Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 1074 | 01 Oct 2024
Klinis : Identitas Pasien: Nama: Bayi HI Umur: 1 hari Jenis Kelamin: Laki-laki Berat Badan Lahir: 2.800 gram Panjang Badan: 48 cm Tempat Lahir: RS Kusuma Husada Anamnesis: Bayi HI lahir melalui persalinan normal pada pukul 09.00 WIB. Selama proses persalinan, ibu mengalami komplikasi dengan tanda-tanda distress fetal. Setelah lahir, bayi tidak langsung menangis dan memerlukan bantuan untuk memulai pernapasan. Ibu melaporkan bahwa bayi terlihat kesulitan bernapas dan tampak sesak. Pemeriksaan Fisik: Tanda Vital: Suhu 36,8°C, Nadi 170 x/menit, RR 70 x/menit (takipnea). Kulit: Kebiruan di daerah sekitar bibir dan ekstremitas. Refleks: Refleks menggenggam ada, tetapi refleks menghisap lemah. Tonus Otot: Hipotonus.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang dipaparkan, berikut adalah diagnosa keperawatan, penjelasan singkat, serta standar SDKI, SLKI, dan SIKI yang sesuai dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Pola Napas Tidak Efektif
Penjelasan Singkat:
Bayi HI mengalami kesulitan bernapas dan tampak sesak, dengan tanda-tanda takipnea (frekuensi pernapasan 70 x/menit) dan sianosis di sekitar bibir dan ekstremitas. Hal ini menunjukkan adanya masalah dalam pola napas yang tidak efektif.
Standar SDKI, SLKI, dan SIKI:
SDKI: Pola Napas Tidak Efektif
SLKI: Peningkatan Fungsi Pernapasan
SIKI: Manajemen Ventilasi
2. Risiko Hipotermi
Penjelasan Singkat:
Bayi baru lahir memiliki risiko hipotermi karena kemampuan untuk mengatur suhu tubuh yang belum sempurna. Pemantauan suhu tubuh bayi HI yang berada dalam kisaran normal (36,8°C) menunjukkan bahwa saat ini belum terjadi hipotermi, tetapi tetap perlu dilakukan tindakan pencegahan.
Standar SDKI, SLKI, dan SIKI:
SDKI: Risiko Hipotermi
SLKI: Adaptasi Termal
SIKI: Perawatan Kehangatan
3. Hambatan Menyusui
Penjelasan Singkat:
Bayi HI menunjukkan refleks menggenggam yang ada, tetapi refleks menghisap yang lemah. Hal ini dapat menghambat kemampuan bayi untuk menyusui secara efektif.
Standar SDKI, SLKI, dan SIKI:
SDKI: Hambatan Menyusui
SLKI: Peningkatan Nutrisi
SIKI: Manajemen Menyusui
Dengan memahami diagnosa keperawatan dan standar SDKI, SLKI, serta SIKI, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan sesuai dengan standar praktik keperawatan di Indonesia untuk mengatasi masalah kesehatan bayi HI. -
Article No. 1075 | 01 Oct 2024
Klinis : pasien datang dengan keluhan pendengaran berkurang
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
Gangguan Sensori Persepsi: Gangguan Pendengaran
Penjelasan singkat berdasarkan SDKI - SLKI - SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Gangguan Sensori Persepsi: Gangguan Pendengaran didefinisikan sebagai gangguan pada kemampuan untuk menerima atau menginterpretasikan stimulus auditori dengan benar. Kondisi ini dapat disebabkan oleh gangguan pada struktur atau fungsi telinga, saraf auditori, atau pusat pengolahan stimulus auditori di otak.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari kondisi ini adalah pasien dapat:
1. Mengidentifikasi kemampuan dan keterbatasan pendengaran.
2. Beradaptasi dengan gangguan pendengaran.
3. Menggunakan alat bantu dengar secara efektif.
4. Mempertahankan komunikasi yang efektif.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain:
1. Asesmen pendengaran: Mengevaluasi kemampuan pendengaran pasien.
2. Manajemen lingkungan: Mengatur lingkungan agar mendukung komunikasi.
3. Terapi modalitas sensori: Menggunakan alat bantu dengar atau latihan pendengaran.
4. Edukasi: Memberikan informasi tentang gangguan pendengaran dan manajemennya.
5. Fasilitasi komunikasi: Membantu pasien menggunakan teknik komunikasi yang efektif.
Secara akademis, diagnosis dan intervensi ini didasarkan pada standar yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan berpusat pada pasien. -
Article No. 1076 | 01 Oct 2024
Klinis : pasien datang dengan keluhan gatal dan nyeri di bawah mata
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baiklah, dengan senang hati saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat menggunakan standar SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi pasien yang Anda deskripsikan.
Diagnosa Keperawatan:
1. Pruritus (Gatal)
Definisi: Sensasi tidak nyaman pada kulit yang menyebabkan keinginan untuk menggaruk.
Penyebab: Iritasi kulit, alergi, infeksi, dan lain-lain.
2. Nyeri Mata
Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan aktual atau potensial pada struktur mata.
Penyebab: Infeksi, iritasi, trauma, dan lain-lain.
SDKI:
1. Pruritus
- Karakteristik: Sensasi gatal, iritasi, dan keinginan untuk menggaruk.
- Penyebab: Iritasi kulit, alergi, infeksi.
2. Nyeri Mata
- Karakteristik: Nyeri di sekitar mata, rasa tegang, dan sensasi terbakar.
- Penyebab: Infeksi, iritasi, trauma.
SLKI:
1. Pruritus
- Luaran: Penurunan sensasi gatal, iritasi, dan keinginan untuk menggaruk.
- Kriteria hasil: Pasien melaporkan penurunan sensasi gatal, iritasi, dan keinginan untuk menggaruk.
2. Nyeri Mata
- Luaran: Penurunan nyeri di sekitar mata, rasa tegang, dan sensasi terbakar.
- Kriteria hasil: Pasien melaporkan penurunan nyeri di sekitar mata, rasa tegang, dan sensasi terbakar.
SIKI:
1. Pruritus
- Intervensi: Manajemen pruritus, termasuk pemberian obat topikal, antihistamin, dan tindakan untuk mengurangi iritasi kulit.
2. Nyeri Mata
- Intervensi: Manajemen nyeri mata, termasuk pemberian obat topikal, kompres dingin, dan tindakan untuk mengurangi iritasi.
Dalam kasus ini, pasien datang dengan keluhan gatal dan nyeri di bawah mata. Diagnosa keperawatan yang sesuai adalah Pruritus (Gatal) dan Nyeri Mata. Berdasarkan standar SDKI, SLKI, dan SIKI, intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah manajemen pruritus dan manajemen nyeri mata untuk mengurangi keluhan pasien. -
Article No. 1077 | 01 Oct 2024
Klinis : pasien datang dengan keluhan BINTIK-BINTIK KEMERAHAN BERISI CAIRAN
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
Resiko Infeksi
Penjelasan Singkat:
Berdasarkan keluhan yang disampaikan oleh pasien, yaitu adanya bintik-bintik kemerahan berisi cairan, dapat disimpulkan bahwa pasien memiliki risiko untuk mengalami infeksi. Infeksi dapat disebabkan oleh berbagai macam patogen, seperti virus, bakteri, atau jamur.
Menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Resiko Infeksi didefinisikan sebagai "Rentan mengalami masuknya dan berkembangbiaknya organisme patogen yang dapat menimbulkan kerusakan pada suatu organisme".
Untuk menangani kondisi ini, perawat perlu melakukan penilaian yang komprehensif terhadap tanda dan gejala infeksi, faktor risiko, serta kondisi umum pasien. Selanjutnya, perawat dapat menyusun rencana asuhan keperawatan yang tepat, seperti:
1. Pemantauan tanda-tanda vital dan gejala infeksi secara berkala.
2. Pengelolaan luka atau lesi kulit yang terinfeksi.
3. Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai pencegahan infeksi.
4. Pemberian terapi sesuai dengan hasil pemeriksaan dan konsultasi dengan tenaga kesehatan lainnya.
Perawat juga perlu memperhatikan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) untuk memastikan pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif dan sesuai dengan standar praktik keperawatan di Indonesia. -
Article No. 1078 | 01 Oct 2024
Klinis : 1. Identitas pasien Nama : Bayi H Umur : 1 hari Jenis kelamin : laki laki Berat badan lahir : 2.800 gram Panjang badan : 48 cm Tempat lahir : Rs kusuma husada 2. Keluhan Utama Sesak nafas 3. Riwayat penyakit sekarang Bayi HI setelah lahir bayi tidak langsung menangis dan memerlukan bantuan untuk memulai pernafasan , ibu melaporkan bahwa bayi terlihat kesulitan bernafas dan tampak sesak 4. riwayat penyakit dahulu - 5. Riwayat penyakit keluarga - 6.Riwayat sosial dan kesehatan - 7. pemeriksaan fisik - Tanda vital : Suhu : 36.8 derajat c Nadi : 170x/menit Rr: 70x/menit ( takipnea) - Kulit : kebiruan di daerah sekitar bibir dan ekstremitas - refleks : refleks menggeram ada tetapi refleks menghisap lemah - tonus otot : hipotonus
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan, penjelasan singkat, serta standar SDKI, SLKI, dan SIKI yang sesuai:
Diagnosa Keperawatan:
1. Pola Napas Tidak Efektif
Penjelasan Singkat:
Bayi H mengalami sesak nafas dengan tanda-tanda takipnea (RR 70x/menit), serta adanya sianosis di sekitar bibir dan ekstremitas, menunjukkan pola napas tidak efektif. Hal ini dapat disebabkan oleh kesulitan bayi dalam memulai pernapasan setelah lahir.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Pola Napas Tidak Efektif: Ketidakmampuan untuk bernapas secara spontan dan teratur, mengakibatkan ketidakefektifan dalam pertukaran gas.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Pola Napas Membaik
2. Oksigenasi Membaik
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Manajemen Jalan Napas
2. Manajemen Oksigen
3. Manajemen Pernapasan
Selain itu, berdasarkan kondisi pasien, intervensi keperawatan yang dapat diberikan antara lain:
- Mempertahankan jalan napas yang terbuka
- Memberikan oksigen tambahan sesuai kebutuhan
- Memantau tanda-tanda vital secara berkala
- Memberikan posisi yang dapat memudahkan pernapasan
- Memberikan dukungan nutrisi dan cairan yang adekuat -
Article No. 1079 | 01 Oct 2024
Klinis : 1. Identitas pasien Nama : Bayi H Umur : 1 hari Jenis kelamin : laki laki Berat badan lahir : 2.800 gram Panjang badan : 48 cm Tempat lahir : Rs kusuma husada 2. Keluhan Utama Sesak nafas 3. Riwayat penyakit sekarang Bayi HI setelah lahir bayi tidak langsung menangis dan memerlukan bantuan untuk memulai pernafasan , ibu melaporkan bahwa bayi terlihat kesulitan bernafas dan tampak sesak 4. riwayat penyakit dahulu - 5. Riwayat penyakit keluarga - 6.Riwayat sosial dan kesehatan - 7. pemeriksaan fisik - Tanda vital : Suhu : 36.8 derajat c Nadi : 170x/menit Rr: 70x/menit ( takipnea) - Kulit : kebiruan di daerah sekitar bibir dan ekstremitas - refleks : refleks menggeram ada tetapi refleks menghisap lemah - tonus otot : hipotonus
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
1. Diagnosa Keperawatan:
a. Pola Napas Tidak Efektif
b. Perubahan Perfusi Jaringan Perifer
2. Penjelasan Singkat:
a. Pola Napas Tidak Efektif
- SDKI: Ketidakmampuan untuk mempertahankan pola napas yang memadai untuk mendukung kehidupan.
- SLKI: Intervensi keperawatan untuk mengatasi ketidakmampuan mempertahankan pola napas yang memadai untuk mendukung kehidupan.
- SIKI: Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk memfasilitasi pernapasan yang efektif.
b. Perubahan Perfusi Jaringan Perifer
- SDKI: Pengurangan sirkulasi darah ke jaringan perifer.
- SLKI: Intervensi keperawatan untuk mengatasi pengurangan sirkulasi darah ke jaringan perifer.
- SIKI: Tindakan keperawatan yang dilakukan untuk meningkatkan sirkulasi darah ke jaringan perifer.
Penjelasan Kondisi:
- Bayi H lahir dengan berat badan 2.800 gram dan panjang badan 48 cm, menunjukkan kondisi awal yang normal.
- Setelah lahir, bayi tidak langsung menangis dan memerlukan bantuan untuk memulai pernapasan, serta terlihat kesulitan bernapas dan tampak sesak.
- Pada pemeriksaan fisik, ditemukan tanda-tanda takipnea (laju napas cepat), sianosis (kebiruan) di sekitar bibir dan ekstremitas, serta refleks menghisap yang lemah.
- Kondisi ini mengarah pada diagnosa keperawatan "Pola Napas Tidak Efektif" dan "Perubahan Perfusi Jaringan Perifer", yang memerlukan intervensi keperawatan untuk memfasilitasi pernapasan yang efektif dan meningkatkan sirkulasi darah ke jaringan perifer. -
Article No. 1080 | 01 Oct 2024
Klinis : 1. Identitas pasien Nama : Bayi H Umur : 1 hari Jenis kelamin : laki laki Berat badan lahir : 2.800 gram Panjang badan : 48 cm Tempat lahir : Rs kusuma husada 2. Keluhan Utama Sesak nafas 3. Riwayat penyakit sekarang Bayi HI setelah lahir bayi tidak langsung menangis dan memerlukan bantuan untuk memulai pernafasan , ibu melaporkan bahwa bayi terlihat kesulitan bernafas dan tampak sesak 4. riwayat penyakit dahulu - 5. Riwayat penyakit keluarga - 6.Riwayat sosial dan kesehatan - 7. pemeriksaan fisik - Tanda vital : Suhu : 36.8 derajat c Nadi : 170x/menit Rr: 70x/menit ( takipnea) - Kulit : kebiruan di daerah sekitar bibir dan ekstremitas - refleks : refleks menggeram ada tetapi refleks menghisap lemah - tonus otot : hipotonus
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan, penjelasan singkat serta standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi bayi H:
1. Diagnosa Keperawatan:
Pola napas tidak efektif
2. Penjelasan Singkat:
Pola napas tidak efektif ditandai dengan sesak napas, takipnea (frekuensi napas > 60x/menit), dan sianosis di sekitar bibir dan ekstremitas. Bayi H memiliki tanda-tanda ini, serta refleks menghisap yang lemah dan hipotonus otot, menunjukkan adanya gangguan dalam proses pernapasan.
3. Standar SDKI, SLKI, dan SIKI:
a. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Definisi: Ketidakmampuan untuk mempertahankan pola napas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi.
- Karakteristik Utama: Perubahan frekuensi napas, irama napas tidak teratur, penggunaan otot bantu pernapasan, sianosis, dan rasa sesak.
b. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Luaran yang Diharapkan: Bayi H dapat mempertahankan pola napas yang efektif.
- Kriteria Hasil: Frekuensi napas normal, tidak ada distress pernapasan, tidak ada sianosis, dan refleks menghisap yang adekuat.
c. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi Keperawatan: Pemantauan tanda-tanda vital, pemberian oksigen, pengaturan posisi, stimulasi refleks, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain.
- Tujuan Intervensi: Mempertahankan pola napas yang efektif, meningkatkan oksigenasi, dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
Tujuan utama perawatan pada bayi H adalah untuk memastikan pola napas yang efektif, sehingga dapat memenuhi kebutuhan oksigenasi dan mencegah komplikasi lebih lanjut. -
Article No. 1081 | 01 Oct 2024
Klinis : Seorang anak perempuan bernama An. A usia 4 tahun 3 bulan beralamat di Kesamben Blitar. Orang tua anak tersebut Bernama Tn Y dengan Pendidikan terakhir STM dan suku Jawa. Anak tersebut masuk rumah sakit pada tanggal 19 Oktober 2019 pukul 05.00 dan dilakukan pengkajian lengkap perawat pada tanggal 20 Oktober 2019 pada pukul 08.00. Ibu mengatakan anak masuk RS dengan keluhan utama berak cair tanpa ampas lebih dari 10x dan muntah 5 kali jika diberi makan atau minum dan disertai dengan perut kembung. Saat masuk IGD anak rewel (gelisah), mata agak cowong, bibir kering, dan pipis sedikit. Saat pengkajian yang dilakukan oleh perawat didapatkan keluhan anak yaitu berak cair dengan ampas 5x warna kuning kehijauan dan berlendir, ibu juga mengatakan bahwa anaknya muntah 3x dan perutnya masih kembung. Ibu klien mengatakan sudah 4 hari ini anaknya berak cair, muntah dan perutnya kembung. Sebelumnya klien makan cilok dari kakaknya. Sebelum ke RS klien sudah dibawa ke ke bidan dan diberikan obat dan oralit, namun kondisi klien tidak membaik, masih sering BAB dan muntah akhirnya dirujuk ke rumah sakit. Anak tersebut tidak memmiliki riwayat penyakit penyakit kronik dan penyakit yang pernah diderita anak tersebut adalah batuk, pilek dan diare namun tidak pernah sampai dirawat di RS. Selain itu anak tersebut tidak memiliki Riwayat alergi terhadap makanan ataupun lingkungan. Saat ibu mengandung anak tersebut ibu rutin melakukan pemeriksaan antenatal ke bidan. Keluhan pada trimester pertama adalah mual muntah namun makanan dan minuman masih tetap masuk dan tercukupi. Pada trimester kedua dan ketiga ibu mengaku tidak ada keluhan. Makanan yang masuk menurut ibu gizinya terpenuhi. Anak tersebut lahir saat usia kehamilan 38 minggu dengan berat badan lahir (BBL) 3,1 kg, langsung menagis, tidak biru dan gerak aktif. Ibu hanya memberikan ASI pada anaknya hingga 3 bulan karena ibu mengaku ASI nya sudah tidak cukup dan selanjutnya diberikan susu formula. Imunisasi yang diterima anak tersebut lengkap sesuai pedoman buku KIA. Pemeriksaan pertumbuhan dilakukan ibu dengan mengikuti posyandu tiap bulan dan BB anak selalu naik dan tidak pernah dibawah garis merah (BGM). Berat badan anak saat ini 13,5 Kg dan tinggi badan 101 cm. Perkembangan anak sampai saat ini yaitu: bisa menyusun kubus hingga 4 tingkat, sudah bisa mencoret-coret bila diberi pensil, coretan bentuk lingkaran tidak beraturan dan terkadang garis pendek, bisa menggunakan sepatu sendiri, bisa menyebutkan beberapa benda yang ditunjuk ibu, bisa merangkai kalimat sederhana seperti mau makan, minum susu, bila diminta ibu melakukan sesuatu sudah paham seperti diminta mengambilkan gelas di meja, bisa menggunakan sepeda roda 3, dan sudah bisa bermain lempar bola. Anggota keluarga anak A tidak memiliki penyakit yang sistemik yang dapat diturunkan. Rumah anak A bersih dan tidak terlalu luas, pembuangan sampah dikumpulkan dan akan diambil oleh petugas sampah setiap harinya, memiliki kamar mandi WC pribadi. Lingkungan rumah jarang terjadi kecelakaan karena jalan depan rumahnya adalah jalan gang kecil dan buntu jadi jarang ada kendaraan, konstruksi bangunan dan jalan aman untuk anak-anak dan rumah jauh dari pabrik. Ventilasi di rumahnya cukup memadai dan setiap hari selalu dibuka untuk sirkulasi. pencahayaan di rumahnya cukup baik karena setiap ruangan ada candela yang langsung berhubungan dengan udara luar. Aktivitas anak sehari-hari adalah bermain baik di dalam atau diluar rumah, makan disuapi ibu dan kadang makan sendiri, minum susu dengan dot dan gelas, berpakaian dibantu ibu, masih menggunakan diapers, cebok dan mandi dibantu ibu. Setelah dirawat dirumah sakit anak hanya berbaring di tempat tidur dan bermain di tempat tidur serta aktivitas lain dibantu ibu. Pemenuhan nutrisi anak selama dirawat di RS yaitu makanan lengkap dari RS tinggi kalori tinggi protein (TKTP), sebanyak 3x namun porsi yang dihabiskan hanya beberapa sendok, jauh menurun disbanding saat di rumah. Saat pengkajian anak masih muntah 3x/hari. Minuman yang diminum aank sata di RS hanyalah susu sebanyak kurang lebih 300 cc sedangkan di rumah air putih dan susu kira-kira 800-1000 cc. Saat pengkajian anak masih diare 5x/hari dengan konsistensi BAB cair dengan ampas, sedangkan sebelum sakit setidaknya anak BAB 1x/hari dengan konsistensi lembek. Sedangkan BAK tidak banyak berbeda antara di rumah dan di rumah sakit 3-5x/hari. Selama di RS anak tidur siang selama 9 jam/hari sama dengan saat di rumah, sedangkan tidur lebih singkat karena sering terbangun akibat suara di RS (dari 2 jam/hari ke 1 jam/hari). Kebersihan anak saat dirumah dan RS tidak jauh berbeda yaitu mandi 2x/hari, gosok gigi 2x/hari, keramas setip pagi dan potong kuku 1 minggu sekali. Hal yang berbeda anak hanya diseka untuk mandi 1x/hari dan belum keramas. Hasil pemeriksaan fisik yaitu frekuensi nadi 110x.menit, susu 36,8 derajat dan frekuensi napasnya 24kali/menit. Hasil pemeriksaan bagian kepala tidak ada kelainan kecuali bagian bibir yang kering. Pemeriksaa dada dan jantung normal, payudara, ketiak, punggung normal. Pemeriksaan bagian perut normal kecuali saat diketuk2 perut anat tersebut terdengar lebih keras dari biasanya. Pemeriksaan genita ditemukan adanay luka ruam kemerah akibta diare. Pemeriksaan ekstrimitas dan kulit juga didapatkan Hasil pemeriksaan laboratorim anak tersebut yaitu Hb 11 gr/L, leukosit 12.000/uL dan hasil pemeriksaan elektrolit darah semua normal. Terapi farmakologis yang didapatkan anak tersebut yatu cairan infus C1.2 sebanyak 1250cc jam/24 jam, injeksi amoxixilin (400 mg), L-bio 2x1 sachet, zink
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang Anda deskripsikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
1. Diagnosa Keperawatan:
a. Diare Akut
b. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
c. Intoleransi Aktifitas
2. Penjelasan Singkat SDKI - SLKI - SIKI:
a. Diare Akut
- SDKI: Diare akut adalah perubahan konsistensi dan frekuensi buang air besar menjadi cair dan meningkat, biasanya berlangsung kurang dari 14 hari.
- SLKI: Tujuan intervensi adalah mengembalikan keseimbangan cairan dan elektrolit, mengurangi frekuensi diare, dan mencegah komplikasi.
- SIKI: Intervensi utama meliputi pemberian cairan dan elektrolit, monitoring asupan dan output cairan, serta pemberian obat antidiare.
b. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
- SDKI: Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit adalah kondisi di mana terjadi kelebihan atau kekurangan cairan dan/atau elektrolit dalam tubuh.
- SLKI: Tujuan intervensi adalah mengembalikan keseimbangan cairan dan elektrolit, mengatasi kehilangan cairan dan elektrolit, serta mencegah komplikasi.
- SIKI: Intervensi utama meliputi pemberian cairan dan elektrolit, monitoring tanda-tanda vital, dan penggunaan terapi intravena.
c. Intoleransi Aktivitas
- SDKI: Intoleransi aktivitas adalah keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik yang diinginkan atau dibutuhkan karena perasaan kelelahan.
- SLKI: Tujuan intervensi adalah meningkatkan toleransi aktivitas, mempertahankan atau meningkatkan kemampuan fungsional, serta mengurangi kelelahan.
- SIKI: Intervensi utama meliputi manajemen aktivitas, manajemen energi, dan pemberian dukungan emosional.
Secara keseluruhan, kondisi An. A mengalami diare akut yang menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit serta intoleransi aktivitas. Penanganan keperawatan yang komprehensif diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut dan mencegah komplikasi. -
Article No. 1082 | 01 Oct 2024
Klinis : Perundungan dan kekerasan tampaknya masih kerap terjadi di lingkungan pendidikan dan tenaga kesehatan. Mulai dari perundungan secara verbal, pemalakan, hingga perlakuan tak senonoh oleh para senior. Sebenarnya, kasus perundungan seperti ini sudah sering terjadi di dunia pendidikan tenaga kesehatan. Namun, berita perundungan saat ini mencuat dan viral di sosial media karena salah satu kasus perundungan terhadap calon nakes di salah satu Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia. Seorang mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) dengan inisial A diduga bunuh diri dengan menyuntikkan obat penenang ke tubuhnya akibat mengalami perundungan di lingkungan kerjanya yang dilakukan oleh senior. Dengan meninggalkan sebuah buku catatan harian di kosnya, ia mengungkapkan perjalanan berat A selama menempuh pendidikan dokter spesialis. Kasus ini membuahkan banyak kecaman dari warganet kepada para pelaku perundungan dan senioritas terhadap peserta pendidikan khususnya peserta pendidikan kesehatan. Masyarakat menilai bahwa perundungan dan kekerasan terhadap peserta pendidikan adalah tindakan yang salah dan menyebabkan kerugian mental juga fisik para generasi penerus bangsa. Padahal seharusnya, para calon nakes ini mendapatkan perlindungan yang aman selama mereka menempuh pendidikan. Karena apabila nakes dirugikan oleh perundungan dan senioritas ini, yang merasakan dampak kedepannya bukan hanya nakes, namun masyarakat luas pun akan merasakan dampak negatif nya.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Terima kasih atas pertanyaan Anda mengenai kasus perundungan dan kekerasan yang terjadi di lingkungan pendidikan dan tenaga kesehatan. Sebagai seorang perawat, saya akan memberikan analisis dan solusi berdasarkan standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).
Diagnosa Keperawatan yang dapat diidentifikasi dalam kasus ini adalah:
1. Risiko Cedera (NANDA-I: 00155)
- Definisi: Peningkatan risiko cedera fisik atau psikologis akibat interaksi dengan lingkungan.
- Faktor Risiko: Perundungan dan kekerasan oleh senior terhadap peserta didik di lingkungan pendidikan dan tenaga kesehatan.
2. Gangguan Citra Tubuh (NANDA-I: 00118)
- Definisi: Persepsi negatif atau distorsi dari penampilan fisik atau fungsi tubuh.
- Faktor Berhubungan: Pengalaman perundungan dan kekerasan yang dialami oleh peserta didik.
3. Risiko Bunuh Diri (NANDA-I: 00150)
- Definisi: Peningkatan risiko individu untuk mengakhiri hidupnya secara sengaja.
- Faktor Risiko: Depresi dan putus asa akibat perundungan dan kekerasan yang dialami.
Berdasarkan SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah:
1. Manajemen Risiko (SIKI: 0703010)
- Tujuan: Membantu klien mengidentifikasi, menilai, dan mengelola risiko cedera.
- Intervensi: Melibatkan klien dalam identifikasi risiko, mengkaji faktor risiko, dan mengembangkan strategi pencegahan.
2. Terapi Kognitif (SIKI: 1305050)
- Tujuan: Membantu klien mengubah persepsi negatif dan distorsi citra tubuh.
- Intervensi: Memberikan edukasi, teknik relaksasi, dan terapi kognitif untuk meningkatkan penerimaan diri.
3. Manajemen Bunuh Diri (SIKI: 1305060)
- Tujuan: Mencegah perilaku bunuh diri dan memulihkan kondisi psikologis klien.
- Intervensi: Melakukan asesmen risiko, memberikan dukungan emosional, dan merujuk ke layanan kesehatan mental.
Selanjutnya, berdasarkan SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), luaran yang diharapkan adalah:
1. Keamanan Diri Terjaga (SLKI: 00146)
2. Citra Tubuh Positif (SLKI: 00114)
3. Tidak Ada Risiko Bunuh Diri (SLKI: 00151)
Sementara itu, SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) memberikan panduan komprehensif mengenai intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah yang timbul akibat perundungan dan kekerasan di lingkungan pendidikan dan tenaga kesehatan.
Sebagai kesimpulan, kasus perundungan dan kekerasan ini harus ditangani dengan serius dan komprehensif, melibatkan tidak hanya perawat, tetapi juga pihak lain seperti konselor, psikolog, dan pihak manajemen institusi. Upaya pencegahan, penanganan, dan rehabilitasi harus dilakukan untuk melindungi generasi penerus bangsa, khususnya di bidang tenaga kesehatan. -
Article No. 1083 | 01 Oct 2024
Klinis : nafsu makan menurun
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan Diagnosa Keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi nafsu makan menurun.
Diagnosa Keperawatan:
Penurunan Nafsu Makan
Penjelasan:
1. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Penurunan Nafsu Makan: Keadaan di mana individu mengalami penurunan keinginan untuk makan.
2. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Peningkatan Nafsu Makan: Keadaan di mana individu menunjukkan peningkatan keinginan untuk makan.
3. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Manajemen Nutrisi: Tindakan pemberian, pengawasan, dan modifikasi nutrisi untuk memenuhi kebutuhan gizi individu.
- Konseling Nutrisi: Tindakan pemberian informasi, dukungan, dan bimbingan terkait pemenuhan kebutuhan nutrisi individu.
- Stimulasi Nafsu Makan: Tindakan untuk meningkatkan keinginan individu untuk makan.
Sebagai perawat, saya akan bekerja sama dengan pasien untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan penurunan nafsu makan dan mengembangkan rencana perawatan yang komprehensif. Ini dapat mencakup evaluasi kondisi medis, pengaturan diet, pemberian dukungan emosional, dan intervensi keperawatan yang sesuai untuk meningkatkan nafsu makan dan memastikan pemenuhan kebutuhan nutrisi pasien.