Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 3392 | 24 Oct 2024
Klinis : pasien datang dengan keluhan pasien datang dengan keluhan telinga masuk sisa cotton bud
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan Integritas Kulit (INTGK)
Definisi: Kerusakan atau perubahan struktur dan fungsi kulit.
Faktor yang berhubungan: Masuknya benda asing (sisa cotton bud) ke dalam telinga.
Penjelasan Singkat Standar SDKI - SLKI - SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Menjelaskan definisi, penyebab, tanda dan gejala dari diagnosa keperawatan "Gangguan Integritas Kulit".
- Memberikan pedoman dalam mengidentifikasi masalah kesehatan pasien terkait integritas kulit.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Menetapkan luaran/hasil yang diharapkan dari intervensi keperawatan untuk mengatasi "Gangguan Integritas Kulit".
- Contoh luaran: Integritas kulit membaik, Tidak terjadi komplikasi, Nyeri berkurang, dll.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Memberikan panduan intervensi keperawatan untuk mengatasi "Gangguan Integritas Kulit".
- Intervensi dapat mencakup perawatan luka, manajemen nyeri, edukasi pasien, dll.
Dengan menggunakan standar SDKI, SLKI, dan SIKI, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang terstruktur dan berpedoman pada praktik berbasis bukti untuk mengatasi masalah kesehatan pasien terkait kondisi yang dialami. -
Article No. 3393 | 24 Oct 2024
Klinis : pasien mengatakan penglihatanya kabur
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosis keperawatan dan penjelasan singkat sesuai dengan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi pasien yang mengeluhkan penglihatan kabur.
Diagnosis Keperawatan:
Gangguan Sensori Persepsi: Penglihatan Terganggu
Penjelasan Singkat:
1. Definisi: Gangguan dalam kemampuan untuk menerima, menginterpretasi, dan merespons rangsangan visual.
2. Faktor yang Berhubungan: Perubahan struktur atau fungsi mata, penyakit atau cedera yang mempengaruhi sistem visual, dan penggunaan obat-obatan.
3. Karakteristik:
- Pasien mengeluhkan penglihatan kabur atau tidak jelas.
- Pasien mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas yang memerlukan penglihatan yang tajam.
- Pasien mengalami penurunan kemampuan untuk membaca atau melakukan aktivitas yang memerlukan penglihatan yang jelas.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan:
1. Pasien dapat melaporkan peningkatan ketajaman penglihatan.
2. Pasien dapat melaporkan peningkatan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang memerlukan penglihatan.
3. Pasien dapat mendemonstrasikan penggunaan alat bantu penglihatan secara efektif.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi Keperawatan:
1. Manajemen Penglihatan
- Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat memengaruhi penglihatan.
- Mengajarkan pasien teknik untuk meminimalkan gangguan penglihatan.
- Merekomendasikan penggunaan alat bantu penglihatan, jika diperlukan.
2. Edukasi Kesehatan
- Memberikan informasi tentang gangguan penglihatan dan cara penanganannya.
- Mengajarkan pasien tentang perawatan mata dan pencegahan komplikasi.
3. Kolaborasi
- Berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain, seperti oftalmolog, untuk menangani masalah penglihatan pasien. -
Article No. 3394 | 24 Oct 2024
Klinis : radang
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan dan Penjelasan Singkat SDKI - SLKI - SIKI Standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk Kondisi Radang:
Diagnosa Keperawatan:
Nyeri Akut
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Nyeri Akut didefinisikan sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau digambarkan dalam istilah-istilah kerusakan tersebut. Nyeri akut memiliki karakteristik: tiba-tiba, sifat dan intensitas berfluktuasi, serta durasi terbatas.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari Nyeri Akut adalah Klien melaporkan nyeri terkontrol, Klien dapat beradaptasi terhadap nyeri, dan Klien menunjukkan perilaku yang efektif untuk mengatasi nyeri.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi Nyeri Akut meliputi: Manajemen Nyeri, Manajemen Lingkungan, Terapi Modalitas, Edukasi Kesehatan, dan Kolaborasi.
Sebagai seorang perawat, saya akan fokus pada penilaian yang komprehensif terhadap kondisi klien, pemberian intervensi keperawatan yang tepat, serta pemantauan dan evaluasi hasil untuk memastikan bahwa nyeri klien dapat terkontrol dan klien dapat beradaptasi dengan baik. -
Article No. 3395 | 24 Oct 2024
Klinis : sehat
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan: Tidak Ada Diagnosa Keperawatan
Penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi "sehat":
1. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI):
- SDKI merupakan standar yang digunakan untuk mengidentifikasi masalah kesehatan dan keperawatan yang dialami oleh klien.
- Dalam kondisi "sehat", tidak terdapat masalah kesehatan atau keperawatan yang memerlukan diagnosis keperawatan.
2. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI):
- SLKI adalah standar yang digunakan untuk menentukan hasil yang diharapkan dari intervensi keperawatan.
- Dalam kondisi "sehat", tidak ada luaran keperawatan yang spesifik yang perlu ditetapkan, karena tidak ada diagnosis keperawatan yang teridentifikasi.
3. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI):
- SIKI adalah standar yang digunakan untuk menentukan tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mencapai luaran yang diharapkan.
- Dalam kondisi "sehat", tidak ada intervensi keperawatan yang spesifik yang perlu dilakukan, karena tidak ada diagnosis keperawatan yang teridentifikasi.
Secara umum, dalam kondisi "sehat", tidak ditemukan adanya masalah kesehatan atau keperawatan yang memerlukan diagnosis keperawatan, luaran keperawatan, atau intervensi keperawatan berdasarkan standar SDKI, SLKI, dan SIKI yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Fokus utama asuhan keperawatan pada kondisi sehat adalah pada upaya promosi kesehatan dan pencegahan penyakit. -
Article No. 3396 | 24 Oct 2024
Klinis : anemia
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Selamat siang. Sebagai seorang perawat, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi anemia.
Diagnosa Keperawatan:
1. Kelelahan Berhubungan dengan Penurunan Kadar Hemoglobin
Penjelasan:
- SDKI: Kelelahan adalah respons subjektif terhadap kondisi fisik, emosional, dan mental yang terkait dengan perubahan kapasitas untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
- SLKI: Peningkatan tingkat energi, peningkatan toleransi aktivitas, dan peningkatan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.
- SIKI: Intervensi yang dapat dilakukan meliputi manajemen energi, pemberian informasi tentang anemia dan manajemen diri, serta kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya untuk penatalaksanaan anemia.
2. Intoleransi Aktivitas Berhubungan dengan Penurunan Kadar Hemoglobin
Penjelasan:
- SDKI: Intoleransi aktivitas adalah ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas rutin.
- SLKI: Peningkatan toleransi aktivitas, peningkatan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan, dan peningkatan kemampuan untuk menyelesaikan aktivitas sehari-hari.
- SIKI: Intervensi yang dapat dilakukan meliputi manajemen aktivitas, pemberian informasi tentang anemia dan manajemen diri, serta pemberian dukungan emosional.
Dengan diagnosa dan penjelasan singkat ini, diharapkan dapat membantu penanganan pasien dengan anemia secara komprehensif sesuai standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Jika ada pertanyaan lebih lanjut, saya siap untuk memberikan penjelasan lebih rinci. -
Article No. 3397 | 24 Oct 2024
Klinis : dm
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat terkait SDKI, SLKI, dan SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi Diabetes Mellitus (DM).
Diagnosa Keperawatan:
1. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah
Penjelasan: Kondisi di mana pasien mengalami fluktuasi kadar glukosa darah yang tidak terkontrol, baik hiperglikemia maupun hipoglikemia, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan penggunaan insulin atau obat antidiabetes.
2. Risiko Komplikasi
Penjelasan: Kondisi di mana pasien berisiko mengalami komplikasi akut maupun kronis dari DM, seperti neuropati, retinopati, nefropati, dan penyakit kardiovaskular, yang dapat disebabkan oleh kontrol glikemik yang buruk dan faktor risiko lainnya.
3. Kekurangan Pengetahuan
Penjelasan: Kondisi di mana pasien memiliki pengetahuan yang kurang tentang DM, termasuk manajemen pengobatan, diet, aktivitas fisik, dan pemantauan kadar glukosa darah, yang dapat menghambat kemampuan pasien dalam mengontrol penyakitnya.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
SDKI merupakan standar diagnosis keperawatan yang ditetapkan oleh PPNI. Diagnosis keperawatan di atas telah sesuai dengan SDKI dan mencakup aspek respons pasien terhadap kondisi kesehatan, potensi masalah kesehatan, serta kebutuhan pasien yang memerlukan intervensi keperawatan.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
SLKI merupakan standar luaran keperawatan yang ditetapkan oleh PPNI. Luaran keperawatan yang diharapkan dari diagnosa keperawatan di atas mencakup stabilitas kadar glukosa darah, pencegahan komplikasi, serta peningkatan pengetahuan dan kemampuan pasien dalam mengelola penyakitnya.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
SIKI merupakan standar intervensi keperawatan yang ditetapkan oleh PPNI. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi diagnosa keperawatan di atas meliputi pemantauan kadar glukosa darah, edukasi manajemen DM, pemberian terapi insulin atau obat antidiabetes, serta intervensi untuk pencegahan komplikasi.
Dengan demikian, diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat terkait SDKI, SLKI, dan SIKI standar PPNI untuk kondisi Diabetes Mellitus (DM) telah saya sampaikan. Sebagai perawat, saya siap untuk memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan sesuai dengan standar praktik keperawatan. -
Article No. 3398 | 24 Oct 2024
Klinis : SEORANG REMAJA PUTRI USIA 17 TAHUN MENGURUNG DIRI DAN MENDENGAR SUARA
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Sebagai seorang perawat profesional, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat terkait SDKI, SLKI, dan SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi seorang remaja putri usia 17 tahun yang mengurung diri dan mendengar suara.
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Perilaku Kekerasan berhubungan dengan gangguan psikologis.
2. Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi berhubungan dengan kondisi psikologis.
3. Isolasi Sosial berhubungan dengan perilaku menarik diri.
Penjelasan singkat:
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
1. Risiko Perilaku Kekerasan: Kemungkinan terjadinya tindakan yang dapat mencederai diri sendiri, orang lain, atau lingkungan secara fisik, verbal, atau psikologis.
2. Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi: Persepsi sensorik yang terjadi tanpa stimulus eksternal yang sesuai.
3. Isolasi Sosial: Keadaan di mana individu mengalami keterasingan dari orang lain atau kelompok.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Kontrol Perilaku: Kemampuan individu untuk mengendalikan perilaku agresif atau kekerasan.
2. Persepsi Sensori: Kemampuan individu untuk menerima, menginterpretasi, dan merespons stimulus sensorik.
3. Interaksi Sosial: Kemampuan individu untuk berinteraksi dengan orang lain.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Manajemen Perilaku: Intervensi untuk membantu individu dalam mengendalikan perilaku agresif atau kekerasan.
2. Terapi Realitas: Intervensi untuk membantu individu mengatasi halusinasi dengan cara memperkuat kontak dengan realitas.
3. Peningkatan Sosialisasi: Intervensi untuk membantu individu dalam meningkatkan kemampuan berinteraksi dengan orang lain.
Sebagai perawat, saya akan menggunakan pendekatan holistik dan berpusat pada pasien untuk membantu remaja putri ini mengatasi kondisinya. Dengan penerapan standar SDKI, SLKI, dan SIKI yang tepat, diharapkan pasien dapat mencapai hasil perawatan yang optimal. -
Article No. 3399 | 24 Oct 2024
Klinis : SEORANG REMAJA PUTRI USIA 17 TAHUN MENGURUNG DIRI DAN MENDENGAR SUARA
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, berikut adalah kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis yang sesuai dengan kondisi yang Anda jelaskan:
1. Kode ICD-10:
- Kode: F23 - Gangguan psikotik akut dan sementara
- Deskripsi: Kondisi ini dapat diklasifikasikan sebagai Gangguan psikotik akut dan sementara (F23) berdasarkan gejala yang Anda deskripsikan, yaitu pengurangan diri dan adanya suara-suara yang didengar oleh pasien. Diagnosis ini mencakup berbagai jenis gangguan psikotik sementara yang muncul secara tiba-tiba tanpa penyebab yang jelas.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 94.16 - Terapi psikiatri, aktif
- Deskripsi: Pasien dengan kondisi ini kemungkinan akan membutuhkan intervensi terapeutik psikiatri aktif, yang dapat mencakup terapi individual, terapi kelompok, atau kombinasi terapi, untuk mengatasi gejala psikotik yang dialaminya. Kode 94.16 dalam ICD-9-CM menggambarkan kategori prosedur terkait dengan terapi psikiatri aktif.
Penjelasan rinci:
- Kode ICD-10 F23 mengindikasikan bahwa pasien mengalami gangguan psikotik akut dan sementara, yang ditandai dengan munculnya gejala psikotik yang tiba-tiba dan tidak disebabkan oleh kondisi medis lain atau penggunaan zat.
- Pengurangan diri dan adanya suara-suara yang didengar oleh pasien merupakan gejala khas dari gangguan psikotik akut dan sementara.
- Pasien mungkin memerlukan intervensi terapeutik psikiatri aktif, yang dapat mencakup terapi individual, terapi kelompok, atau kombinasi terapi, untuk mengatasi gejala psikotik yang dialaminya. Kode ICD-9-CM 94.16 mencakup kategori prosedur terkait dengan terapi psikiatri aktif.
- Penanganan yang komprehensif, termasuk penilaian psikiatri, intervensi terapeutik, dan pengobatan yang sesuai, akan sangat penting untuk mengatasi kondisi pasien dan mencegah komplikasi lebih lanjut. -
Article No. 3400 | 24 Oct 2024
Klinis : Pasien Ny. M usia 56 tahun datang ke poli bedah onkologi RSUDAM dengan keluhan muncul benjolan pada leher bagian kiri. Benjolan muncul sejak 4 bulan sebelum pasien datang ke RSAM. Benjolan berbentuk bulat dan awalnya sebesar kelereng atau sekitar 1 cm, tetapi lama- kelamaan benjolan tersebut membesar. Saat datang ke poli benjolan tersebut berukuran kurang lebih 8 cm. Benjolan terasa keras apabila diraba tetapi benjolan tersebut tidak terasa nyeri ataupun gatal. Benjolan berwarna seperti kulit sekitarnya dan tidak pernah berwarna kemerahan ataupun kehitaman. Pasien tidak mengalami kesulitan bernapas ataupun kesulitan dalam menelan. Berdebar-debar di dada dan mudah lelah disangkal. Pasien tidak mengalami penurunan berat badan drastis tanpa penyebab yang jelas. Sebelumnya, yaitu pada tahun 2016, 5 tahun yang lalu pasien pernah mengalami benjolan pada leher sebelah kiri. Benjolan berukuran sekitar 10 cm dan dioperasi karena mulai menyebabkan pasien merasa tidak nyaman. Pasien sempat meminum obat selama beberapa bulan lalu berhenti tetapi pasien tidak membawa dan tidak ingat nama obatnya. Riwayat alergi, Riwayat penyakit sistemik, dan keluhan serupa pada keluarga di sangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, nadi 70x/menit, respirasi 20x/menit, suhu aksila 36,6°C. Pada pemeriksaan kepala leher didapatkan massa di leher sebelah kiri berukuran kurang lebih 8x6 cm, teraba keras, berbatas tegas, immobile, berwarna kulit, dan pasien tidak merasakan nyeri. Pemeriksaan fisik thoraks, abdomen, dan ekstremitas tidak didapatkan kelainan. Pada pemeriksaan penunjang pasien diperoleh hasil pemeriksaan laboratorium berupa darah lengkap dengan hasil Hb 13,1 g/dL, Ht 41%, Leukosit 8.100/µL, Eritrosit 4,5 juta/µL, Trombosit 404.000/µL, MCV 89 fl, MCH 29 pg, MCHC 32 g/dL, LED 13 mm/jam. Hitung jenis basophil 0%, Eosinofil 0%, Batang 0%, Segmen 61%, Limfosit 33%, Monosit 6%. Pemeriksaan kimia darah yaitu SGOT 23 U/L, SGPT 34 U/L, GDS 97 mg/dL, Ureum 21 mg/dL, Creatinin 0,64 mg/dl, Natrium 140 mmol/L, Kalium 3,6 mmol/L, Kalsium 8,7 mg/dl, Klorida 111 mmol/L, CT 8 menit, BT 2 menit. Pemeriksaan fungsi tiroid T3 1,48 nmol/L dan 77.950 nmol/L. Hasil pemeriksaan rontgen thorax dalam batas normal. Hasil pemeriksaan FNAB makroskopis yaitu Benjolan submandibular kiri, 2 tahun kistik isi cairan 10cc encer kuning. Hasil pemeriksaan mikroskopis adalah sediaan sitologi dari submandibular terdiri atas tumor kistik yang mengandung sel makrofag, kista dan sedikit kelompokan sel epitel dengan kesan yaitu adanya kista retensi yang dapat berasal dari kelenjar liur dd/kista sisa perkembangan. Berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka diagnosis pada pasien ini adalah karsinoma tiroid dengan direncanakan untuk tindakan operasi yaitu RND. Pada kunjungan preoperatif didapatkan kondisi pasien tampak sakit sedang dengan skor American Society of Anesthesiologist (ASA) II. Hasil pemeriksaan laboratorium pasien memperoleh hasil dalam batas normal. Pemeriksaan pasien meliputi identitas pasien, persetujuan operasi, lembaran konsultasi anestesi, obat-obatan dan alat- alat uang diperlukan. Pasien dan keluarganya dijelaskan mengenai prosedur anestesi yang akan dilakukan. Pasien telah berpuasa selama 12 jam sebelum operasi. Pasien di instruksikan untuk menjaga oral hygiene, mengosongkan kandung kemih dan berdoa. Pasien dipastikan tidak menggunakan gigi palsu dan melepaskan perhiasan, lensa kontak maupun aksesoris lainnya. Kemudian pasien mengganti pakaian dengan pakaian operasi. Pasien juga dipasangkan akses intravena loading cairan kristaloid (Ringer Laktat) dengan menggunakan set tranfusi No. 18 telah terpasang di tangan kiri dan kanan dan menetes lancar. Lalu, pasien dibaringkan di meja operasi dengan posisi telentang. Di kamar operasi, pasien dipasang tensimeter dan saturasi oksigen untuk evaluasi nadi, tekanan darah, dan saturasi oksigen. Pada pasien ini didapatkan nadi pre-anastesi 70 kali/menit, tekanan darah 157/91 mmHg, dan saturasi oksigen 98%. Alat yang dipersiapkan di kamar operasi adalah mesin anestesi, monitor, selang penghubung (connector), face mask, tensimeter, oksimeter, memastikan selang gas O2 dan N2O terhubung dengan sumber sentral, mengisi vaporizer sevoflurane. Sebelum dilakukan induksi, pasien diberikan fentanyl 100 mcg yang berfungsi sebagai analgetik. Pasien juga di injeksi degan propofol 120 mg sebagai sedasi. Pasien diinduksi menggunakan gas oksigen dan sevofluran sebanyak 2% yang dialirkan ke sungkup dan ditempelkan terlebih dahulu ke wajah pasien sambal dilakukan Jaw Thrust dan melihat pergerakan dinding dadanya. Pasien dilakukan intubasi ETT nomor 7 dengan teknik intubasi apneu dengan muscle relaxant yaitu atracurium bromide 35 mg. Selama operasi, anestesi dipelihara dengan oksigen dan sevoflurane 2%. Operasi berlangsung kurang lebih selama 2 jam. Saat operasi hemodinamik pasien stabil, nadi dan saturasi dalam batas normal. Setelah operasi selesai, pasien dilakukan ekstubasi dan pasien dapat bernafas spontan regular dengan tanda- tanda vital yang dipertahankan stabil.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kasus yang dipaparkan, berikut adalah Diagnosa Keperawatan, penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI, serta intervensi keperawatan yang dapat dilakukan:
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya massa di leher
2. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur operasi
3. Risiko perdarahan berhubungan dengan prosedur operasi
4. Risiko nyeri berhubungan dengan prosedur operasi
Penjelasan SDKI - SLKI - SIKI:
1. Risiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya massa di leher
- SDKI: Gangguan Pertukaran Gas
- SLKI: Pemantauan Respirasi
- SIKI: Pengelolaan Jalan Napas
2. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur operasi
- SDKI: Risiko Infeksi
- SLKI: Pencegahan Infeksi
- SIKI: Perawatan Luka Operasi
3. Risiko perdarahan berhubungan dengan prosedur operasi
- SDKI: Risiko Perdarahan
- SLKI: Pemantauan Tanda Vital
- SIKI: Pencegahan Perdarahan
4. Risiko nyeri berhubungan dengan prosedur operasi
- SDKI: Nyeri Akut
- SLKI: Manajemen Nyeri
- SIKI: Pemberian Analgesik
Intervensi Keperawatan:
1. Risiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya massa di leher
- Pantau tanda-tanda vital, khususnya pernapasan
- Anjurkan pasien untuk bernapas dalam dan batuk efektif
- Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
2. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur operasi
- Pertahankan teknik aseptik dan sterilisasi selama perawatan luka operasi
- Pantau tanda-tanda infeksi, seperti peningkatan suhu, nyeri, atau perubahan warna luka
- Berikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang perawatan luka operasi
3. Risiko perdarahan berhubungan dengan prosedur operasi
- Pantau tanda-tanda vital, khususnya nadi, tekanan darah, dan jumlah perdarahan
- Pertahankan akses intravena yang adekuat
- Berikan intervensi untuk mencegah perdarahan, seperti kompresi, penjahitan, atau pemberian obat hemostasis
4. Risiko nyeri berhubungan dengan prosedur operasi
- Pantau tanda-tanda nyeri, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan keluhan pasien
- Berikan analgesik sesuai dengan resep dokter
- Ajarkan pasien teknik-teknik manajemen nyeri non-farmakologis, seperti relaksasi atau terapi panas/dingin
Secara keseluruhan, perawatan yang berfokus pada pencegahan komplikasi, pemantauan keadaan umum pasien, dan kolaborasi dengan tim medis lain sangat penting dalam mengelola kasus ini. -
Article No. 3401 | 24 Oct 2024
Klinis : Pasien Ny. M usia 56 tahun datang ke poli bedah onkologi RSUDAM dengan keluhan muncul benjolan pada leher bagian kiri. Benjolan muncul sejak 4 bulan sebelum pasien datang ke RSAM. Benjolan berbentuk bulat dan awalnya sebesar kelereng atau sekitar 1 cm, tetapi lama- kelamaan benjolan tersebut membesar. Saat datang ke poli benjolan tersebut berukuran kurang lebih 8 cm. Benjolan terasa keras apabila diraba tetapi benjolan tersebut tidak terasa nyeri ataupun gatal. Benjolan berwarna seperti kulit sekitarnya dan tidak pernah berwarna kemerahan ataupun kehitaman. Pasien tidak mengalami kesulitan bernapas ataupun kesulitan dalam menelan. Berdebar-debar di dada dan mudah lelah disangkal. Pasien tidak mengalami penurunan berat badan drastis tanpa penyebab yang jelas. Sebelumnya, yaitu pada tahun 2016, 5 tahun yang lalu pasien pernah mengalami benjolan pada leher sebelah kiri. Benjolan berukuran sekitar 10 cm dan dioperasi karena mulai menyebabkan pasien merasa tidak nyaman. Pasien sempat meminum obat selama beberapa bulan lalu berhenti tetapi pasien tidak membawa dan tidak ingat nama obatnya. Riwayat alergi, Riwayat penyakit sistemik, dan keluhan serupa pada keluarga di sangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, nadi 70x/menit, respirasi 20x/menit, suhu aksila 36,6°C. Pada pemeriksaan kepala leher didapatkan massa di leher sebelah kiri berukuran kurang lebih 8x6 cm, teraba keras, berbatas tegas, immobile, berwarna kulit, dan pasien tidak merasakan nyeri. Pemeriksaan fisik thoraks, abdomen, dan ekstremitas tidak didapatkan kelainan. Pada pemeriksaan penunjang pasien diperoleh hasil pemeriksaan laboratorium berupa darah lengkap dengan hasil Hb 13,1 g/dL, Ht 41%, Leukosit 8.100/µL, Eritrosit 4,5 juta/µL, Trombosit 404.000/µL, MCV 89 fl, MCH 29 pg, MCHC 32 g/dL, LED 13 mm/jam. Hitung jenis basophil 0%, Eosinofil 0%, Batang 0%, Segmen 61%, Limfosit 33%, Monosit 6%. Pemeriksaan kimia darah yaitu SGOT 23 U/L, SGPT 34 U/L, GDS 97 mg/dL, Ureum 21 mg/dL, Creatinin 0,64 mg/dl, Natrium 140 mmol/L, Kalium 3,6 mmol/L, Kalsium 8,7 mg/dl, Klorida 111 mmol/L, CT 8 menit, BT 2 menit. Pemeriksaan fungsi tiroid T3 1,48 nmol/L dan 77.950 nmol/L. Hasil pemeriksaan rontgen thorax dalam batas normal. Hasil pemeriksaan FNAB makroskopis yaitu Benjolan submandibular kiri, 2 tahun kistik isi cairan 10cc encer kuning. Hasil pemeriksaan mikroskopis adalah sediaan sitologi dari submandibular terdiri atas tumor kistik yang mengandung sel makrofag, kista dan sedikit kelompokan sel epitel dengan kesan yaitu adanya kista retensi yang dapat berasal dari kelenjar liur dd/kista sisa perkembangan. Berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka diagnosis pada pasien ini adalah karsinoma tiroid dengan direncanakan untuk tindakan operasi yaitu RND. Pada kunjungan preoperatif didapatkan kondisi pasien tampak sakit sedang dengan skor American Society of Anesthesiologist (ASA) II. Hasil pemeriksaan laboratorium pasien memperoleh hasil dalam batas normal. Pemeriksaan pasien meliputi identitas pasien, persetujuan operasi, lembaran konsultasi anestesi, obat-obatan dan alat- alat uang diperlukan. Pasien dan keluarganya dijelaskan mengenai prosedur anestesi yang akan dilakukan. Pasien telah berpuasa selama 12 jam sebelum operasi. Pasien di instruksikan untuk menjaga oral hygiene, mengosongkan kandung kemih dan berdoa. Pasien dipastikan tidak menggunakan gigi palsu dan melepaskan perhiasan, lensa kontak maupun aksesoris lainnya. Kemudian pasien mengganti pakaian dengan pakaian operasi. Pasien juga dipasangkan akses intravena loading cairan kristaloid (Ringer Laktat) dengan menggunakan set tranfusi No. 18 telah terpasang di tangan kiri dan kanan dan menetes lancar. Lalu, pasien dibaringkan di meja operasi dengan posisi telentang. Di kamar operasi, pasien dipasang tensimeter dan saturasi oksigen untuk evaluasi nadi, tekanan darah, dan saturasi oksigen. Pada pasien ini didapatkan nadi pre-anastesi 70 kali/menit, tekanan darah 157/91 mmHg, dan saturasi oksigen 98%. Alat yang dipersiapkan di kamar operasi adalah mesin anestesi, monitor, selang penghubung (connector), face mask, tensimeter, oksimeter, memastikan selang gas O2 dan N2O terhubung dengan sumber sentral, mengisi vaporizer sevoflurane. Sebelum dilakukan induksi, pasien diberikan fentanyl 100 mcg yang berfungsi sebagai analgetik. Pasien juga di injeksi degan propofol 120 mg sebagai sedasi. Pasien diinduksi menggunakan gas oksigen dan sevofluran sebanyak 2% yang dialirkan ke sungkup dan ditempelkan terlebih dahulu ke wajah pasien sambal dilakukan Jaw Thrust dan melihat pergerakan dinding dadanya. Pasien dilakukan intubasi ETT nomor 7 dengan teknik intubasi apneu dengan muscle relaxant yaitu atracurium bromide 35 mg. Selama operasi, anestesi dipelihara dengan oksigen dan sevoflurane 2%. Operasi berlangsung kurang lebih selama 2 jam. Saat operasi hemodinamik pasien stabil, nadi dan saturasi dalam batas normal. Setelah operasi selesai, pasien dilakukan ekstubasi dan pasien dapat bernafas spontan regular dengan tanda- tanda vital yang dipertahankan stabil.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kasus yang dipaparkan, dapat ditegakkan diagnosa keperawatan sebagai berikut:
1. Berdistorsi citra tubuh berhubungan dengan perubahan bentuk dan ukuran benjolan pada leher
- SDKI: Distorsi Citra Tubuh
- SLKI: Penerimaan Citra Tubuh
- SIKI: Konsep Diri
Penjelasan singkat:
Pasien mengalami perubahan pada penampilan fisik akibat adanya benjolan pada leher yang semakin membesar. Hal ini dapat memengaruhi persepsi pasien terhadap citra tubuhnya dan dapat berdampak pada harga diri serta interaksi sosial pasien.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan
- SDKI: Risiko Infeksi
- SLKI: Kontrol Infeksi
- SIKI: Pencegahan Infeksi
Penjelasan singkat:
Pasien akan menjalani tindakan operasi yang berisiko menimbulkan infeksi. Perawat perlu melakukan intervensi yang tepat untuk mencegah dan mengendalikan risiko infeksi pada pasien.
3. Nyeri akut berhubungan dengan pembedahan
- SDKI: Nyeri Akut
- SLKI: Pengendalian Nyeri
- SIKI: Manajemen Nyeri
Penjelasan singkat:
Pasien akan mengalami nyeri akut setelah pembedahan. Perawat perlu melakukan intervensi yang tepat untuk mengelola nyeri pasien, sehingga pasien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dirasakan.
4. Risiko penurunan curah jantung berhubungan dengan efek anestesi
- SDKI: Risiko Penurunan Curah Jantung
- SLKI: Stabilitas Hemodinamik
- SIKI: Manajemen Kardiovaskular
Penjelasan singkat:
Pemberian anestesi dapat memengaruhi fungsi jantung dan sirkulasi darah. Perawat perlu melakukan monitoring dan intervensi yang tepat untuk mempertahankan stabilitas hemodinamik pasien selama dan setelah operasi.
Diagnosa keperawatan ini disusun berdasarkan standar SDKI, SLKI, dan SIKI yang diterbitkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Diagnosa tersebut mencakup aspek fisik, psikososial, dan risiko yang mungkin terjadi pada pasien, sehingga dapat memandu perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif.