Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 20076 | 25 Jul 2025
Klinis : Abses digiti 3 manus sinistra, demam, tidak nafsu makan
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, berikut adalah kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis berdasarkan kondisi yang Anda berikan:
1. Kode ICD-10:
- Kode: L03.13
- Deskripsi: Abses digiti 3 manus sinistra (Abses pada jari ke-3 tangan kiri)
2. Kode ICD-10:
- Kode: R50.9
- Deskripsi: Demam, tidak dijelaskan (Demam, tidak dispesifikasi)
Tidak ada kode ICD-9-CM Procedure yang spesifik untuk kasus ini, karena informasi yang diberikan tidak mencakup tindakan medis yang dilakukan. Umumnya, untuk kasus abses pada jari tangan, tindakan yang mungkin dilakukan adalah insisi dan drainase abses (Kode ICD-9-CM: 86.04 - Insisi dan drainase abses subkutan).
Penjelasan:
1. Kode ICD-10 L03.13 menggambarkan kondisi abses pada jari ke-3 tangan kiri. Abses adalah kumpulan nanah atau cairan infeksi yang terbentuk dalam jaringan tubuh.
2. Kode ICD-10 R50.9 mengindikasikan adanya demam, tetapi tidak ada informasi lebih lanjut mengenai penyebab atau karakteristiknya. Demam merupakan tanda adanya proses infeksi atau peradangan dalam tubuh.
Informasi tambahan yang mungkin diperlukan untuk tindak lanjut medis antara lain:
- Riwayat awal timbulnya gejala
- Pemeriksaan fisik lebih lanjut (misalnya ukuran, nyeri, kemerahan, pembengkakan pada jari tangan)
- Hasil pemeriksaan penunjang (misalnya pemeriksaan darah, pus, atau pencitraan)
- Rencana tatalaksana (misalnya pemberian antibiotik, insisi dan drainase abses, debridemen, dll.) -
Article No. 20077 | 25 Jul 2025
Klinis : Pasien mengeluhkan batuk, pilek, panas, nyeri telan, dan mual.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Dengan senang hati, saya akan memberikan penjelasan rinci dan terperinci untuk kondisi pasien yang Anda deskripsikan.
1. Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai:
Berdasarkan gejala yang dialami pasien, yaitu batuk, pilek, panas, nyeri telan, dan mual, maka diagnosa keperawatan yang sesuai menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) adalah:
a. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
Definisi: Ketidakmampuan untuk membersihkan sekret atau obstruksi dari saluran napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas.
Karakteristik Definisi: Batuk tidak efektif, suara napas tambahan, kesulitan bernapas, sputum berlebih.
b. Nyeri Akut
Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam istilah kerusakan tersebut.
Karakteristik Definisi: Ekspresi verbal atau perilaku menunjukkan rasa nyeri, melaporkan nyeri, perubahan tanda-tanda vital.
c. Mual
Definisi: Sensasi tidak nyaman di perut yang mengarah pada keinginan untuk muntah.
Karakteristik Definisi: Melaporkan rasa mual, menolak makan, pucat.
2. Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
a. Bersihan Jalan Napas Efektif
- Pasien dapat batuk dan bersin secara efektif untuk mengeluarkan sekret.
- Pasien dapat bernapas dengan mudah tanpa suara napas tambahan.
- Pasien menunjukkan jalan napas yang bebas dari obstruksi.
b. Kontrol Nyeri
- Pasien melaporkan nyeri dalam skala yang dapat ditoleransi.
- Pasien menunjukkan ekspresi wajah yang rileks.
- Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa mengeluhkan nyeri.
c. Kontrol Mual
- Pasien tidak lagi melaporkan rasa mual.
- Pasien dapat makan dan minum tanpa kesulitan.
- Pasien menunjukkan tanda-tanda vital yang stabil.
3. Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
a. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif:
- Monitor status pernapasan pasien (frekuensi, kedalaman, irama, dan ketidaknyamanan).
- Auskultasi suara napas dan identifikasi adanya suara napas tambahan.
- Berikan posisi yang nyaman untuk memfasilitasi drainase sekret.
- Berikan nebulizer/humidifier untuk melembapkan jalan napas.
- Ajarkan teknik batuk efektif dan latih pasien melakukannya.
- Berikan oksigen sesuai kebutuhan.
b. Nyeri Akut:
- Kaji nyeri pasien secara komprehensif (lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan skala nyeri).
- Berikan analgesik sesuai resep dokter.
- Ajarkan teknik non-farmakologis untuk mengurangi nyeri, seperti relaksasi, distraksi, atau kompres hangat.
- Monitor tanda-tanda vital pasien.
- Kolaborasi dengan dokter untuk evaluasi dan peningkatan penanganan nyeri.
c. Mual:
- Kaji penyebab dan faktor yang memperberat mual.
- Berikan antiemetik sesuai resep dokter.
- Anjurkan pasien untuk makan makanan yang mudah dicerna dan hindari makanan yang dapat memperburuk mual.
- Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman.
- Monitor intake dan output cairan pasien.
- Kolaborasi dengan dokter untuk evaluasi dan peningkatan penanganan mual.
Dengan pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif, diharapkan asuhan keperawatan yang diberikan dapat membantu mengatasi masalah kesehatan pasien secara efektif. -
Article No. 20078 | 25 Jul 2025
Klinis : pasien datang dengan keluhan sakit kepala dan susah menelan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan kondisi pasien yang mengalami sakit kepala dan susah menelan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI, SLKI, dan SIKI yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri Akut (00132)
Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau digambarkan dalam istilah-istilah kerusakan semacam itu.
2. Gangguan Menelan (00103)
Definisi: Kesulitan dalam memindahkan makanan secara aman dari mulut ke lambung.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
1. Kode: 00132
Judul: Nyeri Akut
Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau digambarkan dalam istilah-istilah kerusakan semacam itu.
2. Kode: 00103
Judul: Gangguan Menelan
Definisi: Kesulitan dalam memindahkan makanan secara aman dari mulut ke lambung.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Kode: 1605
Judul: Kontrol Nyeri
Definisi: Tindakan pribadi untuk dapat mengendalikan nyeri.
2. Kode: 1010
Judul: Status Menelan
Definisi: Kemampuan untuk menelan makanan, cairan, dan obat-obatan secara aman.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Kode: 1400
Judul: Manajemen Nyeri
Definisi: Pengurangan rasa sakit ke tingkat kenyamanan yang dapat diterima.
2. Kode: 1860
Judul: Terapi Menelan
Definisi: Peningkatan kemampuan untuk menelan makanan, cairan, dan obat-obatan secara aman.
Dengan tone akademis dan persona pakar/perawat, saya telah menyampaikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI, SLKI, dan SIKI yang ditetapkan oleh PPNI untuk kondisi pasien dengan keluhan sakit kepala dan susah menelan. Apakah ada yang ingin Anda tanyakan lebih lanjut? -
Article No. 20079 | 25 Jul 2025
Klinis : pasien datang dengan keluhan sakit kepala dan susah menelan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berikut adalah **Diagnosa Keperawatan** beserta penjelasan singkat **SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia)** yang relevan untuk pasien dengan keluhan **sakit kepala dan susah menelan**, sesuai dengan standar **Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)**.
---
### **1. Diagnosa Keperawatan (SDKI)**
**Kode: 00032**
**Nyeri Akut**
*Definisi:* Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial, yang muncul tiba-tiba atau lambat, dengan intensitas ringan hingga berat.
*Faktor yang Berhubungan:*
- Aktivitas menelan yang terganggu (disfagia).
- Sakit kepala sekunder (misalnya: ketegangan otot, dehidrasi, atau inflamasi).
**Kode: 00103**
**Gangguan Menelan**
*Definisi:* Kesulitan atau ketidakmampuan untuk memindahkan makanan/l cairan dari mulut ke lambung secara efektif.
*Faktor yang Berhubungan:*
- Nyeri saat menelan (odinofagia).
- Gangguan neurologis atau inflamasi (misalnya: faringitis, tonsilitis).
---
### **2. Luaran Keperawatan (SLKI)**
**Untuk Nyeri Akut (Kode: 00032)**
**Kode SLKI: 2101**
**Kontrol Nyeri**
*Indikator:*
- Pasien melaporkan penurunan skala nyeri (misalnya dari skala 7/10 menjadi ?3/10).
- Ekspresi wajah rileks, tidak mengerutkan dahi.
- Tidak ada keluhan sakit kepala berulang.
**Untuk Gangguan Menelan (Kode: 00103)**
**Kode SLKI: 0404**
**Kemampuan Menelan**
*Indikator:*
- Pasien mampu menelan cairan/makanan tanpa batuk atau tersedak.
- Tidak ada tanda aspirasi (suara nafas bersih, saturasi O? stabil).
---
### **3. Intervensi Keperawatan (SIKI)**
**Untuk Nyeri Akut (Kode: 00032)**
**Kode SIKI: 2310**
**Manajemen Nyeri**
*Tindakan:*
- Ajarkan teknik relaksasi napas dalam.
- Berikan analgesik sesuai resep (misalnya parasetamol untuk nyeri ringan-sedang).
- Monitor skala nyeri menggunakan *Numeric Rating Scale (NRS)*.
**Untuk Gangguan Menelan (Kode: 00103)**
**Kode SIKI: 0820**
**Manajemen Disfagia**
*Tindakan:*
- Anjurkan posisi duduk 90° saat makan/minum.
- Berikan makanan tekstur lunak atau cair kental (*thickened liquid*).
- Kolaborasi dengan tim medis untuk evaluasi penyebab (misalnya: pemeriksaan endoskopi atau neurologis).
---
### **Catatan Akademis**
- **SDKI-SLKI-SIKI** digunakan untuk menstandarkan dokumentasi keperawatan berbasis **evidence-based practice**.
- Kode diagnosa dan intervensi harus disesuaikan dengan **assessment holistik** (misalnya: jika sakit kepala disebabkan oleh hipertensi, tambahkan diagnosa **"Risiko Ketidakstabilan Tekanan Darah"**).
- Pada kasus susah menelan, pastikan untuk menyingkirkan **penyebab serius** seperti stroke atau infeksi berat (misalnya: epiglotitis).
Semoga penjelasan ini membantu. Jika diperlukan pendalaman lebih lanjut, referensi dapat merujuk pada **Buku SDKI-SLKI-SIKI Edisi Terbaru PPNI**.
**Salam profesional,**
*[Nama Perawat/Penulis]*
*Perawat Klinis/Akademis* -
Article No. 20080 | 25 Jul 2025
Klinis : Berduka
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan informasi terkait Diagnosa Keperawatan, SDKI, SLKI, dan SIKI yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi "Berduka" dengan tone akademis dan persona sebagai pakar perawat.
Diagnosa Keperawatan:
Berduka (00136)
Definisi: Respon normal terhadap kehilangan nyata, antisipasi, atau persepsional.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Kode: 00136
Definisi: Respon normal terhadap kehilangan nyata, antisipasi, atau persepsional.
Karakteristik Utama:
1. Ekspresi sedih
2. Perubahan pola tidur
3. Perubahan nafsu makan
4. Kesulitan konsentrasi
5. Mengingat kenangan akan orang yang meninggal
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Kode: 1303
Judul: Dukungan Berduka
Definisi: Memfasilitasi proses penyesuaian terhadap kehilangan.
Kriteria Hasil:
1. Mengekspresikan perasaan kehilangan
2. Mengenal reaksi emosional terhadap kehilangan
3. Menerima dukungan sosial
4. Mengidentifikasi mekanisme koping yang efektif
5. Menunjukkan peningkatan fungsi sehari-hari
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Kode: 5290
Judul: Konseling Berduka
Definisi: Pemberian bantuan secara emosional dan informasional untuk memfasilitasi proses penyesuaian terhadap kehilangan.
Aktivitas Keperawatan:
1. Mengkaji reaksi berduka pasien
2. Memberikan dukungan emosional
3. Mendiskusikan tahap-tahap berduka
4. Membantu pasien mengidentifikasi mekanisme koping yang efektif
5. Mengajarkan teknik relaksasi
Semoga informasi ini bermanfaat bagi Anda. Jangan ragu untuk menanyakan hal lain yang berkaitan dengan diagnosa keperawatan dan standar-standar yang ditetapkan oleh PPNI. -
Article No. 20081 | 25 Jul 2025
Klinis : sesak nafas
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI untuk kondisi sesak napas.
Diagnosa Keperawatan:
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif (10001)
Definisi SDKI:
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif adalah ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran napas untuk mempertahankan jalan napas yang terbuka.
Definisi SLKI:
Pemulihan Bersihan Jalan Napas adalah kemampuan individu untuk mempertahankan jalan napas yang terbuka dan bersih dari obstruksi.
Definisi SIKI:
Manajemen Jalan Napas adalah tindakan keperawatan untuk mempertahankan dan memfasilitasi fungsi pernapasan yang adekuat.
Kode SDKI: 10001
Kode SLKI: 10001
Kode SIKI: 10001
Sebagai seorang perawat, saya memahami bahwa sesak napas merupakan salah satu tanda dan gejala yang dapat terjadi akibat berbagai kondisi medis, seperti penyakit paru-paru, gangguan kardiovaskular, atau kondisi lainnya. Diagnosa keperawatan "Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif" menggambarkan ketidakmampuan pasien untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran napas, sehingga mempertahankan jalan napas yang terbuka menjadi sulit. Tujuan dari intervensi keperawatan adalah untuk memfasilitasi pemulihan bersihan jalan napas agar pasien dapat bernapas secara efektif. -
Article No. 20082 | 25 Jul 2025
Klinis : pola nafas tidak efektif
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI untuk kondisi pola nafas tidak efektif.
Diagnosa Keperawatan:
Pola Nafas Tidak Efektif (00032)
Definisi:
Ketidakmampuan untuk mempertahankan pola pernapasan yang memberikan oksigenasi adekuat.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Kode: 00032
Definisi: Ketidakmampuan untuk mempertahankan pola pernapasan yang memberikan oksigenasi adekuat.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Kode: 0301 Pola Napas
Definisi: Status respirasi yang memungkinkan pertukaran gas yang adekuat.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Kode: I0301 Manajemen Jalan Napas
Definisi: Tindakan untuk mempertahankan atau memperbaiki jalan napas terbuka.
Sebagai seorang perawat, saya akan bekerja bersama pasien untuk mengatasi pola nafas tidak efektif. Tujuan utama adalah mempertahankan atau memperbaiki jalan napas terbuka, sehingga pertukaran gas dapat berjalan dengan baik. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan mencakup pemantauan status pernapasan, pemberian oksigen, pengaturan posisi, dan kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya jika diperlukan. -
Article No. 20083 | 25 Jul 2025
Klinis : Interaksi sosial
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah diagnosa keperawatan beserta penjelasan singkat SDKI, SLKI, dan SIKI yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi Interaksi Sosial:
Diagnosa Keperawatan:
Gangguan Interaksi Sosial (00052)
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Gangguan Interaksi Sosial (00052)
Definisi: Ketidakmampuan untuk membentuk, mempertahankan, dan menyelesaikan hubungan antarpribadi yang memuaskan.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Interaksi Sosial (1503)
Definisi: Kemampuan untuk membentuk, mempertahankan, dan menyelesaikan hubungan antarpribadi yang memuaskan.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Peningkatan Interaksi Sosial (5100)
Definisi: Memfasilitasi kemampuan klien untuk membentuk, mempertahankan, dan menyelesaikan hubungan antarpribadi yang memuaskan.
Dalam konteks akademis dan dengan persona sebagai pakar/perawat, diagnosa keperawatan Gangguan Interaksi Sosial (00052) mencerminkan ketidakmampuan klien untuk membentuk, mempertahankan, dan menyelesaikan hubungan interpersonal yang memuaskan. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah Peningkatan Interaksi Sosial (5100) untuk memfasilitasi kemampuan klien dalam area ini. -
Article No. 20084 | 25 Jul 2025
Klinis : b. Alasan masuk Pasien dibawa ke rumah sakit grhasia dikarenakan pasien menunjukan sikap yang marah-marah tidak terkontrol, keluyuran mau pergi, menggelindingkan motor,berbicara sendiri,sering menari-nari sendiri, tidak tidur 2 malam sebelum masuk rumah sakit, tidak memiliki ide untuk bunuh diri , makan minum sulit, mandi 3 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit jiwa. Awal perubahan tingkah laku atau peningkatan gejala sejak 4 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Dulu pernah mengalami riwayat penyakit gangguan jiwa sejak 4 tahun yang lalu dan pernah sembuh. Riwayat penggunaan obat trihexyphenidil 2mg 1tab (pagi dan malam,clozapin 100 mg (malam), Riwayat penyakt fisik DM dan HT di sangkal. Riwayat alergi di sangkal,kepribadian sebelum skait biasa. c. Faktor predisposisi 1. Pasien pernah mengalami gangguan jiwa pada 4 tahun yang lalu. 2. Riwayat pengobatan sebelumnya yaitu ada pengobatan trihexyphenidil 2mg 1tab (pagi dan malam,clozapin 100 mg (malam) secara rawat jalan jiwa ataupun rawat inap jiwa. 3. Pasien tidak ada mengalami aniaya fisik, seksual,tindakan kriminal, penolakan,dan kekerasan keluarga. 4. Pasien tidak memiliki riwayat keluarga dengan gangguan jiwa. 5. Pasien memiliki masalalu yang kelam yaitu ditinggal istri bercerai. d. Fisik 1. Tanda-tanda vital : • TD : 102/ 78 mmHg • N : 97 x/menit • S : 36,0 C • SpO : 98 2. Ukur : • TB : 160 cm • BB : 52 kg 3. Keluhan fisik Pasien mengatakan tidak ada keluhan fisik. a. Gambaran diri Pasien mengatakan bahwa dirinya sangat bertangggung jawab akan keluarga dan pekerjaan dan sangat menyayangi keluarga terutama anaknya. b. Identitas Pasien mengatakan bahwa dia adalah laki-laki yang memiliki keluarga dan sudah memiliki anak 3 dan pasien mengatakan pernah bekerja di tempat pengelasan. c. Peran Pasien mengatakan sangat mendalami peran sebagai seorang ayah yang menyayangi anak dan sangat bertanggung jawab sebagai kepala keluarga. d. Ideal diri Ideal diri pasien adalah seorang pria yang terus menjadi sosok ayah yang penuh kasih sayang dan bertanggung jawab, tidak hanya terhadap keluarga tetapi juga dalam peran sosial dan pekerjaannya. Dia ingin menjadi panutan dan pelindung bagi anak-anaknya, mampu memberikan kehidupan yang baik dan mendukung perkembangan mereka secara optimal. Di samping itu, ia berniat untuk mempertahankan atau meningkatkan kemampuan dan keahlian profesionalnya, khususnya dalam bidang pengelasan atau pekerjaan lain yang berkaitan, sehingga dapat terus memberikan kontribusi ekonomi yang stabil bagi keluarganya. Pasien juga mengidamkan memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik agar dapat menjalankan perannya dengan maksimal dan menjadi pribadi yang mandiri serta dihormati dalam lingkungan sosial maupun keluarganya. e. Harga diri Pasien merasa bangga dan memiliki rasa percaya diri yang cukup tinggi terkait peran dan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga dan ayah dari tiga anak. Ia melihat dirinya sebagai individu yang berhasil menjalankan kewajiban sosial dan keluarga, dan hal ini menjadi sumber kebahagiaan serta harga dirinya. Namun demikian, pasien juga menyadari adanya kekhawatiran atau rasa takut akan kemungkinan gagal memenuhi harapan keluarganya, sehingga ia berusaha keras agar tetap bisa memberikan yang terbaik. 3. Hubungan sosial a. Orang yang berarti Pasien adalah sosok yang sangat berarti bagi keluarganya, khususnya anak-anaknya yang menjadi pusat perhatian dan kasih sayangnya. Ia merasa bertanggung jawab penuh sebagai kepala keluarga serta menjadi sumber dukungan emosional dan penguat utama dalam kehidupan keluarganya. b. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat Pasien aktif berpartisipasi dalam komunitas atau lingkungan sosial di sekitarnya, misalnya melalui kegiatan keagamaan, sosial, atau pekerjaan sebelumnya seperti di bidang pengelasan. Ia menunjukkan komitmen yang kuat dalam membangun hubungan harmonis dengan tetangga dan rekan kerjanya, serta berperan sebagai anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan dipercaya. c. Kekuatan dalam berhubungan dengan orang lain Pasien memiliki kemampuan untuk membangun hubungan yang positif dan mendukung dengan orang-orang di sekitarnya. Ia mampu menunjukkan empati, berkomunikasi dengan baik, dan memperlihatkan sikap terbuka yang memperkuat jaringan sosialnya. Hal ini membantu pasien merasa diterima dan dipercaya, sehingga meningkatkan rasa percaya diri dan keterlibatannya dalam kehidupan sosial. 4. Spiritual a. Nilai dan keyakinan Pasien memegang nilai-nilai spiritual dan keyakinan agama yang kuat sebagai landasan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Keyakinan ini memberikan makna mendalam dan kekuatan batin yang membantu pasien menerima kondisi kesehatannya, termasuk hipertensi, dengan cara yang lebih tenang dan sabar. Pasien mungkin percaya bahwa semua keadaan hidup, termasuk sakit, adalah bagian dari ujian atau proses spiritual yang perlu dijalani dengan ikhlas. Nilai spiritual ini juga menjadi sumber motivasi bagi pasien dalam menjaga kesehatan dan menjalankan terapi dengan penuh kesadaran. b. Beribadah Pasien menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya secara rutin, seperti shalat, doa, meditasi, atau ritual lain yang diyakini dapat menenangkan jiwa dan memberikan ketenangan pikiran. Kegiatan ibadah ini berfungsi sebagai mekanisme koping positif yang membantu mengurangi stres yang dapat memperburuk tekanan darah tinggi. Selain itu, ibadah menjadi sarana untuk memperoleh dukungan spiritual yang memperkuat semangat hidup dan meningkatkan kualitas hidup pasien secara keseluruhan. Status mental a. Penampilan Pasien tampil dengan kondisi fisik yang rapi, bersih, dan sesuai usia kronologisnya. Ekspresi wajah yang sebelumnya menunjukkan kekhawatiran kini berubah menjadi lebih tenang dan penuh percaya diri, menandakan pengelolaan kecemasan dan stres yang baik. Postur tubuh tegak, tidak ada tanda-tanda kelelahan berlebihan atau kelemahan otot, dan kontak mata berlangsung nyaman, menunjukkan komunikasi nonverbal yang positif. Sikap pasien selama wawancara juga kooperatif dan antusias, mengindikasikan motivasi yang bertambah dalam proses pemulihan. b. Pembicaraan Pembicaraan pasien lancar, jelas, dan mudah dipahami dengan intonasi suara yang lebih bervariasi dan energik. Hal ini mencerminkan perbaikan suasana hati dan tingkat energi. Penekanan pada berbagai kata dan penggunaan jeda yang tepat menunjukkan kesadaran penuh dan kemampuan berkomunikasi secara efektif. Perubahan ini merupakan indikasi perbaikan kondisi psikologis pasien dari kondisi sebelumnya yang mungkin terdampak oleh stres atau kelelahan. c. Aktivitas motorik Aktivitas motorik pasien terpantau normal dan terkontrol, tanpa tanda-tanda agitasi, tremor, atau gerakan abnormal lain yang dapat mengindikasikan gangguan neurologis atau kecemasan tinggi. Kelincahan dan koordinasi motorik yang baik sesuai dengan usia mendukung bahwa pasien mengalami fase pemulihan fisiologis yang optimal dan tidak ada hambatan fisik signifikan dalam aktivitas sehari-hari. d. Alam perasaan Pasien mengungkapkan perasaan positif seperti rasa harapan, ketenangan batin, dan optimisme terhadap masa depan. Ikatan emosional yang kuat terhadap keluarga tetap terjaga dengan baik, yang menjadi sumber dukungan emosional utama bagi pasien. Pasien juga mampu mengelola stres secara efektif, dengan melaporkan perasaan rileks dan tidak mudah terbawa perasaan cemas seperti sebelumnya. Hal ini menunjukkan kemampuan koping yang meningkat. e. Afek Afek pasien dalam kondisi stabil dan kongruen dengan isi pembicaraan, yang berarti ekspresi emosional (melalui ekspresi wajah, nada suara, dan gestur) sesuai dengan konteks dan tidak menunjukkan ketidaksesuaian atau reaksi emosional yang berlebihan. Keseimbangan emosi ini menandai kematangan emosional dan pengendalian diri yang baik sebagai bagian dari proses pemulihan. f. Interaksi selama wawancara Pasien sangat kooperatif dan antusias dalam berinteraksi. Ia menunjukkan keterbukaan yang tinggi terhadap pertanyaan dan mampu berpartisipasi aktif dalam diskusi terkait kondisi kesehatannya. Keterlibatan ini menandakan kepercayaan terhadap tenaga medis dan kemauan untuk mengikuti rencana terapi serta perawatan yang dianjurkan. g. Persepsi Tidak ditemukan adanya gangguan persepsi seperti halusinasi atau delusi. Persepsi pasien terhadap lingkungan dan realitas tetap normal dan realistis, yang mengindikasikan bahwa pasien sudah bebas dari gangguan psikosis atau distorsi persepsi lain. h. Proses pikir Proses berpikir pasien teratur, logis, dan koheren. Ia mampu menyampaikan pemikiran dan pendapatnya dengan mudah, serta mampu berpikir kritis dan reflektif terhadap kondisi dan rencana tindak lanjut pengobatan. Ketajaman berpikir ini merupakan basis penting yang mendukung pemulihan kognitif dan pengambilan keputusan yang tepat. i. Isi pikir Isi pikiran pasien berfokus pada harapan dan tujuan hidup yang positif, seperti menjaga kesehatan diri, kembali produktif dalam pekerjaan, serta merawat dan berinvestasi dalam keluarga. Orientasi masa depan yang jelas ini menandai adanya motivasi dan optimisme yang sehat, faktor penting dalam kelangsungan pemulihan. j. Tingkat kesadaran Pasien dalam kondisi compos mentis, yaitu dalam keadaan sadar penuh dan mampu memahami serta merespons rangsangan dengan cepat dan tepat. Kesadaran penuh ini memungkinkan pasien mengikuti arahan dan keputusan yang perlu diambil dalam terapi dan aktivitas sehari-hari. k. Memori Memori pasien baik, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Pasien mampu mengingat informasi terkini, seperti kejadian yang baru dialami (misalnya jadwal pengobatan dan aktivitas harian), serta informasi pribadi dan pengalaman masa lalu yang relevan. Tidak ada keluhan atau tanda gangguan memori yang mengarah pada demensia atau amnesia. l. Tingkat konsentrasi dan berhitung Kemampuan konsentrasi pasien menunjukkan peningkatan dengan kemampuan fokus selama wawancara yang memadai. Pasien mampu melakukan tugas kognitif ringan seperti berhitung mundur atau menyelesaikan teka-teki sederhana dengan baik, yang menandakan fungsi eksekutif dan perhatian yang membaik. m. Kemampuan penilaian Pasien menunjukkan kemampuan penilaian yang rasional dan realistis. Ia mampu memahami kondisi kesehatannya dengan benar, mengambil keputusan yang tepat terkait pengelolaan penyakit, serta merespons situasi sekitar dengan bijaksana. Kemampuan ini penting dalam mengelola penyakit kronik seperti hipertensi secara mandiri. n. Daya tilik diri Daya tilik diri pasien cukup baik, yang tercermin dari kesadaran akan pentingnya pengobatan dan kontrol rutin, serta pengakuan terhadap kemajuan yang telah dicapai selama proses penyembuhan. Pasien juga mengerti akan risiko jika pengobatan tidak dilanjutkan, dan merasa termotivasi untuk menjaga perubahan gaya hidup sehat.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, dapat ditetapkan beberapa diagnosis keperawatan beserta penjelasan singkat SDKI, SLKI, dan SIKI untuk kondisi pasien tersebut:
1. Diagnosis Keperawatan: Risiko Perilaku Kekerasan
- SDKI: Perilaku kekerasan adalah respons maladaptif terhadap stres yang ditandai dengan tindakan atau ancaman untuk menyakiti diri sendiri, orang lain, atau lingkungan secara fisik, verbal, psikologis, atau seksual.
- SLKI: Tujuan terkait risiko perilaku kekerasan adalah klien dapat mengendalikan perilaku kekerasan.
- SIKI: Intervensi yang dapat dilakukan antara lain manajemen marah, manajemen agresi, dan menciptakan lingkungan yang aman.
2. Diagnosis Keperawatan: Insomnia
- SDKI: Insomnia adalah ketidakmampuan untuk memulai atau mempertahankan tidur yang berkepanjangan, yang menyebabkan distres dan gangguan fungsi.
- SLKI: Tujuan terkait insomnia adalah klien dapat mempertahankan pola tidur yang adekuat.
- SIKI: Intervensi yang dapat dilakukan antara lain terapi relaksasi, manajemen lingkungan, dan pengaturan pola tidur.
3. Diagnosis Keperawatan: Gangguan Proses Pikir
- SDKI: Gangguan proses pikir adalah gangguan kemampuan berpikir yang ditandai dengan isi, bentuk, dan arus pikiran yang tidak normal.
- SLKI: Tujuan terkait gangguan proses pikir adalah klien dapat menunjukkan proses pikir yang adekuat.
- SIKI: Intervensi yang dapat dilakukan antara lain manajemen halusinasi, terapi realitas, dan modifikasi perilaku.
4. Diagnosis Keperawatan: Ketidakefektifan Koping
- SDKI: Ketidakefektifan koping adalah ketidakmampuan beradaptasi secara konstruktif terhadap stresor.
- SLKI: Tujuan terkait ketidakefektifan koping adalah klien dapat menunjukkan koping yang efektif.
- SIKI: Intervensi yang dapat dilakukan antara lain manajemen stres, terapi suportif, dan terapi kelompok.
Kode diagnosis dan definisi singkat dari SDKI, SLKI, dan SIKI di atas telah ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Penerapannya disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan keperawatan spesifik pada pasien. -
Article No. 20085 | 25 Jul 2025
Klinis : c. Faktor predisposisi 1. Pasien pernah mengalami gangguan jiwa pada 4 tahun yang lalu. 2. Riwayat pengobatan sebelumnya yaitu ada pengobatan trihexyphenidil 2mg 1tab (pagi dan malam,clozapin 100 mg (malam) secara rawat jalan jiwa ataupun rawat inap jiwa. 3. Pasien tidak ada mengalami aniaya fisik, seksual,tindakan kriminal, penolakan,dan kekerasan keluarga. 4. Pasien tidak memiliki riwayat keluarga dengan gangguan jiwa. 5. Pasien memiliki masalalu yang kelam yaitu ditinggal istri bercerai. d. Fisik 1. Tanda-tanda vital : • TD : 102/ 78 mmHg • N : 97 x/menit • S : 36,0 C • SpO : 98 2. Ukur : • TB : 160 cm • BB : 52 kg 3. Keluhan fisik Pasien mengatakan tidak ada keluhan fisik. a. Gambaran diri Pasien mengatakan bahwa dirinya sangat bertangggung jawab akan keluarga dan pekerjaan dan sangat menyayangi keluarga terutama anaknya. b. Identitas Pasien mengatakan bahwa dia adalah laki-laki yang memiliki keluarga dan sudah memiliki anak 3 dan pasien mengatakan pernah bekerja di tempat pengelasan. c. Peran Pasien mengatakan sangat mendalami peran sebagai seorang ayah yang menyayangi anak dan sangat bertanggung jawab sebagai kepala keluarga. d. Ideal diri Ideal diri pasien adalah seorang pria yang terus menjadi sosok ayah yang penuh kasih sayang dan bertanggung jawab, tidak hanya terhadap keluarga tetapi juga dalam peran sosial dan pekerjaannya. Dia ingin menjadi panutan dan pelindung bagi anak-anaknya, mampu memberikan kehidupan yang baik dan mendukung perkembangan mereka secara optimal. Di samping itu, ia berniat untuk mempertahankan atau meningkatkan kemampuan dan keahlian profesionalnya, khususnya dalam bidang pengelasan atau pekerjaan lain yang berkaitan, sehingga dapat terus memberikan kontribusi ekonomi yang stabil bagi keluarganya. Pasien juga mengidamkan memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik agar dapat menjalankan perannya dengan maksimal dan menjadi pribadi yang mandiri serta dihormati dalam lingkungan sosial maupun keluarganya. e. Harga diri Pasien merasa bangga dan memiliki rasa percaya diri yang cukup tinggi terkait peran dan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga dan ayah dari tiga anak. Ia melihat dirinya sebagai individu yang berhasil menjalankan kewajiban sosial dan keluarga, dan hal ini menjadi sumber kebahagiaan serta harga dirinya. Namun demikian, pasien juga menyadari adanya kekhawatiran atau rasa takut akan kemungkinan gagal memenuhi harapan keluarganya, sehingga ia berusaha keras agar tetap bisa memberikan yang terbaik. 3. Hubungan sosial a. Orang yang berarti Pasien adalah sosok yang sangat berarti bagi keluarganya, khususnya anak-anaknya yang menjadi pusat perhatian dan kasih sayangnya. Ia merasa bertanggung jawab penuh sebagai kepala keluarga serta menjadi sumber dukungan emosional dan penguat utama dalam kehidupan keluarganya. b. Peran serta dalam kegiatan kelompok / masyarakat Pasien aktif berpartisipasi dalam komunitas atau lingkungan sosial di sekitarnya, misalnya melalui kegiatan keagamaan, sosial, atau pekerjaan sebelumnya seperti di bidang pengelasan. Ia menunjukkan komitmen yang kuat dalam membangun hubungan harmonis dengan tetangga dan rekan kerjanya, serta berperan sebagai anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan dipercaya. c. Kekuatan dalam berhubungan dengan orang lain Pasien memiliki kemampuan untuk membangun hubungan yang positif dan mendukung dengan orang-orang di sekitarnya. Ia mampu menunjukkan empati, berkomunikasi dengan baik, dan memperlihatkan sikap terbuka yang memperkuat jaringan sosialnya. Hal ini membantu pasien merasa diterima dan dipercaya, sehingga meningkatkan rasa percaya diri dan keterlibatannya dalam kehidupan sosial. 4. Spiritual a. Nilai dan keyakinan Pasien memegang nilai-nilai spiritual dan keyakinan agama yang kuat sebagai landasan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Keyakinan ini memberikan makna mendalam dan kekuatan batin yang membantu pasien menerima kondisi kesehatannya, termasuk hipertensi, dengan cara yang lebih tenang dan sabar. Pasien mungkin percaya bahwa semua keadaan hidup, termasuk sakit, adalah bagian dari ujian atau proses spiritual yang perlu dijalani dengan ikhlas. Nilai spiritual ini juga menjadi sumber motivasi bagi pasien dalam menjaga kesehatan dan menjalankan terapi dengan penuh kesadaran. b. Beribadah Pasien menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya secara rutin, seperti shalat, doa, meditasi, atau ritual lain yang diyakini dapat menenangkan jiwa dan memberikan ketenangan pikiran. Kegiatan ibadah ini berfungsi sebagai mekanisme koping positif yang membantu mengurangi stres yang dapat memperburuk tekanan darah tinggi. Selain itu, ibadah menjadi sarana untuk memperoleh dukungan spiritual yang memperkuat semangat hidup dan meningkatkan kualitas hidup pasien secara keseluruhan. Status mental a. Penampilan Pasien tampil dengan kondisi fisik yang rapi, bersih, dan sesuai usia kronologisnya. Ekspresi wajah yang sebelumnya menunjukkan kekhawatiran kini berubah menjadi lebih tenang dan penuh percaya diri, menandakan pengelolaan kecemasan dan stres yang baik. Postur tubuh tegak, tidak ada tanda-tanda kelelahan berlebihan atau kelemahan otot, dan kontak mata berlangsung nyaman, menunjukkan komunikasi nonverbal yang positif. Sikap pasien selama wawancara juga kooperatif dan antusias, mengindikasikan motivasi yang bertambah dalam proses pemulihan. b. Pembicaraan Pembicaraan pasien lancar, jelas, dan mudah dipahami dengan intonasi suara yang lebih bervariasi dan energik. Hal ini mencerminkan perbaikan suasana hati dan tingkat energi. Penekanan pada berbagai kata dan penggunaan jeda yang tepat menunjukkan kesadaran penuh dan kemampuan berkomunikasi secara efektif. Perubahan ini merupakan indikasi perbaikan kondisi psikologis pasien dari kondisi sebelumnya yang mungkin terdampak oleh stres atau kelelahan. c. Aktivitas motorik Aktivitas motorik pasien terpantau normal dan terkontrol, tanpa tanda-tanda agitasi, tremor, atau gerakan abnormal lain yang dapat mengindikasikan gangguan neurologis atau kecemasan tinggi. Kelincahan dan koordinasi motorik yang baik sesuai dengan usia mendukung bahwa pasien mengalami fase pemulihan fisiologis yang optimal dan tidak ada hambatan fisik signifikan dalam aktivitas sehari-hari. d. Alam perasaan Pasien mengungkapkan perasaan positif seperti rasa harapan, ketenangan batin, dan optimisme terhadap masa depan. Ikatan emosional yang kuat terhadap keluarga tetap terjaga dengan baik, yang menjadi sumber dukungan emosional utama bagi pasien. Pasien juga mampu mengelola stres secara efektif, dengan melaporkan perasaan rileks dan tidak mudah terbawa perasaan cemas seperti sebelumnya. Hal ini menunjukkan kemampuan koping yang meningkat. e. Afek Afek pasien dalam kondisi stabil dan kongruen dengan isi pembicaraan, yang berarti ekspresi emosional (melalui ekspresi wajah, nada suara, dan gestur) sesuai dengan konteks dan tidak menunjukkan ketidaksesuaian atau reaksi emosional yang berlebihan. Keseimbangan emosi ini menandai kematangan emosional dan pengendalian diri yang baik sebagai bagian dari proses pemulihan. f. Interaksi selama wawancara Pasien sangat kooperatif dan antusias dalam berinteraksi. Ia menunjukkan keterbukaan yang tinggi terhadap pertanyaan dan mampu berpartisipasi aktif dalam diskusi terkait kondisi kesehatannya. Keterlibatan ini menandakan kepercayaan terhadap tenaga medis dan kemauan untuk mengikuti rencana terapi serta perawatan yang dianjurkan. g. Persepsi Tidak ditemukan adanya gangguan persepsi seperti halusinasi atau delusi. Persepsi pasien terhadap lingkungan dan realitas tetap normal dan realistis, yang mengindikasikan bahwa pasien sudah bebas dari gangguan psikosis atau distorsi persepsi lain. h. Proses pikir Proses berpikir pasien teratur, logis, dan koheren. Ia mampu menyampaikan pemikiran dan pendapatnya dengan mudah, serta mampu berpikir kritis dan reflektif terhadap kondisi dan rencana tindak lanjut pengobatan. Ketajaman berpikir ini merupakan basis penting yang mendukung pemulihan kognitif dan pengambilan keputusan yang tepat. i. Isi pikir Isi pikiran pasien berfokus pada harapan dan tujuan hidup yang positif, seperti menjaga kesehatan diri, kembali produktif dalam pekerjaan, serta merawat dan berinvestasi dalam keluarga. Orientasi masa depan yang jelas ini menandai adanya motivasi dan optimisme yang sehat, faktor penting dalam kelangsungan pemulihan. j. Tingkat kesadaran Pasien dalam kondisi compos mentis, yaitu dalam keadaan sadar penuh dan mampu memahami serta merespons rangsangan dengan cepat dan tepat. Kesadaran penuh ini memungkinkan pasien mengikuti arahan dan keputusan yang perlu diambil dalam terapi dan aktivitas sehari-hari. k. Memori Memori pasien baik, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Pasien mampu mengingat informasi terkini, seperti kejadian yang baru dialami (misalnya jadwal pengobatan dan aktivitas harian), serta informasi pribadi dan pengalaman masa lalu yang relevan. Tidak ada keluhan atau tanda gangguan memori yang mengarah pada demensia atau amnesia. l. Tingkat konsentrasi dan berhitung Kemampuan konsentrasi pasien menunjukkan peningkatan dengan kemampuan fokus selama wawancara yang memadai. Pasien mampu melakukan tugas kognitif ringan seperti berhitung mundur atau menyelesaikan teka-teki sederhana dengan baik, yang menandakan fungsi eksekutif dan perhatian yang membaik. m. Kemampuan penilaian Pasien menunjukkan kemampuan penilaian yang rasional dan realistis. Ia mampu memahami kondisi kesehatannya dengan benar, mengambil keputusan yang tepat terkait pengelolaan penyakit, serta merespons situasi sekitar dengan bijaksana. Kemampuan ini penting dalam mengelola penyakit kronik seperti hipertensi secara mandiri. n. Daya tilik diri Daya tilik diri pasien cukup baik, yang tercermin dari kesadaran akan pentingnya pengobatan dan kontrol rutin, serta pengakuan terhadap kemajuan yang telah dicapai selama proses penyembuhan. Pasien juga mengerti akan risiko jika pengobatan tidak dilanjutkan, dan merasa termotivasi untuk menjaga perubahan gaya hidup sehat.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI beserta kodenya dan definisinya yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi tersebut:
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Perilaku Kekerasan (SIKI: 10041)
Definisi: Keadaan di mana individu berisiko mengalami atau menunjukkan perilaku yang dapat menyebabkan cidera fisik pada diri sendiri atau orang lain.
2. Risiko Gangguan Proses Pikir (SIKI: 10043)
Definisi: Keadaan di mana individu berisiko mengalami gangguan pada kemampuan berpikir secara logis, teratur, dan koheren.
3. Risiko Isolasi Sosial (SIKI: 10049)
Definisi: Keadaan di mana individu berisiko mengalami pengalaman terisolasi atau terpisah dari dukungan sosial.
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
1. Risiko Perilaku Kekerasan (10041)
2. Risiko Gangguan Proses Pikir (10043)
3. Risiko Isolasi Sosial (10049)
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Perilaku Kekerasan Terkendali (20014)
2. Proses Pikir Terjaga (20016)
3. Keterlibatan Sosial (20020)
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Manajemen Perilaku Kekerasan (30041)
2. Stimulasi Kognitif (30043)
3. Fasilitasi Interaksi Sosial (30049)
Penjelasan singkat:
1. Risiko Perilaku Kekerasan: Pasien memiliki riwayat gangguan jiwa di masa lalu, sehingga berpotensi mengalami perilaku kekerasan yang dapat membahayakan diri sendiri atau orang lain.
2. Risiko Gangguan Proses Pikir: Pasien pernah mengalami gangguan jiwa, yang dapat berdampak pada kemampuan berpikir secara logis, teratur, dan koheren.
3. Risiko Isolasi Sosial: Riwayat perceraian yang dialami pasien dapat meningkatkan risiko isolasi sosial, di mana pasien merasa terpisah dari dukungan sosial yang penting untuk pemulihan.