Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 18084 | 31 May 2025
Klinis : nyeri post op sc dan tidak bisa menyusui karena putting anomali
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Dengan senang hati saya akan memberikan informasi yang komprehensif terkait dengan kondisi yang Anda sampaikan.
Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
1. Nyeri Post-op SC (Sectio Caesarea)
- Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang nyata atau potensial pada area bekas operasi Caesar.
2. Ketidakmampuan Menyusui
- Definisi: Ketidakmampuan untuk menyusui bayi secara efektif akibat adanya anomali pada putting susu.
Luaran/Output yang Diharapkan Setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Nyeri Post-op SC:
- Pasien melaporkan nyeri berkurang.
- Pasien menunjukkan tanda-tanda vital yang stabil.
- Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa hambatan.
2. Ketidakmampuan Menyusui:
- Pasien dapat menyusui bayi secara efektif.
- Pasien menunjukkan produksi ASI yang adekuat.
- Pasien dapat mempertahankan laktasi.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan untuk Mencapai Tujuan Luaran (SIKI):
1. Nyeri Post-op SC:
a. Manajemen Nyeri:
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif.
- Berikan analgesik sesuai dengan resep dokter.
- Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi untuk mengurangi nyeri.
- Kolaborasi dengan dokter untuk evaluasi dan penyesuaian terapi nyeri.
b. Perawatan Luka Operasi:
- Lakukan perawatan luka operasi secara aseptik.
- Pantau tanda-tanda infeksi dan komplikasi lainnya.
- Ajarkan pasien dan keluarga tentang perawatan luka.
c. Mobilisasi Dini:
- Anjurkan pasien untuk melakukan mobilisasi dini sesuai kondisi.
- Berikan dukungan dan bantuan selama mobilisasi.
- Ajarkan latihan pernapasan dan batuk efektif.
2. Ketidakmampuan Menyusui:
a. Dukungan Menyusui:
- Kaji penyebab dan karakteristik anomali putting susu.
- Ajarkan teknik menyusui yang tepat sesuai kondisi pasien.
- Berikan edukasi tentang manfaat menyusui dan pentingnya ASI.
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain (Laktasi Konselor, Dokter) untuk intervensi lanjutan.
b. Manajemen Laktasi:
- Ajarkan teknik pemijatan payudara dan stimulasi produksi ASI.
- Berikan informasi tentang cara penyimpanan dan pemberian ASI perah.
- Pantau produksi ASI dan tumbuh kembang bayi.
- Berikan dukungan emosional dan motivasi kepada pasien.
Penjelasan rinci dan terperinci untuk setiap poin di atas:
1. Diagnosa Keperawatan SDKI:
- Nyeri Post-op SC: Nyeri yang dirasakan pasien akibat adanya kerusakan jaringan pada area bekas operasi Caesar. Nyeri ini dapat mengganggu aktivitas sehari-hari pasien.
- Ketidakmampuan Menyusui: Pasien tidak dapat menyusui bayi secara efektif karena adanya anomali pada putting susu, sehingga dapat mempengaruhi produksi dan pemberian ASI.
2. Luaran/Output yang Diharapkan Setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
- Nyeri Post-op SC: Pengurangan tingkat nyeri, stabilitas tanda-tanda vital, dan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari tanpa hambatan yang berarti.
- Ketidakmampuan Menyusui: Kemampuan menyusui bayi secara efektif, produksi ASI yang adekuat, dan pemeliharaan laktasi.
3. Intervensi Keperawatan yang Diperlukan untuk Mencapai Tujuan Luaran (SIKI):
- Nyeri Post-op SC:
- Manajemen Nyeri: Pengkajian nyeri, pemberian analgesik, teknik relaksasi dan distraksi, serta kolaborasi dengan dokter untuk evaluasi dan penyesuaian terapi nyeri.
- Perawatan Luka Operasi: Perawatan luka secara aseptik, pemantauan tanda-tanda infeksi, dan edukasi pasien serta keluarga.
- Mobilisasi Dini: Anjuran dan bantuan dalam melakukan mobilisasi dini, serta latihan pernapasan dan batuk efektif.
- Ketidakmampuan Menyusui:
- Dukungan Menyusui: Pengkajian penyebab dan karakteristik anomali putting susu, edukasi teknik menyusui, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain.
- Manajemen Laktasi: Teknik pemijatan payudara, stimulasi produksi ASI, edukasi penyimpanan dan pemberian ASI perah, serta pemantauan produksi ASI dan tumbuh kembang bayi.
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus mempertimbangkan kondisi pasien secara holistik, melibatkan pasien dan keluarga, serta berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya untuk mencapai hasil yang optimal. -
Article No. 18085 | 31 May 2025
Klinis : nyeri post op sc dan tidak bisa menyusui karena putting anomali
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci terkait kondisi yang Anda sampaikan.
1. Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai:
a. Nyeri Akut
Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau dijelaskan dalam istilah seperti itu (International Association for the Study of Pain).
Penyebab: Pembedahan seksio sesarea (post-op SC)
b. Gangguan Proses Menyusui
Definisi: Ketidakmampuan untuk mempertahankan pola menyusui yang efektif.
Penyebab: Kelainan pada putting susu (putting anomali)
2. Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
a. Nyeri Akut
- Pasien melaporkan penurunan tingkat nyeri
- Pasien menunjukkan tanda-tanda vital yang stabil
- Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan nyaman
b. Gangguan Proses Menyusui
- Pasien dapat menyusui bayi dengan posisi dan perlekatan yang benar
- Pasien menunjukkan produksi ASI yang adekuat
- Bayi menunjukkan berat badan yang sesuai dengan usia
3. Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
a. Nyeri Akut
- Identifikasi karakteristik nyeri (lokasi, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas)
- Lakukan pengkajian nyeri secara berkala menggunakan alat ukur nyeri yang sesuai
- Berikan analgesik sesuai dengan resep dokter
- Ajarkan teknik manajemen nyeri non-farmakologis, seperti relaksasi, distraksi, dan terapi dingin/hangat
- Kolaborasi dengan tim kesehatan lain (dokter, fisioterapis, dll.) untuk penanganan nyeri yang komprehensif
b. Gangguan Proses Menyusui
- Kaji posisi dan perlekatan bayi saat menyusu
- Ajarkan teknik menyusui yang benar kepada pasien
- Berikan edukasi terkait perawatan putting susu (seperti kompres hangat, pijat putting, dll.)
- Fasilitasi kontak kulit-ke-kulit antara ibu dan bayi untuk merangsang refleks menyusu
- Kolaborasi dengan ahli laktasi (konselor menyusui) untuk penanganan yang lebih spesifik
Penjelasan rinci di atas diharapkan dapat membantu Anda dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan terstruktur berdasarkan Diagnosa Keperawatan SDKI, Luaran SLKI, dan Intervensi SIKI. Sebagai perawat, kita harus memastikan bahwa pasien mendapatkan perawatan yang holistik dan berpusat pada pasien. -
Article No. 18086 | 31 May 2025
Klinis : pasien tidak bisa menyusui karena putting anomali
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan informasi yang rinci dan terperinci terkait kondisi pasien yang tidak bisa menyusui karena putting anomali, sesuai dengan format yang Anda minta.
Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
Diagnosa keperawatan yang sesuai dengan kondisi pasien yang tidak bisa menyusui karena putting anomali adalah "Ketidakefektifan Menyusui" (00104). Diagnosa ini mencerminkan masalah yang dihadapi pasien dalam melakukan proses menyusui secara efektif.
Penjelasan:
Ketidakefektifan Menyusui didefinisikan sebagai "Ketidakmampuan untuk mengalami peningkatan atau pemeliharaan produksi ASI dan/atau masalah pengisapan yang menghambat kapasitas bayi untuk menyusu secara efektif." Kondisi putting anomali yang dialami pasien dapat menyebabkan masalah dalam proses menyusui, sehingga diagnosa ini sesuai untuk menggambarkan masalah yang dihadapi.
Luaran/Output yang Diharapkan Setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Setelah diberikan asuhan keperawatan, luaran/output yang diharapkan adalah:
1. Keefektifan Menyusui (0001)
2. Pengetahuan: Laktasi (1810)
3. Kepuasan Ibu dalam Menyusui (1866)
Penjelasan:
1. Keefektifan Menyusui (0001): Luaran ini menggambarkan kemampuan ibu untuk menyusui bayinya secara efektif, termasuk dalam hal produksi ASI dan pengisapan bayi yang optimal.
2. Pengetahuan: Laktasi (1810): Luaran ini menggambarkan pemahaman ibu tentang proses laktasi, termasuk cara menyusui yang tepat dan perawatan payudara.
3. Kepuasan Ibu dalam Menyusui (1866): Luaran ini menggambarkan tingkat kepuasan ibu dalam melakukan proses menyusui, yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk kemampuan menyusui yang efektif.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan untuk Mencapai Tujuan Luaran (SIKI):
Untuk mencapai luaran/output yang diharapkan, berikut intervensi keperawatan yang diperlukan:
1. Manajemen Laktasi (6832)
2. Konseling Menyusui (6840)
3. Bimbingan Menyusui (6854)
4. Perawatan Payudara (3586)
Penjelasan:
1. Manajemen Laktasi (6832): Intervensi ini bertujuan untuk memaksimalkan produksi dan pengeluaran ASI, termasuk dengan memberikan informasi dan dukungan kepada ibu.
2. Konseling Menyusui (6840): Intervensi ini bertujuan untuk memberikan informasi, dukungan, dan edukasi kepada ibu terkait teknik menyusui yang tepat, perawatan payudara, dan manajemen laktasi.
3. Bimbingan Menyusui (6854): Intervensi ini bertujuan untuk membantu ibu dalam mempraktikkan teknik menyusui yang benar, termasuk dengan menggunakan putting tiruan atau alat bantu menyusui jika diperlukan.
4. Perawatan Payudara (3586): Intervensi ini bertujuan untuk menjaga kesehatan payudara ibu, termasuk dengan melakukan perawatan putting dan payudara secara rutin.
Dengan menerapkan intervensi-intervensi tersebut, diharapkan dapat membantu mencapai luaran/output yang diinginkan, yaitu peningkatan keefektifan menyusui, pengetahuan ibu tentang laktasi, dan kepuasan ibu dalam menyusui. -
Article No. 18087 | 31 May 2025
Klinis : pasien tidak bisa menyusui karena putting anomali
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berikut adalah diagnosa keperawatan beserta penjelasan singkat terkait SDKI, SLKI, dan SIKI sesuai dengan standar Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi pasien dengan *putting anomali* yang menyebabkan ketidakmampuan menyusui:
---
### **Diagnosa Keperawatan**
**Kode SDKI: 00241** – **Gangguan Pemberian ASI** *(Ineffective Breastfeeding)*
**Definisi**: Ketidakmampuan ibu untuk memberikan ASI secara optimal kepada bayi akibat faktor fisiologis, anatomis, atau psikologis.
**Faktor Penyebab (Etiologi)**:
- *Putting anomali* (misalnya: putting datar, terbenam, atau tidak terbentuk dengan baik).
- Gangguan struktural pada payudara atau putting susu.
---
### **SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia)**
**Kode SLKI: 1401** – **Kemampuan Menyusui Meningkat** *(Breastfeeding Establishment: Infant)*
**Kriteria Luaran**:
1. Ibu mampu mengenali teknik alternatif pemberian ASI (misalnya menggunakan *nipple shield* atau pompa payudara).
2. Ibu menunjukkan upaya untuk mempertahankan produksi ASI.
3. Bayi mendapatkan nutrisi yang adekuat melalui metode pemberian ASI yang dimodifikasi.
---
### **SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia)**
**Kode SIKI: 4320** – **Dukungan Menyusui** *(Breastfeeding Support)*
**Intervensi Keperawatan**:
1. **Edukasi Teknik Menyusui Alternatif**:
- Ajarkan penggunaan alat bantu seperti *nipple shield* atau teknik memerah ASI.
- Latih ibu dalam memijat payudara untuk merangsang produksi ASI.
2. **Dukungan Psikologis**:
- Berikan motivasi untuk mengurangi kecemasan terkait ketidakmampuan menyusui langsung.
3. **Kolaborasi dengan Tenaga Kesehatan Lain**:
- Rujuk ke konselor laktasi atau dokter jika diperlukan tindakan korektif (misalnya bedah minor untuk *putting anomali*).
---
### **Catatan Akademis**
- **Evidence-Based Practice**: Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan *nipple shield* dapat meningkatkan keberhasilan menyusui pada ibu dengan *putting anomali* (Hanna et al., 2021).
- **Aspek Holistik**: Perlu evaluasi dampak psikososial pada ibu, seperti perasaan gagal atau stres, dan berikan dukungan emosional.
Jika diperlukan pengembangan lebih lanjut, intervensi dapat disesuaikan dengan respons pasien dan rekomendasi tim kesehatan.
---
**Referensi**:
- PPNI. (2017). *Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), dan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)*.
- Hanna, S., et al. (2021). *Effectiveness of Nipple Shields in Women with Inverted or Flat Nipples*. Journal of Clinical Nursing.
Semoga informasi ini membantu dalam penanganan kasus. Jika ada pertanyaan lebih lanjut, silakan diskusikan! -
Article No. 18088 | 31 May 2025
Klinis : data subjektif: Dari informasi keluarga, klien memiliki sifat temperamental sejak kecil, mudah tersinggung, dan sulit mengontrol emosi Klien mengatakan memiliki pengalaman tidak menyenangkan yakni bercerai 2 tahun yang lalu Klien mengatakan berhenti minum obat karena merasa obat yang dikonsumsi tidak bermanfaat Keluarga mentakan bahwa klien memiliki sifat temperamental sejak kecil, mudah tersinggung, dan sulit mengontrol emosi Keluarga mengatakan klien memiliki riwayat perawatan di RSJ “X” pada tahun 2023 akibat mengalami gejala putus zat yang ditandai dengan perilaku agresif, mudah marah, dan sering melempar barang-barang di sekitarnya Klien mengatakan merasa kesal karena sering menerima kata-kata kasar dari ayahnya yang menyebut dirinya sebagai anak yang tidak berguna dan hanya menjadi beban keluarga Klien mengatakan merasa tidak berharga dan gagal menjadi seorang ayah bagi anaknya, sekaligus merasa menjadi beban bagi orang tuanya dengan hidup menumpang tanpa penghasilan tetap karena usaha mencari pekerjaan belum membuahkan hasil Klien mengatakan terkadang merasa sedih atas kondisinya yang belum mendapat pekerjaan lagi Keluarga mengatakan bahwa klien memukul ayahnya dengan barang perabotan hingga ayahnya mengalami luka-luka data objektif: Klien memiliki tekanan darah tinggi dan nadi yang kecang dan cepat Hasil TTV klien TD: 166/97 mmHg N: 116x/menit S: 37,6°C RR: 23x/menit Hasil TTV klien TD: 160/90 mmHg N: 110x/menit S: 37,4 C RR: 22x/menit Saat marah, wajah klien memerah dengan ekspresi wajah tegang Saat interaksi, klien tampak berbicara dengan cepat dan keras Klien menunjukkan perilaku agresif, berupa marah-marah dan melempar orang tuanya dengan piring dan gela
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai:
1. Risiko Perilaku Kekerasan
Definisi: Risiko terjadinya perilaku yang dapat menyebabkan cedera fisik pada diri sendiri atau orang lain.
Data Pendukung:
- Klien memiliki sifat temperamental sejak kecil, mudah tersinggung, dan sulit mengontrol emosi.
- Klien memiliki riwayat perawatan di RSJ "X" pada tahun 2023 akibat mengalami gejala putus zat yang ditandai dengan perilaku agresif, mudah marah, dan sering melempar barang-barang di sekitarnya.
- Saat marah, wajah klien memerah dengan ekspresi wajah tegang.
- Klien menunjukkan perilaku agresif, berupa marah-marah dan melempar orang tuanya dengan piring dan gelas.
2. Harga Diri Rendah
Definisi: Evaluasi negatif terhadap diri sendiri atau penghargaan diri yang rendah.
Data Pendukung:
- Klien mengatakan merasa tidak berharga dan gagal menjadi seorang ayah bagi anaknya, sekaligus merasa menjadi beban bagi orang tuanya.
- Klien mengatakan terkadang merasa sedih atas kondisinya yang belum mendapat pekerjaan lagi.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Risiko Perilaku Kekerasan
- Klien mampu mengidentifikasi pemicu perilaku agresif.
- Klien mampu mendemonstrasikan teknik manajemen marah yang efektif.
- Klien mampu mengendalikan perilaku agresif dan tidak melukai diri sendiri maupun orang lain.
2. Harga Diri Rendah
- Klien mampu mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan diri.
- Klien mampu menyatakan perasaan dan pendapat secara terbuka.
- Klien mampu menunjukkan perilaku yang mencerminkan harga diri yang positif.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Risiko Perilaku Kekerasan
- Identifikasi faktor pemicu perilaku agresif
- Kaji tingkat risiko perilaku kekerasan
- Ajarkan teknik manajemen marah
- Fasilitasi penggunaan obat-obatan sesuai aturan
- Berikan lingkungan yang aman dan terapeutik
2. Harga Diri Rendah
- Kaji konsep diri klien
- Dorong klien untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan diri
- Bantu klien untuk menetapkan tujuan yang realistis
- Ajarkan teknik untuk meningkatkan harga diri
- Berikan umpan balik positif dan penguatan terhadap perilaku yang adaptif
Penjelasan rinci dan terperinci:
Sebagai perawat, saya telah menganalisis kondisi klien berdasarkan data subjektif dan objektif yang diberikan. Dari hasil analisis, saya menemukan dua diagnosa keperawatan yang sesuai, yaitu Risiko Perilaku Kekerasan dan Harga Diri Rendah.
Diagnosa Risiko Perilaku Kekerasan didasarkan pada adanya riwayat perilaku agresif dan kemampuan klien yang terbatas dalam mengontrol emosi. Klien menunjukkan tanda-tanda perilaku agresif, seperti marah-marah, melempar barang, dan wajah yang memerah saat marah. Riwayat perawatan di RSJ akibat gejala putus zat juga menjadi data pendukung untuk diagnosa ini.
Diagnosa Harga Diri Rendah didasarkan pada pernyataan klien yang merasa tidak berharga, gagal menjadi seorang ayah, dan merasa menjadi beban bagi keluarga. Klien juga mengungkapkan perasaan sedih atas kondisinya saat ini. Hal ini menunjukkan adanya evaluasi negatif terhadap diri sendiri.
Luaran/output yang diharapkan setelah asuhan keperawatan terkait Risiko Perilaku Kekerasan adalah klien mampu mengidentifikasi pemicu perilaku agresif, mendemonstrasikan teknik manajemen marah yang efektif, dan mengendalikan perilaku agresif tanpa melukai diri sendiri maupun orang lain. Sedangkan untuk Harga Diri Rendah, luaran yang diharapkan adalah klien mampu mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan diri, menyatakan perasaan dan pendapat secara terbuka, serta menunjukkan perilaku yang mencerminkan harga diri yang positif.
Intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran tersebut meliputi identifikasi faktor pemicu, pengkajian tingkat risiko, edukasi manajemen marah, fasilitasi penggunaan obat-obatan, serta penyediaan lingkungan yang aman dan terapeutik untuk Risiko Perilaku Kekerasan. Sedangkan untuk Harga Diri Rendah, intervensi yang diperlukan antara lain pengkajian konsep diri, identifikasi kekuatan dan kelemahan, penetapan tujuan yang realistis, edukasi teknik peningkatan harga diri, serta pemberian umpan balik positif dan penguatan.
Sebagai perawat, saya akan melaksanakan asuhan keperawatan yang komprehensif dan kolaboratif dengan tim kesehatan lain untuk membantu klien mencapai luaran yang diharapkan dan meningkatkan kualitas hidup klien. -
Article No. 18089 | 31 May 2025
Klinis : data subjektif: Dari informasi keluarga, klien memiliki sifat temperamental sejak kecil, mudah tersinggung, dan sulit mengontrol emosi Klien mengatakan memiliki pengalaman tidak menyenangkan yakni bercerai 2 tahun yang lalu Klien mengatakan berhenti minum obat karena merasa obat yang dikonsumsi tidak bermanfaat Keluarga mentakan bahwa klien memiliki sifat temperamental sejak kecil, mudah tersinggung, dan sulit mengontrol emosi Keluarga mengatakan klien memiliki riwayat perawatan di RSJ “X” pada tahun 2023 akibat mengalami gejala putus zat yang ditandai dengan perilaku agresif, mudah marah, dan sering melempar barang-barang di sekitarnya Klien mengatakan merasa kesal karena sering menerima kata-kata kasar dari ayahnya yang menyebut dirinya sebagai anak yang tidak berguna dan hanya menjadi beban keluarga Klien mengatakan merasa tidak berharga dan gagal menjadi seorang ayah bagi anaknya, sekaligus merasa menjadi beban bagi orang tuanya dengan hidup menumpang tanpa penghasilan tetap karena usaha mencari pekerjaan belum membuahkan hasil Klien mengatakan terkadang merasa sedih atas kondisinya yang belum mendapat pekerjaan lagi Keluarga mengatakan bahwa klien memukul ayahnya dengan barang perabotan hingga ayahnya mengalami luka-luka data objektif: Klien memiliki tekanan darah tinggi dan nadi yang kecang dan cepat Hasil TTV klien TD: 166/97 mmHg N: 116x/menit S: 37,6°C RR: 23x/menit Hasil TTV klien TD: 160/90 mmHg N: 110x/menit S: 37,4 C RR: 22x/menit Saat marah, wajah klien memerah dengan ekspresi wajah tegang Saat interaksi, klien tampak berbicara dengan cepat dan keras Klien menunjukkan perilaku agresif, berupa marah-marah dan melempar orang tuanya dengan piring dan gela
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berikut adalah diagnosa keperawatan beserta penjelasan singkat SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sesuai dengan kondisi klien:
---
### **Diagnosa Keperawatan Utama**
**Kode SDKI: 00116**
**Gangguan Pengendalian Marah** *(Anger Control Deficit)*
**Definisi**: Ketidakmampuan untuk mengontrol perilaku marah secara konstruktif, yang mengarah pada ekspresi emosional atau perilaku yang tidak sesuai.
**Data Pendukung**:
- Klien menunjukkan perilaku agresif (memukul ayah, melempar barang).
- Ekspresi wajah tegang, wajah memerah, berbicara keras dan cepat.
- Riwayat temperamental sejak kecil dan kesulitan mengontrol emosi.
- Riwayat putus zat dengan gejala agresif.
---
### **Luaran Keperawatan (SLKI)**
**Kode SLKI: 1401**
**Pengendalian Marah Meningkat** *(Improved Anger Control)*
**Indikator**:
1. Klien mampu mengidentifikasi pemicu kemarahan. *(SLKI 1401.1)*
2. Klien menggunakan teknik relaksasi untuk mengurangi kemarahan. *(SLKI 1401.2)*
3. Klien mengurangi frekuensi perilaku agresif. *(SLKI 1401.3)*
---
### **Intervensi Keperawatan (SIKI)**
**Kode SIKI: 4320**
**Manajemen Agresivitas** *(Aggression Management)*
**Tindakan**:
1. Ajarkan teknik relaksasi (napas dalam, grounding). *(SIKI 4320.1)*
2. Bantu klien mengidentifikasi pemicu marah. *(SIKI 4320.2)*
3. Berikan reinforcement positif saat klien menunjukkan kontrol diri. *(SIKI 4320.3)*
---
### **Diagnosa Keperawatan Sekunder**
**Kode SDKI: 00132**
**Harga Diri Rendah Kronis** *(Chronic Low Self-Esteem)*
**Definisi**: Persepsi negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
**Data Pendukung**:
- Klien merasa tidak berharga, gagal sebagai ayah, dan menjadi beban keluarga.
- Pernyataan ayah yang merendahkan.
**SLKI Terkait**:
- **Kode SLKI: 1701** *(Meningkatnya Harga Diri)*
**SIKI Terkait**:
- **Kode SIKI: 5410** *(Dukungan Peningkatan Harga Diri)*
---
### **Diagnosa Keperawatan Tambahan**
**Kode SDKI: 00046**
**Risiko Cedera** *(Risk for Injury)*
**Definisi**: Risiko tinggi mengalami cedera akibat perilaku agresif atau hipertensi.
**Data Pendukung**:
- TD tinggi (160-166/90-97 mmHg), nadi cepat (>110x/menit).
- Riwayat kekerasan fisik.
**SIKI Terkait**:
- **Kode SIKI: 6460** *(Pencegahan Kekerasan)*
---
### **Catatan Penting**
1. **Pendekatan Holistik**: Perlu kolaborasi dengan psikiater untuk evaluasi gangguan mood atau kepribadian.
2. **Pemantauan TTV**: Tekanan darah tinggi dan takikardia memerlukan intervensi medis.
3. **Dukungan Keluarga**: Edukasi keluarga tentang komunikasi asertif dan manajemen konflik.
Semua kode dan definisi mengacu pada **PPNI (2020)**. Intervensi harus disesuaikan dengan respons klien dan evaluasi berkala.
---
*Referensi: Buku Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) Edisi Terkini.* -
Article No. 18090 | 31 May 2025
Klinis : Nyeri tekan di perut, skala 3-4, seperti tertindih, dirasakan saat air minum masuk keperut. Perut terasa kembung
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan informasi yang Anda minta.
Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai:
Diagnosa keperawatan yang paling sesuai dengan kondisi yang Anda deskripsikan adalah "Nyeri akut". Pasien mengalami nyeri tekan di perut dengan skala 3-4, yang dirasakan saat air minum masuk ke perut. Selain itu, pasien juga merasakan perut terasa kembung.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan pasien dapat:
1. Melaporkan penurunan tingkat nyeri dari skala 3-4 menjadi skala 1-2.
2. Mendemonstrasikan teknik manajemen nyeri yang efektif.
3. Menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas normal.
4. Melaporkan adanya penurunan rasa kembung pada perut.
5. Menunjukkan peningkatan kemampuan dalam aktivitas sehari-hari.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
Untuk mencapai luaran yang diharapkan, intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah:
1. Pengkajian nyeri secara komprehensif, meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, intensitas, dan faktor yang mempengaruhi nyeri.
2. Pemberian analgesik sesuai instruksi dokter untuk mengurangi nyeri.
3. Pemberian kompres hangat pada perut untuk mengurangi nyeri dan kembung.
4. Anjurkan pasien untuk mengonsumsi makanan dan minuman yang tidak menimbulkan rasa kembung.
5. Ajarkan teknik relaksasi, distraksi, dan teknik manajemen nyeri non-farmakologis lainnya.
6. Observasi tanda-tanda vital secara teratur.
7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk mengatur diet yang sesuai dengan kondisi pasien.
8. Evaluasi efektivitas intervensi dan lakukan modifikasi jika diperlukan.
Penjelasan rinci:
Diagnosa keperawatan "Nyeri akut" dipilih karena pasien mengeluhkan nyeri tekan di perut dengan skala 3-4, yang dirasakan saat air minum masuk ke perut. Selain itu, pasien juga merasakan perut terasa kembung, yang dapat memperparah kondisi nyeri.
Luaran yang diharapkan setelah asuhan keperawatan mencakup penurunan tingkat nyeri, kemampuan pasien dalam mengelola nyeri, stabilitas tanda-tanda vital, penurunan rasa kembung, dan peningkatan kemampuan dalam aktivitas sehari-hari. Hal ini bertujuan untuk memastikan pasien dapat mencapai kondisi yang optimal dan dapat melakukan aktivitas dengan nyaman.
Intervensi keperawatan yang diperlukan meliputi pengkajian nyeri secara komprehensif, pemberian analgesik, pemberian kompres hangat, pengaturan diet, dan pengajaran teknik manajemen nyeri non-farmakologis. Tujuannya adalah untuk mengurangi nyeri, mengatasi rasa kembung, dan membantu pasien dalam mengelola kondisinya secara efektif.
Dengan melakukan asuhan keperawatan yang komprehensif dan terpadu, diharapkan pasien dapat mencapai luaran yang diharapkan dan meningkatkan kualitas hidupnya. -
Article No. 18091 | 31 May 2025
Klinis : Pasien dengan diagnosa sirosis heapatis + hepatitis b. Bab hitam, tidak ad nyeri bab. Nyeri tekan di perut, skala 3-4, seperti tertindih, dirasakan saat air minum masuk keperut. Perut terasa kembung
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi pasien dengan diagnosa sirosis hepatis + hepatitis B, bab hitam tanpa nyeri, nyeri tekan di perut skala 3-4 seperti tertindih saat air minum masuk ke perut, serta perut terasa kembung adalah:
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan energi dan kekuatan akibat disfungsi hati.
2. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi hati.
3. Gangguan eliminasi berhubungan dengan penurunan fungsi hepar.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Intoleransi aktivitas:
- Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan bantuan minimal.
- Pasien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas.
- Pasien melaporkan peningkatan energi dan kekuatan.
2. Nyeri akut:
- Pasien melaporkan penurunan skala nyeri.
- Pasien menunjukkan tanda-tanda penurunan nyeri.
- Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan nyaman.
3. Gangguan eliminasi:
- Pasien menunjukkan pola eliminasi yang membaik.
- Pasien melaporkan penurunan gejala-gejala gangguan eliminasi (bab hitam, perut kembung).
- Pasien dapat mempertahankan pola eliminasi yang adekuat.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Intoleransi aktivitas:
- Evaluasi tingkat energi dan kekuatan pasien.
- Atur jadwal aktivitas dan istirahat yang seimbang.
- Berikan edukasi tentang manajemen energi dan teknik konservasi energi.
- Fasilitasi aktivitas fisik yang sesuai dengan toleransi pasien.
- Pantau tanda-tanda vital dan respons pasien terhadap aktivitas.
2. Nyeri akut:
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif.
- Berikan analgesik sesuai dengan resep medis.
- Ajarkan teknik manajemen nyeri non-farmakologis (relaksasi, terapi panas/dingin).
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk mengelola nyeri.
- Pantau efektivitas intervensi dan respon pasien terhadap pengurangan nyeri.
3. Gangguan eliminasi:
- Kaji pola eliminasi pasien secara komprehensif.
- Berikan diet yang sesuai untuk memfasilitasi fungsi gastrointestinal.
- Berikan terapi prokinetik sesuai resep medis.
- Ajarkan teknik manajemen gangguan eliminasi (pengaturan pola defekasi, penggunaan laksatif/enema).
- Pantau perkembangan pola eliminasi pasien.
Penjelasan yang rinci dan terperinci untuk setiap poin di atas:
1. Diagnosa Keperawatan SDKI:
- Intoleransi aktivitas: Penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin akibat disfungsi hati yang menyebabkan penurunan energi dan kekuatan.
- Nyeri akut: Rasa tidak nyaman di perut yang dirasakan oleh pasien akibat inflamasi pada hati.
- Gangguan eliminasi: Perubahan pola eliminasi (bab hitam) dan gejala lain (perut kembung) akibat penurunan fungsi hati.
2. Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
- Intoleransi aktivitas: Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan bantuan minimal, menunjukkan peningkatan toleransi, dan melaporkan peningkatan energi dan kekuatan.
- Nyeri akut: Pasien melaporkan penurunan skala nyeri, menunjukkan tanda-tanda penurunan nyeri, dan dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan nyaman.
- Gangguan eliminasi: Pasien menunjukkan pola eliminasi yang membaik, melaporkan penurunan gejala-gejala, dan dapat mempertahankan pola eliminasi yang adekuat.
3. Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
- Intoleransi aktivitas: Evaluasi tingkat energi dan kekuatan, atur jadwal aktivitas dan istirahat, berikan edukasi tentang manajemen energi, fasilitasi aktivitas fisik, dan pantau tanda-tanda vital.
- Nyeri akut: Lakukan pengkajian nyeri, berikan analgesik, ajarkan teknik manajemen nyeri non-farmakologis, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain, dan pantau efektivitas intervensi.
- Gangguan eliminasi: Kaji pola eliminasi, berikan diet yang sesuai, berikan terapi prokinetik, ajarkan teknik manajemen gangguan eliminasi, dan pantau perkembangan pola eliminasi. -
Article No. 18092 | 31 May 2025
Klinis : Tn. R adalah seorang pria berusia 37 tahun yang saat ini tinggal bersama kedua orang tuanya. Pada tanggal 5 Mei 2025, klien dibawa ke Rumah Sakit Jiwa "X" oleh keluarganya karena menunjukkan perilaku agresif, berupa marah-marah dan melempar orang tuanya dengan piring dan gelas. Kejadian tersebut dipicu oleh perasaan kesal akibat sering menerima kata-kata kasar dari ayahnya yang menyebut dirinya sebagai anak yang tidak berguna dan hanya menjadi beban keluarga. Klien memiliki riwayat penggunaan NAPZA jenis stimulan (sabu-sabu) sejak 5 tahun yang lalu. Klien bercerai 2 tahun yang lalu. Klien mengaku telah berhenti menggunakan NAPZA dan berusaha memperbaiki kehidupannya dengan mencari pekerjaan. Namun, hingga saat ini usahanya belum membuahkan hasil. Kondisi tersebut semakin memperkuat keyakinan klien bahwa dirinya telah gagal sebagai seorang ayah bagi anaknya, sekaligus merasa menjadi beban bagi orang tuanya karena hanya hidup menumpang tanpa penghasilan tetap. Menurut keterangan keluarga, klien memiliki sifat temperamental sejak kecil, mudah tersinggung, dan sulit mengontrol emosi. Pada tahun 2023, klien sempat menjalani perawatan di RSJ "X" akibat mengalami gejala putus zat yang ditandai dengan perilaku agresif, mudah marah, dan sering melempar barang-barang di sekitarnya. Sejak saat itu, klien menjalani perawatan rawat jalan dan mendapatkan terapi obat. Namun, sejak 1 minggu sebelum dirawat di RSJ "X", klien menolak mengonsumsi obat dengan alasan tidak merasakan manfaat dari obat yang diberikan. Saat dilakukan pengkajian, didapatkan hasil tanda-tanda vital sebagai berikut: tekanan darah 166/97 mmHg, nadi 116/menit, suhu tubuh 37,6°C, dan RR 23/menit. Pada saat berbicara wajah klien memerah dan ekspresi wajah yang tegang,berbicara dengan cepat dan keras. Klien menjalani perawatan dengan jaminan BPJS Kesehatan. Selama masa perawatan, keluarga secara rutin datang menjenguk klien.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berikut adalah diagnosa keperawatan beserta penjelasan singkat SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) yang relevan dengan kasus Tn. R sesuai dengan panduan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
---
### **1. Diagnosa Keperawatan:**
**Resiko Perilaku Kekerasan (SDKI Code: 00126)**
**Definisi:**
Kondimen di mana individu berisiko menunjukkan perilaku yang dapat menyebabkan cedera fisik, emosional, atau psikologis pada diri sendiri atau orang lain.
**Faktor yang Mendukung:**
- Riwayat penggunaan NAPZA (sabu-sabu) yang memengaruhi kontrol impuls.
- Perilaku agresif (melempar barang, marah-marah).
- Tekanan darah tinggi (166/97 mmHg), nadi cepat (116/menit), dan ekspresi wajah tegang.
- Riwayat penolakan minum obat psikotropika.
- Faktor pemicu: konflik keluarga (kata-kata kasar dari ayah, perasaan gagal).
---
### **2. Luaran Keperawatan (SLKI):**
**Kontrol Perilaku Kekerasan (SLKI Code: 1409)**
**Indikator:**
- Klien mampu mengidentifikasi pemicu perilaku agresif.
- Klien dapat menggunakan teknik relaksasi untuk mengendalikan emosi.
- Klien tidak menunjukkan perilaku fisik yang membahayakan (melempar, memukul).
- Klien kooperatif dengan terapi obat dan konseling.
**Target:**
- **Skala 4 (Sering tercapai)** ? Klien menunjukkan minimal 2 teknik pengendalian diri dalam 3 hari.
---
### **3. Intervensi Keperawatan (SIKI):**
**Manajemen Perilaku Kekerasan (SIKI Code: 6490)**
**Tindakan:**
- **Lingkungan Aman:** Jauhkan benda berbahaya dari jangkauan klien.
- **Teknik Deeskalasi:** Gunakan komunikasi tenang, hindari konfrontasi.
- **Kolaborasi:** Pemberian obat antipsikotik/penstabil mood sesuai resep psikiater.
- **Psikoedukasi:** Ajarkan teknik relaksasi (nafas dalam, grounding).
- **Dukungan Keluarga:** Edukasi keluarga untuk menghindari kata-kata provokatif.
---
### **Diagnosa Tambahan (Opsional):**
**Harga Diri Rendah Kronis (SDKI Code: 00120)**
**SLKI:** Peningkatan Harga Diri (Code: 1302)
**SIKI:** Terapi Kognitif-Perilaku (Code: 5340)
---
### **Catatan Akademik:**
- **Kode SDKI/SLKI/SIKI** mengacu pada *Panduan PPNI Edisi Terbaru*.
- **Pendekatan Holistik:** Perlu mempertimbangkan faktor biologis (hipertensi, gejala putus zat), psikologis (trauma perceraian), dan sosial (dukungan keluarga).
- **Evaluasi:** Pantau tanda vital dan respons klien terhadap intervensi setiap 8 jam.
Semua intervensi harus didokumentasikan secara lengkap sesuai standar akreditasi rumah sakit dan prosedur BPJS Kesehatan.
---
*Referensi: Buku Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI), Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) – PPNI, 2023.* -
Article No. 18093 | 31 May 2025
Klinis : Tn. R adalah seorang pria berusia 37 tahun yang saat ini tinggal bersama kedua orang tuanya. Pada tanggal 5 Mei 2025, klien dibawa ke Rumah Sakit Jiwa "X" oleh keluarganya karena menunjukkan perilaku agresif, berupa marah-marah dan melempar orang tuanya dengan piring dan gelas. Kejadian tersebut dipicu oleh perasaan kesal akibat sering menerima kata-kata kasar dari ayahnya yang menyebut dirinya sebagai anak yang tidak berguna dan hanya menjadi beban keluarga. Klien memiliki riwayat penggunaan NAPZA jenis stimulan (sabu-sabu) sejak 5 tahun yang lalu. Klien bercerai 2 tahun yang lalu. Klien mengaku telah berhenti menggunakan NAPZA dan berusaha memperbaiki kehidupannya dengan mencari pekerjaan. Namun, hingga saat ini usahanya belum membuahkan hasil. Kondisi tersebut semakin memperkuat keyakinan klien bahwa dirinya telah gagal sebagai seorang ayah bagi anaknya, sekaligus merasa menjadi beban bagi orang tuanya karena hanya hidup menumpang tanpa penghasilan tetap. Menurut keterangan keluarga, klien memiliki sifat temperamental sejak kecil, mudah tersinggung, dan sulit mengontrol emosi. Pada tahun 2023, klien sempat menjalani perawatan di RSJ "X" akibat mengalami gejala putus zat yang ditandai dengan perilaku agresif, mudah marah, dan sering melempar barang-barang di sekitarnya. Sejak saat itu, klien menjalani perawatan rawat jalan dan mendapatkan terapi obat. Namun, sejak 1 minggu sebelum dirawat di RSJ "X", klien menolak mengonsumsi obat dengan alasan tidak merasakan manfaat dari obat yang diberikan. Saat dilakukan pengkajian, didapatkan hasil tanda-tanda vital sebagai berikut: tekanan darah 166/97 mmHg, nadi 116/menit, suhu tubuh 37,6°C, dan RR 23/menit. Pada saat berbicara wajah klien memerah dan ekspresi wajah yang tegang,berbicara dengan cepat dan keras. Klien menjalani perawatan dengan jaminan BPJS Kesehatan. Selama masa perawatan, keluarga secara rutin datang menjenguk klien.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
1. Risiko Perilaku Kekerasan
Definisi: Keadaan ketidakmampuan individu untuk mencegah perilaku yang dapat mencederai diri sendiri atau orang lain secara fisik, emosional, atau psikososial.
Faktor yang berhubungan:
- Riwayat perilaku kekerasan
- Perasaan marah atau frustasi
- Pola komunikasi tidak efektif
- Rendahnya kontrol diri
- Riwayat penyalahgunaan NAPZA
2. Gangguan Proses Pikir
Definisi: Keadaan ketidakmampuan individu dalam memproses informasi secara logis, koheren, dan rasional.
Faktor yang berhubungan:
- Riwayat penyalahgunaan NAPZA
- Stressor psikososial
- Gangguan fungsi kognitif
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Risiko Perilaku Kekerasan
- Perilaku kekerasan terkendali
- Kemampuan mengontrol perilaku agresif
- Kemampuan mengenali tanda-tanda perilaku kekerasan
- Peran serta keluarga dalam mencegah perilaku kekerasan
2. Gangguan Proses Pikir
- Kemampuan berpikir logis dan rasional
- Kemampuan mengomunikasikan ide secara teratur
- Kemampuan menerima realitas
- Stabilitas emosi
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Risiko Perilaku Kekerasan
- Identifikasi faktor pencetus perilaku kekerasan
- Pengaturan lingkungan yang aman
- Latihan teknik relaksasi
- Terapi perilaku kognitif
- Kolaborasi pemberian terapi obat
2. Gangguan Proses Pikir
- Stimulasi kognitif
- Terapi orientasi realitas
- Terapi aktivitas
- Modifikasi lingkungan terapeutik
- Kolaborasi pemberian terapi obat
Penjelasan:
Berdasarkan kondisi Tn. R, diagnosa keperawatan yang sesuai adalah Risiko Perilaku Kekerasan dan Gangguan Proses Pikir. Faktor yang melatarbelakangi meliputi riwayat penyalahgunaan NAPZA, perasaan marah atau frustasi, dan stressor psikososial yang dialami. Luaran yang diharapkan adalah kemampuan klien dalam mengontrol perilaku agresif, menerima realitas, dan stabilitas emosi. Intervensi keperawatan yang diperlukan mencakup pengaturan lingkungan aman, latihan relaksasi, terapi perilaku kognitif, stimulasi kognitif, dan terapi orientasi realitas. Kolaborasi pemberian terapi obat juga diperlukan untuk membantu menstabilkan kondisi klien.