Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 21870 | 01 Oct 2025
Klinis : Perempuan berusia 68 tahun dirawat di Ruang Perawatan intermediate dengan keluhan sesak napas dan mudah lelah. Riwayat hipertensi sejak 20 tahun yang lalu dan riwayat infark miokard 10 tahun yang lalu, tekanan darah 160/100 mmHg, frekuensi nadi 98 x/menit, frekuensi napas 24 x/menit, distensi vena jugularis, terdengar ronchi dan edema ekstremitas+2, sianosis, CRT >3 detik.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI:
Kondisi: Penurunan Curah Jantung
Kode SDKI: D.0008
Definisi dan Deskripsi SDKI (500-1000 kata): Penurunan curah jantung adalah kondisi ketidakadekuatan jantung dalam memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Kondisi ini merupakan masalah keperawatan yang sangat serius karena curah jantung (cardiac output) adalah volume darah yang dipompa oleh ventrikel kiri ke aorta setiap menitnya, yang esensial untuk menghantarkan oksigen dan nutrisi ke seluruh jaringan tubuh. Penurunan curah jantung dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang mengganggu komponen-komponen utamanya, yaitu frekuensi jantung (heart rate) dan volume sekuncup (stroke volume). Volume sekuncup sendiri dipengaruhi oleh tiga faktor utama: preload (beban awal), afterload (beban akhir), dan kontraktilitas (kekuatan kontraksi otot jantung).
Pada kasus pasien perempuan berusia 68 tahun ini, beberapa faktor penyebab dan manifestasi klinis yang jelas mengarah pada diagnosis ini. Riwayat hipertensi selama 20 tahun secara kronis meningkatkan afterload, yaitu resistensi yang harus dilawan oleh ventrikel kiri saat memompa darah. Peningkatan afterload yang berkepanjangan menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri, yang pada akhirnya dapat melemah dan gagal berfungsi secara efisien. Selain itu, riwayat infark miokard 10 tahun yang lalu menunjukkan adanya kerusakan permanen pada sebagian otot jantung (miokardium). Jaringan parut yang terbentuk akibat infark tidak dapat berkontraksi, sehingga secara langsung menurunkan kontraktilitas miokardium secara keseluruhan. Kombinasi dari peningkatan afterload kronis dan penurunan kontraktilitas ini menjadi dasar patofisiologi utama penurunan curah jantung pada pasien ini.
Manifestasi klinis yang diobservasi sangat mendukung diagnosis ini. Tekanan darah 160/100 mmHg menunjukkan hipertensi yang tidak terkontrol, yang terus-menerus membebani jantung. Frekuensi nadi 98 x/menit merupakan respons kompensasi simpatis tubuh terhadap penurunan volume sekuncup; tubuh mencoba mempertahankan curah jantung dengan meningkatkan laju denyut. Namun, takikardia yang berkelanjutan justru dapat memperburuk kondisi karena mengurangi waktu pengisian diastolik ventrikel, yang pada akhirnya dapat menurunkan volume sekuncup lebih lanjut.
Gejala utama seperti sesak napas (dispnea) dan mudah lelah adalah akibat langsung dari kegagalan jantung. Sesak napas terjadi karena kegagalan ventrikel kiri memompa darah secara efektif ke sirkulasi sistemik, menyebabkan darah terbendung kembali ke sirkulasi paru (kongesti paru). Peningkatan tekanan hidrostatik di kapiler paru menyebabkan cairan merembes ke ruang interstisial dan alveoli, yang secara klinis terdengar sebagai ronchi saat auskultasi. Kondisi ini mengganggu pertukaran gas dan menyebabkan hipoksemia, yang diperparah dengan sianosis (kebiruan pada kulit dan membran mukosa) dan frekuensi napas yang meningkat (24 x/menit) sebagai upaya tubuh untuk mengkompensasi kekurangan oksigen.
Tanda-tanda kegagalan jantung kanan juga tampak jelas. Distensi vena jugularis (JVD) adalah indikator klasik peningkatan tekanan vena sentral (CVP), yang terjadi ketika ventrikel kanan tidak mampu memompa darah secara efektif ke paru-paru, sehingga darah terbendung di sirkulasi vena sistemik. Edema ekstremitas +2 juga merupakan akibat dari peningkatan tekanan hidrostatik di kapiler sistemik yang menyebabkan akumulasi cairan di ruang interstisial.
Bukti lebih lanjut dari perfusi jaringan yang tidak adekuat adalah waktu pengisian kapiler (Capillary Refill Time/CRT) yang lebih dari 3 detik. Ini menunjukkan bahwa aliran darah ke perifer sangat lambat, sebuah konsekuensi langsung dari curah jantung yang rendah. Kelelahan yang dirasakan pasien juga disebabkan oleh kombinasi hipoksia jaringan akibat perfusi yang buruk dan pasokan oksigen yang tidak memadai untuk aktivitas otot. Secara keseluruhan, kumpulan data subjektif dan objektif dari pasien ini—mulai dari riwayat penyakit, tanda vital, hingga temuan pemeriksaan fisik—secara koheren menggambarkan sindrom klinis dari penurunan curah jantung yang signifikan, kemungkinan besar akibat dekompensasi akut pada gagal jantung kronis.Kode SLKI: L.02008
Luaran yang Diharapkan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan, diharapkan Curah Jantung Meningkat, dengan kriteria hasil:
- Kekuatan nadi perifer meningkat
- Tekanan darah membaik
- Distensi vena jugularis menurun
- Edema perifer menurun
- Suara napas tambahan (ronchi) menurun
- Kelelahan menurun
- Dispnea (sesak napas) menurun
- Sianosis menurun
- Waktu pengisian kapiler membaik
- Frekuensi napas membaik
- Frekuensi nadi membaik
Kode SIKI: I.02075
Intervensi Utama: Perawatan Jantung (Cardiac Care)
Observasi:
- Identifikasi tanda dan gejala primer penurunan curah jantung (misalnya dispnea, kelelahan, edema, ortopnea, peningkatan CVP).
- Identifikasi tanda dan gejala sekunder penurunan curah jantung (misalnya distensi vena jugularis, ronchi basah, kulit pucat, sianosis).
- Monitor tekanan darah, frekuensi nadi, dan frekuensi napas secara berkala.
- Monitor saturasi oksigen untuk menilai tingkat oksigenasi.
- Monitor adanya edema pada ekstremitas dan area dependen.
- Monitor keseimbangan cairan dengan mengukur asupan dan haluaran (intake dan output) secara akurat.
Terapeutik:
- Posisikan pasien dalam posisi semi-Fowler atau Fowler untuk memaksimalkan ekspansi paru dan mengurangi preload.
- Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi untuk mempertahankan saturasi oksigen yang adekuat.
- Batasi asupan cairan dan natrium sesuai anjuran untuk mengurangi retensi cairan dan beban kerja jantung.
- Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman untuk mengurangi stres dan konsumsi oksigen miokard.
Edukasi:
- Anjurkan pasien untuk segera melaporkan jika terjadi sesak napas, nyeri dada, atau kelelahan yang memberat.
- Jelaskan pentingnya aktivitas fisik yang disesuaikan dengan toleransi dan dilakukan secara bertahap.
- Ajarkan pasien dan keluarga cara memonitor berat badan harian pada waktu yang sama setiap hari sebagai indikator retensi cairan.
Kolaborasi:
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat-obatan jantung seperti diuretik (untuk mengurangi volume cairan), antihipertensi (untuk mengurangi afterload), dan inotropik (jika perlu, untuk meningkatkan kontraktilitas).
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk perencanaan diet rendah garam dan rendah lemak yang sesuai.
***PERINGATAN: Informasi dan kode ini adalah SARAN untuk tujuan DIKLAT/SIMULASI dan BUKAN pengganti diagnosis atau kodifikasi resmi.***
-
Article No. 21872 | 01 Oct 2025
Klinis : Perempuan berusia 68 tahun dirawat di Ruang Perawatan intermediate dengan keluhan sesak napas dan mudah lelah. Riwayat hipertensi sejak 20 tahun yang lalu dan riwayat infark miokard 10 tahun yang lalu, tekanan darah 160/100 mmHg, frekuensi nadi 98 x/menit, frekuensi napas 24 x/menit, distensi vena jugularis, terdengar ronchi dan edema ekstremitas+2, sianosis, CRT >3 detik.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10:
Kondisi: Penyakit Jantung Hipertensif dengan Gagal Jantung (Kongestif)
Kode ICD-10: I11.0
Deskripsi Singkat : Penyakit Jantung Hipertensif dengan Gagal Jantung Kongestif adalah kondisi di mana tekanan darah tinggi yang berlangsung lama (hipertensi kronis) telah menyebabkan kerusakan dan pelemahan pada otot jantung. Akibatnya, jantung tidak lagi mampu memompa darah secara efektif ke seluruh tubuh. Kegagalan pompa ini menyebabkan penumpukan cairan di berbagai bagian tubuh. Gejala klinis yang dialami pasien, seperti sesak napas dan ronchi, disebabkan oleh penumpukan cairan di paru-paru (edema paru). Sementara itu, distensi vena jugularis dan edema pada ekstremitas merupakan tanda penumpukan cairan di sirkulasi sistemik. Riwayat infark miokard juga menjadi faktor signifikan yang memperberat kelemahan fungsi jantung. Kode ICD-10 **I11.0** adalah kode kombinasi yang secara spesifik digunakan ketika ada hubungan kausal yang jelas antara hipertensi dan gagal jantung. Kode ini mencakup kedua diagnosis dalam satu kode, menunjukkan bahwa gagal jantung adalah manifestasi dari penyakit jantung yang disebabkan oleh hipertensi.
***PERINGATAN: Informasi dan kode ini adalah SARAN untuk tujuan DIKLAT/SIMULASI dan BUKAN pengganti kodifikasi resmi oleh profesional medis.***
-
Article No. 21873 | 01 Oct 2025
Klinis : batuk 3 bulan belum sembuh; kondisi badan normal tidak ada greges
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: API Error: The model is overloaded. Please try again later.
-
Article No. 21874 | 01 Oct 2025
Klinis : batuk 3 bulan belum sembuh; kondisi badan normal tidak ada greges
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10:
Kondisi: Batuk Kronis
Kode ICD-10: R05
Deskripsi Singkat : Batuk kronis didefinisikan sebagai batuk yang berlangsung selama delapan minggu atau lebih. Kondisi ini bukan penyakit, melainkan gejala dari suatu penyakit yang mendasarinya. Kode ICD-10 R05 secara spesifik digunakan untuk "Batuk" sebagai gejala. Kode ini termasuk dalam kategori gejala yang berkaitan dengan sistem pernapasan dan tidak mengindikasikan penyebab spesifik. Berdasarkan deskripsi "batuk 3 bulan", kondisi ini memenuhi kriteria batuk kronis. Ketiadaan "greges" atau demam menunjukkan fokus pada gejala pernapasan tanpa tanda infeksi sistemik akut. Penggunaan kode R05 tepat ketika diagnosis definitif penyebab batuk belum ditegakkan dan pasien datang dengan keluhan utama batuk. Investigasi lebih lanjut diperlukan untuk mengidentifikasi penyebabnya, seperti asma, GERD, atau kondisi paru lainnya.
***PERINGATAN: Informasi dan kode ini adalah SARAN untuk tujuan DIKLAT/SIMULASI dan BUKAN pengganti kodifikasi resmi oleh profesional medis.***
-
Article No. 21875 | 01 Oct 2025
Klinis : Seorang anak perempuan berusia 1 tahun dibawa orang tuanya kerumah sakit dengan keluhan badan anaknya sering membiru. Keluhan ini muncul sejak klien masih kecil, namun semakin lama semakin parah. Pada pemeriksaan fisik didapatkan mukosa mulut, lidah dan kuku biru, jari-jari, benjolan pada dada, dan murmur sistolik pada ics 2 garis parastenal kiri. Rontgen dada menunjukkan jantung yangt idak membesar, apeks jantung bulat dan terangkat disertai cekung pada konus pulmonalis. Apakah intervensi keperawatan yang dapat dilakukan pada kasus diatas?
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10:
Kondisi: Tetralogi Fallot
Kode ICD-10: Q21.3
Deskripsi Singkat : Tetralogi Fallot (ToF) adalah kelainan jantung bawaan sianotik (menyebabkan kebiruan) yang kompleks dan terdiri dari empat defek jantung. Gejala klinis yang digambarkan, seperti sianosis sejak kecil, murmur sistolik, dan gambaran rontgen dada khas "boot-shaped heart" (jantung seperti sepatu bot) akibat apeks jantung yang terangkat dan konus pulmonalis yang cekung, sangat menunjuk pada diagnosis ini. Keempat defek tersebut adalah: defek septum ventrikel (lubang pada sekat bilik jantung), stenosis pulmonal (penyempitan jalan keluar darah dari bilik kanan ke paru-paru), aorta overriding (posisi aorta yang menunggangi sekat bilik), dan hipertrofi ventrikel kanan (penebalan otot bilik kanan). Kombinasi ini menyebabkan darah yang miskin oksigen mengalir ke seluruh tubuh, sehingga menimbulkan warna biru pada kulit dan mukosa. Kode ICD-10 Q21.3 digunakan secara spesifik untuk mengklasifikasikan kondisi ini dalam sistem rekam medis untuk keperluan diagnosis, statistik kesehatan, dan penagihan.
***PERINGATAN: Informasi dan kode ini adalah SARAN untuk tujuan DIKLAT/SIMULASI dan BUKAN pengganti kodifikasi resmi oleh profesional medis.***
-
Article No. 21876 | 01 Oct 2025
Klinis : Anak A, lahir pada tanggal 03 Juli 2015 dirawat di ruang rawat inap anak. Pada saat pengkajian ibu klien anak batuk berdahak selama 4 hari, demam saat malam hari, sesak nafas disertai dengan penurunan nafsu makan. Makanan yang disajikan hanya habis setengah porsi. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan GCS= 456, composmentis, napas cuping hidung, retraksi dada, RR 50x/menit, dan ronki basah halus. Anak tampak kesulitan bernapas akibat sekret yang menghalangi jalan napas
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI:
Kondisi: Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
Kode SDKI: D.0001
Definisi dan Deskripsi SDKI (500-1000 kata): Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif, dengan kode D.0001 dalam Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), didefinisikan sebagai ketidakmampuan individu untuk membersihkan sekret atau obstruksi dari saluran pernapasan guna mempertahankan jalan napas yang paten. Kondisi ini merupakan salah satu masalah pernapasan yang paling umum dan fundamental dalam praktik keperawatan, karena jalan napas yang terbuka adalah prasyarat utama untuk ventilasi dan oksigenasi yang adekuat. Ketika mekanisme pembersihan jalan napas alami tubuh, seperti batuk dan kerja silia, terganggu atau tidak mampu mengatasi volume atau kekentalan sekret yang berlebihan, maka terjadi penumpukan yang dapat menyebabkan komplikasi serius, termasuk atelektasis, pneumonia, dan gagal napas. Pada kasus Anak A, diagnosis ini ditegakkan berdasarkan kumpulan data klinis yang signifikan. Keluhan utama berupa batuk berdahak selama empat hari menunjukkan adanya produksi sekret yang berlebihan di saluran napas. Batuk adalah mekanisme refleks protektif tubuh yang paling penting untuk mengeluarkan sekret atau benda asing, namun jika tidak efektif, sekret akan tetap tertahan. Gejala penyerta seperti demam, sesak napas (dispnea), dan penurunan nafsu makan semakin memperkuat adanya proses infeksi dan inflamasi pada sistem pernapasan yang menjadi pemicu hipersekresi.
Penyebab dari bersihan jalan napas tidak efektif sangat bervariasi dan dapat dikategorikan menjadi penyebab fisiologis dan situasional. Penyebab fisiologis mencakup spasme jalan napas seperti pada asma, hipersekresi jalan napas akibat infeksi (misalnya bronkitis, pneumonia), disfungsi neuromuskular yang melemahkan otot pernapasan dan kemampuan batuk, serta adanya benda asing dalam jalan napas. Pada anak-anak, struktur jalan napas yang lebih sempit dan sistem imun yang belum matang membuat mereka lebih rentan terhadap infeksi pernapasan yang menyebabkan produksi mukus berlebih. Penyebab situasional dapat meliputi efek agen farmakologis seperti sedasi yang menekan refleks batuk, atau imobilitas berkepanjangan yang menyebabkan penumpukan sekret secara gravitasi. Dalam konteks Anak A, penyebab yang paling mungkin adalah hipersekresi jalan napas akibat proses infeksi, yang ditandai dengan demam dan riwayat batuk produktif.
Tanda dan gejala (data mayor dan minor) menjadi kunci dalam penegakan diagnosis ini. Data mayor yang harus ada adalah batuk tidak efektif atau ketidakmampuan untuk batuk, serta adanya sputum berlebih atau bunyi napas tambahan seperti ronki dan wheezing. Anak A menunjukkan beberapa data mayor ini secara jelas. Adanya ronki basah halus saat auskultasi mengindikasikan adanya cairan atau sekret di saluran napas kecil (bronkiolus). Kesulitan bernapas yang diamati secara langsung akibat sekret yang menghalangi jalan napas adalah manifestasi klinis dari ketidakmampuan tubuh untuk membersihkan jalan napasnya secara efektif. Data minor yang mendukung diagnosis ini juga sangat menonjol pada Anak A. Dispnea (sesak napas) adalah keluhan subjektif yang dilaporkan dan divalidasi oleh tanda-tanda objektif. Frekuensi napas yang meningkat hingga 50x/menit (takipnea) adalah respons kompensasi tubuh terhadap hipoksia atau peningkatan kerja napas. Penggunaan otot bantu napas, yang terlihat dari adanya napas cuping hidung dan retraksi dinding dada, menunjukkan bahwa pernapasan normal tidak lagi memadai dan tubuh mengerahkan upaya ekstra untuk menarik udara melewati obstruksi. Penurunan nafsu makan juga sering terjadi pada anak dengan gangguan pernapasan karena energi tubuh terfokus pada upaya bernapas, dan proses menelan dapat memperberat sesak. Oleh karena itu, berdasarkan analisis data yang komprehensif, Anak A secara klinis memenuhi kriteria untuk diagnosis keperawatan Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif yang berhubungan dengan hipersekresi jalan napas.Kode SLKI: L.01001
Luaran yang Diharapkan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan Bersihan Jalan Napas Meningkat, dengan kriteria hasil:
• Kemampuan batuk efektif meningkat.
• Produksi sputum menurun.
• Dispnea (sesak napas) menurun.
• Penggunaan otot bantu napas (napas cuping hidung, retraksi dada) menurun.
• Frekuensi napas membaik ke rentang normal (20-30x/menit untuk usia anak).
• Bunyi napas tambahan (ronki) menurun atau hilang.Kode SIKI: I.01011
Intervensi Utama: Manajemen Jalan Napas
Observasi:
1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas).
2. Monitor bunyi napas tambahan (misalnya, ronki) secara berkala.
3. Monitor kemampuan batuk efektif.
4. Monitor jumlah, warna, dan aroma sputum.
Terapeutik:
1. Posisikan pasien semi-Fowler atau Fowler untuk memaksimalkan ekspansi paru dan mengurangi sesak.
2. Berikan minum air hangat untuk membantu mengencerkan dahak.
3. Lakukan fisioterapi dada (clapping dan vibrasi) jika tidak ada kontraindikasi.
4. Lakukan penghisapan lendir (suctioning) jika pasien tidak mampu mengeluarkan sekret secara mandiri.
5. Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk mengencerkan sekret.
Edukasi:
1. Ajarkan pada orang tua dan anak (jika kooperatif) mengenai teknik batuk efektif.
2. Anjurkan orang tua untuk memberikan asupan cairan yang cukup sesuai kebutuhan anak.
3. Jelaskan kepada orang tua tanda dan gejala infeksi saluran napas yang memburuk dan kapan harus segera melapor.
Kolaborasi:
1. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian oksigen, jika saturasi oksigen menurun.
2. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat ekspektoran, mukolitik, atau bronkodilator sesuai indikasi.***PERINGATAN: Informasi dan kode ini adalah SARAN untuk tujuan DIKLAT/SIMULASI dan BUKAN pengganti diagnosis atau kodifikasi resmi.***
-
Article No. 21877 | 01 Oct 2025
Klinis : Anak A, lahir pada tanggal 03 Juli 2015 dirawat di ruang rawat inap anak. Pada saat pengkajian ibu klien anak batuk berdahak selama 4 hari, demam saat malam hari, sesak nafas disertai dengan penurunan nafsu makan. Makanan yang disajikan hanya habis setengah porsi. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan GCS= 456, composmentis, napas cuping hidung, retraksi dada, RR 50x/menit, dan ronki basah halus. Anak tampak kesulitan bernapas akibat sekret yang menghalangi jalan napas Dari kasus An. A, masalah keperawatan yang muncul pada anak adalah 1. Bersihan jalan napas tidak efetif 2. Gangguan pertukaran gas 3. Resiko defisit nutrisi 4. Ansietas
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI:
Kondisi: Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
Kode SDKI: D.0001
Definisi dan Deskripsi SDKI (500-1000 kata): Bersihan jalan napas tidak efektif, sesuai Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), didefinisikan sebagai ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan jalan napas tetap paten. Kondisi ini merupakan salah satu masalah pernapasan yang paling fundamental dan sering ditemui, terutama pada pasien anak-anak seperti An. A, yang memiliki kerentanan anatomis dan fisiologis yang lebih tinggi terhadap obstruksi jalan napas. Jalan napas yang paten (terbuka dan bebas hambatan) adalah prasyarat utama untuk proses ventilasi dan oksigenasi yang adekuat. Ketika mekanisme pembersihan alami tubuh, seperti refleks batuk dan kerja silia mukosa, gagal mengeluarkan sekret yang berlebihan atau benda asing, maka akan terjadi penumpukan yang mengganggu aliran udara.
Pada kasus An. A, manifestasi klinis yang disajikan sangat mendukung diagnosis ini. Data subjektif dari ibu klien yang melaporkan batuk berdahak selama 4 hari menunjukkan adanya produksi sekret yang berlebihan di saluran pernapasan. Batuk adalah mekanisme pertahanan tubuh untuk mengeluarkan sekret tersebut, namun jika tidak efektif, sekret akan tertahan. Data objektif memperkuat temuan ini secara signifikan. Adanya napas cuping hidung dan retraksi dinding dada merupakan tanda-tanda klasik dari peningkatan usaha napas (work of breathing). Tubuh An. A sedang bekerja keras untuk menarik udara melewati jalan napas yang menyempit atau terhalang oleh sekret. Frekuensi napas yang tinggi (takipnea) sebesar 50x/menit adalah respons kompensasi tubuh untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang meningkat akibat ventilasi yang tidak efisien. Temuan auskultasi berupa ronki basah halus adalah bukti auditif langsung adanya cairan atau sekret kental di saluran napas kecil (bronkiolus), yang bergetar saat udara melewatinya. Keseluruhan gambaran ini, yaitu produksi sekret yang jelas, usaha napas yang berat, dan bukti adanya sumbatan, secara kolektif menunjukkan bahwa An. A tidak mampu membersihkan jalan napasnya secara mandiri dan efektif.
Penyebab (etiologi) dari bersihan jalan napas tidak efektif dapat diklasifikasikan menjadi fisiologis, situasional, dan psikologis. Pada An. A, penyebab yang paling mungkin adalah dari kategori fisiologis, yang berkaitan dengan proses infeksi pernapasan. Gejala demam pada malam hari dan batuk berdahak sangat mengarah pada kondisi seperti bronkitis, bronkopneumonia, atau infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) lainnya. Infeksi ini memicu respons inflamasi pada mukosa saluran napas, menyebabkan pembengkakan (edema) dan hipersekresi mukus (dahak). Mukus yang diproduksi bisa menjadi lebih kental dan lengket, sehingga sulit untuk dikeluarkan oleh silia dan refleks batuk yang mungkin masih lemah pada anak-anak. Spasme jalan napas (bronkospasme) juga bisa terjadi sebagai bagian dari respons inflamasi, yang semakin mempersempit lumen saluran napas.
Dampak dari bersihan jalan napas yang tidak efektif sangatlah signifikan. Sekret yang tertahan tidak hanya menghalangi aliran udara, tetapi juga menjadi media yang subur bagi pertumbuhan mikroorganisme, yang dapat memperburuk infeksi awal atau menyebabkan infeksi sekunder. Obstruksi ini secara langsung akan mengarah pada masalah keperawatan kedua yang teridentifikasi, yaitu gangguan pertukaran gas. Ketika alveoli tersumbat oleh sekret, area permukaan untuk pertukaran oksigen dan karbon dioksida berkurang, menyebabkan hipoksemia (kadar oksigen darah rendah) dan hiperkapnia (kadar karbon dioksida darah tinggi). Secara klinis, ini dapat bermanifestasi sebagai sesak napas (dispnea) yang dilaporkan, dan jika tidak ditangani, dapat berlanjut menjadi sianosis dan penurunan kesadaran. Usaha napas yang terus-menerus berat juga sangat menguras energi, menyebabkan kelelahan, yang pada akhirnya berkontribusi pada masalah ketiga, yaitu risiko defisit nutrisi. An. A sudah menunjukkan penurunan nafsu makan, yang kemungkinan besar diperparah oleh kondisi sesak napas (sulit makan sambil bernapas cepat) dan malaise umum akibat infeksi dan hipoksia. Oleh karena itu, mengatasi masalah bersihan jalan napas adalah prioritas utama, karena penyelesaian masalah ini akan memberikan dampak positif pada masalah-masalah lainnya.Kode SLKI: L.01001
Luaran yang Diharapkan: Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama masa perawatan, diharapkan Bersihan Jalan Napas Meningkat, dengan kriteria hasil:
- Kemampuan batuk efektif meningkat (5)
- Produksi sputum menurun (5)
- Dispnea (sesak napas) menurun (5)
- Penggunaan otot bantu napas (retraksi dada, napas cuping hidung) menurun (5)
- Frekuensi napas membaik ke rentang normal sesuai usia (5)
- Pola napas membaik (5)
- Bunyi napas tambahan (ronki) menurun (5)
- Gelisah menurun (5)
(Skala: 1 = Sangat menurun/memburuk, 5 = Sangat meningkat/membaik)
Kode SIKI: I.01011
Intervensi Utama: Manajemen Jalan Napas
Observasi
- Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas) secara berkala.
- Monitor bunyi napas tambahan (misalnya, ronki, wheezing) menggunakan stetoskop.
- Monitor kemampuan batuk dan karakteristik sputum (jumlah, warna, aroma, konsistensi).
- Monitor tanda-tanda hipoksia (misalnya, gelisah, sianosis, penurunan kesadaran).
Terapeutik
- Posisikan pasien semi-Fowler atau Fowler untuk memaksimalkan ekspansi paru dan memfasilitasi drainase sekret.
- Lakukan fisioterapi dada (clapping dan vibrasi) sesuai indikasi untuk melonggarkan sekret yang lengket.
- Lakukan penghisapan lendir (suctioning) secara hati-hati jika pasien tidak mampu mengeluarkan sekret secara mandiri dan efektif.
- Berikan hidrasi yang adekuat (minum air hangat) untuk membantu mengencerkan sekret.
- Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan dan indikasi untuk mempertahankan saturasi oksigen.
Edukasi
- Jelaskan kepada orang tua dan anak (jika kooperatif) tujuan dan prosedur manajemen jalan napas.
- Anjurkan orang tua untuk memberikan asupan cairan yang cukup bagi anak.
- Ajarkan teknik batuk efektif kepada anak dan orang tua untuk membantu mengeluarkan dahak.
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat bronkodilator, ekspektoran, atau mukolitik sesuai resep untuk membantu melebarkan jalan napas dan mengencerkan dahak.
- Kolaborasi dengan tim medis lain jika terjadi perburukan kondisi pernapasan yang signifikan.
***PERINGATAN: Informasi dan kode ini adalah SARAN untuk tujuan DIKLAT/SIMULASI dan BUKAN pengganti diagnosis atau kodifikasi resmi.***
-
Article No. 21878 | 01 Oct 2025
Klinis : Ny. A datang ke Puskemas untuk melakukan pemeriksaan kehamilan. Usia kehamilan Ny. A memasuki 32 minggu. Ny. A mengeluh sedikit pusing dan saat ini sering sekali merasa nyeri punggung, sesak nafas dan sering buang air kecil yang membuanya sulit tidur di malam hari (TD= 90/70 mmHG).
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10:
Kondisi: Pengawasan Kehamilan Normal
Kode ICD-10: Z34.9
Deskripsi Singkat : Kode ini digunakan untuk kunjungan pengawasan kehamilan normal yang tidak memiliki komplikasi. Keluhan yang dialami Ny. A seperti pusing ringan (kemungkinan terkait tekanan darah 90/70 mmHg), nyeri punggung, sesak napas, dan sering buang air kecil merupakan ketidaknyamanan fisiologis yang umum terjadi pada trimester ketiga. Hal ini disebabkan oleh perubahan hormonal serta pertumbuhan rahim yang menekan organ-organ di sekitarnya seperti kandung kemih, paru-paru, dan pembuluh darah. Kode Z34.9 secara spesifik berarti 'Supervision of normal pregnancy, unspecified', yang menandakan kunjungan antenatal rutin tanpa informasi spesifik apakah ini merupakan kehamilan pertama atau kehamilan berikutnya.
***PERINGATAN: Informasi dan kode ini adalah SARAN untuk tujuan DIKLAT/SIMULASI dan BUKAN pengganti kodifikasi resmi oleh profesional medis.***
-
Article No. 21810 | 30 Sep 2025
Klinis : gangguan tumbuh kembang
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI:
Kondisi: Gangguan Tumbuh Kembang
Kode SDKI: D.0096
Deskripsi Singkat: Gangguan tumbuh kembang adalah kondisi di mana seorang individu mengalami penyimpangan atau keterlambatan dalam mencapai tahapan pertumbuhan dan perkembangan yang diharapkan sesuai dengan usianya, yang dapat meliputi aspek fisik, kognitif, emosional, sosial, atau bahasa.
Kode SLKI: L.03135
Deskripsi : SLKI untuk diagnosa gangguan tumbuh kembang adalah "Perkembangan Anak Meningkat". Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) ini merujuk pada hasil yang diharapkan setelah intervensi keperawatan diberikan. Tujuannya adalah untuk memandu perawat dalam mengevaluasi apakah kondisi perkembangan anak telah menunjukkan kemajuan. Peningkatan perkembangan ini bersifat multidimensi. Secara fisik, ini dapat berarti peningkatan berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala yang sesuai dengan kurva pertumbuhan standar. Dalam aspek motorik, luaran yang diharapkan adalah anak mampu mencapai tonggak perkembangan motorik kasar (seperti berguling, duduk, merangkak, berjalan) dan motorik halus (seperti menggenggam, memindahkan benda) sesuai usianya. Dari sisi kognitif, peningkatan ditandai dengan kemampuan anak untuk mengeksplorasi lingkungan, memecahkan masalah sederhana, dan menunjukkan rasa ingin tahu. Perkembangan bahasa yang meningkat meliputi kemampuan untuk memahami perintah, mengucapkan kata-kata, dan berkomunikasi sesuai tahap usianya. Aspek sosial-emosional juga menjadi fokus, di mana luaran yang diinginkan adalah anak mampu berinteraksi dengan orang lain, menunjukkan respons emosional yang sesuai, dan membentuk keterikatan (attachment) yang sehat dengan pengasuh utamanya. Pencapaian SLKI ini diukur melalui observasi berkelanjutan, skrining perkembangan dengan alat standar (seperti Kuesioner Pra Skrining Perkembangan/KPSP), dan wawancara dengan orang tua untuk menilai kemajuan anak dalam aktivitas sehari-hari.
Kode SIKI: I.02803
Deskripsi : SIKI untuk menangani gangguan tumbuh kembang adalah "Intervensi Stimulasi Tumbuh Kembang". Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) ini merupakan serangkaian tindakan sistematis yang dilakukan perawat untuk membantu anak mencapai potensi tumbuh kembangnya secara optimal. Intervensi ini bersifat holistik dan terintegrasi. Langkah pertama biasanya adalah melakukan asesmen menyeluruh yang meliputi pengukuran antropometri (berat badan, tinggi badan, lingkar kepala) dan plotting pada grafik tumbuh kembang untuk mendeteksi adanya kegagalan tumbuh (failure to thrive). Perawat juga akan melakukan skrining perkembangan menggunakan alat yang terstandar untuk mengidentifikasi area mana yang mengalami keterlambatan. Intervensi inti adalah memberikan stimulasi yang spesifik dan terarah berdasarkan hasil asesmen. Stimulasi ini mencakup domain-domain utama perkembangan. Untuk motorik kasar, perawat dapat mendemonstrasikan dan mendorong orang tua untuk melakukan permainan yang merangsang gerak tubuh, seperti "tummy time" untuk memperkuat otot leher dan punggung bayi, atau merangsang bayi untuk meraih mainan. Stimulasi motorik halus dapat dilakukan dengan memberikan mainan dengan berbagai tekstur, melatih memegang sendok, atau bermain menyusun balok. Stimulasi kognitif dan bahasa dilakukan melalui pembacaan cerita, bernyanyi, menamai benda-benda di sekitar, serta merespons celotehan anak untuk mendorong kemampuan komunikasinya. Stimulasi sosial-emosional difokuskan pada penguatan ikatan antara anak dan orang tua (bonding), mengajarkan orang tua untuk merespons kebutuhan anak dengan tepat, dan memberikan kesempatan bagi anak untuk berinteraksi dengan teman sebaya. Peran edukatif perawat sangat krusial dalam SIKI ini. Perawat harus memberdayakan orang tua dan pengasuh dengan pengetahuan tentang tahapan perkembangan normal, teknik stimulasi yang dapat dilakukan di rumah, serta pentingnya nutrisi yang adekuat untuk mendukung perkembangan otak dan tubuh. Perawat juga berperan sebagai koordinator, yang merujuk anak kepada tenaga profesional lain seperti dokter spesialis anak, fisioterapis, terapis okupasi, atau psikolog jika ditemukan gangguan yang lebih kompleks. Pemantauan berkelanjutan dan evaluasi terhadap efektivitas intervensi juga merupakan bagian integral dari SIKI ini, untuk memastikan bahwa luaran keperawatan (SLKI) dapat tercapai.
-
Article No. 21812 | 30 Sep 2025
Klinis : pasien gula darah tinggi 600 lebih, susah di bangunkan, penurunan kesadaran riwayat jatuh, kaki lemes,
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10:
Kondisi: Hiperglikemia Hiperosmolar Nonketotik
Kode ICD-10: E11.00
Deskripsi Singkat: Suatu komplikasi diabetes tipe 2 yang mengancam jiwa, ditandai dengan kadar gula darah yang sangat tinggi (sering di atas 600 mg/dL), dehidrasi berat, dan penurunan kesadaran tanpa adanya ketosis yang signifikan. Kondisi ini dapat menyebabkan koma.