, dan keterlibatan orang tua merupakan tindakan yang penting dalam perawatan bayi prematur dengan hipotermi.
SOP Perawatan Bayi dalam Inkubator dan Metode Kanguru: Kedua prosedur ini merupakan intervensi utama untuk mempertahankan suhu tubuh bayi. Inkubator menyediakan lingkungan yang hangat dan terkendali, sedangkan metode kanguru memanfaatkan kontak kulit ke kulit dengan ibu untuk mempertahankan suhu. Penjelasan langkah-langkah dalam SOP memberikan panduan yang jelas dalam pelaksanaan kedua prosedur tersebut.
Usia Koreksi Bayi: Usia koreksi dihitung dengan mengurangi usia kronologis bayi (60 hari) dengan usia gestasi saat lahir (35 minggu). Hal ini penting untuk menilai perkembangan bayi dengan memperhitungkan usia gestasi saat lahir, sehingga dapat memastikan pertumbuhan dan perkembangan bayi sesuai harapan.
Luaran/Output dan Intervensi Keperawatan: Luaran yang diharapkan mencakup pemulihan suhu tubuh bayi, kemampuan bayi dalam mempertahankan suhu, pencegahan komplikasi, serta pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Intervensi keperawatan yang diuraikan secara rinci mencakup semua aspek perawatan bayi dengan hipotermi, dari pemantauan, pengaturan lingkungan, pemberian nutrisi, stimulasi, hingga keterlibatan orang tua. Semua intervensi ini bertujuan untuk mencapai luaran yang diharapkan. -
Article No. 15594 | 15 Apr 2025
Klinis : Tidak bisa kontrol BAK, Retensi urin, terpsang kateter, tidak ada reflek kontrol kandung kemih
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan Eliminasi Urin Berhubungan dengan Disfungsi Vesika Urinaria
Penjelasan:
Berdasarkan kondisi yang diberikan, pasien mengalami masalah berupa ketidakmampuan untuk mengontrol buang air kecil (BAK) atau retensi urin, serta pemasangan kateter dan tidak adanya refleks kontrol kandung kemih. Hal ini menunjukkan adanya gangguan pada eliminasi urin yang berhubungan dengan disfungsi pada vesika urinaria (kandung kemih).
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
Gangguan Eliminasi Urin adalah diagnosa keperawatan yang menggambarkan kondisi pasien yang tidak dapat mengontrol atau mengeluarkan urin secara efektif.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan untuk pasien dengan gangguan eliminasi urin adalah pemulihan fungsi eliminasi urin, pola eliminasi urin yang normal, serta pencegahan komplikasi yang dapat timbul akibat gangguan eliminasi urin.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi gangguan eliminasi urin meliputi perawatan kateter, manajemen retensi urin, latihan kontrol kandung kemih, serta pemantauan fungsi eliminasi urin. -
Article No. 15595 | 15 Apr 2025
Klinis : tidak bisa menggerakan kedua kaki, refleks tendon menurun, tidak bisa berpindaj sendiri, kekuatan otot ekstremitas bawah 0/5, no lower extrimity motor activity
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan informasi yang Anda minta dengan gaya akademis dan perspektif seorang perawat pakar.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi di atas adalah "Gangguan Mobilitas Fisik Terkait Kelemahan Otot dan Penurunan Refleks Tendon". Kondisi ini ditandai dengan tidak dapat menggerakkan kedua kaki, refleks tendon yang menurun, tidak dapat berpindah sendiri, kekuatan otot ekstremitas bawah 0/5, dan tidak ada aktivitas motorik di ekstremitas bawah. Hal ini menunjukkan adanya gangguan signifikan pada kemampuan mobilitas fisik pasien.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Peningkatan Mobilitas: Pasien dapat meningkatkan kemampuan mobilitas fisik, seperti dapat melakukan pergerakan pada ekstremitas bawah, meningkatkan kekuatan otot, dan dapat berpindah dengan bantuan atau secara mandiri.
2. Peningkatan Aktivitas Sehari-hari: Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri atau dengan minimal bantuan, seperti mandi, berpakaian, toileting, dan berpindah.
3. Pencegahan Komplikasi Imobilitas: Pasien tidak mengalami komplikasi akibat imobilitas, seperti ulkus dekubitus, kontraktur, pneumonia, atau deep vein thrombosis.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Manajemen Aktivitas dan Latihan:
- Latihan rentang gerak aktif dan pasif pada ekstremitas bawah untuk meningkatkan mobilitas.
- Latihan kekuatan otot ekstremitas bawah menggunakan alat bantu atau gravitasi.
- Latihan berpindah dari tempat tidur ke kursi roda atau alat bantu lainnya.
- Mengatur posisi dan postur tubuh yang tepat untuk mencegah komplikasi.
2. Manajemen Nyeri:
- Identifikasi dan manajemen nyeri yang mungkin dialami pasien.
- Pemberian analgesik sesuai dengan kebutuhan pasien.
- Terapi nonfarmakologis, seperti kompres hangat/dingin, masase, dan relaksasi.
3. Manajemen Risiko:
- Identifikasi dan pencegahan risiko komplikasi akibat imobilitas, seperti ulkus dekubitus, kontraktur, pneumonia, dan deep vein thrombosis.
- Perawatan kulit dan pengaturan posisi untuk mencegah ulkus dekubitus.
- Mobilisasi dini dan latihan pernapasan untuk mencegah komplikasi pernapasan.
- Penggunaan alat bantu mobilisasi yang sesuai, seperti kursi roda atau walker.
4. Edukasi dan Dukungan:
- Edukasi kepada pasien dan keluarga tentang kondisi, prognosis, dan manajemen perawatan.
- Dukungan psikologis untuk meningkatkan motivasi dan kepatuhan pasien dalam menjalani program rehabilitasi.
- Kolaborasi dengan tim multidisiplin, seperti fisioterapis dan okupasi terapis, untuk mencapai tujuan rehabilitasi.
Dengan intervensi keperawatan yang komprehensif dan kolaboratif, diharapkan pasien dapat meningkatkan mobilitas fisik, kemampuan aktivitas sehari-hari, dan mencegah komplikasi akibat imobilitas. Hal ini akan membantu pasien mencapai hasil yang optimal dalam proses pemulihan. -
Article No. 15596 | 15 Apr 2025
Klinis : tidak bisa menggerakan kedua kaki, refleks tendon menurun, tidak bisa berpindaj sendiri, kekuatan otot ekstremitas bawah 0/5, no lower extrimity motor activity
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, sebagai seorang perawat profesional, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat terkait SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi yang Anda paparkan.
Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan dengan Kelemahan Otot Ekstremitas Bawah
Penjelasan Singkat:
a. SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
- Gangguan Mobilitas Fisik: Keterbatasan dalam pergerakan bebas dan terkoordinasi pada satu atau lebih ekstremitas.
- Faktor berhubungan: Kelemahan otot, penurunan kekuatan otot.
b. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Mobilitas Fisik: Kemampuan untuk bergerak secara bebas dan terkoordinasi.
- Luaran yang diharapkan: Pasien dapat meningkatkan mobilitas fisik ekstremitas bawah.
c. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi yang dapat dilakukan: Latihan rentang gerak, latihan kekuatan otot, perawatan kesehatan umum, manajemen nyeri, dan konseling.
- Tujuannya adalah untuk membantu pasien meningkatkan kekuatan otot, mobilitas, dan kemampuan berpindah secara mandiri.
Berdasarkan kondisi yang Anda paparkan, yaitu tidak dapat menggerakkan kedua kaki, refleks tendon menurun, tidak dapat berpindah sendiri, kekuatan otot ekstremitas bawah 0/5, dan tidak ada aktivitas motorik ekstremitas bawah, maka diagnosa keperawatan yang sesuai adalah Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan dengan Kelemahan Otot Ekstremitas Bawah. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah latihan rentang gerak, latihan kekuatan otot, perawatan kesehatan umum, manajemen nyeri, dan konseling untuk membantu pasien meningkatkan mobilitas dan kemampuan berpindah secara mandiri. -
Article No. 15597 | 15 Apr 2025
Klinis : Risiko infeksi
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci untuk setiap poin yang Anda minta.
1. Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi "Risiko Infeksi":
Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi "Risiko Infeksi" adalah "Risiko Infeksi". Diagnosa ini mengacu pada kerentanan individu terhadap masuknya dan berkembangnya agen patogen, yang dapat menyebabkan infeksi. Risiko infeksi dapat disebabkan oleh faktor-faktor seperti prosedur medis, penurunan sistem imun, paparan lingkungan yang tidak higienis, dan lain-lain.
2. Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan untuk kondisi "Risiko Infeksi" adalah:
a. Kontrol Infeksi: Pasien dapat menunjukkan perilaku yang efektif untuk mencegah dan mengendalikan infeksi.
b. Integritas Kulit: Pasien dapat mempertahankan integritas kulit yang optimal.
c. Kesejahteraan: Pasien dapat mempertahankan kesejahteraan umum yang optimal.
Tujuan-tujuan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi, menjaga kondisi kulit yang sehat, dan memastikan kesejahteraan umum pasien selama proses perawatan.
3. Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran pada kondisi "Risiko Infeksi" meliputi:
a. Manajemen Risiko Infeksi:
- Identifikasi faktor risiko infeksi pada pasien
- Edukasi pasien dan keluarga tentang pencegahan infeksi
- Penggunaan teknik aseptik saat melakukan prosedur keperawatan
- Pemantauan tanda-tanda infeksi
b. Perawatan Kulit:
- Pemeliharaan kebersihan dan integritas kulit
- Penggunaan teknik perawatan kulit yang sesuai
- Identifikasi dan penanganan lesi kulit
c. Dukungan Kesejahteraan:
- Identifikasi kebutuhan kesejahteraan pasien
- Pemberian dukungan emosional dan psikologis
- Kolaborasi dengan tim kesehatan lain sesuai kebutuhan
Tujuan dari intervensi-intervensi ini adalah untuk mengurangi risiko infeksi, menjaga integritas kulit, dan memastikan kesejahteraan pasien secara menyeluruh. Perawat berperan penting dalam mengidentifikasi dan mengelola faktor-faktor risiko, memberikan edukasi dan dukungan, serta melakukan tindakan keperawatan yang sesuai untuk mencapai luaran yang diharapkan.