Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 2676 | 18 Oct 2024
Klinis : An. M, laki-laki berusia 7 tahun masuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 27 Maret 2019 dengan diagnosa medis Akut Limfoblastik Leukemia (ALL). Pada saat dilakukan pengkajian keperawatan, ibu pasien mengatakan anaknya demam, pucat dan tidak nafsu makan sebelum masuk rumah sakit. Riwayat kesehatan sekarang didapatkan pasien dengan perawatan hari ke-1 tampak pucat, orang tua pasien tampak cemas melihat kondisi anaknya karena pasien akan menjalankan kemoterapi minggu ke-9 fase konsolidasi. Saat ini ibu mengatakan pasien tidak ada keluhan lain. Riwayat kesehatan dahulu didapatkan An.M sudah pernah dirawat sebelumnya dengan diagnosis yang sama yaitu ALL. An.M sudah didiagnosis sejak Oktober 2018. Pengkajian keluarga didapatkan ibu dan keluarga lainnya tidak ada memiliki penyakit yang sama dengan An. M dan juga tidak ada penyakit keturunan. Kegiatan aktivitas sehari-hari didapatkan data An. M memiliki kebiasaan makan 2-3 kali sehari, ASI, makanan biasa dengan nasi & lauk, dan sayur, tetapi porsi tidak habis, ibu mengatakan An. M lebih suka makan makanan siap saji seperti makanan ringan. Selama di rumah sakit An. M diberi makan biasa TKTP 1100 kkal. Ibu pasien mengatakan An. M tidak nafsu makan. Pola tidur siang tidak teratur dengan lama tidur lebih kurang 2-3 jam, pola tidur malam teratur dengan jumlah jam tidur 8 jam, selama di rumah sakit ibu pasien mengatakan tidur An. M sama seperti biasanya, tidak ada masalah. Kebiasaan BAK lebih dari 8 kali, warna normal, tidak ada masalah BAK, sedangkan kebiasaan BAB lebih kurang 1-2 kali sehari warna kuning, konsistensi padat. Tidak ada keluhan. Kebiasaan mandi 2 kali sehari, selama di rumah sakit ibu mengatakan An. M mandi hanya di seka. Hasil pemeriksaan fisik yaitu, keadaan umum pasien sedang, berat badan awal 22 kg mengalami penurunan menjadi 19 kg, tinggi badan 125 cm, hasil pengukuran: suhu 38,6 ºC, nadi 90 kali permenit, pernafasan 20 kali permenit, TD 112/80 mmHg. Dari hasil pengukuran suhu yang tinggi menyebabkan klien menjadi gelisah. Pemeriksaan kepala ditemukan bentuk kepala normal, mata simetris kiri dan kanan, konjungtiva sub anemis pada mata kiri dan kanan, sklera tidak ikterik pada mata kiri dan kanan, reflek pupil sama pada mata kiri dan kanan. Pada inspeksi bibir tampak pucat, lidah tampak bersih, tidak ada perdarahan gusi, pada telinga tampak bersih, 22 tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening. Pemeriksaaan toraks, pada inspeksi ditemukan toraks simetris kiri kanan, tidak ada retraksi dinding dada. Pada perkusi terdengar sonor. Pada saat palpasi ditemukan toraks fremitus kiri dan kanan. Pada auskultasi terdengar vesikuler. Pemeriksaan jantung, pada inspeksi ditemukan iktus cordis tidak terlihat, pada saat palpasi ditemukan ictus cordis teraba di RIC 4 midklavikula, pada saat auskultasi terdengar irama jantung teratur/regular. Pemeriksaan abdomen, pada inspeksi tidak tampak tonjolan dan, tidak ada asites, pada saat palpasi hepar tidak teraba, pada saat perkusi terdengar timpani, pada auskultasi terdengar bising usus normal. Pemeriksaan kulit ditemukan turgor kulit kembali cepat, tidak ada edema, akral teraba hangat, capillary refil kembali dalam dua detik, terdapat bintik-bintik merah di punggung. Pemeriksaan genitalia ditemukan bentuk normal dan lengkap. Pada pemeriksaan ekstremitas kiri atas terdapat bekas luka infus yang mengakibatkan gatal– gatal dan kulit sekitarnya kemarahan. Pada ekstremitas bawah tidak ada masalah. Pemeriksaan penunjang pada tanggal 18 Maret 2019 didapatkan data: Hb 9 gr/dl (9,6-15,6 gr/dl), leukosit 20.150/mm3 (normal 5.500–17.500/mm3), trombosit 520.000/mm3 (150.000-450.000/mmγ), basofil 0% (normal 0- 2%), N. Batang 3% (normal 0-5 %), N. Segmen 55% (normal 22-46%). Program pengobatan pada An. M adalah terapi MTX HD 460 mg, MTX IT 12 mg, DSNS ¼ IV, Leucovin 4x1 gr IV, NaHCO3 8,4% IV.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang dipaparkan, berikut adalah Diagnosa Keperawatan dan penjelasan singkat SDKI, SLKI, SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun akibat kemoterapi.
2. Malnutrisi berhubungan dengan kurangnya nafsu makan.
3. Nyeri akibat efek samping kemoterapi berhubungan dengan kerusakan jaringan.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan energi.
Penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI:
1. Risiko Infeksi
- SDKI: Risiko peningkatan rentan terhadap invasi dan multiplikasi organisme patogen.
- SLKI: Intervensi keperawatan untuk mencegah atau mengurangi risiko infeksi pada pasien kemoterapi.
- SIKI: Tindakan keperawatan untuk mempertahankan kesehatan dan mencegah komplikasi infeksi.
2. Malnutrisi
- SDKI: Asupan nutrisi tidak adekuat yang menyebabkan perubahan komposisi tubuh.
- SLKI: Intervensi keperawatan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien kemoterapi.
- SIKI: Tindakan keperawatan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan mencegah komplikasi malnutrisi.
3. Nyeri
- SDKI: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan.
- SLKI: Intervensi keperawatan untuk mengurangi rasa nyeri akibat efek samping kemoterapi.
- SIKI: Tindakan keperawatan untuk mengelola nyeri dan meningkatkan kenyamanan pasien.
4. Intoleransi Aktivitas
- SDKI: Keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik yang diinginkan atau yang dibutuhkan.
- SLKI: Intervensi keperawatan untuk memfasilitasi aktivitas pasien sesuai kemampuan.
- SIKI: Tindakan keperawatan untuk mempertahankan dan meningkatkan kapasitas fisik pasien.
Secara umum, standar SDKI, SLKI, dan SIKI memberikan panduan komprehensif bagi perawat dalam mengidentifikasi, merencanakan, dan melaksanakan intervensi keperawatan yang sesuai dengan kondisi pasien kemoterapi seperti An. M. -
Article No. 2677 | 18 Oct 2024
Klinis : Seorang remaja putri umur 17 tahun tidak makan dan minum selama 3 hari dan dia mengurung diri dikamar
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Dokter, berdasarkan informasi yang Anda berikan, kondisi pasien ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Kode ICD-10:
- Kode: F50.0
- Deskripsi: Anoreksia nervosa
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 94.62
- Deskripsi: Pemantauan status nutrisi, termasuk pengukuran berat badan
Penjelasan:
1. Kode ICD-10 F50.0 (Anoreksia nervosa):
- Anoreksia nervosa adalah gangguan makan yang ditandai dengan penolakan untuk mempertahankan berat badan yang normal, ketakutan yang berlebihan terhadap penambahan berat badan, dan terganggu persepsi terhadap bentuk tubuh.
- Kriteria diagnostik untuk anoreksia nervosa pada remaja putri umur 17 tahun ini termasuk:
- Penolakan untuk mempertahankan berat badan yang normal, ditandai dengan penurunan berat badan yang signifikan.
- Ketakutan yang intens terhadap penambahan berat badan atau menjadi gemuk, meskipun berat badan di bawah normal.
- Terganggu persepsi terhadap bentuk tubuh, dengan pengaruh yang berlebihan terhadap bentuk tubuh dalam menentukan harga diri.
2. Kode ICD-9-CM Prosedur 94.62 (Pemantauan status nutrisi, termasuk pengukuran berat badan):
- Prosedur ini dilakukan untuk memantau status nutrisi pasien, termasuk pengukuran berat badan.
- Hal ini diperlukan untuk mengevaluasi kondisi pasien dengan anoreksia nervosa dan memantau perkembangan selama perawatan.
Dalam penanganan kasus ini, selain pemantauan status nutrisi, diperlukan juga intervensi terapi psikologis dan dukungan keluarga untuk membantu pasien mengatasi gangguan makan dan masalah psikologis yang mendasarinya. -
Article No. 2678 | 18 Oct 2024
Klinis : Seorang remaja putri umur 17 tahun tidak makan dan minum selama 3 hari dan dia mengurung diri dikamar
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang Anda gambarkan, seorang remaja putri umur 17 tahun yang tidak makan dan minum selama 3 hari serta mengurung diri di kamar, dapat didiagnosis dengan beberapa diagnosa keperawatan sesuai dengan SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).
1. Diagnosa Keperawatan:
a. Risiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah Berhubungan dengan Asupan Nutrisi Tidak Adekuat
b. Risiko Ketidakefektifan Thermoregulasi Berhubungan dengan Asupan Nutrisi Tidak Adekuat
c. Gangguan Citra Tubuh Berhubungan dengan Harga Diri Rendah
2. Penjelasan singkat:
a. Risiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah Berhubungan dengan Asupan Nutrisi Tidak Adekuat:
- Remaja putri tidak makan dan minum selama 3 hari, yang dapat menyebabkan penurunan kadar glukosa darah dan risiko komplikasi.
- Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan: Pemantauan kadar glukosa darah, pemberian cairan/nutrisi sesuai kebutuhan, edukasi tentang pentingnya asupan nutrisi yang adekuat.
b. Risiko Ketidakefektifan Thermoregulasi Berhubungan dengan Asupan Nutrisi Tidak Adekuat:
- Asupan nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan penurunan suhu tubuh dan gangguan pada sistem thermoregulasi.
- Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan: Pemantauan suhu tubuh, peningkatan asupan nutrisi, pemberian pakaian hangat, dan pengelolaan lingkungan yang sesuai.
c. Gangguan Citra Tubuh Berhubungan dengan Harga Diri Rendah:
- Remaja putri yang mengurung diri di kamar dapat menunjukkan adanya gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan harga diri rendah.
- Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan: Konseling, terapi kognitif-behavioral, dan dukungan keluarga untuk meningkatkan harga diri dan penerimaan diri.
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus mempertimbangkan pendekatan yang sesuai dengan kondisi pasien, yaitu tone akademis dan persona pakar/profesional. -
Article No. 2679 | 18 Oct 2024
Klinis : An. M, laki-laki berusia 7 tahun masuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 27 Maret 2019 dengan diagnosa medis Akut Limfoblastik Leukemia (ALL). Pada saat dilakukan pengkajian keperawatan, ibu pasien mengatakan anaknya demam, pucat dan tidak nafsu makan sebelum masuk rumah sakit. Riwayat kesehatan sekarang didapatkan pasien dengan perawatan hari ke-1 tampak pucat, orang tua pasien tampak cemas melihat kondisi anaknya karena pasien akan menjalankan kemoterapi minggu ke-9 fase konsolidasi. Saat ini ibu mengatakan pasien tidak ada keluhan lain. Riwayat kesehatan dahulu didapatkan An.M sudah pernah dirawat sebelumnya dengan diagnosis yang sama yaitu ALL. An.M sudah didiagnosis sejak Oktober 2018. Pengkajian keluarga didapatkan ibu dan keluarga lainnya tidak ada memiliki penyakit yang sama dengan An. M dan juga tidak ada penyakit keturunan. Kegiatan aktivitas sehari-hari didapatkan data An. M memiliki kebiasaan makan 2-3 kali sehari, ASI, makanan biasa dengan nasi & lauk, dan sayur, tetapi porsi tidak habis, ibu mengatakan An. M lebih suka makan makanan siap saji seperti makanan ringan. Selama di rumah sakit An. M diberi makan biasa TKTP 1100 kkal. Ibu pasien mengatakan An. M tidak nafsu makan. Pola tidur siang tidak teratur dengan lama tidur lebih kurang 2-3 jam, pola tidur malam teratur dengan jumlah jam tidur 8 jam, selama di rumah sakit ibu pasien mengatakan tidur An. M sama seperti biasanya, tidak ada masalah. Kebiasaan BAK lebih dari 8 kali, warna normal, tidak ada masalah BAK, sedangkan kebiasaan BAB lebih kurang 1-2 kali sehari warna kuning, konsistensi padat. Tidak ada keluhan. Kebiasaan mandi 2 kali sehari, selama di rumah sakit ibu mengatakan An. M mandi hanya di seka. Hasil pemeriksaan fisik yaitu, keadaan umum pasien sedang, berat badan awal 22 kg mengalami penurunan menjadi 19 kg, tinggi badan 125 cm, hasil pengukuran: suhu 38,6 ºC, nadi 90 kali permenit, pernafasan 20 kali permenit, TD 112/80 mmHg. Dari hasil pengukuran suhu yang tinggi menyebabkan klien menjadi gelisah. Pemeriksaan kepala ditemukan bentuk kepala normal, mata simetris kiri dan kanan, konjungtiva sub anemis pada mata kiri dan kanan, sklera tidak ikterik pada mata kiri dan kanan, reflek pupil sama pada mata kiri dan kanan. Pada inspeksi bibir tampak pucat, lidah tampak bersih, tidak ada perdarahan gusi, pada telinga tampak bersih, 22 tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening. Pemeriksaaan toraks, pada inspeksi ditemukan toraks simetris kiri kanan, tidak ada retraksi dinding dada. Pada perkusi terdengar sonor. Pada saat palpasi ditemukan toraks fremitus kiri dan kanan. Pada auskultasi terdengar vesikuler. Pemeriksaan jantung, pada inspeksi ditemukan iktus cordis tidak terlihat, pada saat palpasi ditemukan ictus cordis teraba di RIC 4 midklavikula, pada saat auskultasi terdengar irama jantung teratur/regular. Pemeriksaan abdomen, pada inspeksi tidak tampak tonjolan dan, tidak ada asites, pada saat palpasi hepar tidak teraba, pada saat perkusi terdengar timpani, pada auskultasi terdengar bising usus normal. Pemeriksaan kulit ditemukan turgor kulit kembali cepat, tidak ada edema, akral teraba hangat, capillary refil kembali dalam dua detik, terdapat bintik-bintik merah di punggung. Pemeriksaan genitalia ditemukan bentuk normal dan lengkap. Pada pemeriksaan ekstremitas kiri atas terdapat bekas luka infus yang mengakibatkan gatal– gatal dan kulit sekitarnya kemarahan. Pada ekstremitas bawah tidak ada masalah. Pemeriksaan penunjang pada tanggal 18 Maret 2019 didapatkan data: Hb 9 gr/dl (9,6-15,6 gr/dl), leukosit 20.150/mm3 (normal 5.500–17.500/mm3), trombosit 520.000/mm3 (150.000-450.000/mmγ), basofil 0% (normal 0- 2%), N. Batang 3% (normal 0-5 %), N. Segmen 55% (normal 22-46%). Program pengobatan pada An. M adalah terapi MTX HD 460 mg, MTX IT 12 mg, DSNS ¼ IV, Leucovin 4x1 gr IV, NaHCO3 8,4% IV.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kasus di atas, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu makan.
- SDKI: Defisit Nutrisi
- SLKI: Pemulihan Gizi
- SIKI: Manajemen Nutrisi
2. Hipertermia berhubungan dengan penyakit Akut Limfoblastik Leukemia (ALL).
- SDKI: Hipertermia
- SLKI: Pengendalian Suhu Tubuh
- SIKI: Manajemen Demam
3. Kecemasan berhubungan dengan diagnosis penyakit kronis (ALL) dan perubahan kondisi kesehatan.
- SDKI: Kecemasan
- SLKI: Manajemen Kecemasan
- SIKI: Dukungan Psikologis
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan kapasitas fisik akibat penyakit.
- SDKI: Intoleransi Aktivitas
- SLKI: Peningkatan Aktivitas
- SIKI: Manajemen Aktivitas
Penjelasan Singkat:
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu makan:
- Pasien mengalami penurunan berat badan yang signifikan akibat penyakit dan penurunan nafsu makan.
- Intervensi keperawatan dapat meliputi pengaturan jadwal makan, pemberian makanan yang menarik, konsultasi gizi, dan pemantauan asupan nutrisi.
2. Hipertermia berhubungan dengan penyakit Akut Limfoblastik Leukemia (ALL):
- Pasien mengalami peningkatan suhu tubuh yang disebabkan oleh kondisi penyakitnya.
- Intervensi keperawatan dapat meliputi pemantauan tanda-tanda vital, pengelolaan suhu tubuh, dan pemberian obat-obatan antipiretik.
3. Kecemasan berhubungan dengan diagnosis penyakit kronis (ALL) dan perubahan kondisi kesehatan:
- Pasien dan keluarga mengalami kecemasan terkait diagnosis penyakit dan perubahan kondisi kesehatan anak.
- Intervensi keperawatan dapat meliputi pemberian dukungan emosional, edukasi, dan terapi relaksasi.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan kapasitas fisik akibat penyakit:
- Pasien mengalami penurunan kemampuan dalam melakukan aktivitas sehari-hari akibat penyakit.
- Intervensi keperawatan dapat meliputi pemberian terapi latihan, pengaturan aktivitas, dan peningkatan toleransi aktivitas.
Standar diagnosis keperawatan, hasil keperawatan, dan intervensi keperawatan yang digunakan dalam kasus ini mengacu pada Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). -
Article No. 2680 | 18 Oct 2024
Klinis : Dilakukan pemasangan kateter
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi pasien dengan pemasangan kateter.
Diagnosa Keperawatan:
Risiko Infeksi
Penjelasan:
1. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Risiko Infeksi: Kerentanan individu terhadap invasi dan perkembangan organisme patogen.
2. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Tidak ada tanda-tanda infeksi
- Tidak ada demam
- Tidak ada tanda-tanda peradangan di tempat pemasangan kateter
3. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Perawatan kateter urin
- Pemantauan tanda-tanda infeksi
- Edukasi pasien dan keluarga tentang perawatan kateter urin
Dalam konteks pemasangan kateter, diagnosa keperawatan yang paling relevan adalah Risiko Infeksi. Hal ini dikarenakan pemasangan kateter dapat meningkatkan risiko infeksi saluran kemih pada pasien. Perawat harus memantau tanda-tanda infeksi, melakukan perawatan kateter urin yang tepat, serta memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang cara perawatan kateter yang benar untuk mencegah terjadinya infeksi. -
Article No. 2681 | 18 Oct 2024
Klinis : Pasien pria, usia 45 tahun, datang dengan keluhan batuk berdahak selama 2 minggu, demam, sesak napas, dan kehilangan nafsu makan. Hasil pemeriksaan menunjukkan suara napas bronkial di paru kanan atas, hasil rontgen menunjukkan adanya lesi di paru. Diagnosis awal adalah tuberkulosis paru.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Sebagai seorang perawat profesional, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat terkait standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk pasien dengan kondisi tersebut.
Diagnosa Keperawatan:
1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas berhubungan dengan produksi sekret berlebih sebagaimana ditunjukkan dengan batuk berdahak, suara napas bronkial di paru kanan atas, dan sesak napas.
Penjelasan Singkat:
a. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Definisi: Ketidakmampuan untuk mempertahankan pembersihan jalan napas yang efektif untuk memfasilitasi pertukaran gas.
- Karakteristik Definisi: Batuk berdahak, suara napas bronkial, sesak napas.
b. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Luaran yang diharapkan: Pasien mempertahankan jalan napas yang efektif, bebas dari sekresi, dan tidak mengalami sesak napas.
c. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi yang dapat dilakukan: Manajemen jalan napas, terapi oksigen, dan edukasi tentang batuk efektif.
Dengan memperhatikan standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari PPNI, perawat dapat menetapkan diagnosa keperawatan yang tepat dan memberikan intervensi yang sesuai untuk membantu pasien mencapai luaran yang diharapkan. -
Article No. 2682 | 18 Oct 2024
Klinis : Pasien pria, usia 45 tahun, datang dengan keluhan batuk berdahak selama 2 minggu, demam, sesak napas, dan kehilangan nafsu makan. Hasil pemeriksaan menunjukkan suara napas bronkial di paru kanan atas, hasil rontgen menunjukkan adanya lesi di paru. Diagnosis awal adalah tuberkulosis paru.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan informasi yang diberikan, diagnosis awal untuk pasien pria usia 45 tahun dengan keluhan batuk berdahak, demam, sesak napas, dan kehilangan nafsu makan, serta hasil pemeriksaan menunjukkan suara napas bronkial di paru kanan atas dan lesi di paru, adalah tuberkulosis paru. Berikut adalah kode ICD-10 untuk diagnosis tersebut, serta kode ICD-9-CM untuk prosedur atau tindakan medis yang mungkin dilakukan:
1. Kode ICD-10:
- Kode: A15.0
- Deskripsi: Tuberkulosis paru dengan konfirmasi bakteriologis atau histologis
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 33.22
- Deskripsi: Bronchoalveolar lavage (BAL)
Penjelasan:
1. Kode ICD-10 A15.0 merupakan kode untuk tuberkulosis paru dengan konfirmasi bakteriologis atau histologis. Ini sesuai dengan diagnosis awal tuberkulosis paru yang didasarkan pada gejala dan hasil pemeriksaan.
2. Kode ICD-9-CM 33.22 untuk bronchoalveolar lavage (BAL) adalah salah satu prosedur yang mungkin dilakukan untuk memperoleh spesimen dari paru-paru untuk analisis mikrobiologis dan sitologis, guna mendukung diagnosis tuberkulosis paru.
Perlu diperhatikan bahwa diagnosis dan tindakan medis yang dilakukan dapat berubah seiring dengan proses investigasi dan evaluasi lebih lanjut oleh dokter. -
Article No. 2683 | 18 Oct 2024
Klinis : SLKI L.054042
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan kondisi yang diberikan, yaitu SLKI L.054042, berikut adalah kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur atau tindakan medis:
1. Kode ICD-10:
- Kode: L05.04
- Deskripsi: Sinus pilonidal dengan abses
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 86.22
- Deskripsi: Drainase abses sinus pilonidal
Penjelasan:
1. Kode ICD-10:
- Kode L05.04 adalah untuk diagnosis "Sinus pilonidal dengan abses". Sinus pilonidal adalah suatu kondisi di mana terdapat lubang atau saluran di kulit, biasanya di daerah tulang ekor, yang dapat menyebabkan pembentukan abses.
2. Kode ICD-9-CM Procedure:
- Kode 86.22 adalah untuk prosedur "Drainase abses sinus pilonidal". Tindakan ini dilakukan untuk mengeluarkan cairan atau nanah yang terkumpul dalam abses sinus pilonidal, guna mencegah infeksi yang lebih parah dan membantu proses penyembuhan.
Dalam menangani kondisi SLKI L.054042, dokter atau perekam medis dapat menggunakan kode-kode tersebut untuk dokumentasi dan penagihan layanan kesehatan yang diberikan. -
Article No. 2684 | 18 Oct 2024
Klinis : SLKI L.054042
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi SLKI L.054042 dengan tone akademis dan persona pakar/perawat.
Diagnosa Keperawatan:
Risiko Jatuh (SLKI L.054042)
Definisi:
Kerentanan meningkat untuk terjatuh, yang dapat menyebabkan cidera fisik.
Faktor Risiko:
1. Gangguan Mobilitas Fisik
2. Gangguan Persepsi
3. Riwayat Jatuh
4. Lingkungan yang Tidak Aman
5. Penggunaan Obat-obatan
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Assess Risiko Jatuh
2. Identifikasi Faktor Risiko
3. Modifikasi Lingkungan
4. Supervisi Aktivitas
5. Edukasi Pasien dan Keluarga
Hasil Keperawatan (SLKI):
1. Risiko Jatuh Terkendali
2. Pasien Bebas Cidera
3. Keluarga Mampu Mencegah Jatuh
Penjelasan Singkat:
Risiko Jatuh adalah kondisi di mana pasien memiliki kerentanan yang meningkat untuk terjatuh, yang dapat menyebabkan cedera fisik. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti gangguan mobilitas fisik, gangguan persepsi, riwayat jatuh, lingkungan yang tidak aman, dan penggunaan obat-obatan. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah melakukan asesmen risiko jatuh, mengidentifikasi faktor risiko, memodifikasi lingkungan, melakukan supervisi aktivitas, serta memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga. Tujuan akhir dari asuhan keperawatan ini adalah mencapai hasil keperawatan berupa risiko jatuh yang terkendali, pasien bebas cidera, dan keluarga mampu mencegah jatuh. -
Article No. 2685 | 18 Oct 2024
Klinis : SIKI : I.06171
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi dengan kode SIKI I.06171.
Diagnosa Keperawatan:
Resiko Infeksi
Penjelasan singkat:
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
Resiko Infeksi adalah kerentanan terhadap invasi dan multiplikasi organisme patogen yang dapat mengganggu kesehatan. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor seperti penurunan sistem kekebalan tubuh, prosedur invasif, paparan terhadap patogen, dan sanitasi yang buruk.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari diagnosa ini adalah pasien dapat menunjukkan tidak terjadi tanda dan gejala infeksi, pasien dapat menunjukkan peningkatan sistem pertahanan tubuh, dan pasien dapat menunjukkan perilaku pencegahan infeksi yang efektif.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi resiko infeksi antara lain:
I.06171 Manajemen Infeksi: Tindakan untuk mencegah dan mengontrol penyebaran infeksi pada pasien.
Tindakan dapat mencakup kebersihan tangan, penggunaan alat pelindung diri, desinfeksi lingkungan, dan pemantauan tanda-tanda infeksi.
Sebagai perawat, saya akan bekerja sama dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya untuk mengidentifikasi faktor risiko infeksi, menerapkan tindakan pencegahan, dan memantau perkembangan kondisi pasien secara komprehensif.