Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 350 | 22 Sep 2024
Klinis : pengobatan pilihan pertama pada pasien hipertensi adalah
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Untuk pengobatan pilihan pertama pada pasien hipertensi, kode ICD-10 dan ICD-9-CM adalah sebagai berikut:
1. Kode ICD-10:
- Kode: I10
- Deskripsi: Hipertensi esensial (primer)
2. Kode ICD-9-CM (jika ada):
- Kode: 401.9
- Deskripsi: Hipertensi esensial, unspecified
Penjelasan:
- Hipertensi esensial (primer) atau hipertensi tanpa penyebab yang jelas merupakan jenis hipertensi yang paling umum, mencakup sekitar 90-95% kasus hipertensi.
- Pengobatan pilihan pertama pada pasien hipertensi esensial (primer) adalah modifikasi gaya hidup dan farmakologi.
- Modifikasi gaya hidup mencakup penurunan berat badan, pengurangan asupan garam, peningkatan aktivitas fisik, pembatasan konsumsi alkohol, dan manajemen stres.
- Pengobatan farmakologi biasanya dimulai dengan obat antihipertensi lini pertama, seperti diuretik, penghambat angiotensin (ACE-inhibitor atau ARB), antagonis kalsium, atau beta-blocker.
- Pemilihan obat antihipertensi disesuaikan dengan kondisi pasien, efektivitas, dan tolerabilitas obat. -
Article No. 351 | 22 Sep 2024
Klinis : Seorang pasien laki-laki 36 tahun dirawat dengan keluhan sakit kepala dan pusing. Saat pemeriksaan fisik TD : 170/100 mmHg, Nadi: 102x/m, suhu: 36,5°C. Pasien memiliki riwayat hipertensi sudah 5 tahun yang lalu. Apakah klasifikasi hipertensi pada pasien tersebut?
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan informasi yang diberikan, pasien ini didiagnosis dengan hipertensi. Berikut kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis:
1. Kode ICD-10:
- Kode: I10
- Deskripsi: Hipertensi esensial (primer)
2. Kode ICD-9-CM (jika ada):
- Kode: Tidak ada prosedur/tindakan medis yang disebutkan dalam kasus ini.
Penjelasan:
Berdasarkan informasi yang diberikan, pasien ini memiliki gejala sakit kepala dan pusing, serta memiliki tekanan darah tinggi (170/100 mmHg) dan denyut nadi yang cepat (102 x/menit). Pasien juga memiliki riwayat hipertensi selama 5 tahun. Berdasarkan kriteria diagnosis hipertensi, pasien ini diklasifikasikan sebagai hipertensi esensial (primer) dengan kode ICD-10 I10.
Hipertensi esensial (primer) adalah jenis hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui secara pasti, tetapi faktor-faktor seperti gaya hidup, genetik, dan stres dapat berkontribusi pada perkembangannya. Pada kasus ini, tidak disebutkan adanya prosedur atau tindakan medis yang dilakukan, sehingga tidak ada kode ICD-9-CM yang dapat diberikan. -
Article No. 352 | 22 Sep 2024
Klinis : Seorang perempuan usia 50 tahun menderita gagal jantung kongestif. Dibawah ini manakah yang dapat diobservasi perawat tanda adanya penurunan perfusi jaringan perifer?
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Untuk kondisi seorang perempuan usia 50 tahun yang menderita gagal jantung kongestif, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI yang dapat diobservasi oleh perawat tanda adanya penurunan perfusi jaringan perifer:
Diagnosa Keperawatan:
1. Penurunan Perfusi Jaringan Perifer
Penjelasan:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Penurunan Perfusi Jaringan Perifer adalah kondisi di mana terjadi gangguan sirkulasi darah ke jaringan perifer yang dapat mengancam kesehatan dan keselamatan.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Perfusi Jaringan Perifer Membaik
2. Risiko Gangguan Perfusi Jaringan Perifer Berkurang
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Pemantauan Sirkulasi Perifer
2. Manajemen Edema
3. Manajemen Nyeri
Tanda yang dapat diobservasi perawat terkait penurunan perfusi jaringan perifer pada pasien dengan gagal jantung kongestif antara lain:
- Ekstremitas dingin
- Kulit pucat atau sianosis
- Kapiler refill lambat (> 3 detik)
- Edema perifer
- Rasa nyeri atau kram pada ekstremitas
- Pulsasi arteri perifer melemah atau tidak teraba
Perawat harus segera melakukan intervensi keperawatan yang sesuai untuk mengatasi penurunan perfusi jaringan perifer pada pasien ini. -
Article No. 353 | 22 Sep 2024
Klinis : Seorang perempuan usia 50 tahun menderita gagal jantung kongestif. Dibawah ini manakah yang dapat diobservasi perawat tanda adanya penurunan perfusi jaringan perifer?
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: 1. Kode ICD-10:
- Kode: I50.0
- Deskripsi: Gagal jantung kongestif (congestive heart failure)
2. Tanda penurunan perfusi jaringan perifer yang dapat diobservasi oleh perawat pada kondisi gagal jantung kongestif pada pasien perempuan usia 50 tahun adalah:
- Kulit dingin dan lembab, terutama pada ekstremitas (tangan dan kaki)
- Akral (ujung-ujung) tubuh terasa dingin dan pucat
- Pulsasi arteri perifer lemah atau tidak teraba
- Edema perifer (pembengkakan pada kaki dan pergelangan kaki)
- Dispnea (sesak napas) saat aktivitas
- Tanda-tanda keterlambatan pengisian kapiler, seperti saat menekan kulit akan membutuhkan waktu lebih lama untuk kembali ke warna normal
- Perubahan warna kulit menjadi kebiruan (sianosis) pada ekstremitas
Penjelasan:
Gagal jantung kongestif adalah kondisi di mana jantung tidak dapat memompa darah dengan efektif, sehingga dapat menyebabkan penurunan aliran darah ke jaringan perifer. Tanda-tanda penurunan perfusi jaringan perifer yang dapat diobservasi oleh perawat pada kondisi ini termasuk perubahan warna, suhu, dan pulsasi arteri perifer, serta adanya edema. Hal ini terjadi karena tubuh berusaha mempertahankan aliran darah ke organ-organ vital, sehingga aliran darah ke jaringan perifer menjadi terbatas. -
Article No. 354 | 22 Sep 2024
Klinis : Seorang perempuan berusia 67 tahun dirawat di ruang penyakit dalam dengan keluhan dada terasa berat disertai sesak napas. Hasil pengkajian: wajah tampak pucat, akral dingin, frekuensi napas 30x/mnit, frekuensi nadi 104x/mnit dan pada EKG tampak elevasi segmen ST. Temuan apakah yang mungkin ditemukan perawat pada pemeriksaan darah pasien?
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan gejala dan temuan yang dipaparkan, kondisi pasien tersebut kemungkinan mengarah pada diagnosis Infark Miokard Akut (IMA). Berikut adalah kode dan deskripsi diagnosis serta tindakan medis yang sesuai:
1. Kode ICD-10:
- Kode: I21.0
- Deskripsi: Infark Miokard Akut dengan elevasi segmen ST
2. Kode ICD-9-CM (jika ada):
- Kode: 410.01
- Deskripsi: Infark Miokard Akut, Anteroseptal, dengan elevasi ST
Pada pemeriksaan darah, perawat kemungkinan akan menemukan:
1. Peningkatan enzim jantung:
- Troponin I atau Troponin T yang meningkat, menandakan adanya kerusakan miokard.
- Enzim Kreatin Kinase (CK) dan Laktat Dehidrogenase (LDH) yang meningkat, menunjukkan kerusakan otot jantung.
2. Profil lipid yang tidak normal:
- Peningkatan kolesterol total, trigliserida, dan LDL (kolesterol jahat).
- Penurunan HDL (kolesterol baik).
3. Gangguan elektrolit:
- Hipokalemia (kadar kalium rendah).
- Hiponatremia (kadar natrium rendah).
4. Peningkatan penanda inflamasi:
- Peningkatan C-Reactive Protein (CRP), menandakan adanya proses inflamasi.
Temuan-temuan tersebut mendukung diagnosis Infark Miokard Akut dan dapat membantu dalam menentukan tatalaksana yang tepat bagi pasien. -
Article No. 355 | 22 Sep 2024
Klinis : Seorang pasien perempunan berusia 28 tahuan dirawat dengan keluhan pusing, sesak napas, mudah lelah, dan beberapa kali sering pingsan tiba tiba. Hasil pengkajian TD : 110/70 mmHg, Nadi 92x/m dengan irama yang tidak teratur, terdapat edema diextermitas bawah. Hasil pemeriksaan EKG terlihat irama jantung tidak stabil. Bunyi jantung terdengar murmue sistolik di area parasternal kiri, saturasi 90% room air. Apakah pemeriksaan penunjang lanjutan untuk mengetahui kelainan yang tejadi pada pasien?
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: 1. Kode ICD-10:
- Kode: I49.9
- Deskripsi: Aritmia jantung, tidak diklasifikasikan di tempat lain
2. Kode ICD-9-CM (jika ada):
- Kode: 427.89
- Deskripsi: Bentuk lain dari aritmia jantung
Penjelasan:
Berdasarkan kondisi yang dideskripsikan, yaitu pasien perempuan berusia 28 tahun dengan keluhan pusing, sesak napas, mudah lelah, dan sering pingsan tiba-tiba, serta adanya temuan pemeriksaan fisik berupa tekanan darah 110/70 mmHg, denyut nadi 92x/menit dengan irama tidak teratur, edema di ekstremitas bawah, serta auskultasi jantung ditemukan murmur sistolik di area parasternal kiri dan saturasi oksigen 90% di ruang udara, maka diagnosis yang tepat adalah Aritmia jantung yang tidak diklasifikasikan di tempat lain (I49.9).
Selanjutnya, pemeriksaan penunjang lanjutan yang dapat dilakukan untuk mengetahui kelainan yang terjadi pada pasien adalah:
1. Ekokardiografi (Echocardiography): Pemeriksaan ini dapat memberikan informasi mengenai struktur dan fungsi jantung, termasuk kemungkinan adanya kelainan katup jantung, disfungsi ventrikel, atau kelainan jantung struktural lainnya yang dapat menyebabkan aritmia.
2. Pemeriksaan Holter Monitoring: Pemeriksaan ini dapat merekam aktivitas listrik jantung selama 24-48 jam, sehingga dapat membantu mendeteksi tipe aritmia yang terjadi dan membantu menegakkan diagnosis yang lebih spesifik.
3. Pemeriksaan Stress Test: Pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk menilai kinerja jantung saat aktivitas fisik, sehingga dapat membantu mengidentifikasi penyebab aritmia, seperti adanya penyakit jantung iskemik.
4. Pemeriksaan Angiografi Jantung (Coronary Angiography): Pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk menilai adanya penyempitan atau penyumbatan pada pembuluh darah koroner, yang dapat menjadi penyebab aritmia.
Dengan melakukan pemeriksaan penunjang tersebut, diharapkan dapat ditemukan penyebab aritmia yang terjadi pada pasien, sehingga dapat ditentukan tatalaksana yang tepat untuk mengatasi kondisi tersebut. -
Article No. 356 | 22 Sep 2024
Klinis : Seorang laki-laki usia 61 tahun dirawat di ruang penyakit dalam dengan diagnosis PPOK. Pasien mengeluh sesak, batuk berdahak, dahak sedikit keluar, dan cepat lelah saat beraktifitas. Riwayat penurunan BB 6 kg dalam waktu 1 bulan. Riwayat merokok selama 20 tahun (habis 4 bungkus dalam sehari). Hasil pengkajian: konjungtiva anemis, terdengar ronkhi di basal paru kanan. TD 140/90 mmHg, frekuensi nadi 100x/menit, frekuensi napas: 36x/menit. Hasil AGD, pH 7,36, pOz 80 mmg, pCO2 38 mmg, HCO 26 mmol. Apakah intervensi utama keperawatan pada kasus diatas?
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: 1. Kode ICD-10:
- Kode: J44.1
- Deskripsi: Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) dengan eksaserbasi akut - tidak ditentukan
2. Kode ICD-9-CM (jika ada):
- Kode: Tidak ada kode spesifik untuk intervensi keperawatan pada kasus PPOK
Penjelasan:
Berdasarkan kondisi pasien yang mengalami PPOK dengan eksaserbasi akut, diagnosis yang sesuai adalah Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) dengan eksaserbasi akut - tidak ditentukan, yang diklasifikasikan dengan kode ICD-10 J44.1.
Pada kasus ini, intervensi keperawatan utama yang dapat diterapkan adalah:
1. Manajemen jalan napas:
- Memberikan oksigen tambahan untuk mempertahankan saturasi oksigen yang adekuat
- Memfasilitasi drainase sekret dengan teknik batuk efektif dan fisioterapi dada
- Memberikan nebulizer atau terapi inhaler bronkodilator untuk membantu membuka jalan napas
2. Manajemen gejala:
- Memberikan terapi bronkodilator dan kortikosteroid untuk mengurangi sesak napas dan inflamasi
- Mengelola keletihan dengan istirahat yang cukup dan manajemen energi
3. Edukasi dan konseling:
- Mengedukasi pasien dan keluarga mengenai PPOK, gejala, dan manajemen perawatannya
- Memberikan konseling mengenai gaya hidup sehat, terutama berhenti merokok
Intervensi keperawatan yang komprehensif dan terpadu sangat penting untuk mengelola kondisi PPOK secara efektif dan mencegah eksaserbasi di kemudian hari. -
Article No. 357 | 22 Sep 2024
Klinis : Seorang pasien wanita berusia 75 tahun di rawat di ruang jantung dengan keluhan sesak nafas yang timbul pada aktifitas ringan bahkan saat pasien sedang istirahat, pasien juga mengeluh mudah lelah. Ada pitting edema pada kedua kaki. Apa yang menjadi prioritas masalah keperawatan yang terjadi-pada kasus diatas?
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, prioritas masalah keperawatan pada pasien wanita berusia 75 tahun yang dirawat di ruang jantung dengan keluhan sesak napas saat beraktivitas ringan, mudah lelah, dan pitting edema pada kedua kaki adalah:
1. Diagnosa Keperawatan: Intoleransi aktivitas
Penjelasan singkat:
- SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia): Keterbatasan kemampuan fisik untuk melakukan atau menyelesaikan kegiatan sehari-hari yang diinginkan atau dibutuhkan.
- SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia): Pasien dapat beraktivitas sesuai dengan kemampuan tanpa mengalami kelelahan berlebihan.
- SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia): Intervensi yang dilakukan untuk membantu pasien meningkatkan toleransi aktivitas, seperti manajemen aktivitas, pembatasan aktivitas, dan pelatihan keterampilan aktivitas.
Penjelasan:
Pasien mengalami sesak napas saat beraktivitas ringan dan mudah lelah, yang menunjukkan adanya intoleransi aktivitas. Kondisi ini perlu menjadi prioritas masalah keperawatan yang harus ditangani, karena dapat menghambat kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari. -
Article No. 358 | 22 Sep 2024
Klinis : Seorang laki-laki 56 tahun datang ke RS dengan keluhan nyeri dada menjalar sampai ke punggung sejak 1 jam yang lalu. Klien memegangi dadanya, ekspresi wajah kesakitan, keluar keringat dingin, gelisah. Hasil pemeriksaan ST elevasi, RR 26x/mnit, TD 100/70 mmHg, N 88x/mnit, akral dingin. Apa masalah keperawatan yang terjadi pada klien?
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan yang mungkin terjadi pada klien, serta penjelasan singkat terkait SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri Akut
Penjelasan:
- SDKI: Nyeri Akut adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau digambarkan dalam istilah tersebut.
- SLKI: Tujuan yang diharapkan adalah klien dapat mengendalikan nyeri, mempertahankan fungsi vital yang adekuat, dan tidak terjadi komplikasi.
- SIKI: Intervensi yang dapat dilakukan antara lain manajemen nyeri, kolaborasi pemberian analgesik, dan intervensi lain untuk mengurangi nyeri.
2. Perfusi Jaringan Tidak Efektif
Penjelasan:
- SDKI: Perfusi Jaringan Tidak Efektif adalah pengurangan aliran darah ke jaringan, yang dapat membahayakan kesehatan.
- SLKI: Tujuan yang diharapkan adalah klien dapat mempertahankan status hemodinamik yang adekuat dan tidak terjadi komplikasi.
- SIKI: Intervensi yang dapat dilakukan antara lain memantau status hemodinamik, manajemen syok, dan intervensi lain untuk memperbaiki perfusi jaringan.
3. Risiko Ketidakstabilan Hemodinamik
Penjelasan:
- SDKI: Risiko Ketidakstabilan Hemodinamik adalah kerentanan terhadap perubahan yang merugikan dalam sirkulasi darah dan tekanan darah.
- SLKI: Tujuan yang diharapkan adalah klien dapat mempertahankan status hemodinamik yang stabil dan tidak terjadi komplikasi.
- SIKI: Intervensi yang dapat dilakukan antara lain memantau status hemodinamik, manajemen cairan dan elektrolit, dan intervensi lain untuk mempertahankan stabilitas hemodinamik.
Berdasarkan kondisi klien yang diberikan, masalah keperawatan utama yang mungkin terjadi adalah Nyeri Akut, Perfusi Jaringan Tidak Efektif, dan Risiko Ketidakstabilan Hemodinamik. Penanganan yang tepat dan segera diperlukan untuk mencegah komplikasi yang dapat terjadi. -
Article No. 359 | 22 Sep 2024
Klinis : Seorang pasien perempunan berusia 28 tahuan dirawat dengan keluhan pusing, sesak napas, mudah lelah, dan beberapa kali sering pingsan tiba tiba. Hasil pengkajian TD: 110/70 mmHg, Nadi 92x/m dengan irama yang tidak teratur, terdapat edema diextermitas bawah. Hasil pemeriksaan EKG terlihat irama jantung tidak stabil. Bunyi jantung terdengar murmue sistolik di area parasternal kiri, saturasi 90% room air. Pasien didiagnosa penyakit jantung karena adanya defek septum atrial (ASD). Apakah masalah keperawatan pada pasien tersebut?
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan deskripsi kasus yang diberikan, dapat diidentifikasi beberapa masalah keperawatan utama pada pasien dengan penyakit jantung karena adanya defek septum atrial (ASD), yaitu:
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan jantung berhubungan dengan gangguan struktur dan fungsi jantung yang ditandai dengan pusing, sesak napas, mudah lelah, dan episode pingsan.
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan struktur dan fungsi jantung yang ditandai dengan irama jantung tidak teratur, murmur sistolik, dan saturasi oksigen yang rendah.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan curah jantung dan perfusi jaringan jantung yang ditandai dengan mudah lelah.
4. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan adanya defek septum atrial yang ditandai dengan edema ekstremitas bawah.
Penjelasan singkat terkait SDKI, SLKI, dan SIKI:
1. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia): Merupakan sistem klasifikasi diagnosis keperawatan yang digunakan untuk mengidentifikasi dan menentukan masalah keperawatan berdasarkan respons pasien terhadap kondisi kesehatan.
2. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia): Merupakan sistem klasifikasi luaran keperawatan yang digunakan untuk mendeskripsikan hasil yang diharapkan dari intervensi keperawatan yang diberikan.
3. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia): Merupakan sistem klasifikasi intervensi keperawatan yang digunakan untuk menentukan tindakan keperawatan yang tepat untuk mengatasi masalah keperawatan yang teridentifikasi.
Penggunaan SDKI, SLKI, dan SIKI secara terintegrasi dapat membantu perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan berpusat pada pasien, serta mendokumentasikan proses keperawatan secara sistematis.