Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 17088 | 10 May 2025
Klinis : bayi tampak apatis
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci mengenai diagnosis keperawatan, luaran keperawatan, dan intervensi keperawatan yang sesuai untuk kondisi bayi yang tampak apatis.
Diagnosis Keperawatan SDKI:
Diagnosis keperawatan yang sesuai untuk kondisi bayi yang tampak apatis adalah "Penurunan Interaksi Sosial" (SDKI, 2017). Diagnosis ini menggambarkan keadaan di mana bayi menunjukkan penurunan atau hambatan dalam keterlibatan dan respons terhadap stimulus sosial. Bayi yang tampak apatis cenderung kurang responsif, tidak menunjukkan minat atau antusiasme pada interaksi sosial, dan menunjukkan penurunan kemampuan untuk memulai atau merespons kontak sosial.
Luaran Keperawatan SLKI:
Setelah diberikan asuhan keperawatan, luaran atau hasil yang diharapkan untuk bayi dengan diagnosis "Penurunan Interaksi Sosial" adalah:
1. Peningkatan Interaksi Sosial (SLKI, 2019): Bayi menunjukkan peningkatan keterlibatan dan respons yang sesuai terhadap stimulus sosial, seperti kontak mata, senyum, dan gerakan tubuh yang responsif.
2. Peningkatan Komunikasi (SLKI, 2019): Bayi menunjukkan peningkatan kemampuan dalam berkomunikasi secara verbal maupun non-verbal, seperti lebih banyak vokalisasi, merespons lebih baik terhadap suara dan gerakan orang di sekitarnya.
3. Peningkatan Keterikatan (SLKI, 2019): Bayi menunjukkan peningkatan keterikatan dan kelekatan terhadap pengasuh utama, seperti lebih banyak melakukan kontak mata, senyum, dan respons positif saat diajak interaksi.
Intervensi Keperawatan SIKI:
Untuk mencapai luaran keperawatan yang diharapkan, berikut adalah intervensi keperawatan yang dapat diberikan:
1. Stimulasi Interaksi Sosial (SIKI, 2018): Memberikan stimulasi yang sesuai dengan tahap perkembangan bayi, seperti kontak mata, sentuhan lembut, ajakan vokalisasi, dan bermain sederhana untuk meningkatkan respons dan keterlibatan bayi dalam interaksi sosial.
2. Dukungan Pemberian Kasih Sayang (SIKI, 2018): Memfasilitasi dan mendorong orang tua atau pengasuh utama untuk memberikan sentuhan, pelukan, dan interaksi yang hangat dan penuh kasih sayang kepada bayi untuk meningkatkan keterikatan dan kelekatan.
3. Manajemen Lingkungan (SIKI, 2018): Menciptakan lingkungan yang tenang, nyaman, dan memberikan stimulasi yang sesuai, seperti meminimalkan suara keras atau terlalu banyak rangsangan, untuk mendukung bayi dalam merespons stimulus sosial dengan lebih baik.
4. Edukasi Keluarga (SIKI, 2018): Memberikan edukasi dan pelatihan kepada orang tua atau pengasuh utama mengenai cara-cara meningkatkan interaksi sosial dan komunikasi yang sesuai dengan tahap perkembangan bayi.
Penerapan intervensi-intervensi ini secara komprehensif diharapkan dapat membantu bayi untuk meningkatkan interaksi sosial, komunikasi, dan keterikatan, sehingga dapat mencapai luaran keperawatan yang diharapkan. -
Article No. 17089 | 10 May 2025
Klinis : kriteria hasil Penurunan Interaksi Sosial
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan rinci mengenai diagnosis keperawatan, luaran/output yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang diperlukan untuk menangani kondisi penurunan interaksi sosial. Tone yang saya gunakan adalah akademis, dengan persona sebagai seorang pakar perawat.
1. Diagnosis Keperawatan SDKI yang sesuai:
Diagnosis Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi penurunan interaksi sosial adalah "Isolasi Sosial". Isolasi sosial didefinisikan sebagai "Pengalaman individu yang merasa terisolasi dari orang lain, baik secara nyata maupun subyektif". Kriteria diagnostik utama pada kondisi ini meliputi: (1) Menghindari kontak dengan orang lain, (2) Merasa terisolasi dari orang lain, dan (3) Kesulitan membina hubungan sosial.
2. Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Setelah mendapatkan asuhan keperawatan, diharapkan klien dapat mencapai luaran/output sebagai berikut:
a. Partisipasi Sosial: Klien dapat berpartisipasi dalam kegiatan sosial sesuai dengan kemampuannya.
b. Interaksi Sosial: Klien dapat berinteraksi dengan orang lain secara efektif.
c. Kepuasan Hubungan Sosial: Klien merasakan kepuasan dalam menjalin hubungan sosial.
d. Pemeliharaan Hubungan Sosial: Klien dapat memelihara hubungan sosial yang telah terjalin.
e. Komunikasi: Klien dapat berkomunikasi dengan orang lain secara efektif.
3. Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
Untuk mencapai luaran/output yang diharapkan, berikut intervensi keperawatan yang dapat dilakukan:
a. Terapi Aktivitas Kelompok: Memberikan kesempatan kepada klien untuk berpartisipasi dalam kegiatan kelompok, sehingga dapat meningkatkan interaksi dan keterampilan sosial.
b. Terapi Sosialisasi: Memfasilitasi klien untuk melakukan interaksi sosial yang sesuai dengan kemampuannya, baik dengan individu maupun kelompok.
c. Bimbingan Komunikasi: Mengajarkan klien keterampilan komunikasi yang efektif, seperti kontak mata, bahasa tubuh, dan kemampuan berbicara.
d. Dukungan Emosional: Memberikan dukungan dan empati kepada klien agar merasa diterima dan dihargai oleh orang lain.
e. Pelatihan Keterampilan Sosial: Melatih klien untuk mengembangkan keterampilan sosial, seperti kemampuan memulai percakapan, mempertahankan percakapan, dan mengakhiri percakapan.
Dengan penerapan diagnosis keperawatan, luaran/output yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang tepat, diharapkan dapat membantu klien dalam mengatasi masalah penurunan interaksi sosial dan meningkatkan kualitas hidupnya. -
Article No. 17090 | 10 May 2025
Klinis : kriteria hasil Penurunan Interaksi Sosial pada bayi apatis
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci untuk diagnosa keperawatan, luaran, serta intervensi keperawatan yang sesuai dengan kondisi bayi apatis dengan penurunan interaksi sosial.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi ini adalah "Penurunan Interaksi Sosial" berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI). Penurunan Interaksi Sosial didefinisikan sebagai "Penurunan kemampuan untuk terlibat dalam hubungan yang memuaskan dengan orang lain." Pada bayi apatis, kriteria yang terpenuhi adalah:
- Kurangnya respons terhadap pendekatan orang lain
- Kontak mata yang terbatas
- Ekspresi wajah yang datar
- Kurangnya usaha untuk berinteraksi dengan orang lain
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Berdasarkan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran yang diharapkan setelah pemberian asuhan keperawatan adalah:
1. Peningkatan Interaksi Sosial
- Kriteria hasil: Bayi menunjukkan respons yang sesuai terhadap pendekatan orang lain, seperti kontak mata, senyum, dan usaha untuk berinteraksi.
- Kriteria hasil: Bayi menunjukkan peningkatan ekspresi wajah dan enggage dalam kegiatan bermain sederhana.
- Kriteria hasil: Bayi menunjukkan peningkatan upaya untuk memulai dan mempertahankan interaksi dengan orang-orang di sekitarnya.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
Berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai luaran yang diharapkan adalah:
1. Stimulasi Perkembangan
- Menciptakan lingkungan yang aman, hangat, dan mendukung perkembangan bayi.
- Melakukan stimulasi taktil, auditori, dan visual yang sesuai dengan tahap perkembangan bayi.
- Melibatkan keluarga dalam proses stimulasi perkembangan bayi.
2. Dukungan Emosional
- Memberikan sentuhan, kontak mata, dan suara yang menenangkan untuk membangun ikatan dan kepercayaan dengan bayi.
- Mendorong keluarga untuk memberikan respon yang sensitif dan responsif terhadap isyarat bayi.
- Memfasilitasi interaksi positif antara bayi dan keluarganya.
3. Manajemen Lingkungan
- Meminimalkan stimulasi yang berlebihan atau terlalu sedikit di lingkungan bayi.
- Mengatur pencahayaan, suara, dan temperatur ruangan yang nyaman bagi bayi.
- Memastikan bayi mendapatkan waktu istirahat yang cukup.
Dengan penerapan intervensi keperawatan yang komprehensif, diharapkan bayi dapat menunjukkan peningkatan interaksi sosial dan keterlibatan dalam kegiatan bermain sederhana, serta terjalinnya ikatan yang lebih kuat dengan keluarganya. -
Article No. 17091 | 10 May 2025
Klinis : bengkak dileher dan panas badan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI-SLKI-SIKI untuk kondisi bengkak di leher dan panas badan.
Diagnosa Keperawatan:
D.0154 Gangguan Perfusi Jaringan Perifer
Definisi: Penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke jaringan perifer yang dapat menyebabkan disfungsi sel.
Penjelasan Singkat SDKI-SLKI-SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
D.0154 Gangguan Perfusi Jaringan Perifer
Kode: D.0154
Definisi: Penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke jaringan perifer yang dapat menyebabkan disfungsi sel.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
L.1101 Perfusi Jaringan: Perifer
Kode: L.1101
Definisi: Tingkat sirkulasi darah dan oksigenasi ke jaringan perifer.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
I.1608 Manajemen Perfusi Perifer
Kode: I.1608
Definisi: Upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan perfusi jaringan perifer.
Berdasarkan kondisi pasien dengan bengkak di leher dan panas badan, diagnosa keperawatan yang sesuai adalah Gangguan Perfusi Jaringan Perifer (D.0154). Hal ini dikarenakan bengkak di leher dan panas badan dapat menunjukkan adanya penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke jaringan perifer, yang dapat menyebabkan disfungsi sel. Oleh karena itu, intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah Manajemen Perfusi Perifer (I.1608) untuk mempertahankan dan meningkatkan perfusi jaringan perifer. -
Article No. 17092 | 10 May 2025
Klinis : pemasangan gudel di interesnsi diagnosa apa?
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan jawaban yang rinci dan terperinci untuk setiap poin yang Anda minta.
1. Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi pemasangan selang/tube/kateter di mulut (sonde/NGT/OGT):
Diagnosa Keperawatan yang sesuai adalah "Gangguan Menelan" (Swallowing Disturbance). Kondisi pemasangan selang/tube/kateter di mulut dapat menyebabkan gangguan pada fungsi menelan pasien, sehingga diagnosa ini tepat untuk ditegakkan.
Definisi dari "Gangguan Menelan" berdasarkan SDKI adalah ketidakmampuan untuk menelan makanan, cairan, atau obat-obatan dengan aman dan efektif melalui mulut.
2. Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Setelah dilakukan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan gangguan menelan akibat pemasangan selang/tube/kateter di mulut, diharapkan pasien dapat mencapai luaran sebagai berikut:
a. Tingkat Menelan: Pasien dapat menelan dengan aman dan efektif.
b. Status Nutrisi: Pasien menunjukkan status nutrisi yang adekuat.
c. Hidrasi: Pasien menunjukkan status hidrasi yang adekuat.
d. Integritas Mukosa Mulut: Mukosa mulut pasien tetap utuh dan tidak terdapat lesi.
Penjelasan lebih lanjut, luaran ini menggambarkan kemampuan pasien untuk menelan dengan baik, tercukupinya kebutuhan nutrisi dan cairan, serta terjaganya integritas mukosa mulut setelah dilakukan Asuhan Keperawatan.
3. Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
Untuk mencapai luaran yang diharapkan pada pasien dengan gangguan menelan akibat pemasangan selang/tube/kateter di mulut, intervensi keperawatan yang diperlukan meliputi:
a. Manajemen Jalan Napas
- Pertahankan posisi kepala pasien agar tetap tegak selama pemberian nutrisi/cairan
- Pantau fungsi pernapasan dan oksigenasi pasien
b. Manajemen Nutrisi
- Kaji kemampuan menelan pasien
- Berikan nutrisi enteral sesuai kebutuhan dan toleransi pasien
- Pantau asupan, output, dan status nutrisi pasien
c. Perawatan Mulut
- Lakukan oral hygiene secara rutin untuk menjaga integritas mukosa mulut
- Berikan pelumas pada bibir untuk mencegah kekeringan
d. Edukasi Pasien dan Keluarga
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan selang/tube/kateter
- Ajarkan cara perawatan selang/tube/kateter dan pencegahan komplikasi
Penjelasan lebih lanjut, intervensi-intervensi ini bertujuan untuk menjaga fungsi menelan, memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan, serta menjaga kebersihan dan integritas mukosa mulut pasien. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain juga diperlukan untuk mencapai luaran yang optimal. -
Article No. 17093 | 10 May 2025
Klinis : pemasangan gudel diagnosa apa?
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Sebagai seorang perawat profesional, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci mengenai diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi keperawatan yang sesuai untuk kondisi pemasangan sonde gaster (NGT).
1. Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi pemasangan sonde gaster (NGT) adalah "Risiko Aspirasi". Risiko Aspirasi didefinisikan sebagai "Rentan terhadap masuknya cairan/benda asing ke dalam saluran pernapasan yang dapat mengakibatkan komplikasi". Kondisi pemasangan sonde gaster (NGT) meningkatkan risiko aspirasi karena adanya benda asing (selang NGT) yang masuk ke dalam saluran pencernaan dan dapat menyebabkan masuknya cairan atau benda asing ke dalam saluran pernapasan.
2. Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
a. Risiko Aspirasi Terkendali: Pasien tidak mengalami episode aspirasi selama pemasangan sonde gaster (NGT).
b. Tanda-Tanda Vital Stabil: Pasien menunjukkan tanda-tanda vital yang stabil (tekanan darah, nadi, respirasi, suhu) selama pemasangan sonde gaster (NGT).
c. Tidak Terjadi Komplikasi: Pasien tidak mengalami komplikasi akibat pemasangan sonde gaster (NGT), seperti perdarahan, luka, atau perforasi esofagus.
3. Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
a. Monitoring Tanda-Tanda Vital: Melakukan pemantauan tanda-tanda vital pasien secara berkala, termasuk tekanan darah, nadi, respirasi, dan suhu.
b. Pengaturan Posisi Pasien: Memposisikan pasien pada posisi semi-fowler atau fowler untuk mengurangi risiko aspirasi.
c. Observasi Tanda-Tanda Aspirasi: Mengamati tanda-tanda aspirasi, seperti batuk, sesak napas, perubahan warna kulit, dan suara napas yang tidak normal.
d. Edukasi Pasien dan Keluarga: Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang risiko aspirasi, tanda-tanda aspirasi, dan tindakan pencegahan yang harus dilakukan.
e. Kolaborasi dengan Tim Kesehatan: Berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya, seperti dokter dan ahli gizi, untuk memastikan pemasangan sonde gaster (NGT) yang aman dan penanganan nutrisi yang tepat.
f. Dokumentasi yang Komprehensif: Melakukan dokumentasi yang lengkap dan akurat mengenai tindakan keperawatan, respons pasien, dan evaluasi hasil asuhan keperawatan.
Dengan melaksanakan intervensi keperawatan yang komprehensif, diharapkan dapat mencapai luaran yang diinginkan, yaitu mengendalikan risiko aspirasi, menjaga stabilitas tanda-tanda vital, dan mencegah terjadinya komplikasi akibat pemasangan sonde gaster (NGT). Perawat harus senantiasa memantau pasien secara ketat, melakukan tindakan pencegahan yang tepat, dan berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya untuk memberikan asuhan keperawatan yang optimal. -
Article No. 17094 | 10 May 2025
Klinis : Ny. S usia 62 tahun DPJP : dr. Salman Paris Harahap, Sp.PD-KHOM. Masuk rawat inap tanggal 5 Mei 2025, sudah rawatan hari ke-1 dengan diagnosa Retensi urin, DM, HT, Neuropati. Pasien mengatakan lemas sejak 5 hari post rawat inap di ruang An-Nisa 2. Mengeluh BAK hanya sedikit dan badan terasa gemetar. Pasien memiliki Riwayat penyakit DM dan HT. Pasien mendapatkan terapi injeksi RL/12 jam, Omeprazole 1x40 mg, b12 3x1, As folat 1x3, CaCo3 3x1, Ceftazidine 3x1. Pasien terpasang DC Kesadaran composmentis, TD : 135/75 mmHg, N : 110 x/menit, RR : 22 x/menit, Suhu 36,7, Spo2 98%. Hasil Lab Hb 8,8 (L), Leu 12.8 (H), Hematokrit 27 (L), Trombo 312, Creatinine 6.46 (H), Natrium 135 (L).
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang Anda berikan, berikut adalah diagnosa keperawatan, penjelasan singkat, kode, dan definisi sesuai dengan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
1. Diagnosa Keperawatan: Retensi Urin
Kode: 00023
Definisi: Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih secara penuh.
2. Diagnosa Keperawatan: Intoleransi Aktivitas
Kode: 00092
Definisi: Ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas rutin yang diinginkan.
3. Diagnosa Keperawatan: Nyeri
Kode: 00132
Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial.
4. Diagnosa Keperawatan: Ketidakefektifan Perfusi Jaringan
Kode: 00024
Definisi: Ketidakmampuan untuk mempertahankan suplai oksigen dan nutrisi yang sesuai untuk metabolisme jaringan.
5. Diagnosa Keperawatan: Risiko Infeksi
Kode: 00004
Definisi: Rentan terhadap invasi dan multiplikasi organisme patogen yang dapat membahayakan kesehatan.
Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) terkait dengan diagnosa-diagnosa tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
SLKI:
- Pemulihan Buang Air Kecil
- Mobilitas
- Manajemen Nyeri
- Perfusi Jaringan
- Kontrol Infeksi
SIKI:
- Manajemen Retensi Urin
- Peningkatan Aktivitas
- Manajemen Nyeri
- Peningkatan Perfusi Jaringan
- Pencegahan Infeksi
Secara singkat, penanganan yang dapat dilakukan berdasarkan diagnosa keperawatan yang teridentifikasi adalah:
1. Memantau dan mengelola retensi urin, termasuk pemasangan kateter dan edukasi kepada pasien.
2. Meningkatkan aktivitas dan mobilitas pasien untuk mencegah komplikasi.
3. Mengelola nyeri yang dirasakan pasien.
4. Memantau dan meningkatkan perfusi jaringan, seperti monitoring tanda-tanda vital.
5. Melakukan pencegahan infeksi, termasuk menjaga kebersihan dan perawatan kateter. -
Article No. 17095 | 10 May 2025
Klinis : Suku Atoni Meto, yang mendiami wilayah tengah dan barat Pulau Timor di Nusa Tenggara Timur, memiliki tradisi sunat yang dikenal sebagai Sifon. Berbeda dengan praktik sunat pada umumnya, Sifon dilakukan pada pria dewasa, biasanya setelah usia 17 tahun, dan melibatkan serangkaian ritual khusus. Proses sunat Sifon dilakukan oleh seorang Ahelet (dukun sunat) menggunakan alat tradisional berupa sembilu (bambu tajam). Setelah prosesi sunat, pria yang telah disunat diwajibkan untuk melakukan hubungan seksual dengan seorang perempuan yang bukan istrinya, biasanya seorang janda atau perempuan yang telah memiliki anak. Kepercayaan lokal menyatakan bahwa cairan vagina perempuan dapat membantu mempercepat penyembuhan luka sunat dan menghilangkan "panas" dalam tubuh pria.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berikut adalah diagnosa keperawatan beserta penjelasan singkat terkait SDKI, SLKI, dan SIKI yang relevan dengan konteks tradisi *Sifon* pada Suku Atoni Meto, sesuai standar Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).
---
### **Diagnosa Keperawatan**
**Kode DX. 00030: Risiko Infeksi** *(berhubungan dengan prosedur sunat menggunakan alat tradisional yang tidak steril dan praktik seksual pasca-sunat)*
#### **Penjelasan Singkat**
1. **SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia)**
- **Definisi:** Peningkatan kerentanan terhadap invasi patogen yang dapat membahayakan kesehatan.
- **Faktor Risiko:** Penggunaan sembilu (bambu tajam) sebagai alat sunat yang tidak steril, serta praktik hubungan seksual pasca-sunat dengan risiko kontaminasi luka terbuka.
2. **SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia)**
- **Kode LO. 1902: Status Infeksi**
- **Indikator:**
- Luka sunat menunjukkan tanda-tanda penyembuhan tanpa eritema, edema, atau pus.
- Tidak ada demam atau gejala sistemik infeksi.
3. **SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia)**
- **Kode IE. 1900: Manajemen Infeksi**
- **Intervensi:**
- Edukasi tentang perawatan luka sunat yang higienis.
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lokal untuk menyediakan alat steril atau alternatif prosedur yang lebih aman.
- Pemantauan tanda-tanda infeksi (kalor, dolor, rubor, tumor, functio laesa).
---
### **Diagnosa Tambahan**
**Kode DX. 00146: Konflik Keputusan** *(berhubungan dengan ketidaksesuaian antara nilai budaya dan risiko kesehatan)*
#### **Penjelasan Singkat**
1. **SDKI**
- **Definisi:** Kondisi ketidakpastian atau pertentangan dalam pengambilan keputusan terkait tindakan kesehatan.
- **Faktor Risiko:** Tekanan budaya untuk menjalani *Sifon* vs. kesadaran akan risiko infeksi dan penyebaran penyakit menular seksual (PMS).
2. **SLKI**
- **Kode LO. 1606: Pengambilan Keputusan**
- **Indikator:**
- Klien mampu mengidentifikasi konsekuensi dari pilihan tindakan.
- Menunjukkan kesiapan untuk berdiskusi dengan pemangku adat atau tenaga kesehatan.
3. **SIKI**
- **Kode IE. 5250: Konseling**
- **Intervensi:**
- Fasilitasi dialog antara tokoh adat (*Ahelet*), klien, dan petugas kesehatan.
- Sosiokultural assessment untuk memahami kepercayaan lokal dan mencari solusi kompromi.
---
### **Catatan Akademis**
- **Aspek Budaya:** Perlu pendekatan *cultural competence* dengan menghormati nilai tradisi sambil mengintegrasikan prinsip kesehatan modern.
- **Risiko Kesehatan:** Praktik *Sifon* berpotensi menimbulkan infeksi, trauma psikologis, dan penularan HIV/IMS jika tidak dikelola dengan tepat.
- **Peran Perawat:** Sebagai edukator dan mediator antara sistem kesehatan dan kepercayaan lokal.
Semua kode dan definisi mengacu pada **PPNI (2023)**. Untuk penanganan holistik, kolaborasi dengan antropolog kesehatan atau lembaga adat setempat sangat disarankan.
*(Format RTF dapat disesuaikan dengan kebutuhan dokumen klinis/resmi.)* -
Article No. 17096 | 10 May 2025
Klinis : Suku Atoni Meto, yang mendiami wilayah tengah dan barat Pulau Timor di Nusa Tenggara Timur, memiliki tradisi sunat yang dikenal sebagai Sifon. Berbeda dengan praktik sunat pada umumnya, Sifon dilakukan pada pria dewasa, biasanya setelah usia 17 tahun, dan melibatkan serangkaian ritual khusus. Proses sunat Sifon dilakukan oleh seorang Ahelet (dukun sunat) menggunakan alat tradisional berupa sembilu (bambu tajam). Setelah prosesi sunat, pria yang telah disunat diwajibkan untuk melakukan hubungan seksual dengan seorang perempuan yang bukan istrinya, biasanya seorang janda atau perempuan yang telah memiliki anak. Kepercayaan lokal menyatakan bahwa cairan vagina perempuan dapat membantu mempercepat penyembuhan luka sunat dan menghilangkan "panas" dalam tubuh pria.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
1. Risiko Infeksi
- Terkait dengan penggunaan alat tradisional berupa sembilu (bambu tajam) dalam proses sunat Sifon yang berisiko menimbulkan infeksi.
- Terkait dengan adanya hubungan seksual setelah proses sunat, yang dapat meningkatkan risiko infeksi pada luka.
2. Gangguan Integritas Kulit
- Terkait dengan proses sunat Sifon yang melibatkan pemotongan atau luka pada area genital.
3. Nyeri Akut
- Terkait dengan proses sunat Sifon yang melibatkan pemotongan atau luka pada area genital.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Risiko Infeksi:
- Tidak terjadi infeksi pada luka sunat.
- Pria yang menjalani sunat Sifon menunjukkan tanda-tanda penyembuhan luka yang baik.
2. Gangguan Integritas Kulit:
- Luka sunat Sifon sembuh dengan baik tanpa komplikasi.
- Pria yang menjalani sunat Sifon tidak mengalami komplikasi, seperti perdarahan atau pembengkakan.
3. Nyeri Akut:
- Pria yang menjalani sunat Sifon melaporkan penurunan tingkat nyeri sesuai dengan target yang ditetapkan.
- Pria yang menjalani sunat Sifon menunjukkan perilaku yang sesuai dengan tingkat nyeri yang dialami.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Risiko Infeksi:
- Identifikasi faktor risiko infeksi, seperti penggunaan alat tradisional, proses sunat, dan aktivitas seksual.
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain (misalnya, dokter) untuk memberikan pengobatan dan perawatan yang sesuai.
- Edukasi kepada pria yang menjalani sunat Sifon tentang tanda-tanda infeksi dan pentingnya menjaga kebersihan luka.
- Pantau tanda-tanda infeksi secara teratur dan lakukan intervensi yang tepat jika ditemukan.
2. Gangguan Integritas Kulit:
- Lakukan perawatan luka sunat Sifon sesuai dengan prosedur yang aman dan efektif.
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain (misalnya, dokter) untuk memastikan penyembuhan luka yang optimal.
- Edukasi kepada pria yang menjalani sunat Sifon tentang perawatan luka dan aktivitas yang harus dihindari.
- Pantau proses penyembuhan luka secara teratur dan lakukan intervensi yang tepat jika ditemukan komplikasi.
3. Nyeri Akut:
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif, termasuk intensitas, lokasi, durasi, dan faktor-faktor yang memengaruhi.
- Berikan intervensi farmakologis dan non-farmakologis untuk mengurangi nyeri, sesuai dengan karakteristik nyeri yang dialami.
- Edukasi kepada pria yang menjalani sunat Sifon tentang strategi manajemen nyeri yang dapat dilakukan.
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain (misalnya, dokter) untuk memberikan pengobatan yang sesuai jika diperlukan.
- Pantau efektivitas intervensi untuk mengurangi nyeri dan lakukan penyesuaian jika diperlukan.
Penjelasan yang rinci dan terperinci untuk setiap poin di atas disajikan dengan nada akademis dan persona pakar nurse. -
Article No. 17097 | 10 May 2025
Klinis : Suku Atoni Meto, yang mendiami wilayah tengah dan barat Pulau Timor di Nusa Tenggara Timur, memiliki tradisi sunat yang dikenal sebagai Sifon. Berbeda dengan praktik sunat pada umumnya, Sifon dilakukan pada pria dewasa, biasanya setelah usia 17 tahun, dan melibatkan serangkaian ritual khusus. Proses sunat Sifon dilakukan oleh seorang Ahelet (dukun sunat) menggunakan alat tradisional berupa sembilu (bambu tajam). Setelah prosesi sunat, pria yang telah disunat diwajibkan untuk melakukan hubungan seksual dengan seorang perempuan yang bukan istrinya, biasanya seorang janda atau perempuan yang telah memiliki anak. Kepercayaan lokal menyatakan bahwa cairan vagina perempuan dapat membantu mempercepat penyembuhan luka sunat dan menghilangkan "panas" dalam tubuh pria.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Sebagai seorang pakar keperawatan, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat mengenai SDKI, SLKI, dan SIKI yang relevan dengan kondisi yang Anda paparkan.
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Infeksi (Kode: 00004)
Definisi: Rentan terhadap serangan patogen (bakteri, virus, jamur, parasit) yang dapat mengganggu kesehatan.
Penjelasan: Praktik sunat Sifon yang dilakukan dengan alat tradisional berupa sembilu (bambu tajam) dapat meningkatkan risiko infeksi pada luka sunat.
2. Risiko Perdarahan (Kode: 00206)
Definisi: Rentan terhadap kehilangan darah yang berlebih dari sistem vaskuler.
Penjelasan: Proses sunat Sifon yang dilakukan dengan alat tradisional dapat meningkatkan risiko perdarahan pada luka sunat.
3. Risiko Gangguan Citra Tubuh (Kode: 00225)
Definisi: Rentan terhadap perubahan persepsi dan perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi tubuh yang menimbulkan rasa kurang nyaman.
Penjelasan: Praktik sunat Sifon yang dilakukan pada pria dewasa, biasanya setelah usia 17 tahun, dapat mempengaruhi citra tubuh dan persepsi diri pria yang disunat.
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
1. Kode: 00004 - Risiko Infeksi
2. Kode: 00206 - Risiko Perdarahan
3. Kode: 00225 - Risiko Gangguan Citra Tubuh
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Kode: 1804 - Kontrol Infeksi
2. Kode: 0413 - Pemulihan Perdarahan
3. Kode: 1200 - Citra Tubuh
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Kode: 6550 - Pengawasan Infeksi
2. Kode: 4010 - Manajemen Perdarahan
3. Kode: 5220 - Peningkatan Citra Tubuh
Sebagai perawat, saya akan memastikan bahwa tindakan sunat Sifon dilakukan dengan prosedur yang aman dan higienis untuk mencegah risiko infeksi dan perdarahan. Selain itu, saya juga akan memberikan dukungan psikologis untuk membantu pria yang disunat dalam menerima dan beradaptasi dengan perubahan citra tubuhnya.