Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 17529 | 19 May 2025
Klinis : pasien datang dengan keluhan telinga terasa tersumbat
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Sebagai seorang perawat profesional, saya akan memberikan rekomendasi yang rinci dan terperinci berdasarkan standar diagnosa, luaran, dan intervensi keperawatan yang berlaku.
1. Diagnosa Keperawatan SDKI
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi pasien dengan keluhan telinga terasa tersumbat adalah:
Diagnosa: Gangguan Sensori Persepsi: Pendengaran
Definisi: Persepsi yang tidak akurat atau terbatas tentang rangsangan auditori, yang disebabkan oleh gangguan dalam struktur atau fungsi telinga.
Karakteristik Definisi:
- Telinga terasa tersumbat atau tertutup
- Gangguan mendengar atau ketidakmampuan untuk mendengar
- Rasa penuh di telinga
- Riwayat infeksi telinga berulang
2. Luaran/Output yang diharapkan (SLKI)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan pasien dapat:
Luaran: Fungsi Sensori Persepsi: Pendengaran
Kriteria Hasil:
- Melaporkan pendengaran normal
- Menunjukkan kemampuan mendengar normal
- Mendemonstrasikan kemampuan untuk mendengar dan memahami pembicaraan orang lain
- Melaporkan tidak ada rasa penuh atau tersumbat di telinga
- Melaporkan tidak ada riwayat infeksi telinga berulang
3. Intervensi Keperawatan (SIKI)
Intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan luaran tersebut meliputi:
a. Manajemen Telinga
- Observasi telinga untuk tanda-tanda infeksi atau obstruksi
- Periksa telinga menggunakan otoskop untuk menilai adanya sumbatan atau kelainan
- Lakukan irigasi telinga sesuai indikasi untuk menghilangkan sumbatan
- Berikan edukasi tentang perawatan telinga yang tepat
- Kolaborasi dengan dokter untuk penanganan lebih lanjut jika diperlukan
b. Manajemen Nyeri
- Kaji intensitas dan karakteristik nyeri telinga
- Berikan intervensi farmakologis sesuai resep dokter untuk mengurangi nyeri
- Ajarkan teknik non-farmakologis untuk mengatasi nyeri, seperti kompres hangat
- Evaluasi efektivitas intervensi dalam mengurangi nyeri telinga
c. Edukasi Kesehatan
- Jelaskan penyebab dan faktor risiko gangguan pendengaran
- Anjurkan perilaku sehat untuk melindungi pendengaran, seperti menghindari kebisingan
- Berikan informasi tentang tanda-tanda dan gejala gangguan pendengaran
- Edukasi tentang perawatan telinga yang tepat dan tindakan pencegahan
Penjelasan yang rinci di atas diharapkan dapat memberikan panduan komprehensif bagi asuhan keperawatan pasien dengan keluhan telinga terasa tersumbat. -
Article No. 17530 | 19 May 2025
Klinis : Pasien sudah tidak kejang sudah tidak demam
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Dengan memperhatikan kondisi pasien yang sudah tidak kejang dan tidak demam, berikut adalah kode ICD-10 yang sesuai:
1. Kode ICD-10:
- Kode: Z86.69
- Deskripsi: Riwayat lain kondisi neurologis dan mental
Penjelasan:
Kode Z86.69 digunakan untuk mengindikasikan riwayat kondisi neurologis dan mental lainnya yang tidak termasuk dalam kategori lain. Dalam kasus ini, pasien sudah tidak mengalami kejang dan demam, yang merupakan kondisi neurologis dan metabolik yang telah teratasi.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Tidak ada kode ICD-9-CM yang spesifik untuk kondisi ini, karena tidak terdapat tindakan medis yang dilakukan.
Dalam kasus ini, tidak ada tindakan medis yang perlu dikodekan menggunakan ICD-9-CM, karena pasien tidak memerlukan prosedur khusus. Pengelolaan kondisi ini berfokus pada pemantauan dan pengawasan hingga kondisi pasien benar-benar membaik. -
Article No. 17531 | 19 May 2025
Klinis : demam 40 derajat
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan kondisi yang Anda deskripsikan, yaitu demam 40 derajat, maka:
1. Kode ICD-10:
- Kode: R50.9
- Deskripsi: Demam, tidak diklasifikasi di tempat lain
Penjelasan:
- Kode ICD-10 R50.9 digunakan untuk menggambarkan kondisi demam yang tidak diklasifikasikan di tempat lain. Hal ini mencakup demam dari penyebab yang tidak diketahui atau tidak ditentukan.
- Demam dengan suhu di atas 40 derajat Celsius (104 derajat Fahrenheit) biasanya menunjukkan adanya infeksi atau kondisi medis yang memerlukan evaluasi lebih lanjut oleh tenaga kesehatan.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Tidak ada kode ICD-9-CM prosedur yang spesifik untuk kondisi demam 40 derajat. Manajemen demam biasanya melibatkan pengobatan gejala, pemantauan tanda-tanda vital, dan penanganan penyebab yang mendasarinya.
Dalam praktik klinis, tenaga kesehatan akan melakukan evaluasi yang komprehensif, termasuk pemeriksaan fisik, riwayat medis, dan pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk mengidentifikasi penyebab demam dan memberikan penanganan yang sesuai. -
Article No. 17532 | 19 May 2025
Klinis : demam 40 derajat
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berdasarkan kondisi yang Anda berikan, yaitu demam 40 derajat, dengan tone akademis dan persona pakar/perawat, berikut adalah diagnosa keperawatan beserta penjelasan singkat SDKI, SLKI, dan SIKI yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
Diagnosa Keperawatan:
1. Hipertermia (00007)
- SDKI: Hipertermia
- SLKI: Manajemen Suhu Tubuh
- SIKI: Termoregulasi
Definisi:
- SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia): Peningkatan suhu tubuh di atas rentang normal.
- SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia): Kemampuan individu untuk mengatur suhu tubuh dalam rentang normal.
- SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia): Upaya untuk mempertahankan suhu tubuh dalam rentang normal.
Kode:
- SDKI: 00007
- SLKI: MAN - SUHU
- SIKI: TERMO
Penjelasan Singkat:
Hipertermia adalah kondisi di mana suhu tubuh meningkat di atas rentang normal, dalam kasus ini mencapai 40 derajat Celsius. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti infeksi, dehidrasi, atau paparan terhadap suhu lingkungan yang tinggi. Penanganan utama adalah menurunkan suhu tubuh melalui intervensi keperawatan, seperti memberikan kompres dingin, memastikan hidrasi yang adekuat, dan memantau tanda-tanda vital. -
Article No. 17533 | 19 May 2025
Klinis : Ny. A, seorang guru TK berusia 28 tahun, dibawa ke IGD RS dengan kondisi gawat darurat setelah tiga hari mengalami demam tinggi mencapai 39°C disertai munculnya ruam merah yang dengan cepat berubah menjadi lepuh-lepuh besar berisi cairan di seluruh wajah, dada, dan lengan. Pasien mengeluhkan nyeri hebat yang digambarkan seperti terbakar dengan intensitas 8/10 pada skala nyeri, dimana rasa sakit tersebut muncul secara spontan dan semakin parah ketika kulit yang terkena tersentuh atau bergesekan dengan pakaian. Nyeri ini bersifat terus-menerus dan sangat mengganggu terutama di area bibir dan tangan, membuat pasien tidak mampu melakukan aktivitas sederhana sekalipun seperti membuka mata atau menelan ludah. Riwayat penyakit mengungkapkan bahwa gejala muncul 24 jam setelah pasien mengkonsumsi kombinasi paracetamol dan ibuprofen untuk mengatasi sakit kepala dan demam. Perkembangan gejala yang sangat cepat ini disertai dengan mata merah berair dan munculnya luka-luka di dalam mulut yang membuat pasien sama sekali tidak bisa makan atau minum. Riwayat kesehatan masa lalu pasien menunjukkan adanya alergi terhadap sulfonamide saat kecil dan pernah mengalami reaksi kulit ringan terhadap beberapa jenis antibiotik. Latar belakang keluarga pasien memperlihatkan kecenderungan alergi dan atopi yang kuat dimana ibunya pernah mengalami ruam obat setelah mengkonsumsi amoxicillin dan adik kandungnya menderita asma serta alergi lateks. Kakek dari pihak ibu diketahui memiliki riwayat diabetes melitus tipe 2 sedangkan neneknya menderita asma kronis. Secara fisiologis, kondisi pasien sangat terganggu dimana asupan makanan dan cairan berkurang drastis akibat nyeri hebat di mulut, pola tidur tidak teratur karena rasa tidak nyaman yang konstan, dan kemampuan bergerak sangat terbatas akibat lesi kulit yang luas. Dari sisi psikologis, pasien tampak sangat cemas dan terus bertanya apakah kulitnya akan kembali normal, sering menangis ketika mengingat anaknya yang masih kecil, serta menunjukkan tanda-tanda depresi reaktif terhadap perubahan fisik yang dialaminya. Pemeriksaan fisik menyeluruh menunjukkan konjungtiva mata yang sangat merah dengan pembengkakan kelopak mata, bibir pecah-pecah dan berdarah, serta bula-bula besar yang mulai mengelupas di sekitar 30% permukaan tubuh terutama di dada, punggung, dan ekstremitas. Tanda-tanda vital saat masuk menunjukkan tekanan darah 110/70 mmHg, denyut nadi 98 kali per menit, frekuensi pernapasan 22 kali per menit, suhu tubuh 38.5°C, dan saturasi oksigen 96% pada udara ruangan. Hasil pemeriksaan penunjang menunjukkan peningkatan jumlah sel darah putih (12.000/µL) dan kadar CRP yang tinggi (45 mg/L), sementara biopsi kulit mengkonfirmasi adanya nekrosis keratinosit dan pembentukan bula subepidermal yang khas untuk SJS. Tes kulit tambahan menunjukkan reaksi positif terhadap NSAID. Tim medis segera memulai terapi agresif berupa pemberian cairan infus RL 2000 mL per hari untuk menjaga keseimbangan cairan, serta paracetamol intravena untuk mengendalikan nyeri dengan menghindari sama sekali penggunaan NSAID. Perawatan luka dilakukan secara steril menggunakan silver sulfadiazine 1% untuk lesi kulit dan lidocaine gel 2% untuk mengurangi nyeri di area mulut. Pasien diisolasi di ruangan khusus untuk mencegah infeksi sekunder dan diawasi ketat terhadap kemungkinan berkembangnya sepsis.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
1. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik, nyeri, dan keterbatasan gerak akibat lesi kulit yang luas.
2. Nyeri Kronis berhubungan dengan lesi kulit dan mukosa yang menyebabkan rasa terbakar dan kesulitan beraktivitas.
3. Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan dermatitis eksfoliativa dan pembentukan bula subepidermal.
4. Risiko Infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit dan mukosa serta penurunan sistem imun.
5. Gangguan Citra Tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik akibat lesi kulit yang luas.
6. Ansietas berhubungan dengan ketakutan akan kondisi yang mengancam jiwa dan ketidakpastian prognosis.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Intoleransi Aktivitas:
- Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara bertahap sesuai toleransi.
- Pasien dapat menggunakan alat bantu mobilisasi dengan benar.
- Pasien dapat mengelola kelelahan yang dirasakan.
2. Nyeri Kronis:
- Pasien dapat mengungkapkan nyeri yang dirasakan dengan akurat.
- Pasien dapat menunjukkan penurunan skor nyeri dari 8/10 menjadi 4/10 atau kurang.
- Pasien dapat menggunakan teknik nonfarmakologis untuk mengatasi nyeri.
3. Integritas Kulit:
- Lesi kulit menunjukkan perbaikan dan penyembuhan.
- Pasien dapat merawat luka dengan benar.
- Pasien dapat mencegah terjadinya komplikasi, seperti infeksi.
4. Risiko Infeksi:
- Tidak terjadi tanda-tanda infeksi, seperti demam, peningkatan leukosit, dan peningkatan CRP.
- Pasien dapat berpartisipasi dalam prosedur pemberian antibiotik dan perawatan luka secara tepat.
- Pasien dapat mempertahankan status nutrisi dan hidrasi yang adekuat.
5. Citra Tubuh:
- Pasien dapat menerima perubahan fisik yang terjadi.
- Pasien dapat mengekspresikan perasaan positif terhadap penampilan fisiknya.
- Pasien dapat berpartisipasi dalam perawatan dan pemulihan kondisi kulit.
6. Ansietas:
- Pasien dapat mengidentifikasi sumber kecemasan dan mengungkapkan perasaannya.
- Pasien dapat mendemonstrasikan teknik relaksasi untuk mengurangi kecemasan.
- Pasien dapat menunjukkan penurunan skor kecemasan dari tingkat sedang menjadi rendah.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Intoleransi Aktivitas:
- Kaji tingkat aktivitas dan toleransi pasien.
- Bantu pasien melakukan aktivitas secara bertahap sesuai kemampuan.
- Ajarkan teknik penggunaan alat bantu mobilisasi.
- Lakukan manajemen energi untuk mengelola kelelahan.
2. Nyeri Kronis:
- Kaji karakteristik nyeri pasien secara komprehensif.
- Berikan analgetik sesuai resep untuk mengendalikan nyeri.
- Ajarkan teknik nonfarmakologis, seperti relaksasi dan distraksi, untuk mengatasi nyeri.
- Kolaborasi dengan tim medis untuk mengevaluasi dan menyesuaikan terapi analgetik.
3. Integritas Kulit:
- Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
- Berikan topikal silver sulfadiazine untuk mempercepat penyembuhan lesi kulit.
- Berikan lidokain gel untuk mengurangi nyeri pada lesi mukosa.
- Ajarkan pasien dan keluarga tentang perawatan luka yang tepat.
4. Risiko Infeksi:
- Lakukan isolasi dan pencegahan infeksi sesuai protokol.
- Monitor tanda-tanda infeksi, seperti suhu, leukosit, dan CRP.
- Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian antibiotik dan perawatan luka yang tepat.
- Anjurkan pasien untuk mempertahankan status nutrisi dan hidrasi yang adekuat.
5. Citra Tubuh:
- Kaji persepsi pasien tentang perubahan fisik yang terjadi.
- Beri dukungan emosional dan bantu pasien untuk menerima perubahan fisik.
- Dorong pasien untuk terlibat dalam perawatan dan pemulihan kondisi kulit.
- Kolaborasi dengan konselor/psikolog untuk membantu pasien dalam beradaptasi.
6. Ansietas:
- Kaji tingkat kecemasan pasien dan identifikasi sumber kecemasannya.
- Fasilitasi pasien untuk mengungkapkan perasaan dan kecemasannya.
- Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi untuk mengurangi kecemasan.
- Berikan informasi yang jelas dan akurat tentang kondisi dan rencana perawatan.
- Kolaborasi dengan tim kesehatan mental untuk intervensi psikologis yang sesuai.
Penjelasan:
Berdasarkan informasi yang diberikan, pasien mengalami kondisi klinis yang sesuai dengan Sindrom Stevens-Johnson (SJS), yang merupakan reaksi obat yang mengancam jiwa. Diagnosis keperawatan yang sesuai mencakup masalah fisik, psikologis, dan risiko kesehatan yang dialami pasien. Luaran/output yang diharapkan dan intervensi keperawatan yang diperlukan ditujukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut secara komprehensif, dengan mempertimbangkan aspek fisik, psikologis, dan sosial pasien. Pendekatan kolaboratif dengan tim medis juga diperlukan untuk memastikan tatalaksana yang tepat dan mencegah komplikasi yang dapat berakibat fatal. Tone yang digunakan adalah akademis, sejalan dengan peran saya sebagai pakar perawat yang memberikan asuhan keperawatan yang terstruktur dan berdasarkan bukti terbaik. -
Article No. 17534 | 19 May 2025
Klinis : Seorang perempuan berinisial A, berusia 23 tahun, mengeluh perih di ulu hati sejak pagi. Keluhan muncul setelah ia melewatkan makan malam dan belum sarapan karena terburu-buru. Ia juga merasa sedikit mual, tetapi tidak muntah. Aktivitas sehari-hari masih berjalan normal tanpa keluhan lain. Pemeriksaan tanda vital menunjukkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 78 kali/menit, napas 18 kali/menit, dan suhu 36,8°C, yang semuanya dalam batas normal untuk orang dewasa. Pasien dalam keadaan sadar dan responsif, serta tidak ada gejala klinis yang mengindikasikan dehidrasi. Keluhan ini diduga akibat pola makan yang tidak teratur, sehingga pasien berencana memperbaiki pola makannya agar keluhan tidak berulang.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang Anda deskripsikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri akut (kode SDKI: 00132)
Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau dijelaskan dalam istilah seperti itu (International Association for the Study of Pain).
2. Intoleransi aktivitas (kode SDKI: 00092)
Definisi: Ketidakmampuan untuk mentoleransi atau menyelesaikan aktivitas rutin karena kelelahan yang dirasakan.
Penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
1. Nyeri akut (kode 00132)
- Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau dijelaskan dalam istilah seperti itu (International Association for the Study of Pain).
- Penyebab: Agen cidera biologis, kimia, fisik, atau psikologis.
- Gejala dan tanda: Ekspresi wajah yang menunjukkan nyeri, perilaku protektif, dan/atau pernyataan verbal tentang nyeri.
2. Intoleransi aktivitas (kode 00092)
- Definisi: Ketidakmampuan untuk mentoleransi atau menyelesaikan aktivitas rutin karena kelelahan yang dirasakan.
- Penyebab: Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, aktivitas berlebihan, dan/atau kelemahan.
- Gejala dan tanda: Kelelahan, sesak napas, dan/atau palpitasi.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Manajemen nyeri
2. Toleransi aktivitas
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Manajemen nyeri:
- Pengkajian nyeri
- Pemberian analgesik
- Teknik non-farmakologis untuk mengurangi nyeri
2. Peningkatan toleransi aktivitas:
- Pengkajian toleransi aktivitas
- Perencanaan aktivitas
- Edukasi tentang aktivitas
Dalam kondisi yang Anda deskripsikan, pasien A mengalami nyeri akut di ulu hati dan intoleransi aktivitas akibat pola makan yang tidak teratur. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah manajemen nyeri dan peningkatan toleransi aktivitas, sesuai dengan diagnosa keperawatan yang ditetapkan. -
Article No. 17535 | 19 May 2025
Klinis : Seorang perempuan berinisial A, berusia 23 tahun, mengeluh perih di ulu hati sejak pagi. Keluhan muncul setelah ia melewatkan makan malam dan belum sarapan karena terburu-buru. Ia juga merasa sedikit mual, tetapi tidak muntah. Aktivitas sehari-hari masih berjalan normal tanpa keluhan lain. Pemeriksaan tanda vital menunjukkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 78 kali/menit, napas 18 kali/menit, dan suhu 36,8°C, yang semuanya dalam batas normal untuk orang dewasa. Pasien dalam keadaan sadar dan responsif, serta tidak ada gejala klinis yang mengindikasikan dehidrasi. Keluhan ini diduga akibat pola makan yang tidak teratur, sehingga pasien berencana memperbaiki pola makannya agar keluhan tidak berulang.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Dalam menganalisis kondisi yang diberikan, diagnosis yang paling sesuai berdasarkan kode ICD-10 adalah:
1. Kode ICD-10:
- Kode: K30
- Deskripsi: Dispepsia
Kondisi yang dialami oleh pasien A, seorang perempuan berusia 23 tahun, mengeluhkan perih di ulu hati setelah melewatkan makan malam dan belum sarapan, disertai dengan sedikit mual namun tidak muntah, tidak menunjukkan adanya gejala lain yang mengarah pada kondisi medis lainnya. Berdasarkan gambaran klinis tersebut, diagnosis yang paling sesuai adalah dispepsia, yang merupakan istilah umum untuk mendeskripsikan ketidaknyamanan atau nyeri di area perut atas.
Tidak ditemukan adanya prosedur atau tindakan medis yang perlu dikodekan dengan kode ICD-9-CM dalam kasus ini. Penatalaksanaan yang disarankan adalah perbaikan pola makan yang tidak teratur, sehingga dapat mencegah kekambuhan keluhan dispepsia. -
Article No. 17536 | 19 May 2025
Klinis : Seorang perempuan berinisial A, berusia 23 tahun, mengeluh perih di ulu hati sejak pagi. Keluhan muncul setelah ia melewatkan makan malam dan belum sarapan karena terburu-buru. Ia juga merasa sedikit mual, tetapi tidak muntah. Aktivitas sehari-hari masih berjalan normal tanpa keluhan lain. Pemeriksaan tanda vital menunjukkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 78 kali/menit, napas 18 kali/menit, dan suhu 36,8°C, yang semuanya dalam batas normal untuk orang dewasa. Pasien dalam keadaan sadar dan responsif, serta tidak ada gejala klinis yang mengindikasikan dehidrasi. Keluhan ini diduga akibat pola makan yang tidak teratur, sehingga pasien berencana memperbaiki pola makannya agar keluhan tidak berulang.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang dideskripsikan, diagnosa keperawatan yang sesuai adalah:
1. Diagnosa Keperawatan: Risiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002)
Definisi (SDKI): Berisiko mengalami asupan nutrisi yang tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
Kode SDKI: 00002
Penjelasan singkat:
Pasien menunjukkan gejala risiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, ditandai dengan keluhan perih di ulu hati setelah melewatkan makan malam dan belum sarapan. Kondisi ini dapat menyebabkan asupan nutrisi yang tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
2. Diagnosa Keperawatan: Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (00002)
Definisi (SDKI): Asupan nutrisi tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
Kode SDKI: 00002
Penjelasan singkat:
Pasien mengalami ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh, yang ditandai dengan keluhan perih di ulu hati dan sedikit mual setelah melewatkan makan malam dan belum sarapan. Kondisi ini menunjukkan asupan nutrisi yang tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
3. Diagnosa Keperawatan: Pola makan tidak efektif (00102)
Definisi (SDKI): Konsumsi makanan dan/atau minuman yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.
Kode SDKI: 00102
Penjelasan singkat:
Pasien menunjukkan pola makan yang tidak efektif, ditandai dengan melewatkan makan malam dan belum sarapan, sehingga konsumsi makanan dan/atau minuman tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.
Singkatan:
SDKI: Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
SLKI: Standar Luaran Keperawatan Indonesia
SIKI: Standar Intervensi Keperawatan Indonesia -
Article No. 17537 | 19 May 2025
Klinis : Lansia mengatakan bahwa pemeriksaan tekanan darah tidak penting jika belum merasakan gejala. Lansia merasa tidak memiliki waktu untuk menghadiri Posbindu karena kesibukan ekonomi (bekerja). Lansia mengaku tidak mendapatkan informasi yang cukup tentang hipertensi dan pencegahannya. Lansia merasa tidak ada manfaat langsung dari pemeriksaan tekanan darah, sehingga enggan berpartisipasi. Data puskesmas menunjukkan Hanya 2% lansia yang rutin menghadiri Posbindu selama 4 kali berturut-turut. 85% lansia memiliki kemampuan rendah dalam mengenali hipertensi secara dini. 40% warga yang menderita hipertensi tidak pernah mendapatkan penyuluhan tentang hipertensi. Mayoritas lansia (80%) hanya tamat SD atau tidak bersekolah, yang berpotensi mempengaruhi pemahaman mereka tentang hipertensi. Penduduk jarang berada di rumah pada pagi dan siang hari karena bekerja, sementara anak-anak berada di sekolah. Mayoritas penduduk (70%) adalah pedagang, sehingga sulit meluangkan waktu untuk pemeriksaan kesehatan.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan informasi yang diberikan, tidak terdapat kode ICD-10 yang spesifik untuk kondisi yang dijelaskan. Namun, berikut adalah beberapa poin penting yang dapat dipertimbangkan:
1. Kode ICD-10:
- Kode: Z13.1
- Deskripsi: Pemeriksaan khusus untuk deteksi dini hipertensi
2. Tidak ada kode ICD-9-CM Procedure yang sesuai, karena kondisi yang dijelaskan berfokus pada perilaku dan persepsi lansia terhadap pemeriksaan tekanan darah, bukan tindakan medis tertentu.
Penjelasan:
- Kode Z13.1 dalam ICD-10 menggambarkan pemeriksaan khusus yang dilakukan untuk mendeteksi dini hipertensi. Hal ini sesuai dengan kondisi yang dijelaskan, di mana lansia kurang memahami pentingnya pemeriksaan tekanan darah secara rutin.
- Tidak ada prosedur atau tindakan medis spesifik yang tercakup dalam kasus ini. Kondisi yang dijelaskan lebih terkait dengan faktor-faktor yang memengaruhi perilaku lansia dalam melakukan pemeriksaan kesehatan, seperti kesibukan ekonomi, pemahaman yang rendah tentang hipertensi, dan persepsi manfaat yang kurang.
- Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan intervensi yang berfokus pada peningkatan pengetahuan, kesadaran, dan motivasi lansia dalam melakukan pemeriksaan tekanan darah secara rutin. Hal ini dapat dilakukan melalui program edukasi kesehatan, kolaborasi dengan Posbindu, dan penyesuaian layanan kesehatan untuk memfasilitasi partisipasi lansia. -
Article No. 17538 | 19 May 2025
Klinis : Lansia mengatakan bahwa pemeriksaan tekanan darah tidak penting jika belum merasakan gejala. Lansia merasa tidak memiliki waktu untuk menghadiri Posbindu karena kesibukan ekonomi (bekerja). Lansia mengaku tidak mendapatkan informasi yang cukup tentang hipertensi dan pencegahannya. Lansia merasa tidak ada manfaat langsung dari pemeriksaan tekanan darah, sehingga enggan berpartisipasi. Data puskesmas menunjukkan Hanya 2% lansia yang rutin menghadiri Posbindu selama 4 kali berturut-turut. 85% lansia memiliki kemampuan rendah dalam mengenali hipertensi secara dini. 40% warga yang menderita hipertensi tidak pernah mendapatkan penyuluhan tentang hipertensi. Mayoritas lansia (80%) hanya tamat SD atau tidak bersekolah, yang berpotensi mempengaruhi pemahaman mereka tentang hipertensi. Penduduk jarang berada di rumah pada pagi dan siang hari karena bekerja, sementara anak-anak berada di sekolah. Mayoritas penduduk (70%) adalah pedagang, sehingga sulit meluangkan waktu untuk pemeriksaan kesehatan.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang Anda deskripsikan, berikut adalah Diagnosa Keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI beserta kodenya dan definisinya yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Kurang Pengetahuan (00126)
- SDKI: Kurang Pengetahuan
- SLKI: Pengetahuan Rendah
- SIKI: Edukasi Kesehatan
- Definisi: Kurangnya informasi kognitif yang terkait dengan topik tertentu.
2. Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan (00078)
- SDKI: Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan
- SLKI: Kepatuhan Rendah
- SIKI: Manajemen Penyakit Kronis
- Definisi: Gagal dalam mengidentifikasi, menangani, dan/atau mengomunikasikan informasi tentang kebutuhan kesehatan.
3. Risiko Ketidakpatuhan (00188)
- SDKI: Risiko Ketidakpatuhan
- SLKI: Kepatuhan Rendah
- SIKI: Manajemen Penyakit Kronis
- Definisi: Berisiko mengalami perilaku yang tidak sesuai dengan rencana pengobatan yang disepakati oleh pasien dan penyedia layanan kesehatan.
Penjelasan Singkat:
1. Kurang Pengetahuan (00126):
Lansia memiliki pengetahuan yang kurang tentang pentingnya pemeriksaan tekanan darah dan pencegahan hipertensi. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya informasi yang diterima oleh lansia.
2. Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan (00078):
Lansia tidak efektif dalam mengelola kesehatan mereka, ditandai dengan rendahnya partisipasi dalam kegiatan Posbindu. Hal ini dapat disebabkan oleh kendala waktu dan kesibukan ekonomi yang dihadapi oleh lansia.
3. Risiko Ketidakpatuhan (00188):
Lansia berisiko untuk tidak patuh terhadap pemeriksaan tekanan darah dan upaya pencegahan hipertensi. Hal ini dapat disebabkan oleh persepsi lansia yang menganggap pemeriksaan tidak penting dan tidak adanya manfaat langsung yang dirasakan.
Kode dan definisi yang diberikan mengacu pada Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia.