Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 17627 | 21 May 2025
Klinis : Pasien mengeluh pusing seperti berputar putar, badan lemas, kebas dan kesemutan di badan tangan dan kaki. Nyeri dikepala karena pusing, nyeri dirasakan tumpul dengn skala 4-5. Pusing membuat tidur pasien terganggu, pasien sering bangun. Diagnosa medis vertigo
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai untuk kondisi pasien dengan keluhan pusing seperti berputar-putar, badan lemas, kebas dan kesemutan di badan, tangan dan kaki, nyeri kepala karena pusing dengan skala nyeri 4-5, serta gangguan tidur akibat pusing adalah:
1. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan gangguan pada sistem saraf pusat yang ditandai dengan pusing, kebas, dan kesemutan.
2. Nyeri Akut berhubungan dengan gangguan pada sistem saraf pusat yang ditandai dengan nyeri kepala.
3. Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan pusing yang mengganggu tidur pasien.
Luaran/Output yang Diharapkan Setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Gangguan Mobilitas Fisik:
- Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan bantuan minimal.
- Pasien dapat mempertahankan keseimbangan saat berpindah posisi.
- Pasien dapat melakukan pergerakan yang terkoordinasi.
2. Nyeri Akut:
- Pasien dapat melaporkan penurunan skala nyeri kepala.
- Pasien dapat mendemonstrasikan teknik manajemen nyeri yang efektif.
- Pasien dapat beristirahat dengan nyaman.
3. Gangguan Pola Tidur:
- Pasien dapat melaporkan peningkatan kualitas dan kuantitas tidur.
- Pasien dapat mendemonstrasikan teknik relaksasi untuk membantu tidur.
- Pasien dapat mengatasi faktor-faktor yang mengganggu tidur.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan untuk Mencapai Tujuan Luaran (SIKI):
1. Gangguan Mobilitas Fisik:
- Identifikasi faktor-faktor yang memengaruhi mobilitas fisik.
- Bantu pasien untuk melakukan latihan fisik secara bertahap.
- Ajarkan teknik mobilisasi yang aman dan sesuai dengan kondisi pasien.
- Terapkan alat bantu mobilisasi sesuai kebutuhan pasien.
- Pantau tanda-tanda vital dan respons pasien selama aktivitas.
2. Nyeri Akut:
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif.
- Berikan analgesik sesuai dengan resep dokter.
- Ajarkan teknik manajemen nyeri non-farmakologis, seperti relaksasi, distraksi, dan kompres hangat/dingin.
- Pantau efektivitas analgesik dan respons pasien terhadap intervensi.
- Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk mengelola nyeri.
3. Gangguan Pola Tidur:
- Identifikasi faktor-faktor yang memengaruhi pola tidur pasien.
- Atur lingkungan yang nyaman untuk tidur, seperti pengaturan suhu, pencahayaan, dan kebisingan.
- Ajarkan teknik relaksasi untuk membantu tidur, seperti napas dalam, visualisasi, dan meditasi.
- Berikan edukasi tentang sleep hygiene.
- Pantau kualitas dan kuantitas tidur pasien.
- Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk mengelola gangguan tidur.
Penjelasan rinci dan terperinci untuk setiap poin di atas:
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Diagnosa keperawatan yang dipilih berdasarkan kondisi pasien, yaitu Gangguan Mobilitas Fisik, Nyeri Akut, dan Gangguan Pola Tidur. Masing-masing diagnosa dirumuskan dengan mengidentifikasi masalah keperawatan, penyebab, dan tanda-tanda yang muncul pada pasien.
Luaran/Output yang Diharapkan Setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Setiap diagnosa keperawatan memiliki luaran yang diharapkan setelah diberikan asuhan keperawatan. Luaran tersebut mencakup kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas, mengelola nyeri, dan memperoleh kualitas tidur yang baik. Luaran ini dirumuskan secara spesifik, dapat diukur, dan berorientasi pada pasien.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan untuk Mencapai Tujuan Luaran (SIKI):
Intervensi keperawatan yang diperlukan untuk mencapai luaran yang diharapkan meliputi identifikasi faktor-faktor yang memengaruhi, pemberian tindakan keperawatan, pengajaran teknik-teknik manajemen, pemantauan respons pasien, serta kolaborasi dengan tim kesehatan lain. Intervensi ini dirancang secara sistematis dan komprehensif untuk memenuhi kebutuhan pasien secara holistik.
Secara keseluruhan, penjelasan yang diberikan mencakup aspek diagnostik, luaran, dan intervensi keperawatan yang saling terkait dalam memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas bagi pasien dengan diagnosa medis vertigo. -
Article No. 17628 | 21 May 2025
Klinis : Seorang perempuan berusia 35 tahun, satu tahun sebelumnya, klien mengalami KDRT oleh suaminya selama 10 tahun pernikahan. Klien seringkali mengalami kekerasan fisik seperti ditendang, dijambak bahkan pernah disayat oleh pisau. Selain kekerasan fisik yang diterima, klien juga mengalami kekerasan psikis, misalnya dibentak dengan kasar, dihina dengan kata-kata kotor, dan diancam akan dibunuh oleh suaminya jika klien menceritakan kejadian yang dialaminya selama ini. Saat ini klien sudah berada di rumah orang tuanya, saat pengkajian klien mengatakan bahwa setelah kejadian itu, klien menjadi sulit tidur, jika mendengar suara keras klien tiba-tiba berteriak ketakutan sambil menangis dan menutup telinganya, badan gemetar, badan terasa lemas dan seakan tidak bisa digerakkan. Hal itu menurut klien masih sering dirasakan dan sangat mengganggu kehidupan sehari-hari klien.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
1. Trauma Kekerasan: Kondisi di mana individu mengalami cedera fisik atau psikologis akibat tindakan kekerasan yang dilakukan oleh orang lain. Hal ini sesuai dengan kondisi klien yang mengalami KDRT berupa kekerasan fisik dan psikologis selama 10 tahun pernikahan.
Luaran/Output yang Diharapkan Setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Pemulihan Trauma: Individu mampu mengatasi dampak psikologis dan fisik akibat pengalaman traumatis dan mengembalikan fungsi optimal.
2. Kontrol Kecemasan: Individu mampu mengendalikan gejala kecemasan yang dialami, seperti sulit tidur, berteriak ketakutan, dan gemetar.
3. Peningkatan Harga Diri: Individu mampu mempertahankan penilaian positif terhadap dirinya sendiri meskipun mengalami peristiwa traumatis.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan untuk Mencapai Tujuan Luaran (SIKI):
1. Manajemen Trauma:
a. Identifikasi reaksi traumatis klien dan dampaknya pada fungsi sehari-hari.
b. Kembangkan strategi koping untuk mengatasi gejala traumatis.
c. Libatkan klien dalam aktivitas yang dapat membantu menurunkan stres dan kecemasan.
d. Kolaborasi dengan profesional kesehatan mental untuk terapi trauma yang tepat.
2. Manajemen Kecemasan:
a. Identifikasi pemicu kecemasan klien dan ajarkan teknik relaksasi.
b. Ajarkan strategi manajemen stres, seperti latihan pernapasan dan visualisasi.
c. Berikan dukungan emosional dan validasi perasaan klien.
d. Pantau tanda-tanda kecemasan dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain jika diperlukan.
3. Peningkatan Harga Diri:
a. Bantu klien mengidentifikasi kekuatan dan kemampuan diri.
b. Dorong klien untuk terlibat dalam aktivitas yang dapat meningkatkan kepercayaan diri.
c. Berikan umpan balik positif dan pujian atas pencapaian klien.
d. Libatkan keluarga atau orang terdekat untuk mendukung peningkatan harga diri klien.
Penjelasan rinci di atas memberikan panduan komprehensif bagi perawat dalam menangani kasus trauma kekerasan pada klien. Melalui intervensi yang berfokus pada pemulihan trauma, manajemen kecemasan, dan peningkatan harga diri, diharapkan klien dapat pulih secara optimal dan kembali menjalankan fungsi kehidupan sehari-hari dengan baik. -
Article No. 17629 | 21 May 2025
Klinis : Seorang perempuan berusia 35 tahun, satu tahun sebelumnya, klien mengalami KDRT oleh suaminya selama 10 tahun pernikahan. Klien seringkali mengalami kekerasan fisik seperti ditendang, dijambak bahkan pernah disayat oleh pisau. Selain kekerasan fisik yang diterima, klien juga mengalami kekerasan psikis, misalnya dibentak dengan kasar, dihina dengan kata-kata kotor, dan diancam akan dibunuh oleh suaminya jika klien menceritakan kejadian yang dialaminya selama ini. Saat ini klien sudah berada di rumah orang tuanya, saat pengkajian klien mengatakan bahwa setelah kejadian itu, klien menjadi sulit tidur, jika mendengar suara keras klien tiba-tiba berteriak ketakutan sambil menangis dan menutup telinganya, badan gemetar, badan terasa lemas dan seakan tidak bisa digerakkan. Hal itu menurut klien masih sering dirasakan dan sangat mengganggu kehidupan sehari-hari klien.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk tindakan medis yang sesuai:
1. Kode ICD-10:
- Kode: T74.2
- Deskripsi: Kekerasan psikologis, diperkirakan
Penjelasan:
- Kode T74.2 dalam ICD-10 digunakan untuk mengkodekan "Kekerasan psikologis, diperkirakan", yang sesuai dengan gejala-gejala yang dialami oleh klien, seperti kesulitan tidur, mengalami ketakutan dan kecemasan yang mengganggu aktivitas sehari-hari, setelah mengalami kekerasan psikis oleh suaminya.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 94.24
- Deskripsi: Konseling untuk pelecehan, kekerasan, atau pengabaian
Penjelasan:
- Kode 94.24 dalam ICD-9-CM digunakan untuk mengkodekan "Konseling untuk pelecehan, kekerasan, atau pengabaian", yang dapat diterapkan pada kasus ini untuk mencatat tindakan konseling atau terapi yang diberikan kepada klien untuk mengatasi masalah kekerasan domestik yang dialaminya.
Berdasarkan informasi yang diberikan, tampaknya klien membutuhkan penanganan yang komprehensif, termasuk dukungan psikologis dan konseling untuk membantu memulihkan kondisi mentalnya setelah mengalami kekerasan fisik dan psikis selama bertahun-tahun. Kode ICD-10 dan ICD-9-CM yang diberikan di atas dapat digunakan untuk mendokumentasikan diagnosis dan tindakan medis yang diberikan pada kasus ini. -
Article No. 17630 | 21 May 2025
Klinis : Seorang perempuan berusia 35 tahun, satu tahun sebelumnya, klien mengalami KDRT oleh suaminya selama 10 tahun pernikahan. Klien seringkali mengalami kekerasan fisik seperti ditendang, dijambak bahkan pernah disayat oleh pisau. Selain kekerasan fisik yang diterima, klien juga mengalami kekerasan psikis, misalnya dibentak dengan kasar, dihina dengan kata-kata kotor, dan diancam akan dibunuh oleh suaminya jika klien menceritakan kejadian yang dialaminya selama ini. Saat ini klien sudah berada di rumah orang tuanya, saat pengkajian klien mengatakan bahwa setelah kejadian itu, klien menjadi sulit tidur, jika mendengar suara keras klien tiba-tiba berteriak ketakutan sambil menangis dan menutup telinganya, badan gemetar, badan terasa lemas dan seakan tidak bisa digerakkan. Hal itu menurut klien masih sering dirasakan dan sangat mengganggu kehidupan sehari-hari klien.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI yang sesuai dengan kondisi yang Anda deskripsikan.
Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan Stress Pasca Trauma (kode NANDA-I: 40.19)
Definisi: Pengalaman individu atau tindakan yang menimbulkan rasa takut, ketidakberdayaan, atau kengerian yang dapat menyebabkan gangguan psikologis dan fisik.
2. Resiko Bunuh Diri (kode NANDA-I: 40.20)
Definisi: Adanya keinginan untuk mengakhiri hidup sebagai respons terhadap stressor psikologis yang dirasakan.
3. Gangguan Pola Tidur (kode NANDA-I: 40.21)
Definisi: Gangguan dalam kualitas, kuantitas, dan pola tidur yang mengganggu fungsi sehari-hari.
Penjelasan SDKI - SLKI - SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
1. Gangguan Stress Pasca Trauma (kode SDKI: 40.19.001)
Definisi: Respon individu terhadap kejadian traumatis yang dapat menyebabkan gejala psikologis dan fisik.
2. Resiko Bunuh Diri (kode SDKI: 40.20.001)
Definisi: Adanya keinginan untuk mengakhiri hidup sebagai respons terhadap stresor psikologis yang dirasakan.
3. Gangguan Pola Tidur (kode SDKI: 40.21.001)
Definisi: Gangguan dalam kualitas, kuantitas, dan pola tidur yang mengganggu fungsi sehari-hari.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Kondisi Trauma Teratasi (kode SLKI: 40.19.001)
Definisi: Individu dapat beradaptasi dan berfungsi secara optimal setelah mengalami trauma.
2. Resiko Bunuh Diri Terkendali (kode SLKI: 40.20.001)
Definisi: Individu dapat mengendalikan keinginan untuk mengakhiri hidup.
3. Pola Tidur Membaik (kode SLKI: 40.21.001)
Definisi: Individu dapat mempertahankan pola tidur yang adekuat.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Terapi Stres Pasca Trauma (kode SIKI: 40.19.001)
Definisi: Intervensi untuk membantu individu beradaptasi dan berfungsi secara optimal setelah mengalami trauma.
2. Manajemen Risiko Bunuh Diri (kode SIKI: 40.20.001)
Definisi: Intervensi untuk mencegah individu melakukan upaya bunuh diri.
3. Manajemen Gangguan Tidur (kode SIKI: 40.21.001)
Definisi: Intervensi untuk memfasilitasi individu dalam mempertahankan pola tidur yang adekuat. -
Article No. 17631 | 21 May 2025
Klinis : Seorang perempuan berusia 35 tahun, satu tahun sebelumnya, klien mengalami KDRT oleh suaminya selama 10 tahun pernikahan. Klien seringkali mengalami kekerasan fisik seperti ditendang, dijambak bahkan pernah disayat oleh pisau. Selain kekerasan fisik yang diterima, klien juga mengalami kekerasan psikis, misalnya dibentak dengan kasar, dihina dengan kata-kata kotor, dan diancam akan dibunuh oleh suaminya jika klien menceritakan kejadian yang dialaminya selama ini. Saat ini klien sudah berada di rumah orang tuanya, saat pengkajian klien mengatakan bahwa setelah kejadian itu, klien menjadi sulit tidur, jika mendengar suara keras klien tiba-tiba berteriak ketakutan sambil menangis dan menutup telinganya, badan gemetar, badan terasa lemas dan seakan tidak bisa digerakkan. Hal itu menurut klien masih sering dirasakan dan sangat mengganggu kehidupan sehari-hari klien.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kasus yang dijelaskan, dapat ditetapkan beberapa diagnosa keperawatan beserta penjelasan singkat SDKI, SLKI, dan SIKI dengan kodenya, sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
1. Diagnosa Keperawatan: Gangguan Pola Tidur
- SDKI: Gangguan Pola Tidur (10029)
- Definisi: Perubahan durasi dan kualitas tidur yang mengganggu fungsi sehari-hari individu.
- SLKI: Pemulihan Tidur (10050)
- SIKI: Manajemen Gangguan Tidur (I0107)
2. Diagnosa Keperawatan: Trauma
- SDKI: Trauma (10134)
- Definisi: Cedera fisik dan/atau psikologis akibat peristiwa yang mengancam atau membahayakan.
- SLKI: Pemulihan Trauma (10132)
- SIKI: Manajemen Trauma (I0167)
3. Diagnosa Keperawatan: Kecemasan
- SDKI: Kecemasan (10007)
- Definisi: Respon emosional dan fisik terhadap ancaman yang ditandai dengan perasaan takut, khawatir, dan gugup.
- SLKI: Pengendalian Kecemasan (10013)
- SIKI: Manajemen Kecemasan (I0031)
4. Diagnosa Keperawatan: Isolasi Sosial
- SDKI: Isolasi Sosial (10035)
- Definisi: Pengalaman subjektif ketidakadekuatan dalam jumlah atau kualitas hubungan sosial.
- SLKI: Peningkatan Interaksi Sosial (10040)
- SIKI: Terapi Aktivitas Kelompok (I0158)
Setiap diagnosa keperawatan di atas memiliki kode dan definisi yang sesuai dengan standar PPNI, yang dapat digunakan sebagai panduan bagi perawat dalam melakukan pengkajian, perencanaan, intervensi, dan evaluasi dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif pada klien. -
Article No. 17632 | 21 May 2025
Klinis : Seorang perempuan berusia 35 tahun, satu tahun sebelumnya, klien mengalami KDRT oleh suaminya selama 10 tahun pernikahan. Klien seringkali mengalami kekerasan fisik seperti ditendang, dijambak bahkan pernah disayat oleh pisau. Selain kekerasan fisik yang diterima, klien juga mengalami kekerasan psikis, misalnya dibentak dengan kasar, dihina dengan kata-kata kotor, dan diancam akan dibunuh oleh suaminya jika klien menceritakan kejadian yang dialaminya selama ini. Saat ini klien sudah berada di rumah orang tuanya, saat pengkajian klien mengatakan bahwa setelah kejadian itu, klien menjadi sulit tidur, jika mendengar suara keras klien tiba-tiba berteriak ketakutan sambil menangis dan menutup telinganya, badan gemetar, badan terasa lemas dan seakan tidak bisa digerakkan. Hal itu menurut klien masih sering dirasakan dan sangat mengganggu kehidupan sehari-hari klien.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
Diagnosis Keperawatan yang paling sesuai dengan kondisi perempuan berusia 35 tahun ini adalah Risiko Trauma yang Berulang. Diagnosis ini mencakup risiko terjadinya kembali pengalaman traumatis akibat tindakan kekerasan yang dialami sebelumnya. Hal ini sesuai dengan kondisi klien yang telah mengalami KDRT selama 10 tahun pernikahan, dengan berbagai bentuk kekerasan fisik dan psikis yang diterimanya.
Luaran/Output yang Diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Peningkatan Keamanan Diri: Klien mampu mengidentifikasi dan menerapkan strategi untuk mempertahankan keamanan diri dari ancaman kekerasan yang mungkin terjadi lagi.
2. Penurunan Kecemasan: Klien menunjukkan penurunan tanda-tanda kecemasan, seperti mudah terkejut, kesulitan tidur, serta reaksi takut dan gemetar saat mendengar suara keras.
3. Peningkatan Kemampuan Koping: Klien mampu menggunakan strategi koping yang efektif untuk mengelola reaksi traumatis dan meningkatkan kemampuan beradaptasi dengan pengalaman traumatis masa lalu.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan untuk Mencapai Tujuan Luaran (SIKI):
1. Manajemen Keamanan: Membantu klien mengidentifikasi potensi ancaman keamanan, mengembangkan rencana keamanan, dan mengakses sumber daya yang tersedia untuk melindungi diri.
2. Terapi Relaksasi: Mengajarkan dan memfasilitasi klien untuk melakukan teknik relaksasi, seperti latihan pernapasan dalam, visualisasi, atau teknik lainnya, untuk mengatasi reaksi kecemasan dan ketegangannya.
3. Konseling Trauma: Melakukan konseling untuk membantu klien memproses pengalaman traumatis, mengelola emosi, dan mengembangkan strategi koping yang sehat.
4. Pendidikan Kesehatan: Memberikan informasi dan edukasi kepada klien tentang reaksi traumatis, strategi mengatasi, dan sumber dukungan yang tersedia untuk membantu pemulihan.
5. Kolaborasi Interprofesional: Berkoordinasi dengan profesi lain, seperti psikolog atau pekerja sosial, untuk memberikan pendekatan holistik dalam menangani masalah trauma dan kekerasan yang dialami klien.
Penjelasan rinci di atas mencerminkan pendekatan keperawatan yang komprehensif dan berpusat pada klien untuk membantu perempuan ini pulih dari pengalaman traumatis akibat KDRT yang dialaminya. -
Article No. 17633 | 21 May 2025
Klinis : Seorang perempuan berusia 35 tahun, satu tahun sebelumnya, klien mengalami KDRT oleh suaminya selama 10 tahun pernikahan. Klien seringkali mengalami kekerasan fisik seperti ditendang, dijambak bahkan pernah disayat oleh pisau. Selain kekerasan fisik yang diterima, klien juga mengalami kekerasan psikis, misalnya dibentak dengan kasar, dihina dengan kata-kata kotor, dan diancam akan dibunuh oleh suaminya jika klien menceritakan kejadian yang dialaminya selama ini. Saat ini klien sudah berada di rumah orang tuanya, saat pengkajian klien mengatakan bahwa setelah kejadian itu, klien menjadi sulit tidur, jika mendengar suara keras klien tiba-tiba berteriak ketakutan sambil menangis dan menutup telinganya, badan gemetar, badan terasa lemas dan seakan tidak bisa digerakkan. Hal itu menurut klien masih sering dirasakan dan sangat mengganggu kehidupan sehari-hari klien.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: **DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PENJELASAN SDKI – SLKI – SIKI**
*(Berdasarkan Standar PPNI untuk Kasus KDRT dengan Gangguan Stres Pasca-Trauma)*
**1. Diagnosa Keperawatan (SDKI):**
**Gangguan Stres Pasca-Trauma (Kode: 00125)**
**Definisi:** Respons maladaptif terhadap peristiwa traumatik (kekerasan fisik/psikis) yang ditandai dengan gejala intrusif (kilas balik, mimpi buruk), hiperarousal (respon berlebihan terhadap stimulus), dan penghindaran (Rusdi, 2019).
**Data Pendukung:**
- Kilas balik kejadian traumatik (menggambarkan kekerasan secara detail).
- Reaksi fisiologis (gemetar, lemas, takut saat mendengar suara keras).
- Gangguan tidur dan distress psikologis (menangis, berteriak).
---
**2. Luaran Keperawatan (SLKI):**
**Koping Traumatik Meningkat (Kode: L.14015)**
**Indikator:**
- Klien mampu mengidentifikasi strategi koping adaptif (misal: relaksasi napas dalam).
- Frekuensi reaksi hiperarousal menurun (SKALA: 1–5, target ?4).
- Klien melaporkan peningkatan durasi tidur (misal: dari 2 jam menjadi 5 jam/hari).
---
**3. Intervensi Keperawatan (SIKI):**
**a. Terapi Eksposur Progresif (Kode: I.14030)**
- **Tindakan:** Bantu klien menghadapi stimulus traumatik secara bertahap (contoh: suara keras direkam dengan volume rendah, lalu ditingkatkan secara sistematis).
- **Rasional:** Mengurangi sensitivitas sistem limbik terhadap pemicu trauma (Barlow, 2017).
**b. Pendidikan Kesehatan: Manajemen Kecemasan (Kode: I.13280)**
- **Tindakan:** Ajarkan teknik *grounding* (misal: 5-4-3-2-1) untuk mengalihkan fokus dari kilas balik.
- **Rasional:** Metode kognitif-behavioral terbukti efektif menurunkan *flashback* (Hofmann et al., 2012).
**c. Kolaborasi Rujukan Psikiatri (Kode: I.11010)**
- **Tindakan:** Rujuk ke psikiater untuk evaluasi kebutuhan farmakoterapi (SSRI/benzodiazepin).
- **Rasional:** Terapi kombinasi (psikofarmaka + psikoterapi) meningkatkan prognosis PTSD (APA, 2022).
---
**Catatan Akademik:**
- **Kode SDKI/SLKI/SIKI** mengacu pada *Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia* Edisi II (PPNI, 2017).
- **Skala Pengukuran:** Gunakan *PTSD Checklist-5 (PCL-5)* untuk menilai progres luaran.
- **Dasar Teori:** Model *Cognitive Processing Therapy (CPT)* direkomendasikan untuk korban KDRT (Resick et al., 2016).
**Referensi:**
- American Psychiatric Association. (2022). *Clinical Practice Guidelines for PTSD*.
- PPNI. (2017). *Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Edisi II*.
- Resick, P. A., et al. (2016). *Cognitive Processing Therapy for PTSD: A Comprehensive Manual*.
*(Format RTF tersedia upon request)* -
Article No. 17634 | 21 May 2025
Klinis : Keluarga dengan anak school age, sang anak memiliki kebiasaan menggigit kuku dan keadaan rumah memiliki spitanck yang berada di dalam rumah dekat dengan dapur
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci mengenai diagnosa keperawatan, luaran/output yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang diperlukan untuk kondisi yang Anda berikan.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Berdasarkan kondisi yang Anda paparkan, yaitu keluarga dengan anak usia school age yang memiliki kebiasaan menggigit kuku dan adanya spitanck di dalam rumah dekat dengan dapur, maka diagnosa keperawatan yang sesuai adalah:
1. Risiko Kesehatan Lingkungan
- Definisi: Kerentanan terhadap potensi bahaya di lingkungan yang dapat mengganggu kesehatan.
- Faktor yang Berhubungan: Keberadaan spitanck di dalam rumah dekat dengan dapur dapat meningkatkan risiko kontaminasi makanan dan air, serta menjadi tempat bersarangnya hama yang dapat membahayakan kesehatan anggota keluarga.
2. Defisit Perawatan Diri: Kebersihan Diri
- Definisi: Ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri kebersihan diri secara mandiri.
- Faktor yang Berhubungan: Kebiasaan menggigit kuku pada anak usia school age dapat mengindikasikan adanya defisit dalam perawatan diri kebersihan diri.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Risiko Kesehatan Lingkungan
- Indikator Utama: Tidak ada paparan terhadap bahaya lingkungan yang dapat mengganggu kesehatan.
- Kriteria Hasil:
- Keluarga mampu mengidentifikasi potensi bahaya di lingkungan rumah.
- Keluarga mampu menerapkan tindakan pencegahan terhadap potensi bahaya di lingkungan rumah.
- Tidak ada tanda-tanda kontaminasi makanan atau air di rumah.
- Tidak ada tanda-tanda keberadaan hama di dalam rumah.
2. Perawatan Diri: Kebersihan Diri
- Indikator Utama: Mampu melakukan perawatan diri kebersihan diri secara mandiri.
- Kriteria Hasil:
- Anak mampu menjaga kebersihan kuku.
- Anak tidak lagi menggigit kuku.
- Anak menunjukkan peningkatan kebersihan diri.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Risiko Kesehatan Lingkungan
- Manajemen Risiko Lingkungan
- Identifikasi potensi bahaya di lingkungan rumah, termasuk keberadaan spitanck.
- Edukasi keluarga mengenai risiko dan dampak bahaya lingkungan terhadap kesehatan.
- Kolaborasi dengan pihak terkait (misalnya, pest control) untuk mengatasi masalah spitanck.
- Evaluasi efektivitas tindakan pencegahan yang dilakukan.
- Kontrol Lingkungan
- Anjurkan keluarga untuk menjaga kebersihan dan kerapian lingkungan rumah.
- Beri rekomendasi untuk menyimpan makanan dengan benar dan menjauhkan dari area yang terkontaminasi.
- Pantau kebersihan lingkungan rumah secara berkala.
2. Defisit Perawatan Diri: Kebersihan Diri
- Promosi Perawatan Diri
- Ajarkan dan latih anak tentang cara menjaga kebersihan kuku.
- Dorong anak untuk tidak menggigit kuku dan memberikan penguatan positif saat anak tidak menggigit kuku.
- Edukasi keluarga tentang pentingnya menjaga kebersihan diri anak.
- Evaluasi kemajuan anak dalam menjaga kebersihan kuku.
- Dukungan Emosional
- Berikan dukungan dan pujian kepada anak saat ia berhasil menjaga kebersihan kuku.
- Identifikasi faktor-faktor yang memicu perilaku menggigit kuku pada anak dan bantu mengatasinya.
- Libatkan keluarga dalam memberikan dukungan emosional kepada anak.
Dengan penerapan intervensi keperawatan yang komprehensif, diharapkan dapat mencapai luaran/output yang diinginkan, yaitu menurunnya risiko kesehatan lingkungan dan peningkatan kemampuan anak dalam menjaga kebersihan diri, khususnya kebersihan kuku. -
Article No. 17635 | 21 May 2025
Klinis : Dalam sebuah keluarga suami hanya bertugas untuk mencari nafkah dan hubungan dengan anak kurang terjalin dengan baik, sedangkan dalam pengambilan keputusan sang istrilah yang mengambil keputusan dalam keluarga
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci untuk setiap poin yang Anda minta.
Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
Berdasarkan kondisi yang Anda jabarkan, yaitu dalam keluarga suami hanya bertugas untuk mencari nafkah dan hubungan dengan anak kurang terjalin dengan baik, sedangkan dalam pengambilan keputusan sang istrilah yang mengambil keputusan dalam keluarga, maka diagnosa keperawatan SDKI yang sesuai adalah:
1. "Ketidakefektifan Peran Keluarga"
Definisi: Ketidakmampuan anggota keluarga untuk melaksanakan peran yang diharapkan dalam keluarga.
Penyebab:
- Kurangnya komunikasi antar anggota keluarga
- Perbedaan persepsi mengenai peran dan tanggung jawab dalam keluarga
- Kurangnya saling pengertian dan dukungan antar anggota keluarga
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan keluarga dapat:
1. Mengidentifikasi peran dan tanggung jawab masing-masing anggota keluarga (SLKI: Peran Keluarga Teridentifikasi)
2. Meningkatkan komunikasi dan interaksi positif antar anggota keluarga (SLKI: Komunikasi Keluarga Efektif)
3. Membuat keputusan bersama dalam keluarga (SLKI: Pengambilan Keputusan Keluarga Efektif)
4. Mencapai keseimbangan peran dalam keluarga (SLKI: Keseimbangan Peran Keluarga)
Intervensi Keperawatan (SIKI):
Untuk mencapai luaran/output yang diharapkan, intervensi keperawatan yang diperlukan antara lain:
1. Fasilitasi Komunikasi Keluarga
- Mengidentifikasi pola komunikasi keluarga
- Mempromosikan komunikasi terbuka dan aktif antar anggota keluarga
- Memfasilitasi diskusi dan negosiasi terkait peran dan tanggung jawab keluarga
2. Edukasi Peran dan Tanggung Jawab Keluarga
- Memberikan edukasi tentang peran dan tanggung jawab masing-masing anggota keluarga
- Membantu keluarga mengidentifikasi dan memahami peran mereka
- Mendorong keluarga untuk berkomitmen dalam melaksanakan peran masing-masing
3. Fasilitasi Pengambilan Keputusan Keluarga
- Memfasilitasi diskusi dan negosiasi dalam pengambilan keputusan keluarga
- Mendorong keluarga untuk membuat keputusan bersama
- Membantu keluarga mengevaluasi efektivitas pengambilan keputusan
Dengan intervensi-intervensi tersebut, diharapkan keluarga dapat meningkatkan efektivitas peran dalam keluarga, komunikasi yang efektif, pengambilan keputusan yang seimbang, sehingga dapat mencapai keseimbangan peran dalam keluarga. -
Article No. 17553 | 20 May 2025
Klinis : Setelah dilakukan pengkajian pasien mengeluh seluruh badannya panas. Panas dirasakan sepanjang hari sejak 2 hari yang lalu sampai hari ini, suhu tubuh 38,7°C. Pasien juga mengatakan makan 3 kali sehari tetapi sedikit dikarenakan tidak nafsu makan, pasien mengatakan lemas dan bibir terlihat kering. TTV N : 97x/menit TD: 130/70mmHg RR: 20x/menit S: 38,7°C.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai:
1. Hipertermia
Definisi: Peningkatan suhu tubuh di atas rentang normal.
Penyebab: Infeksi, trauma, dehidrasi, dan gangguan sistem pengaturan suhu tubuh.
Tanda dan Gejala:
- Suhu tubuh di atas 37,5°C
- Kulit hangat
- Menggigil
- Nyeri kepala
- Nafsu makan menurun
- Dehidrasi
2. Risiko Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh
Definisi: Berisiko mengalami asupan nutrisi yang tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
Penyebab: Nafsu makan menurun, mual, dan proses penyakit.
Tanda dan Gejala:
- Asupan makanan di bawah kebutuhan
- Berat badan menurun
- Lemah, letih, lesu
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Hipertermia
- Suhu tubuh kembali normal
- Tidak ada tanda-tanda infeksi
- Tanda vital dalam batas normal
2. Keseimbangan Nutrisi: Adekuat
- Asupan nutrisi adekuat untuk memenuhi kebutuhan tubuh
- Tidak ada tanda-tanda kekurangan nutrisi
- Berat badan stabil atau meningkat
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Hipertermia
- Pemantauan suhu tubuh secara berkala
- Pemberian antipiretik sesuai indikasi
- Pemberian cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan
- Perawatan kulit dan mulut untuk mencegah dehidrasi
- Edukasi kepada pasien dan keluarga tentang manajemen hipertermia
2. Risiko Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh
- Pengkajian status nutrisi secara komprehensif
- Pemberian makanan dan minuman yang sesuai dengan preferensi dan toleransi pasien
- Pemberian suplemen nutrisi sesuai indikasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk merencanakan program nutrisi yang adekuat
- Edukasi kepada pasien dan keluarga tentang pentingnya nutrisi yang adekuat
Penjelasan rinci:
Berdasarkan kondisi pasien yang mengeluhkan seluruh badan panas, suhu tubuh 38,7°C, nafsu makan menurun, dan gejala lemas serta bibir kering, maka diagnosa keperawatan yang sesuai adalah Hipertermia dan Risiko Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh.
Hipertermia merupakan peningkatan suhu tubuh di atas rentang normal, yang dapat disebabkan oleh infeksi, trauma, dehidrasi, atau gangguan sistem pengaturan suhu tubuh. Tanda dan gejala yang ditunjukkan pasien, seperti suhu tubuh di atas 37,5°C, kulit hangat, dan nafsu makan menurun, sesuai dengan kriteria diagnostik Hipertermia.
Risiko Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh adalah kondisi di mana pasien berisiko mengalami asupan nutrisi yang tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metaboliknya. Hal ini dapat disebabkan oleh nafsu makan yang menurun, mual, dan proses penyakit. Tanda dan gejala yang ditunjukkan pasien, seperti asupan makanan di bawah kebutuhan dan keluhan lemas, sesuai dengan kriteria diagnostik Risiko Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh.
Luaran yang diharapkan setelah pemberian asuhan keperawatan adalah:
1. Hipertermia: Suhu tubuh kembali normal, tidak ada tanda-tanda infeksi, dan tanda vital dalam batas normal.
2. Keseimbangan Nutrisi: Adekuat - Asupan nutrisi adekuat untuk memenuhi kebutuhan tubuh, tidak ada tanda-tanda kekurangan nutrisi, dan berat badan stabil atau meningkat.
Untuk mencapai luaran tersebut, intervensi keperawatan yang perlu dilakukan adalah:
1. Hipertermia:
- Pemantauan suhu tubuh secara berkala
- Pemberian antipiretik sesuai indikasi
- Pemberian cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan
- Perawatan kulit dan mulut untuk mencegah dehidrasi
- Edukasi kepada pasien dan keluarga tentang manajemen hipertermia
2. Risiko Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh:
- Pengkajian status nutrisi secara komprehensif
- Pemberian makanan dan minuman yang sesuai dengan preferensi dan toleransi pasien
- Pemberian suplemen nutrisi sesuai indikasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk merencanakan program nutrisi yang adekuat
- Edukasi kepada pasien dan keluarga tentang pentingnya nutrisi yang adekuat
Dengan menerapkan intervensi keperawatan yang tepat, diharapkan dapat mencapai luaran yang diharapkan dan membantu pasien dalam pemulihan kondisinya.