Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 16489 | 30 Apr 2025
Klinis : Pasien pria, usia 45 tahun, datang dengan keluhan batuk berdahak selama 2 minggu, demam, sesak napas, dan kehilangan nafsu makan. Hasil pemeriksaan menunjukkan suara napas bronkial di paru kanan atas, hasil rontgen menunjukkan adanya lesi di paru. Diagnosis awal adalah tuberkulosis paru.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan kondisi pasien yang diberikan, diagnosis awal adalah tuberkulosis paru. Berikut adalah kode ICD-10 untuk diagnosa dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis terkait:
1. Kode ICD-10:
- Kode: A15.0
- Deskripsi: Tuberkulosis paru dengan konfirmasi bakteriologis dan histologis
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 33.21
- Deskripsi: Bronkoskopi, kaku, diagnostik
Penjelasan:
1. Kode ICD-10 A15.0 merupakan kode untuk tuberkulosis paru dengan konfirmasi bakteriologis dan histologis. Pasien datang dengan gejala batuk berdahak, demam, sesak napas, dan kehilangan nafsu makan, serta hasil pemeriksaan menunjukkan adanya lesi di paru, sehingga diagnosis awal adalah tuberkulosis paru.
2. Kode ICD-9-CM 33.21 adalah kode untuk prosedur bronkoskopi, kaku, diagnostik. Prosedur ini mungkin dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis tuberkulosis paru dengan mengambil sampel jaringan atau cairan dari paru-paru untuk pemeriksaan laboratorium.
Catatan: Kode ICD-9-CM digunakan sebagai referensi untuk prosedur/tindakan medis, sedangkan kode ICD-10 digunakan untuk diagnosis penyakit. Pengkodean yang tepat sangat penting untuk dokumentasi medis, klaim asuransi, dan analisis epidemiologi penyakit. -
Article No. 16490 | 30 Apr 2025
Klinis : Pasien dengan kasus henti jantung
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, berikut adalah kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis pada kasus henti jantung:
1. Kode ICD-10:
- Kode: I46.0
- Deskripsi: Henti jantung dengan resusitasi berhasil
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 99.60
- Deskripsi: Resusitasi jantung, tidak diklasifikasikan di tempat lain
Penjelasan:
1. Kode ICD-10 I46.0 (Henti jantung dengan resusitasi berhasil) digunakan untuk menggambarkan kondisi saat jantung pasien berhenti berdetak, namun perawatan emergensi atau resusitasi kardiopulmoner (CPR) berhasil memulihkan fungsi jantung.
2. Kode ICD-9-CM 99.60 (Resusitasi jantung, tidak diklasifikasikan di tempat lain) mencakup prosedur atau tindakan medis yang dilakukan untuk mengembalikan fungsi jantung, seperti kompresi dada, pemberian obat-obatan, dan defibrillasi. Kode ini digunakan ketika tindakan resusitasi jantung dilakukan, tetapi tidak dapat diklasifikasikan ke kode yang lebih spesifik.
Dalam kasus henti jantung, diagnosis dan tindakan medis yang dilakukan harus didokumentasikan dengan cermat dalam catatan medis pasien. Kode-kode ini akan digunakan untuk penagihan dan pelaporan epidemiologis, serta menjadi bagian penting dari rekam medis pasien. -
Article No. 16491 | 30 Apr 2025
Klinis : A.M. jenis kelamin laki-laki, usia 3 bulan, BB : 5800 gram dan PB : 60cm, dibawa oleh ibunya ke RS dengan keluhan kedua kaki tampak bengkok ke dalam sejak lahir. Ibu mengatakan bahwa selama kehamilan tidak ada masalah yang signifikan, namun tidak pernah melakukan USG pada trimester kedua dan ketiga. Saat lahir, bidan menyampaikan bahwa bentuk kaki bayi tampak tidak normal, namun belum dilakukan intervensi apa pun. Kini, A.M. dirujuk untuk penanganan lebih lanjut di RS. Hasil Pemeriksaan Fisik: kesadaran compos mentis, Tanda vital: Suhu: 36,8°C, Nadi: 122 x/meni dan Respirasi: 32 x/menit. Kondisi Fisik: Kedua kaki tampak dalam posisi plantarflexion (menekuk ke bawah), inversion (menghadap ke dalam), dan adduction. Tidak tampak nyeri saat disentuh, namun bayi sering menangis saat digerakkan. Refleks bayi baik, tonus otot normal. Pemeriksaan Penunjang: Foto rontgen ekstremitas bawah menunjukkan deformitas konsisten dengan CTEV. Rencana Terapi Dokter: Pemasangan gips Ponseti serial, edukasi orang tua tentang perawatan kaki dan pentingnya kontrol rutin. Riwayat Kesehatan: Kehamilan aterm, tanpa komplikasi besar; Persalinan: spontan, di Bidan Praktek, BBL: 3.100 gram, Pemberian ASI: eksklusif Psikososial orang tua : Ibu tampak cemas dan khawatir terhadap masa depan anaknya. Ayah bekerja sebagai buruh bangunan, ibu sebagai ibu rumah tangga. Keluarga tinggal di desa sekitar 3 jam dari rumah sakit.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan, penjelasan singkat SDKI-SLKI-SIKI beserta kodenya dan definisinya yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi A.M.:
A. Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Keterbatasan Mobilitas Fisik
- SDKI: Risiko Keterbatasan Mobilitas Fisik (00085)
- Definisi: Rentan mengalami batasan dalam melakukan gerakan fisik yang dimaksudkan atau yang dibutuhkan, untuk berinteraksi dengan lingkungan.
- SLKI: Mobilisasi (I-07)
- SIKI: Manajemen Keterbatasan Mobilitas (I-07.02)
2. Cemas
- SDKI: Cemas (00146)
- Definisi: Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang timbul karena antisipasi terhadap bahaya.
- SLKI: Pengendalian Cemas (I-03)
- SIKI: Manajemen Cemas (I-03.02)
3. Risiko Gangguan Pertumbuhan
- SDKI: Risiko Gangguan Pertumbuhan (00113)
- Definisi: Rentan mengalami penyimpangan dalam pertambahan ukuran tubuh yang normal, baik secara fisik maupun fungsional.
- SLKI: Pertumbuhan (II-01)
- SIKI: Pemantauan Pertumbuhan (II-01.01)
B. Penjelasan Singkat:
1. Risiko Keterbatasan Mobilitas Fisik
- Kondisi ini disebabkan oleh deformitas pada kedua kaki bayi, yaitu posisi plantarflexion (menekuk ke bawah), inversion (menghadap ke dalam), dan adduction. Hal ini dapat menyebabkan keterbatasan dalam melakukan gerakan fisik yang dibutuhkan untuk berinteraksi dengan lingkungan.
2. Cemas
- Ibu bayi tampak cemas dan khawatir terhadap masa depan anaknya. Kondisi ini dapat disebabkan oleh ketidakpastian tentang prognosis dan penanganan kondisi anak.
3. Risiko Gangguan Pertumbuhan
- Kondisi deformitas pada kedua kaki bayi dapat mempengaruhi pertumbuhan fisik dan fungsional, sehingga membutuhkan pemantauan yang cermat.
Penjelasan singkat SDKI-SLKI-SIKI:
- SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia) adalah standar yang digunakan untuk menentukan diagnosa keperawatan.
- SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia) adalah standar yang digunakan untuk menentukan luaran atau hasil yang diharapkan dari intervensi keperawatan.
- SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) adalah standar yang digunakan untuk menentukan intervensi keperawatan yang perlu dilakukan. -
Article No. 16492 | 30 Apr 2025
Klinis : telinga berair
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, untuk kondisi telinga berair, berikut adalah diagnosa keperawatan, penjelasan singkat, kode, dan definisi dari SDKI, SLKI, dan SIKI yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
1. Diagnosa Keperawatan:
Diagnosa: Gangguan Integritas Kulit (SDKI Kode: 00046)
Definisi: Kerusakan pada epidermis dan/atau dermis.
2. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Kode: 00046
Definisi: Kerusakan pada epidermis dan/atau dermis.
3. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Kode: LS-051
Definisi: Pemulihan integritas kulit yang optimal.
4. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Kode: IP-G03
Definisi: Serangkaian tindakan yang dilakukan untuk memulihkan integritas kulit yang terganggu.
Penjelasan singkat:
Diagnosa keperawatan "Gangguan Integritas Kulit" (SDKI Kode: 00046) dapat ditetapkan pada kondisi di mana terjadi kerusakan pada epidermis dan/atau dermis, seperti telinga yang berair. Tujuan perawatan adalah untuk mencapai pemulihan integritas kulit yang optimal (SLKI Kode: LS-051), yang dicapai melalui serangkaian intervensi keperawatan untuk memulihkan integritas kulit yang terganggu (SIKI Kode: IP-G03). -
Article No. 16493 | 30 Apr 2025
Klinis : gangguan integritas kulit
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI beserta kodenya dan definisinya yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi gangguan integritas kulit:
Diagnosa Keperawatan:
Risiko Kerusakan Integritas Kulit (D.0014)
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
D.0014 Risiko Kerusakan Integritas Kulit
Definisi: Rentan mengalami perubahan struktur dan fungsi normal kulit yang dapat mengganggu pertahanan tubuh.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
L.1101 Integritas Kulit
Definisi: Kemampuan kulit dalam mempertahankan fungsi sebagai barier fisik, kimia, dan biologis.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
I.0107 Perawatan Luka
Definisi: Serangkaian tindakan untuk mempertahankan dan memperbaiki kondisi luka agar proses penyembuhan dapat berjalan optimal.
Penjelasan Singkat:
Risiko Kerusakan Integritas Kulit adalah keadaan rentan di mana kulit mengalami perubahan struktur dan fungsi normal yang dapat mengganggu pertahanan tubuh. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti faktor intrinsik (usia, kondisi kesehatan, nutrisi) dan faktor ekstrinsik (trauma, infeksi, kelembaban, dll). Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah Perawatan Luka, yaitu serangkaian tindakan untuk mempertahankan dan memperbaiki kondisi luka agar proses penyembuhan dapat berjalan optimal. Tujuan akhirnya adalah mempertahankan Integritas Kulit, yaitu kemampuan kulit dalam mempertahankan fungsi sebagai barier fisik, kimia, dan biologis. -
Article No. 16494 | 30 Apr 2025
Klinis : cemas, gelisah , sering mimpi buruk
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berikut adalah diagnosa keperawatan beserta penjelasan singkat SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi cemas, gelisah, dan sering mimpi buruk dengan pendekatan akademis dan persona pakar keperawatan:
---
### **Diagnosa Keperawatan**
**Kode DX. 00046: Ansietas** *(Ansietas)*
**Definisi**: Perasaan khawatir yang tidak jelas dan tidak nyaman disertai respons otonom (sumber respons seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu).
**Karakteristik Mayor**:
- Gelisah
- Ketegangan fisik (tonus otot meningkat)
- Gangguan tidur (mimpi buruk)
- Perasaan cemas berlebihan
**Karakteristik Minor**:
- Kewaspadaan berlebihan
- Kesulitan konsentrasi
**Faktor yang Berhubungan**:
- Faktor psikologis (stres, trauma)
- Faktor lingkungan (ketidakpastian situasi)
---
### **Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)**
**Kode LO. 1401: Tingkat Ansietas**
**Definisi**: Tingkat keparahan kekhawatiran yang dialami individu.
**Indikator**:
1. **LO. 140101**: Frekuensi gejala ansietas menurun *(mis: mimpi buruk berkurang)*
2. **LO. 140102**: Intensitas gejala ansietas menurun *(mis: gelisah berkurang)*
3. **LO. 140103**: Durasi gejala ansietas memendek *(mis: periode cemas lebih singkat)*
**Skala Pengukuran**:
- **1**: Tidak terkontrol (gejala berat dan sering)
- **5**: Terkontrol sepenuhnya (tidak ada gejala)
**Target Luaran**: Mencapai skala **≥4** (gejala minimal dan jarang).
---
### **Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI)**
**Kode I. 1460: Manajemen Ansietas**
**Definisi**: Membantu pasien mengenali dan mengelola ansietas.
**Aktivitas Intervensi**:
1. **I.146001**: Ajarkan teknik relaksasi *(napas dalam, relaksasi otot progresif)*
2. **I.146002**: Berikan pendampingan psikologis *(terapi dukungan emosional)*
3. **I.146003**: Modifikasi lingkungan *(ciptakan suasana tenang, redupkan lampu)*
4. **I.146004**: Latih *grounding technique* *(untuk mengalihkan fokus dari mimpi buruk)*
**Kode I. 1480: Terapi Aktivitas**
- **I.148001**: Anjurkan aktivitas fisik ringan *(jalan pagi, yoga)* untuk mengurangi ketegangan.
---
### **Rasionalisasi Akademis**
1. **Ansietas** dipilih karena gejala klinis (gelisah, mimpi buruk) sesuai dengan karakteristik mayor dalam SDKI.
2. **SLKI LO.1401** digunakan untuk mengukur progres reduksi gejala secara objektif.
3. **SIKI I.1460** berbasis bukti (*evidence-based*) dengan teknik relaksasi dan modifikasi lingkungan yang terbukti efektif dalam literatur keperawatan jiwa.
---
### **Referensi**
- PPNI. (2017). *Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi 6*.
- PPNI. (2018). *Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 4*.
- PPNI. (2019). *Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 4*.
Format ini memenuhi kriteria akademis dengan penggunaan kode resmi, definisi operasional, dan pendekatan berbasis bukti (*evidence-based nursing*). -
Article No. 16495 | 30 Apr 2025
Klinis : Nyeri ulu hati, lemas, nafsu makan masih sedikit, demam, BAK kurang tuntas
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci terkait diagnosa keperawatan, luaran yang diharapkan, dan intervensi keperawatan untuk kondisi pasien dengan keluhan nyeri ulu hati, lemas, nafsu makan sedikit, demam, dan BAK kurang tuntas.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi tersebut adalah "Nyeri Akut" (SDKI). Nyeri akut adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam istilah kerusakan tersebut. Tanda dan gejala yang muncul pada pasien, seperti nyeri ulu hati, lemas, nafsu makan sedikit, demam, dan BAK kurang tuntas, menunjukkan adanya nyeri akut yang dialami pasien.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Kriteria Hasil Nyeri Terkontrol:
a. Pasien melaporkan nyeri berkurang.
b. Pasien mampu menggunakan teknik non-farmakologis untuk mengurangi nyeri.
c. Pasien menunjukkan ekspresi wajah yang tenang.
d. Pasien dapat beristirahat dengan baik.
2. Kriteria Hasil Fungsi Gastrointestinal Membaik:
a. Pasien melaporkan peningkatan nafsu makan.
b. Tidak ada keluhan mual atau muntah.
c. Pola BAK kembali normal.
d. Suhu tubuh kembali normal.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Manajemen Nyeri:
a. Kaji karakteristik nyeri (lokasi, durasi, frekuensi, kualitas, dan intensitas).
b. Lakukan intervensi farmakologis sesuai dengan instruksi dokter.
c. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi untuk mengurangi nyeri.
d. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk penatalaksanaan nyeri.
2. Manajemen Gastrointestinal:
a. Kaji pola defekasi dan eliminasi urin.
b. Fasilitasi asupan oral yang adekuat sesuai toleransi pasien.
c. Pantau suhu tubuh dan berikan penanganan sesuai prosedur.
d. Kolaborasi dengan tim gizi untuk perencanaan diet yang sesuai.
3. Manajemen Istirahat dan Tidur:
a. Kaji pola istirahat dan tidur pasien.
b. Ciptakan lingkungan yang nyaman untuk istirahat dan tidur.
c. Anjurkan teknik relaksasi untuk meningkatkan kualitas tidur.
d. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk penatalaksanaan gangguan tidur.
Penjelasan rinci tersebut mencakup diagnosa keperawatan, luaran yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang diperlukan untuk menangani kondisi pasien dengan keluhan nyeri ulu hati, lemas, nafsu makan sedikit, demam, dan BAK kurang tuntas. Dengan pendekatan ini, diharapkan pasien dapat memperoleh asuhan keperawatan yang komprehensif dan terarah untuk mencapai hasil yang optimal. -
Article No. 16496 | 30 Apr 2025
Klinis : tidak rutin dalam minum obat hipertensi
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI, SLKI, SIKI yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi tidak rutin dalam minum obat hipertensi:
Diagnosa Keperawatan:
Ketidakpatuhan Regimen Terapeutik (00079)
Definisi: Perilaku individu yang tidak sesuai dengan rencana terapeutik yang disepakati bersama dengan penyedia layanan kesehatan.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Kode: 10099
Definisi: Perilaku individu yang tidak sesuai dengan rencana terapeutik yang disepakati bersama dengan penyedia layanan kesehatan.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Kode: 10100
Definisi: Tercapainya kondisi individu yang patuh terhadap regimen terapeutik yang disepakati.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Kode: 10101
Definisi: Serangkaian kegiatan yang dilakukan perawat untuk membantu individu mencapai kondisi patuh terhadap regimen terapeutik yang disepakati.
Dalam konteks ini, perawat perlu melakukan intervensi untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam minum obat hipertensi. Intervensi yang dapat dilakukan antara lain:
1. Identifikasi faktor-faktor yang memengaruhi ketidakpatuhan pasien (misalnya biaya, efek samping, pemahaman, dll).
2. Edukasi pasien dan keluarga mengenai pentingnya minum obat secara rutin.
3. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain (dokter, apoteker) untuk menyederhanakan regimen terapi.
4. Monitoring dan evaluasi kepatuhan pasien secara berkala.
5. Memberikan dukungan dan motivasi kepada pasien untuk patuh.
Dengan intervensi yang tepat, diharapkan pasien dapat meningkatkan kepatuhan dalam minum obat hipertensi sehingga dapat mencapai hasil terapeutik yang optimal. -
Article No. 16497 | 30 Apr 2025
Klinis : Return of Spontaneous Circulation (ROSC)
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Dengan senang hati saya akan memberikan informasi tentang kode ICD-10 dan ICD-9-CM untuk kondisi "Return of Spontaneous Circulation (ROSC)".
1. Kode ICD-10:
- Kode: I46.9
- Deskripsi: Henti jantung, tidak diklasifikasikan di tempat lain
Penjelasan:
Kode ICD-10 I46.9 digunakan untuk mengkodekan kondisi "Return of Spontaneous Circulation (ROSC)". Kode ini masuk dalam kategori "I46 - Henti jantung" dan merupakan kode non-spesifik untuk henti jantung yang tidak diklasifikasikan di tempat lain.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 99.60
- Deskripsi: Resusitasi kardiopulmoner, tidak dinyatakan
Penjelasan:
Kode ICD-9-CM 99.60 dapat digunakan untuk mengkodekan tindakan medis yang dilakukan untuk memulihkan sirkulasi spontan (ROSC) pada pasien. Kode ini masuk dalam kategori "99.6 - Prosedur resusitasi" dan merupakan kode non-spesifik untuk resusitasi kardiopulmoner yang tidak dinyatakan secara lebih rinci.
Penggunaan kode ini harus mempertimbangkan dokumentasi yang lengkap dan akurat dari tindakan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk memulihkan sirkulasi spontan pada pasien. -
Article No. 16498 | 30 Apr 2025
Klinis : pasien bayi dengan bblr (berat badan lahir rendah)
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci mengenai diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi keperawatan untuk pasien bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR).
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Risiko Gangguan Pertumbuhan
Definisi: Kondisi di mana bayi memiliki risiko untuk mengalami gangguan dalam mencapai potensi pertumbuhan yang optimal.
Faktor Risiko: Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
2. Hipotermi
Definisi: Kondisi di mana bayi mengalami penurunan suhu tubuh di bawah normal.
Faktor Risiko: Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
3. Risiko Gangguan Perkembangan
Definisi: Kondisi di mana bayi memiliki risiko untuk mengalami gangguan dalam mencapai potensi perkembangan yang optimal.
Faktor Risiko: Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Pertumbuhan Bayi
- Bayi menunjukkan pertumbuhan yang sesuai dengan usia gestasional.
- Berat badan bayi meningkat secara progresif.
- Bayi mencapai perkembangan motorik, sensorik, dan kognitif yang sesuai dengan usia.
2. Stabilitas Suhu Tubuh
- Bayi mempertahankan suhu tubuh normal (36,5-37,5°C).
- Tidak terjadi episodik hipotermi.
- Bayi menunjukkan respons sesuai pada stimulasi suhu dingin.
3. Perkembangan Bayi
- Bayi mencapai perkembangan motorik, sensorik, dan kognitif yang sesuai dengan usia.
- Bayi menunjukkan respons yang adekuat terhadap stimulasi perkembangan.
- Tidak terjadi keterlambatan atau gangguan perkembangan.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Manajemen Pertumbuhan Bayi
- Lakukan pengukuran berat badan, panjang badan, dan lingkar kepala secara teratur.
- Pantau asupan nutrisi dan cairan bayi.
- Berikan dukungan nutrisi yang adekuat sesuai kebutuhan.
- Lakukan stimulasi perkembangan sesuai usia.
- Kolaborasi dengan tim multidisiplin untuk memantau dan mendukung pertumbuhan bayi.
2. Manajemen Suhu Tubuh
- Lakukan pemantauan suhu tubuh bayi secara berkala.
- Pertahankan lingkungan termal yang nyaman untuk bayi.
- Berikan intervensi terkait pengaturan suhu seperti inkubator, penghangat, atau selimut.
- Lakukan teknik pemberian makan yang dapat mempertahankan suhu tubuh bayi.
- Kolaborasi dengan tim multidisiplin untuk mengelola hipotermi.
3. Stimulasi Perkembangan
- Lakukan penilaian perkembangan bayi secara komprehensif.
- Berikan stimulasi perkembangan sesuai usia dan kemampuan bayi.
- Libatkan keluarga dalam proses stimulasi perkembangan.
- Kolaborasi dengan tim multidisiplin untuk mengelola risiko gangguan perkembangan.
Penjelasan rinci dan terperinci untuk setiap poin di atas:
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Risiko Gangguan Pertumbuhan: Bayi dengan BBLR memiliki risiko mengalami gangguan dalam mencapai potensi pertumbuhan yang optimal karena beberapa faktor, seperti asupan nutrisi yang tidak adekuat, kondisi medis yang kompleks, dan gangguan metabolisme. Perawat perlu memantau pertumbuhan bayi secara ketat dan menyediakan intervensi yang sesuai untuk mendukung pertumbuhan yang optimal.
2. Hipotermi: Bayi dengan BBLR memiliki risiko mengalami penurunan suhu tubuh di bawah normal karena kemampuan termoregulasi yang belum matang. Perawat perlu memantau suhu tubuh bayi secara rutin dan menyediakan intervensi yang tepat untuk mempertahankan suhu tubuh yang normal.
3. Risiko Gangguan Perkembangan: Bayi dengan BBLR memiliki risiko mengalami gangguan dalam mencapai potensi perkembangan yang optimal karena berbagai faktor, seperti imaturitas sistem saraf, paparan lingkungan yang kurang optimal, dan kondisi medis yang kompleks. Perawat perlu melakukan penilaian perkembangan secara komprehensif dan menyediakan stimulasi perkembangan yang sesuai.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Pertumbuhan Bayi: Perawat bertujuan untuk memastikan bahwa bayi dengan BBLR dapat mencapai pertumbuhan yang sesuai dengan usia gestasional, dengan peningkatan berat badan yang progresif dan perkembangan motorik, sensorik, serta kognitif yang sesuai dengan usia.
2. Stabilitas Suhu Tubuh: Perawat bertujuan untuk mempertahankan suhu tubuh bayi pada rentang normal, mencegah episodik hipotermi, dan memastikan bayi menunjukkan respons yang sesuai pada stimulasi suhu dingin.
3. Perkembangan Bayi: Perawat bertujuan untuk memastikan bayi dengan BBLR dapat mencapai perkembangan motorik, sensorik, dan kognitif yang sesuai dengan usia, menunjukkan respons yang adekuat terhadap stimulasi perkembangan, dan tidak mengalami keterlambatan atau gangguan perkembangan.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Manajemen Pertumbuhan Bayi: Perawat perlu melakukan pengukuran berat badan, panjang badan, dan lingkar kepala secara teratur, memantau asupan nutrisi dan cairan bayi, memberikan dukungan nutrisi yang adekuat, melakukan stimulasi perkembangan sesuai usia, serta berkolaborasi dengan tim multidisiplin untuk memantau dan mendukung pertumbuhan bayi.
2. Manajemen Suhu Tubuh: Perawat perlu melakukan pemantauan suhu tubuh bayi secara berkala, mempertahankan lingkungan termal yang nyaman, memberikan intervensi terkait pengaturan suhu, seperti inkubator, penghangat, atau selimut, memastikan teknik pemberian makan yang dapat mempertahankan suhu tubuh bayi, serta berkolaborasi dengan tim multidisiplin untuk mengelola hipotermi.
3. Stimulasi Perkembangan: Perawat perlu melakukan penilaian perkembangan bayi secara komprehensif, memberikan stimulasi perkembangan sesuai usia dan kemampuan bayi, melibatkan keluarga dalam proses stimulasi perkembangan, serta berkolaborasi dengan tim multidisiplin untuk mengelola risiko gangguan perkembangan.
Dengan menerapkan intervensi keperawatan yang komprehensif, perawat diharapkan dapat memban