Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 1446 | 07 Oct 2024
Klinis : Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun dibawa ke rumah sakit oleh orang tuanya karena adanya pembengkakan di perut yang telah berlangsung selama beberapa minggu. Orang tuanya melaporkan bahwa anaknya sering merasa mual dan muntah, terutama setelah makan. Selain itu, anak tersebut mengalami penurunan berat badan dan nafsu makan yang menurun. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan massa di kuadran abdomen kanan. Dokter mendiagnosis anak tersebut dengan tumor Wilms (nefroblastoma). Manakah diagnosa keperawatan utama yang paling tepat untuk anak ini? a. Defisit nutrisi b. Gangguan citra tubuh c. Nausea (mual muntah) d. Gangguan volume cairan e. Risiko infeksi
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, diagnosa keperawatan utama yang paling tepat untuk anak laki-laki berusia 6 tahun dengan tumor Wilms (nefroblastoma) adalah:
c. Nausea (mual muntah)
Penjelasan:
Menurut SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia), nausea (mual muntah) didefinisikan sebagai sensasi yang tidak menyenangkan dan keinginan untuk muntah. Pada kasus ini, anak tersebut sering merasa mual dan muntah, terutama setelah makan, yang merupakan gejala utama dari kondisinya.
Selain itu, SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia) menyatakan bahwa outcome yang diharapkan dari penanganan nausea (mual muntah) adalah pasien dapat mengendalikan frekuensi dan intensitas mual dan muntah.
Sementara itu, SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) mengidentifikasi beberapa intervensi keperawatan yang dapat dilakukan, seperti manajemen mual dan muntah, terapi nutrisi, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain.
Jadi, diagnosa keperawatan utama yang paling tepat untuk anak laki-laki berusia 6 tahun dengan tumor Wilms (nefroblastoma) adalah nausea (mual muntah), dengan fokus pada penanganan gejala utama yang dialami oleh pasien. -
Article No. 1447 | 07 Oct 2024
Klinis : Pasien laki-laki, usia 58 tahun dirawat di ruang penyakit dalam dengan keluhan kaki dan tangannya yang bengkak sejak 5 bulan SMRS. Keluhan ini menetap dan dirasakan semakin bertambah parah. Pasien mengatakan pada kelopak matanya juga mengalami pembengkakan terutama pada pagi hari. Pasien juga mengatakan bahwa perutnya pernah bengkak dan terasa berisi cairan sekitar 2 bulan yang lalu. Pasien juga merasa frekuensi berkemihnya menurun dibandingkan sebelumnya, dari yang awalnya 5-6 kali sehari menjadi 2-3 kali sehari dengan urine yang sedikit dan keruh. Pasien mengeluhkan luka koreng pada kaki kanannya yang tidak kunjung sembuh walaupun sudah dirawat selama satu bulan. Pasien mengatakan badannya lemas sehingga membuatnya sulit beraktivitas. Pasien mengaku menderita diabetes mellitus dan berobat rutin selama lebih dari 10 tahun ke belakang. Pasien juga mengaku memiliki riwayat hipertensi yang baru diketahuinya 8 bulan yang lalu. Pasien merupakan perokok aktif. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 96 x/menit, pernapasan 24 x/menit, suhu 36,60C. BMI: 20,7 kg/m2 (Normoweight). Pada pemeriksaan mata didapatkan konjungtiva anemis +/+. Pemeriksaan leher, paru dan jantung tidak ditemukan adanya kelainan. Dari inspeksi abdomen didapatkan perut cembung. auskultasi didapatkan bising usus sebanyak 8x/menit, pada palpasi tidak ditemukan nyeri tekan pada seluruh regio abdomen serta tidak ditemukan pembesaran hepar dan limpa, pada. perkusi didapatkan shifting dullness+. Pada pemeriksaan ekstremitas superior dan inferior didapatkan normotonus, gerakan aktif dan edema pitting. Pada pemeriksaan laboratorium darah Rutin didapatkan hasil Hb: 7,7 gr/dl, Ht: 22%, Leukosit 5700/µl, Hitung jenis: Basophil 0%, Eosinophil 0%, Batang 0% Segmen 67%, Limfosit 5%, Monosit 4%. Trombosit: 286000/µl, LED: 56 mm/jam. Pada pemeriksaan kimia darah didapatkan hasil: GDS: 260 mg/dl, Ureum: 242 mg/dl, Creatinine: 15,97 mg/dl. Pada pemeriksaan status lokalis regio pedis dextra didapatkan: Look: Ulkus (+), jaringan nekrotik. (+), pus (+), perdarahan (-), Feel: hangat (+), pulsasi arteri dorsalis pedis (+), sensibilitas. Move: ROM aktif dan pasif terbatas karena nyeri. Pasien didiagnosis mengalami gagal ginjal kronik stadium V ec. Nefropati diabetes + Diabetes Melitus tipe 2+ Hipertensi grade 1+ Ulkus diabetikum. Terapi yang diberikan berupa non medikamentosa yaitu tirah baring, pembatasan cairan 1 liter per hari, pembatasan protein 0,9 g/kgbb per hari, diet rendah garam 2-3 gr per hari, debridement luka, tranfusi PRC200 cc, hemodialisa. Terapi medikamentosa yang diberikan berupa cairan intravena IVFD NaCl 0,9 % X TPM, Captopril 2 x 12,5 mg. Furosemid Injeksi/ 8 Jam, asam folat 2 x 1 mg dan Glimepiride 1 x 2 mg.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan beserta penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI yang sesuai untuk kondisi pasien:
1. Diagnosa Keperawatan: Edema
- SDKI: Edema adalah perubahan volume cairan yang berlebihan dalam ruang interstisial.
- SLKI: Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain pembatasan cairan, pemberian diuretik, kompres hangat, dan elevasi ekstremitas.
- SIKI: Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan antara lain mengkaji edema, memantau tanda-tanda vital, menerapkan manajemen pembatasan cairan, dan melakukan intervensi untuk mengurangi edema.
2. Diagnosa Keperawatan: Intoleransi Aktivitas
- SDKI: Intoleransi Aktivitas adalah ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas rutin yang diinginkan atau diperlukan, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
- SLKI: Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain mengatur ulang aktivitas, meningkatkan energi, dan manajemen kelelahan.
- SIKI: Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan antara lain mengkaji kemampuan aktivitas, memantau tanda-tanda vital saat beraktivitas, dan memberikan asuhan keperawatan untuk meningkatkan toleransi aktivitas.
3. Diagnosa Keperawatan: Risiko Infeksi
- SDKI: Risiko Infeksi adalah rentan terhadap invasi dan multiplikasi organisme patogen yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan.
- SLKI: Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain perawatan luka, pemberian antibiotik, dan pemantauan tanda-tanda infeksi.
- SIKI: Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan antara lain mengkaji tanda-tanda infeksi, melakukan perawatan luka, dan memantau efektivitas terapi antibiotik.
4. Diagnosa Keperawatan: Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
- SDKI: Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit adalah ketidakmampuan tubuh untuk mempertahankan volume, komposisi, dan distribusi cairan dan elektrolit dalam batas normal.
- SLKI: Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain pembatasan cairan, pemberian diuretik, dan pemantauan status cairan dan elektrolit.
- SIKI: Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan antara lain mengkaji status cairan dan elektrolit, memantau asupan dan pengeluaran cairan, dan memberikan intervensi untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit.
Secara keseluruhan, diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi pasien ini adalah edema, intoleransi aktivitas, risiko infeksi, dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Penjelasan singkat mengenai SDKI, SLKI, dan SIKI untuk masing-masing diagnosa telah diberikan. -
Article No. 1448 | 07 Oct 2024
Klinis : nyeri pinggang sampai ke kaki
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan Diagnosa Keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi nyeri pinggang sampai ke kaki.
Diagnosa Keperawatan:
Nyeri Kronik Persisten
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Nyeri Kronik Persisten adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang berlangsung lebih dari 3 bulan dan menetap.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Klien melaporkan penurunan intensitas nyeri.
2. Klien mampu mengontrol nyeri.
3. Klien menunjukkan tanda-tanda penurunan stres fisik.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Manajemen Nyeri
- Identifikasi karakteristik nyeri
- Kolaborasi dengan profesional kesehatan untuk penanganan nyeri
- Ajarkan teknik manajemen nyeri non-farmakologis
2. Peningkatan Koping
- Identifikasi respons nyeri klien
- Bantu klien mengembangkan strategi koping yang efektif
- Dorong partisipasi klien dalam perawatan diri
3. Manajemen Aktivitas
- Evaluasi toleransi klien terhadap aktivitas
- Kolaborasi dengan profesional kesehatan untuk rencana aktivitas
- Ajarkan teknik pengaturan aktivitas yang aman
Dalam konteks akademis, sebagai seorang pakar perawat, saya telah memberikan penjelasan singkat mengenai Diagnosa Keperawatan dan standar SDKI, SLKI, serta SIKI yang sesuai dengan kondisi nyeri pinggang sampai ke kaki. Penanganan yang komprehensif dan kolaboratif dengan tenaga kesehatan lainnya sangat penting untuk mengelola kondisi ini secara efektif. -
Article No. 1449 | 07 Oct 2024
Klinis : Pengkajian pada An. M dengan diagnosa medis gastroenteritis (GEA) dan dehidrasi sedang jenis kelamin perempuan dan berusia 4 tahun 3 bulan. Pasien masuk rumah sakit (IGD) pada tanggal 19 Oktober 2019 pukul 05.00 WIB dan dilakukan pengkajian pada tanggal 20 Oktober 2019 pukul 08.00 WIB. Sumber informasi adalah orang tua anak bernama Ibu Y. dan beralamat di Desa Bendo, Blitar dan bersuku Jawa. Ibu M berpendidikan SMA dan seorang pekerja swasta. Keluhan utama saat masuk rumah sakit: Ibu mengatakan anaknya berak cair tanpa ampas lebih dari 10x dan muntah 5 kali jika diberi makan atau minum dan disertai dengan perut kembung. Saat masuk IGD anak rewel (gelisah), mata agak cowong, bibir kering, dan pipis sedikit. Keluhan saat pengkajian: Ibu mengatakan anaknya masih berak cair dengan ampas 5x warna kuning kehijauan dan berlendir, ibu juga mengatakan bahwa anaknya muntah 3x dan perutnya masih kembung. Ibu klien mengatakan sudah 2 hari ini anaknya berak cair, muntah dan perutnya kembung. Sebelumnya klien makan cilok dari kakaknya. Sebelum ke RS klien sudah dibawa ke ke bidan dan diberikan obat dan oralit, namun kondisi klien tidak membaik, masih sering BAB dan muntah akhirnya dirujuk ke rumah sakit. Ibu klien mengatakan belum pernah masuk rumah sakit sebelumnya, biasanya hanya sakit demam, batuk, pilek dan diare namun tidak sampai dibawa ke RS. Klien juga tidak mempunyai riwayat penyakit kronik seperti kejang demam ,riwayat penyakit jantung, klien juga tidak memiliki riwayat alergi makanan maupun obat, serta tidak memiliki riwayat operasi. Riwayat Kehamilan: Ibu klien mengatakan rutin memeriksakan kandungannya di bidan. Ibu mual muntah namun makanan dan minuman masih tetap masuk dan tercukupi. Pada trimester kedua dan ketiga ibu mengaku tidak ada keluhan. Makanan yang masuk menurut ibu gizinya terpenuhi. Klien lahir secara normal dibidan desa dengan BB 3.100 gram dan langsung menangis dan gerak aktif. Minum ASI hanya sampai 3 bulan karena ibu mengaku air susunya sudah tidak keluar selanjutnya diteruskan dengan pemberian susu formula. Ibu klien mengatakan klien sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Pertumbuhan dan perkembangan anak: Menurut ibu sejak bayi sampai sekarang setiap pemeriksaan di posyandu BB anaknya selalu bertambah dan tidak pernah dibawah garis merah. Berat badan saat ini 13,5 Kg dan TB 101 cm. Perkembangan anak Setelah dilakukan pengkajian dengan DDST perkembangan anak sesuai dengan usianya baik motorik kasar, 2 motorik halus, personal social dan bahasa. Riwayat kesehatan keluarga: Menurut ibu keluarganya tidak memiliki penyakit tertentu dan hanya anaknya ini yang menderita diare. Penyakit yang sering dialami oleh keluar yaitu batuk dan pilek. Ibu klien mengatakan bahwa beliau selalu membersihkan lingkungan rumahnya. Lingkungan rumah: menurut ibu rumahnya bersih dan tidak terlalu luas, pembuangan sampah dikumpulkan dan akan diambil oleh petugas sampah setiap harinya, memiliki kamar mandi WC pribadi. Menurut ibu di lingkungannya jarang terjadi kecelakaan karena jalan depan rumahnya adalah jalan gang kecil dan buntu jadi jarang ada kendaraan, konstruksi bangunan dan jalan aman untuk anakanak dan rumah jauh dari pabrik. Polusi udara maupun suara tidak ada. Menurut ibu ventilasi di rumahnya cukup memadai dan setiap hari selalu dibuka untuk sirkulasi. Menurut ibu pencahayaan di rumahnya cukup baik karena setiap ruangan ada candela yang langsung berhubungan dengan udara luar. Pola aktifitas, di rumah: makan masih disuapi dan minum melalui botol, mandi dimandikan ayah atau ibu, berpakaian mandiri, tetapi baju kaos dan berkancing masih dibantu, toileting dibantu. Aktifitas di tempat tidur hanya saat tidur dan bermain baik dirumah maupun diluar rumah dan sering bermain sendiri dengan teman-temannya. Sedangkan selama di RS semua aktifitas anak dibantu dan anak banyak melakukan aktifitas bermain di atas tempat tidur. Pola Nutrisi, di rumah: ibu klien mengatakan nafsu makan klien baik, makan 3x/hari, satu porsi habis, dengan menu nasi, sayur, lauk tahu, tempe kadang telor, ikan atau daging. Minum di rumah dengan susu dan ir putih kurang lebih 4-6 gelas/hari. Di RS, ibu klien mengatakan nafsu makan klien sangat menurun, hanya mau makan sedikit (1/4 porsi) 3x/sehari, namun muntah 3x dan minum sedikit air putih (100-200cc). Selama di RS tidak boleh tinggi serat dan minuman manis. Pola eliminasi alvi: Di rumah, BAB 1x/hari warna kuning dengan konsistensi padat agak lembek. Di RS, BAB 5x warna kuning, cair dengan ampas. Pola eliminasi urine, di rumah ibu klien mengatakan, klien BAK kurang lebih 35x/hari warna kuning jernih. Di RS ibu klien mengatakan anak BAK 3x/hari. Pola istirahat di rumah tidur siang 2 jam dan di rumah sakit hanya sekitar 1 jam. Di rumah sakit anak sering terbangun dan rewel. Di rumah klien tidur malam selama 9 jam dan di rumah sakit lebih singkat sekitar 7 jam namun sering terbangun juga di malam hari. Kebiasaan sebelum tidur saat dirumah minum susu sedangkan di rumah sakit minta diusap punggungnya. Pola kebersihan di rumah mandi 2x/hari, keramas 1x/hari, menggosok gigi 2x/hari, ganti baju 2x/hari dan potong kuku 1x/minggu. Saat di rumah sakit diseka2x/hari, belum keramas, mengosok gigi 1x/hari, ganti baju 2x/hari, belum memotong kuku, kesulitan anak sulit untuk 3 diajak beraktifitas termasuk aktifitas kebersihan diri. Upaya yang dilakukan ibu merayu anak untuk melakukan aktifitas. Menurut ibu dalam keluarganya, ayahlah yang mengambil keputusan terkait masalah sakit anaknya, namun juga berdiskusi dulu dengan ibu. ibu sedih karena anaknya sudah dirawat 2 hari masih saja diare muntah dan tidak mau makan dan berharap anaknya segera sembuh. Ibu banyak bertanya tentang kondisi anaknya. Nadi ibu 120x/mnt dan RR ibu 25x/mnt Pemeriksaan fisik head to toe: keadaan umum compos mentis, nadi 100x/menit, suhu 36,5 o C, frekuensi pernapasan 24x/menit, tekanan darah 90/70 mmHg. Pemeriksaan kepala: Rambut tampak berminyak, penyebaran rambut merata, warna hitam. Tidak ada luka maupun benjolan dan nyeri tekan dikepala. Mata: Kedua mata bersih, simetris, isokor, mata tidak cowong (mata sudah tidak cowok karena sudah rehidrasi). Hidung: simetris, bersih, pembengkakan tidak ada, nyeri tekan tidak ada, kedua lubang hidung paten. Mulut: Bibir dan mukosa bibir sedikit kering, tidak ada luka pada bibir dan mukosa, nyeri telan dan pembengkakan di leher tidak ada. Thorak dan paru: Inspeksi: Bentuk simetris, pergerakan dinding ada simetris, retraksi dinding dada tidak ada, luka tidak ada. Palpasi: Gerakan dinding dada simetris, focal fremitus simetris kanan dan kiri, perkusi: sonor. Auskultasi: Suara vesikuler, ronkhi dan wheezing tidak ada. Jantung: BJ I dan II normal, tidak ada suara jantung tambahan, ictus cordis terabadi ICS 2 midclavikula kiri. Payudara dan ketiak: simetris, pembengkakan dan benjolan tidak ada. Punggung simetris, luka tidak ada, benjolan tidak ada, nyeri tidak ada. Abdomen: Simetris, luka tidak ada, kulit lembab, distended tidak ada, Massa tidak ada, turgor agak lambat 2 detik (masih bisa melihat libpatan kulit saat cubitan kita lepaskan), nyeri tekan tidak ada, perkusi: hypertympani, auskultasi bising usus 20x/mnt. Genetalia: di daerah anus terdapat ruam kemerahan dengan diameter 6 cm dan nyeri tekan pada daerah luka (anak cenderung menangis saat dibersihkan pada daerah anus). Ekstremitas tidak ada masalah. Kulit tidak sianosi dan tidak icterus, tidak sianosi dan tidak icterus, turgor kulit agak lambat (2 detik, masih bisa melihat libpatan kulit saat cubitan kita lepaskan), kulit lembab. Hasil pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan nilai abnormal yaitu: leukosit 12 x 10 3 (3,7 – 10,1 x 10 3 ), terdapat leukosit pada feses. Klien mendapat terapi farmakologis berupa: cairan parenteral Ka-En 3B KaEn 3B 1250cc/24 jam (infus makro), injeksi amoxicillin 3x400mg ,terapi oral zync kid 1x ½ tablet sampai 10 hari.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang Anda berikan, berikut adalah Diagnosa Keperawatan, penjelasan singkat SDKI, SLKI, dan SIKI untuk kondisi An. M dengan diagnosa medis gastroenteritis (GEA) dan dehidrasi sedang:
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diare dan muntah.
2. Intoleransi nutrisi berhubungan dengan mual dan muntah.
3. Nyeri pada area anus berhubungan dengan iritasi pada kulit anus.
Penjelasan singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
1. Risiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit: Kondisi yang menunjukkan ketidakmampuan mempertahankan keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam-basa yang adekuat, yang dapat mengancam kesehatan.
2. Intoleransi nutrisi: Ketidakmampuan untuk menerima atau mentoleransi nutrisi yang dibutuhkan untuk metabolisme normal.
3. Nyeri: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Keseimbangan cairan yang memadai, Asupan nutrisi adekuat, Bebas nyeri.
2. Tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan, Tidak terjadi mual muntah, Tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri.
3. Melaporkan nyeri berkurang, Menunjukkan perilaku tanpa nyeri.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Pemantauan tanda-tanda vital, Pemberian cairan intravena, Edukasi perawatan diare dan dehidrasi.
2. Manajemen mual dan muntah, Pemberian nutrisi enteral, Edukasi nutrisi.
3. Manajemen nyeri, Perawatan kulit, Edukasi manajemen nyeri.
Secara umum, rencana keperawatan berfokus pada upaya menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mempertahankan asupan nutrisi yang adekuat, serta mengelola nyeri pada area anus akibat iritasi. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan mencakup pemantauan tanda-tanda vital, pemberian cairan, manajemen mual dan muntah, serta perawatan kulit dan manajemen nyeri pada area anus. -
Article No. 1450 | 07 Oct 2024
Klinis : intervensi resiko infeksi
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi intervensi risiko infeksi.
Diagnosa Keperawatan:
Risiko Infeksi
Penjelasan singkat:
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
Risiko Infeksi didefinisikan sebagai kerentanan terhadap invasi dan multiplikasi organisme patogen, yang dapat menimbulkan kerusakan sel dan jaringan. Kondisi ini disebabkan oleh faktor internal seperti sistem imun yang menurun atau faktor eksternal seperti lingkungan yang tidak higienis.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari penanganan risiko infeksi adalah pasien dapat mencegah infeksi, mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi, dan mengelola infeksi yang terjadi. Indikator keberhasilannya termasuk tidak ada tanda-tanda infeksi, tidak ada peningkatan suhu tubuh, dan tidak ada komplikasi infeksi.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan untuk menangani risiko infeksi mencakup edukasi pasien tentang pencegahan infeksi, pemantauan tanda-tanda vital dan tanda infeksi, serta tindakan aseptik saat melakukan perawatan. Intervensi lainnya adalah menjaga kebersihan lingkungan, mengendalikan faktor-faktor risiko, dan kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk penanganan infeksi yang terjadi.
Sebagai perawat, saya akan menerapkan standar SDKI, SLKI, dan SIKI ini dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan berkualitas untuk menangani risiko infeksi pada pasien. -
Article No. 1451 | 07 Oct 2024
Klinis : pasien datang untuk buka jhitan luka pada dahi
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Dengan senang hati, saya akan berikan kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis yang sesuai dengan kasus pasien yang ingin membuka jahitan luka pada dahi, dengan format yang terstruktur dan penjelasan detail.
1. Kode ICD-10:
- Kode: S01.01
- Deskripsi: Luka terbuka pada dahi
2. Kode ICD-9-CM Procedure:
- Kode: 86.59
- Deskripsi: Prosedur pembukaan dan perawatan luka terbuka, lokasi lain
Penjelasan:
1. Kode ICD-10 S01.01 digunakan untuk mengkodekan luka terbuka pada dahi. Kode ini termasuk dalam kategori S00-S09, yang mencakup cedera kepala. Subkategori S01 secara spesifik mengkodekan luka terbuka pada kepala.
2. Kode ICD-9-CM 86.59 digunakan untuk mengkodekan prosedur pembukaan dan perawatan luka terbuka di lokasi selain kulit kepala, muka, leher, atau kelopak mata. Ini mencakup tindakan seperti pembukaan jahitan luka, debridemen, dan perawatan luka terbuka lainnya.
Penggunaan kode ini akan membantu dalam pencatatan dan dokumentasi yang akurat terkait diagnosis dan prosedur yang dilakukan pada pasien, sehingga dapat mendukung proses perawatan, penagihan, dan analisis data kesehatan. -
Article No. 1452 | 07 Oct 2024
Klinis : Seorang pria 54 tahun datang ke klinik dengan keluhan dada terasa terhimpit disertai sesak napas. Nyeri dirasakan tiba-tiba ketika ia sedang bekerja membersihkan gudang disertai diaphoresis, namun nyeri berkurang saat istirahat. Pasien mengalami nyeri dada substenal intermitten dan menjalar ke lengan kiri. Pasien memiliki Riwayat hipertensi dan dislipidemią. Riwayat keluarga, ayah pasien meninggal karena serangan jantung pada usia 56 tahun. Hasil pemeriksaan EKG ditemukan ST Elevasi. Pasien dirujuk ke RS dan setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium ditemukan hasil Troponin T meningkat, sehingga pasien harus dirawat di CVCU.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan informasi yang diberikan, diagnosis dan tindakan medis yang sesuai adalah:
1. Kode ICD-10:
- Kode: I21.0
- Deskripsi: STEMI (ST-Elevation Myocardial Infarction) atau Infark Miokard Akut dengan Elevasi Segmen ST. Kode ini menggambarkan kondisi pasien yang mengalami serangan jantung akut dengan adanya peningkatan segmen ST pada pemeriksaan EKG.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 93.90
- Deskripsi: Pemantauan kardiovaskular, tidak diklasifikasikan di tempat lain. Kode ini menggambarkan tindakan pemantauan kondisi kardiovaskular pasien di CVCU (Cardiovascular Care Unit) setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan peningkatan Troponin T.
Penjelasan detail:
Berdasarkan gejala yang dialami pasien, yaitu nyeri dada yang tiba-tiba saat bekerja, disertai sesak napas, diaphoresis, dan menjalar ke lengan kiri, serta hasil pemeriksaan EKG yang menunjukkan ST-Elevation, diagnosis yang sesuai adalah STEMI (ST-Elevation Myocardial Infarction) atau Infark Miokard Akut dengan Elevasi Segmen ST (Kode ICD-10: I21.0). Kondisi ini menunjukkan adanya sumbatan arteri koroner yang menyebabkan kerusakan pada otot jantung.
Selanjutnya, setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium dan ditemukan peningkatan Troponin T, pasien perlu dirawat di CVCU (Cardiovascular Care Unit) untuk pemantauan kondisi kardiovaskular yang sesuai dengan Kode ICD-9-CM Procedure: 93.90 (Pemantauan kardiovaskular, tidak diklasifikasikan di tempat lain). -
Article No. 1453 | 07 Oct 2024
Klinis : Seorang pria 54 tahun datang ke klinik dengan keluhan dada terasa terhimpit disertai sesak napas. Nyeri dirasakan tiba-tiba ketika ia sedang bekerja membersihkan gudang disertai diaphoresis, namun nyeri berkurang saat istirahat. Pasien mengalami nyeri dada substenal intermitten dan menjalar ke lengan kiri. Pasien memiliki Riwayat hipertensi dan dislipidemią. Riwayat keluarga, ayah pasien meninggal karena serangan jantung pada usia 56 tahun. Hasil pemeriksaan EKG ditemukan ST Elevasi. Pasien dirujuk ke RS dan setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium ditemukan hasil Troponin T meningkat, sehingga pasien harus dirawat di CVCU.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi yang Anda sampaikan.
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia miokard, ditandai dengan rasa nyeri dada terhimpit, sesak napas, dan menjalar ke lengan kiri.
Penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Nyeri akut: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam istilah-istilah tersebut.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Kontrol Nyeri: Kemampuan individu untuk mencegah, meminimalkan, atau menghilangkan rasa nyeri dan mencapai tingkat kenyamanan yang diinginkan.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Manajemen Nyeri: Tindakan yang dilakukan untuk mengenali, mencegah, dan mengendalikan nyeri yang dialami oleh pasien.
- Edukasi Manajemen Nyeri: Pemberian informasi kepada pasien dan keluarga mengenai nyeri dan strategi untuk mengendalikan nyeri.
- Terapi Relaksasi: Tindakan untuk mengurangi ketegangan fisik, mental, dan emosional pasien.
Dalam kasus ini, pasien mengalami nyeri dada akut yang berkaitan dengan iskemia miokard. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain manajemen nyeri, edukasi manajemen nyeri, dan terapi relaksasi untuk membantu pasien mengelola nyeri yang dirasakan. Pemantauan tanda-tanda vital dan penggunaan obat-obatan sesuai resep juga penting dalam penanganan pasien. -
Article No. 1454 | 07 Oct 2024
Klinis : Seorang pria 54 tahun datang ke klinik dengan keluhan dada terasa terhimpit disertai sesak napas. Nyeri dirasakan tiba-tiba ketika ia sedang bekerja membersihkan gudang disertai diaphoresis, namun nyeri berkurang saat istirahat. Pasien mengalami nyeri dada substenal intermitten dan menjalar ke lengan kiri. Pasien memiliki Riwayat hipertensi dan dislipidemią. Riwayat keluarga, ayah pasien meninggal karena serangan jantung pada usia 56 tahun. Hasil pemeriksaan EKG ditemukan ST Elevasi. Pasien dirujuk ke RS dan setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium ditemukan hasil Troponin T meningkat, sehingga pasien harus dirawat di CVCU.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri Dada Akut (00132)
Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang terkait dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial pada dada.
2. Risiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Kardiak (00200)
Definisi: Berisiko mengalami pengurangan aliran darah ke jantung, yang dapat mengancam kesehatan.
Penjelasan Singkat SDKI - SLKI - SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
1. Nyeri Dada Akut (00132)
- Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang terkait dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial pada dada.
- Penyebab: Infark miokard, angina pektoris, diseksi aorta, embolisme paru, pneumotoraks.
- Gejala: Nyeri dada substernal, menjalar ke lengan kiri, diaphoresis, mual, gelisah.
2. Risiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Kardiak (00200)
- Definisi: Berisiko mengalami pengurangan aliran darah ke jantung, yang dapat mengancam kesehatan.
- Faktor Risiko: Riwayat penyakit jantung, hipertensi, dislipidemia, riwayat keluarga dengan penyakit jantung.
- Gejala: Nyeri dada, sesak napas, diaphoresis, perubahan EKG.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Nyeri Terkontrol (1605)
2. Perfusi Jaringan Jantung (0404)
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Manajemen Nyeri (1400)
2. Pemantauan Jantung (4920)
3. Terapi Oksigen (3320)
4. Edukasi Manajemen Penyakit Jantung Koroner (7130)
Dalam kasus ini, pasien mengalami gejala infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (STEMI) yang perlu segera dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan medis yang tepat, seperti terapi trombolitik atau intervensi koroner perkutan. -
Article No. 1455 | 07 Oct 2024
Klinis : Bintil semakin bertambah banyak membentuk gerombolan. Saat ini, pasien mengakui merasa sangat perih, panas seperti terbakar dan gatal. Keluhan juga disertai nyeri seperti ditusuk tusuk, sehingga pasien sulit tidur. Kondisi gatal semakin memburuk saat terkena panas dan keringat. Bintil berisi cairan berwarna bening dan terasa panas di sekitar luka. Pasien mengaku bahwa saat gatal pasien menggaruk di daerah sekitar yang gatal.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, sesuai dengan gejala-gejala yang Anda paparkan, saya sebagai perawat profesional memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat terkait SDKI, SLKI, dan SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sebagai berikut:
Diagnosa Keperawatan:
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan rasa nyeri dan ketidaknyamanan akibat infeksi kulit.
Penjelasan:
1. SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia)
Intoleransi aktivitas adalah ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas harian yang diinginkan atau dibutuhkan, yang disebabkan oleh keterbatasan fisik, psikologis, atau lingkungan.
2. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia)
Luaran yang diharapkan dari diagnosa ini adalah pasien dapat mendemonstrasikan toleransi terhadap aktivitas sehari-hari, menunjukkan peningkatan kemampuan fungsional, dan melaporkan berkurangnya nyeri atau ketidaknyamanan.
3. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia)
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain manajemen nyeri, perawatan luka, edukasi terkait infeksi kulit, dan pemberian obat sesuai indikasi medis. Selain itu, intervensi juga dapat diarahkan untuk meningkatkan toleransi dan aktivitas pasien secara bertahap.
Demikian penjelasan singkat terkait diagnosa keperawatan dan standar PPNI (SDKI, SLKI, SIKI) untuk kondisi yang Anda deskripsikan. Jika ada pertanyaan lebih lanjut, saya siap membantu.