Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 1466 | 07 Oct 2024
Klinis : KASUS 2 (GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN) Tn. K. 50 tahun, seorang pekerja petani karet datang dengan keluhan batuk tidak berdahak. Pasien mengatakan batuk dirasakan lebih sering pada malam hari dibandingkan pagi atau siang hari. Keluhan tersebut telah dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya pasien mengatakan batuk timbul pada saat menyangkul dan bertambah berat pada saat menyemprot pestisida pada kebunnya. Pasien juga mengatakan adanya demam, keringat malam, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan yang awalnya 50 kg menjadi 47 kg dalam satu bulan. Pasien mempunyai kebiasaan yang tidak baik seperti membuang dahak sembarangan, tidak memakai masker pada saat batuk, kurangnya pengetahuan penyakit yang diderita oleh pasien, dukungan keluarga yang kurang terhadap pasien, dan keadaan rumah pasien yang lembab. Pasien juga mempunyai riwayat kontak dengan penderita TB yaitu istrinya yang sudah meninggal dunia. Pada saat keluhan muncul pasien dibawa oleh keluarganya ke RS kemudian dibawa ke Puskesmas untuk mendapatkan pengobatan. Pemeriksaan fisik yang telah dilakukan kepada pasien didapatkan hasil berat badan pasien 47 kg. tinggi badan 163 cm, IMT 18,0 (underweight), terlihat sakit ringan. Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 x/menit, frekuensi napas 17 x/menit, suhu tubuh 37,0°C. Konjungtiva mata anemis, sklera anikterik. Telinga dan hidung dalam batas normal. Pada mulut tampak gigi dan oral hygiene cukup. Tenggorokan, jantung, dan abdomen dalam batas normal. Pada pemeriksaan paru, inspeksi dalam batas normal, palpasi dalam batas normal, perkusi dalam batas normal, auskultasi adanya suara ronkhi pada pulmo dekstra dan sinistra. Ekstremitas superior dan inferior dalam batasnormal, tidak sianosis, tidak ada oedem, dan akral hangat. Hasil pemeriksaan foto rontgen anterior posterior (AP) dan didapatkan adanya kavitas pada pulmo dekstra dan sinistra. Setelah dilakukan foto rontgen, pasien datang ke Puskesmas untuk pemeriksaan BTA. Pengambilan dahak dilakukan sebanyak dua kali dengan hasil BTA +2. Pasien diberikan obat paket berupa Rifampicin 150 mg, Isoniazid 75 mg, Pirazinamid 400 Modul Pembelajaran Kep. Dewasa l 12 13 mg. Etambutol 275 mg. Pasien sudah mendapatkan pengobatan selama 1 bulan dan pada saat BAK berwarna merah. Note: Anda boleh menambahkan data-data yang relevan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret pernapasan yang dibuktikan dengan batuk tidak berdahak.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan berat badan dan kelelahan yang dibuktikan dengan gejala sakit ringan.
3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan produksi sekret yang berlebihan yang dibuktikan dengan adanya suara ronki pada pemeriksaan paru.
Penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
1. Pola nafas tidak efektif: Ketidakmampuan untuk bernapas dengan lancar yang dapat mengancam kesehatan.
2. Intoleransi aktivitas: Ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas rutin yang diinginkan atau diperlukan karena keterbatasan sumber energi.
3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas: Ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernapasan untuk mempertahankan jalan napas yang terbuka.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Pola napas: Kemampuan untuk bernapas dengan irama dan kedalaman yang sesuai.
2. Toleransi aktivitas: Kemampuan untuk melakukan aktivitas tanpa kelelahan yang berlebihan.
3. Bersihan jalan napas: Kemampuan untuk mempertahankan jalan napas yang terbuka dan bersih.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Manajemen jalan napas: Tindakan untuk memfasilitasi pembukaan dan pemeliharaan jalan napas yang terbuka.
2. Manajemen energi: Tindakan untuk mengatur penggunaan energi guna memfasilitasi aktivitas.
3. Terapi oksigen: Tindakan pemberian oksigen untuk meningkatkan pasokan oksigen. -
Article No. 1467 | 07 Oct 2024
Klinis : KASUS 2 (GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN) Tn. K. 50 tahun, seorang pekerja petani karet datang dengan keluhan batuk tidak berdahak. Pasien mengatakan batuk dirasakan lebih sering pada malam hari dibandingkan pagi atau siang hari. Keluhan tersebut telah dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya pasien mengatakan batuk timbul pada saat menyangkul dan bertambah berat pada saat menyemprot pestisida pada kebunnya. Pasien juga mengatakan adanya demam, keringat malam, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan yang awalnya 50 kg menjadi 47 kg dalam satu bulan. Pasien mempunyai kebiasaan yang tidak baik seperti membuang dahak sembarangan, tidak memakai masker pada saat batuk, kurangnya pengetahuan penyakit yang diderita oleh pasien, dukungan keluarga yang kurang terhadap pasien, dan keadaan rumah pasien yang lembab. Pasien juga mempunyai riwayat kontak dengan penderita TB yaitu istrinya yang sudah meninggal dunia. Pada saat keluhan muncul pasien dibawa oleh keluarganya ke RS kemudian dibawa ke Puskesmas untuk mendapatkan pengobatan. Pemeriksaan fisik yang telah dilakukan kepada pasien didapatkan hasil berat badan pasien 47 kg. tinggi badan 163 cm, IMT 18,0 (underweight), terlihat sakit ringan. Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 x/menit, frekuensi napas 17 x/menit, suhu tubuh 37,0°C. Konjungtiva mata anemis, sklera anikterik. Telinga dan hidung dalam batas normal. Pada mulut tampak gigi dan oral hygiene cukup. Tenggorokan, jantung, dan abdomen dalam batas normal. Pada pemeriksaan paru, inspeksi dalam batas normal, palpasi dalam batas normal, perkusi dalam batas normal, auskultasi adanya suara ronkhi pada pulmo dekstra dan sinistra. Ekstremitas superior dan inferior dalam batasnormal, tidak sianosis, tidak ada oedem, dan akral hangat. Hasil pemeriksaan foto rontgen anterior posterior (AP) dan didapatkan adanya kavitas pada pulmo dekstra dan sinistra. Setelah dilakukan foto rontgen, pasien datang ke Puskesmas untuk pemeriksaan BTA. Pengambilan dahak dilakukan sebanyak dua kali dengan hasil BTA +2. Pasien diberikan obat paket berupa Rifampicin 150 mg, Isoniazid 75 mg, Pirazinamid 400 Modul Pembelajaran Kep. Dewasa l 12 13 mg. Etambutol 275 mg. Pasien sudah mendapatkan pengobatan selama 1 bulan dan pada saat BAK berwarna merah. Note: Anda boleh menambahkan data-data yang relevan
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan informasi yang diberikan, diagnosis untuk kasus ini adalah sebagai berikut:
1. Kode ICD-10:
- Kode: A15.0
- Deskripsi: Tuberkulosis paru dengan pemeriksaan mikroskopik sputum positif
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 87.44
- Deskripsi: Pemeriksaan sputum untuk Bakteri Tahan Asam (BTA)
Penjelasan:
Pasien dalam kasus ini memiliki gejala batuk tidak berdahak, demam, keringat malam, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan yang mengarah pada diagnosis tuberkulosis paru. Hal ini diperkuat dengan pemeriksaan foto rontgen yang menunjukkan adanya kavitas pada paru kanan dan kiri, serta hasil pemeriksaan BTA yang positif +2. Kode ICD-10 A15.0 menggambarkan tuberkulosis paru dengan pemeriksaan mikroskopik sputum positif.
Selanjutnya, tindakan yang dilakukan adalah pemeriksaan sputum untuk BTA, yang sesuai dengan kode ICD-9-CM 87.44. Hal ini dilakukan untuk konfirmasi diagnosis tuberkulosis paru.
Pasien telah diberikan pengobatan paket antituberkulosis yang terdiri dari Rifampicin, Isoniazid, Pirazinamid, dan Etambutol. Selama pengobatan, pasien juga perlu mendapatkan edukasi dan dukungan dari keluarga untuk memperbaiki kebiasaan dan perilaku hidup sehat, serta memastikan kepatuhan dalam menjalani pengobatan. -
Article No. 1468 | 07 Oct 2024
Klinis : Pasien ditemukan oleh tetangga tidak sadarkan diri dirumah pasien, pasien dibawa oleh tetangga ke RSUD Koja. Saat dilakukan pengkajian di IGD Kesadaran Somnolent, GCS 9, E3 V4 M2. Pupil 2/2, Isokor, Airway tidak ada sumbatan, Breathing (pernafasan) spontan, Circulation Pulsasi arteri teraba kuat, CRT 2 detik, warna kulit normal, perdarahan tidak ada, luka tidak ada, tanda-tanda vital pasien TD: 165/76mmHg, N: 105 x/mnt, RR: 25x/mnt, S: 40℃, saturasi O2 92%. Pasien diberi oksigen NRM 10Lpm, IVFD RL+KCL 25Meq/12 jam, pasien dipasang NGT dan DC, produksi urine (+) kuning keruh. BB 50 kg, TB 145 cm. Diet per NGT 6x200 ml.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat menggunakan SDKI, SLKI, dan SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
Diagnosa Keperawatan:
1. Penurunan Kesadaran berhubungan dengan gangguan neurologis.
Penjelasan:
Penurunan Kesadaran: Suatu keadaan di mana seseorang tidak dapat merespon secara adekuat terhadap rangsangan eksternal atau internal.
SDKI: Penurunan Kesadaran
SLKI: Peningkatan Fungsi Kognitif
SIKI: Manajemen Penurunan Kesadaran
2. Gangguan Perfusi Serebral berhubungan dengan penurunan aliran darah ke otak.
Penjelasan:
Gangguan Perfusi Serebral: Suatu keadaan di mana terjadi penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke jaringan otak.
SDKI: Gangguan Perfusi Serebral
SLKI: Peningkatan Perfusi Serebral
SIKI: Manajemen Gangguan Perfusi Serebral
3. Hipertermia berhubungan dengan proses patologis.
Penjelasan:
Hipertermia: Suatu keadaan di mana terjadi peningkatan suhu tubuh di atas 38,3°C.
SDKI: Hipertermia
SLKI: Termoregulasi
SIKI: Manajemen Hipertermia
4. Risiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan refleks batuk dan menelan.
Penjelasan:
Risiko Aspirasi: Kemungkinan terjadinya masuknya cairan, makanan, atau benda asing ke dalam saluran pernapasan.
SDKI: Risiko Aspirasi
SLKI: Pemeliharaan Jalan Napas
SIKI: Manajemen Risiko Aspirasi
Dengan diagnosis keperawatan di atas, perawat dapat memberikan intervensi keperawatan yang sesuai dengan standar PPNI, seperti pemantauan tanda-tanda vital, manajemen airway, pemberian oksigen, pemberian cairan IV, dan lain sebagainya untuk mengoptimalkan perawatan pasien. -
Article No. 1469 | 07 Oct 2024
Klinis : rr pasien 20x/menit, td 100/70, terdengar suara wheezing, CRT >3 detik, SpO2 90%
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang Anda berikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Penurunan Perfusi Jaringan Perifer
Definisi: Keadaan di mana ada penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke jaringan perifer.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Tanda dan gejala: Nadi perifer lemah, CRT > 3 detik, ekstremitas dingin, kulit pucat.
- Faktor yang berhubungan: Gangguan sirkulasi.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Luaran yang diharapkan: Perfusi jaringan perifer membaik.
- Kriteria hasil: Nadi perifer normal, CRT ≤ 3 detik, ekstremitas hangat, kulit kembali ke warna normal.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi keperawatan: Pemantauan tanda-tanda vital, peningkatan posisi ekstremitas, pemberian oksigen, kolaborasi dengan tim kesehatan terkait.
2. Penurunan Saturasi Oksigen
Definisi: Keadaan di mana terjadi penurunan kadar oksigen dalam darah.
SDKI:
- Tanda dan gejala: Dyspnea, wheezing, SPO2 < 95%.
- Faktor yang berhubungan: Gangguan pertukaran gas.
SLKI:
- Luaran yang diharapkan: Saturasi oksigen membaik.
- Kriteria hasil: SPO2 ≥ 95%.
SIKI:
- Intervensi keperawatan: Pemantauan tanda-tanda vital, pemberian oksigen, kolaborasi dengan tim kesehatan terkait.
Penjelasan singkat:
Diagnosa keperawatan ini dirumuskan berdasarkan tanda-tanda vital dan gejala yang Anda berikan, yaitu penurunan perfusi jaringan perifer dan penurunan saturasi oksigen. Intervensi keperawatan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan perfusi jaringan perifer dan saturasi oksigen agar dapat kembali normal. -
Article No. 1470 | 07 Oct 2024
Klinis : rr pasien 20x/menit, td 100/70, terdengar suara wheezing, CRT >3 detik, SpO2 90%
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan informasi yang diberikan, kondisi pasien tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Kode ICD-10:
- Kode: J45.9
- Deskripsi: Asma, tidak terspesifikasi
Penjelasan:
- Pasien mengalami gejala pernapasan seperti wheezing, yang merupakan salah satu tanda khas dari asma.
- Frekuensi pernapasan yang cepat (20x/menit) dan saturasi oksigen yang rendah (90%) juga mendukung diagnosis asma.
- Kode ICD-10 J45.9 digunakan untuk asma yang tidak terspesifikasi, karena tidak ada informasi tambahan mengenai tipe atau penyebab asma yang dialami pasien.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 93.08
- Deskripsi: Pengukuran saturasi oksigen
Penjelasan:
- Tindakan pengukuran saturasi oksigen (SpO2) yang dilakukan pada pasien dapat dikodekan dengan kode ICD-9-CM 93.08.
- Pengukuran SpO2 merupakan salah satu prosedur yang umum dilakukan untuk mengevaluasi fungsi pernafasan pada pasien dengan kondisi penyakit pernapasan, seperti asma.
Secara keseluruhan, berdasarkan gejala yang dipaparkan, pasien tersebut dapat didiagnosis dengan asma yang tidak terspesifikasi (kode ICD-10 J45.9), dan telah dilakukan pengukuran saturasi oksigen sebagai salah satu prosedur pemeriksaan (kode ICD-9-CM 93.08). -
Article No. 1471 | 07 Oct 2024
Klinis : rr pasien 20x/menit, td 100/70, terdengar suara wheezing, CRT >3 detik, SpO2 90%
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi pasien yang Anda berikan, berikut adalah Diagnosa Keperawatan, Penjelasan Singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Pola Napas Tidak Efektif
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Pola napas tidak efektif adalah ketidakmampuan untuk bernafas yang menyebabkan pertukaran gas tidak adekuat.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Pola napas membaik
2. Pertukaran gas membaik
3. Gejala pernapasan membaik
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Pemantauan pernapasan
2. Pemberian oksigen
3. Manajemen jalan napas
4. Terapi inhalasi
Berdasarkan kondisi pasien dengan RR 20x/menit, terdengar suara wheezing, dan SpO2 90%, menunjukkan adanya pola napas tidak efektif yang perlu ditangani dengan intervensi keperawatan yang sesuai, seperti pemantauan pernapasan, pemberian oksigen, manajemen jalan napas, dan terapi inhalasi. -
Article No. 1472 | 07 Oct 2024
Klinis : hasil pengkajian oleh perawat puskesmas di RW 08 Desa SUkamaju didapatkan data 47% remaja pernah mencoba merokok, rerata usia pertama merokok 10,3 tahun. Saat ini 32% remaja masih merokok. jumlah rokok yang dihabiskan dalam sehari 1-5 batang. Alasan remaja merokok 15% karena coba-coba, 42% karena ikut-ikutan teman, 43% agar terlihat gaul. Masyarakat sekitar menyatakan banyak remaja yng nongkrong di warung-warung sambil merokok. Sebagian besar remaja di Desa Sukamaju sudah lama tinggal di daerah ini karena orang tua dan keluarga besarnya bertempat tinggal disana. Sehingga komunitas remaja sebagian besar dilahirkan disini dan bersekolah di Desa Sukamaju. Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Indonesia, mayoritas remaja cenderung menggunakan bahasa gaul. adat/suku yang ada di desa sukamaju adalah adat sunda, jawa, betawi, padang dll denga mayoritas agama islam. Di lingkungan desa Sukamaju termasuk kawasan rumah padat penduduk dan kumuh. dalam menanggulangi bahaya rokok bagi remaja salah satu solusi yang dibuat pemerintah adalah mengluarkan peraturan yang tertuang dalam: PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1999 (PP No. 36 Tahun 2000) Tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan Pasal 2 Penyelenggaraan Pengamana Rokok Ayat 2 yang berbunyi "Melindungi penduduk usia produktif dan remaja dari dorongan lingkungan untuk penggunaan rokok dan ketergantungan terhadap rokok." Belum terdapatnya wadah perkumpulan remaja seperti karang taruna di desa ini. Biasanya remaja berkumpiul di depan warung untuk dijadikan lokasi pertemuan dan merokok. Warga Desa Sumajau yang ingin mendapatkan [elayanan kesehatan haruis menempuh jarak 3km untuk mencapai puskesmas terdekat, didesa tersebut terdapat posyandu dan aktif melaksanakan kegiatan 1 bulan sekali namun belum terdapat posbindu. Masyarakat mengaku belum pernah mendapatkan penyuluhan atau pendidikan kesehatan terutama masalah bahaya rokok. Orangtua dari kebanyakan remaja di Desa Sukamaju berpenghasilan rata-rata menengah kebawah, ada juga sebagian yang tidak memiliki pekerjaan. Kendaraan desa sukamaju seperti sepeda motor, mobil angkot, dan terdapat siskamling pada malam hari. Para remaja banyak tidak mengikuti dan tidak berperan serta dalam kelompok organisasi di komunitas mereka. Di desa sukamaju tidak terda[at wadah perkumpulan seperti karang taruna. rata-rata pendidikan warga desa tergolng rendah yaitu tamatan SMP bahkan ada yang tamatan SD. Masyarakat mengaku belum pernah mendapat penyuluhan atau pendidikan kesehatan terutama masalah bahaya merokok.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan hasil pengkajian yang diperoleh, dapat dirumuskan diagnosis keperawatan yang sesuai dengan kondisi di Desa Sukamaju, disertai dengan penjelasan singkat terkait SDKI, SLKI, dan SIKI yang dikeluarkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
Diagnosis Keperawatan:
1. Perilaku Merokok Remaja Berhubungan dengan Pengaruh Lingkungan Sosial
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Definisi: Pola perilaku yang tidak sehat terkait dengan merokok yang ditunjukkan oleh remaja.
- Karakteristik: Merokok, mengikuti teman merokok, memperoleh rokok dengan mudah, menganggap merokok sebagai gaya hidup yang gaul.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Hasil yang Diharapkan: Remaja dapat mengendalikan dorongan untuk merokok, menolak ajakan teman untuk merokok, dan memahami dampak negatif rokok.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi Keperawatan: Pendidikan kesehatan tentang bahaya merokok, konseling untuk meningkatkan motivasi berhenti merokok, dan pengembangan kegiatan positif untuk remaja di komunitas.
Penjelasan Singkat:
Diagnosis keperawatan ini dirumuskan berdasarkan data yang menunjukkan adanya perilaku merokok yang tinggi di kalangan remaja di Desa Sukamaju. Faktor penyebabnya adalah pengaruh lingkungan sosial, seperti teman sebaya dan anggapan merokok sebagai gaya hidup yang gaul. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah memberikan pendidikan kesehatan tentang bahaya merokok, konseling untuk meningkatkan motivasi berhenti merokok, serta pengembangan kegiatan positif untuk remaja di komunitas, sehingga diharapkan remaja dapat mengendalikan dorongan untuk merokok dan memahami dampak negatif rokok. -
Article No. 1473 | 07 Oct 2024
Klinis : Pasien laki-laki, Tn. R 75 tahun tanpa keluarga sebatangkara, istrinya meninggal karena TBC dan tidak memiliki anak, diantar ke RS oleh tetangga 2 hari yang lalu karena ditemukan pingsan di kamar mandi. Pasien tersebut didiagnosis stroke. Saat ini keadaan umum pasien lemah, pasien mengalami kelumpuhan di sebelah kanan ekstremitas, kekuatan otot menurun dan rentang gerak menurun, rambut tampak kotor dan lepek, gigi berwarna kekuningan, bibir pecah-pecah, bau nafas pasien kurang baik dan menyengat, kulit kering dan keriput, kuku pasien panjang dan kehitaman, pakaian lusuh dan jarang diganti, pasien tidak mampu ke kamar mandi secara mandiri, untuk BAK dan BAB pasien dibantu dengan alat. RR 28x/menit, TD 180/120 mmHg, HR 122x/menit, suhu 390C. pasien mengeluh sulit menggerakan ekstremitasnya sehingga enggan melakukan pergerakan termasuk enggan membersihkan diri. Pasien hanya lulusan SD, terakhir bekerja 10 tahun lalu sebagai buruh bangunan. Pasien memiliki riwayat hipertensi, namun jarang memeriksakan ke puskesmas. Selama di RS, hanya tetangganya yang mendampingi. Pasien tidak nyaman menjalani perawatan di RS dan tampak gelisah selama dirawat. Pasien mengungkapkan untuk apa lagi dia hidup, sejak ditinggal istri, tidak ada anak, tidak ada yg perlu dijadikan tujuan hidup sehingga bersyukur menderita sakit. Selain itu pasien menyatakan ingin mati saja karena sdh terlalu lama ditinggal istri dan sangat menderita. Saat dianjurkan untuk menunaikan ajaran agamanya, pasien tidak mampu sholat karena setelah istrinya meninggal pasien berhenti sholat dan menyalahkan Tuhan sebagai penyebab dari penderitaannya
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat mengenai SDKI, SLKI, dan SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi pasien tersebut:
Diagnosa Keperawatan:
1. Integritas Kulit Terganggu
2. Defisit Perawatan Diri
3. Ketidakberdayaan
4. Koping Individu Tidak Efektif
5. Risiko Infeksi
Penjelasan Singkat Menggunakan SDKI, SLKI, dan SIKI:
1. Integritas Kulit Terganggu
SDKI: Kerusakan pada epidermis, dermis, atau jaringan di bawahnya.
SLKI: Peningkatan risiko kerusakan pada lapisan kulit.
SIKI: Intervensi yang dapat dilakukan adalah perawatan kulit, manajemen nutrisi, dan pencegahan komplikasi.
2. Defisit Perawatan Diri
SDKI: Ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri.
SLKI: Penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri secara mandiri.
SIKI: Intervensi yang dapat dilakukan adalah bantuan perawatan diri, modifikasi lingkungan, dan dukungan keluarga.
3. Ketidakberdayaan
SDKI: Pengalaman subjektif individu bahwa dirinya tidak mampu mempengaruhi atau mengontrol suatu situasi.
SLKI: Perasaan tidak mampu mengendalikan atau mempengaruhi situasi yang dihadapi.
SIKI: Intervensi yang dapat dilakukan adalah pengembangan harga diri, pemberian harapan, dan dukungan emosional.
4. Koping Individu Tidak Efektif
SDKI: Ketidakmampuan untuk mengadaptasi secara konstruktif terhadap faktor-faktor penyebab stres.
SLKI: Penurunan kemampuan individu dalam menggunakan strategi koping yang efektif.
SIKI: Intervensi yang dapat dilakukan adalah terapi kognitif, fasilitasi mekanisme koping, dan dukungan spiritual.
5. Risiko Infeksi
SDKI: Peningkatan risiko masuknya patogen ke dalam tubuh dan/atau menyebar di dalam tubuh.
SLKI: Kondisi yang berisiko meningkatkan paparan terhadap patogen.
SIKI: Intervensi yang dapat dilakukan adalah manajemen nutrisi, perawatan kulit, dan pencegahan infeksi.
Secara keseluruhan, diagnosa keperawatan dan rencana intervensi tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien, mencegah komplikasi, dan membantu pasien dalam beradaptasi dengan kondisinya. -
Article No. 1474 | 07 Oct 2024
Klinis : nyeri perut kanan bawah
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi nyeri perut kanan bawah.
Diagnosa Keperawatan:
Nyeri Akut
Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau yang digambarkan dalam istilah kerusakan tersebut.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Kontrol Nyeri
Definisi: Kemampuan untuk mengontrol atau mengurangi rasa nyeri.
Indikator:
- Melaporkan penurunan intensitas nyeri
- Mendemonstrasikan strategi untuk mengatasi nyeri
- Menunjukkan perilaku untuk mengurangi nyeri
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Manajemen Nyeri
Definisi: Serangkaian tindakan yang dilakukan untuk mengenali, mencegah, dan mengurangi atau menghilangkan nyeri.
Aktivitas Keperawatan:
- Identifikasi karakteristik nyeri (lokasi, kualitas, durasi, frekuensi, dan faktor yang mempengaruhi)
- Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi untuk mengurangi nyeri
- Berikan analgesik sesuai indikasi
- Lakukan intervensi komplementer (misalnya kompres hangat/dingin) untuk mengurangi nyeri
Dengan diagnosa keperawatan "Nyeri Akut" dan intervensi keperawatan yang komprehensif berdasarkan SDKI, SLKI, dan SIKI, diharapkan dapat membantu mengelola nyeri perut kanan bawah secara efektif dan meningkatkan kemampuan pasien dalam mengontrol nyerinya. -
Article No. 1475 | 07 Oct 2024
Klinis : pasien datang dengan keluhan demam .pilek
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, saya akan memberikan kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur atau tindakan medis yang sesuai dengan kondisi pasien yang datang dengan keluhan demam dan pilek.
1. Kode ICD-10:
- Kode: J00
- Deskripsi: Rhinitis akut, rinitis nasal akut
Penjelasan:
Kode ICD-10 J00 "Rhinitis akut, rinitis nasal akut" merupakan diagnosis yang sesuai dengan kondisi pasien yang datang dengan keluhan demam dan pilek. Rhinitis akut adalah peradangan pada membran mukosa hidung yang disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri, yang dapat menyebabkan gejala seperti hidung tersumbat, berair, dan bersin-bersin.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 99.99
- Deskripsi: Pemberian obat-obatan simtomatik (antipiretik, dekongestant, antihistamin)
Penjelasan:
Pada kasus ini, tidak ada tindakan atau prosedur medis yang spesifik. Namun, penatalaksanaan umum untuk pasien dengan kondisi demam dan pilek biasanya meliputi pemberian obat-obatan simtomatik, seperti antipiretik untuk menurunkan demam, dekongestant untuk mengurangi hidung tersumbat, dan antihistamin untuk mengatasi gejala pilek. Kode ICD-9-CM 99.99 dapat digunakan untuk mencatat pemberian obat-obatan simtomatik ini.