Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 4636 | 05 Nov 2024
Klinis : luka abses pada jari
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, berikut adalah kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis untuk kondisi luka abses pada jari:
1. Kode ICD-10:
- Kode: L02.6
- Deskripsi: Abses kulit dan jaringan subkutan pada anggota gerak
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 86.04
- Deskripsi: Insisi dan drainase abses, selain abses pada rongga perut.
Penjelasan:
Berdasarkan informasi yang tersedia, kondisi luka abses pada jari dapat diklasifikasikan dengan kode ICD-10 L02.6, yang menggambarkan abses kulit dan jaringan subkutan pada anggota gerak. Kode ini mencakup berbagai jenis abses yang terjadi di tangan, jari, kaki, atau anggota gerak lainnya.
Terkait tindakan medis, prosedur yang umum dilakukan untuk menangani luka abses pada jari adalah insisi dan drainase abses, yang dapat dikodekan dengan kode ICD-9-CM 86.04. Prosedur ini melibatkan pembedahan untuk membuka dan mengeluarkan cairan atau materi purulent dari dalam abses, dengan tujuan mengurangi tekanan, mencegah penyebaran infeksi, dan memfasilitasi proses penyembuhan.
Dalam praktik klinis, dokter atau perekam medis akan mempertimbangkan hasil pemeriksaan fisik, temuan laboratorium, dan informasi klinis lainnya untuk menentukan diagnosis yang tepat dan prosedur yang sesuai untuk penanganan luka abses pada jari. -
Article No. 4637 | 05 Nov 2024
Klinis : gangguan eliminasi urine
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi gangguan eliminasi urine.
Diagnosa Keperawatan:
Gangguan Eliminasi Urin
Definisi:
Gangguan kemampuan untuk mengeluarkan urin secara efektif dan nyaman.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Pola Eliminasi Urin Terganggu
Definisi: Perubahan pola pengeluaran urin yang tidak efektif.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Pola Eliminasi Urin Membaik
Definisi: Kemampuan individu untuk mengeluarkan urin secara efektif dan nyaman.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Manajemen Inkontinensia Urin
Definisi: Serangkaian tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah ketidakmampuan untuk menahan urin.
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain:
1. Monitoring pola eliminasi urin
2. Mempertahankan keseimbangan cairan
3. Mengajarkan latihan otot dasar panggul
4. Memberikan perawatan kulit area genital
5. Meningkatkan kenyamanan dan kebersihan
Dengan penerapan standar SDKI, SLKI, dan SIKI, perawat dapat melakukan pengkajian yang komprehensif, menetapkan diagnosa keperawatan yang tepat, serta merencanakan dan melaksanakan intervensi yang sesuai untuk membantu pasien dengan gangguan eliminasi urin. -
Article No. 4638 | 05 Nov 2024
Klinis : inkontinensia urine
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, berikut adalah kode ICD-10 untuk diagnosis inkontinensia urine beserta kode ICD-9-CM untuk tindakan medis yang relevan:
1. Kode ICD-10:
- Kode: N39.3
- Deskripsi: Inkontinensia urine, tidak terspesifikasi
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 59.5
- Deskripsi: Operasi untuk inkontinensia urine, tipe tidak terspesifikasi
Penjelasan:
Kode ICD-10 N39.3 digunakan untuk mengkodekan kondisi inkontinensia urine, yang didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk menahan urine secara sukarela. Kondisi ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk kelemahan otot panggul, penyakit neurologis, atau efek samping dari obat-obatan tertentu.
Kode ICD-9-CM 59.5 mengacu pada prosedur operatif yang dilakukan untuk mengatasi inkontinensia urine. Ini dapat mencakup berbagai teknik, seperti suspensi kandung kemih, pemasangan sling, atau prosedur lainnya yang bertujuan untuk memperbaiki fungsi kontrol kemih.
Pemilihan kode yang tepat sangat penting untuk klasifikasi yang akurat, penagihan yang sesuai, dan pelaporan epidemiologi yang valid. Dokter dan perekam medis harus memastikan penggunaan kode yang tepat berdasarkan dokumentasi klinis yang lengkap. -
Article No. 4639 | 05 Nov 2024
Klinis : inkontinensia urine
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan standar SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi inkontinensia urine.
Diagnosa Keperawatan:
Inkontinensia Urine
Definisi:
Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan untuk menahan urine sehingga terjadi kebocoran urine yang tidak terkendali.
SDKI:
Karakteristik Utama:
- Kebocoran urine yang tidak terkendali
- Ketidakmampuan untuk menahan urine
Faktor Terkait:
- Pelemahan otot pelvis
- Iritasi kandung kemih
- Penurunan kontrol saraf
- Penyakit kronis
SLKI:
Luaran yang Diharapkan:
- Pasien dapat mempertahankan kontinensi urine
- Pasien dapat melakukan prosedur perawatan inkontinensi urine
SIKI:
Intervensi Keperawatan:
- Asesmen faktor penyebab inkontinensia urine
- Latihan otot dasar panggul (Kegel)
- Manajemen berkemih terjadwal
- Edukasi tentang teknik menahan urin
- Pemberian alat bantu inkontinensia (misal: kateter, alat inkontinensia)
- Kolaborasi dengan tim kesehatan lain (misalnya dokter, fisioterapis) untuk penanganan lebih lanjut
Dalam konteks akademis dan sebagai seorang pakar, saya telah menjelaskan diagnosa keperawatan, definisi, karakteristik utama, faktor terkait, luaran yang diharapkan, serta intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk menangani kondisi inkontinensia urine berdasarkan standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari PPNI. -
Article No. 4640 | 05 Nov 2024
Klinis : pasien datang dengan keluhan demam, pilek, batuk
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat mengenai SDKI, SLKI, dan SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi pasien yang datang dengan keluhan demam, pilek, dan batuk:
Diagnosa Keperawatan:
1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
Definisi: Ketidakmampuan untuk membersihkan sekret atau obstruksi dari saluran pernapasan untuk mempertahankan patensi jalan napas.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Karakteristik Definisi: Batuk tidak efektif, suara napas tambahan, sputum yang berlebihan, sesak napas.
- Faktor Berhubungan: Sekresi jalan napas yang berlebihan, kelemahan otot pernapasan, gangguan refleks batuk.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Luaran yang Diharapkan: Pasien akan mempertahankan bersihan jalan napas yang efektif.
- Kriteria Hasil: Menunjukkan jalan napas yang bersih, tidak ada suara napas tambahan, frekuensi napas dalam batas normal, tidak ada sesak napas.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi: Manajemen Jalan Napas, Terapi Oksigen, Manajemen Batuk.
- Tujuan Intervensi: Mempertahankan jalan napas yang paten, meningkatkan ventilasi dan oksigenasi, mengurangi sekresi jalan napas.
Penjelasan Singkat:
Diagnosa keperawatan "Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas" berfokus pada masalah kemampuan pasien untuk membersihkan sekret atau obstruksi dari saluran pernapasan. SDKI memberikan karakteristik definisi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan diagnosa ini, seperti batuk tidak efektif, suara napas tambahan, dan sekresi jalan napas yang berlebihan. SLKI menjabarkan luaran yang diharapkan, yaitu pasien dapat mempertahankan bersihan jalan napas yang efektif, dengan kriteria hasil seperti jalan napas yang bersih dan frekuensi napas dalam batas normal. SIKI menyediakan intervensi keperawatan yang dapat dilakukan, seperti manajemen jalan napas, terapi oksigen, dan manajemen batuk, dengan tujuan mempertahankan jalan napas yang paten dan mengurangi sekresi jalan napas. -
Article No. 4641 | 05 Nov 2024
Klinis : Seorang anak laki-laki, usia 4 tahun 3 bulan, datang dengan keluhan belum dapat berbicara dan aktivitas berlebihan, pasien Terdiagnosis dengan autisme, dengan tanda-tanda keterlambatan bicara, mengucapkan bahasa "planet", menghindar bertatap muka, perilaku kelebihan, mengamuk dan menutup telinga bila ada suara keras. Komorbid yang ada pada pasien ini adanya gejala hiperaktivitas. Riwayat perkembangan tidak ada regresi perkembangan namun terdapat keterlambatan bicara dan personal sosial. Hasil penilaian dengan Checklist for Autism in Toddlers (CHAT) didapatkan kesimpulan resiko sedang gangguan autisme. Hasil penilaian dengan Childhood Autism Rating Scale (CARS) didapatkan skor 36 (autisme ringan). Kesimpulan hasil pemeriksaan menunjukkan adanya gangguan perkembangan autisme. Status gizi baik: berat badan 19 kg, tinggi badan 111 cm (BB//U 0< Z < 2; TB//U 0< Z <2 ;BB//TB 0< Z <1 (chart WHO-NCHS). Hasil pemeriksaan fisik normosefal, tidak ditemukan wajah dismorfik, pemeriksaan fisik lain dalam batas normal. Status neurologis dalam batas normal. Hasil tes pendengaran anak tidak mau merespon terhadap suara panggilan nama namun mau melihat sumber suara di televisi. Riwayat kehamilan baik, riwayat persalinan kurang baik, riwayat pasca persalinan baik. Riwayat imunisasi baik. Riwayat pemberian makan kurang baik, sejak lahir pasien mendapat ASI ditambah dengan susu formula hingga usia 6 bulan, setelah usia 6 bulan diberikan bubur susu.Anak merupakan anak pertama dari pasangan 42 tahun dan 33 tahun, bukan dari perkawinan keluarga.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: 1. Kode ICD-10:
- Kode: F84.0
- Deskripsi: Autisme infantil
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 94.31
- Deskripsi: Penilaian fungsi perkembangan menggunakan Childhood Autism Rating Scale (CARS)
Penjelasan detail:
Berdasarkan informasi klinis yang diberikan, pasien anak laki-laki usia 4 tahun 3 bulan dengan keluhan belum dapat berbicara dan aktivitas berlebihan, terdiagnosis dengan autisme dengan tanda-tanda keterlambatan bicara, mengucapkan bahasa "planet", menghindar bertatap muka, perilaku kelebihan, mengamuk dan menutup telinga bila ada suara keras. Pasien juga memiliki komorbid gejala hiperaktivitas.
Hasil penilaian dengan Checklist for Autism in Toddlers (CHAT) menunjukkan risiko sedang gangguan autisme, dan hasil penilaian dengan Childhood Autism Rating Scale (CARS) menunjukkan skor 36, yang berarti autisme ringan. Kesimpulan hasil pemeriksaan menunjukkan adanya gangguan perkembangan autisme.
Berdasarkan kriteria diagnosis ICD-10, kondisi pasien sesuai dengan F84.0 Autisme infantil, yang merupakan gangguan perkembangan pervasif yang ditandai dengan abnormalitas kualitas interaksi sosial dan komunikasi, serta pola perilaku, minat, dan aktivitas yang terbatas dan berulang.
Selain itu, terdapat tindakan medis yang dilakukan yaitu penilaian fungsi perkembangan menggunakan Childhood Autism Rating Scale (CARS), yang memiliki kode ICD-9-CM 94.31. -
Article No. 4642 | 05 Nov 2024
Klinis : Seorang anak laki-laki, usia 4 tahun 3 bulan, datang dengan keluhan belum dapat berbicara dan aktivitas berlebihan, pasien Terdiagnosis dengan autisme, dengan tanda-tanda keterlambatan bicara, mengucapkan bahasa "planet", menghindar bertatap muka, perilaku kelebihan, mengamuk dan menutup telinga bila ada suara keras. Komorbid yang ada pada pasien ini adanya gejala hiperaktivitas. Riwayat perkembangan tidak ada regresi perkembangan namun terdapat keterlambatan bicara dan personal sosial. Hasil penilaian dengan Checklist for Autism in Toddlers (CHAT) didapatkan kesimpulan resiko sedang gangguan autisme. Hasil penilaian dengan Childhood Autism Rating Scale (CARS) didapatkan skor 36 (autisme ringan). Kesimpulan hasil pemeriksaan menunjukkan adanya gangguan perkembangan autisme. Status gizi baik: berat badan 19 kg, tinggi badan 111 cm (BB//U 0< Z < 2; TB//U 0< Z <2 ;BB//TB 0< Z <1 (chart WHO-NCHS). Hasil pemeriksaan fisik normosefal, tidak ditemukan wajah dismorfik, pemeriksaan fisik lain dalam batas normal. Status neurologis dalam batas normal. Hasil tes pendengaran anak tidak mau merespon terhadap suara panggilan nama namun mau melihat sumber suara di televisi. Riwayat kehamilan baik, riwayat persalinan kurang baik, riwayat pasca persalinan baik. Riwayat imunisasi baik. Riwayat pemberian makan kurang baik, sejak lahir pasien mendapat ASI ditambah dengan susu formula hingga usia 6 bulan, setelah usia 6 bulan diberikan bubur susu.Anak merupakan anak pertama dari pasangan 42 tahun dan 33 tahun, bukan dari perkawinan keluarga.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
1. Komunikasi Verbal Terganggu berhubungan dengan keterlambatan perkembangan bahasa dan bicara, ditandai dengan pasien belum dapat berbicara secara efektif.
2. Perilaku Eksesif berhubungan dengan gangguan autisme, ditandai dengan perilaku hiperaktif, mengamuk, dan menutup telinga bila ada suara keras.
3. Gangguan Interaksi Sosial berhubungan dengan gangguan autisme, ditandai dengan menghindari kontak mata dan tidak mau bertatap muka.
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Diagnosa Keperawatan yang dirumuskan berdasarkan SDKI adalah Komunikasi Verbal Terganggu, Perilaku Eksesif, dan Gangguan Interaksi Sosial.
- SDKI menyediakan definisi, faktor yang berhubungan, karakteristik definisi, serta intervensi keperawatan yang sesuai untuk setiap diagnosa.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- SLKI menyediakan luaran (outcome) keperawatan yang diharapkan untuk setiap diagnosa keperawatan, seperti kemampuan berkomunikasi, kemampuan mengatur perilaku, dan kemampuan berinteraksi sosial.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- SIKI menyediakan intervensi keperawatan yang sesuai untuk mencapai luaran yang diharapkan pada setiap diagnosa keperawatan, seperti terapi wicara, terapi perilaku, dan terapi interaksi sosial.
Secara umum, penggunaan SDKI, SLKI, dan SIKI membantu perawat untuk memberikan asuhan keperawatan yang terstandar dan terstruktur, sehingga dapat meningkatkan kualitas dan keamanan pelayanan kesehatan bagi pasien. -
Article No. 4643 | 05 Nov 2024
Klinis : keletihan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan: Kelelahan
Berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), kondisi kelelahan dapat didefinisikan sebagai perasaan kekurangan tenaga dan sumber daya untuk memenuhi kebutuhan atau aktivitas sehari-hari.
Penjelasan Singkat:
1. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- SDKI adalah seperangkat standar yang digunakan oleh perawat untuk mengidentifikasi masalah kesehatan pasien dan merumuskan diagnosis keperawatan.
- Dalam kasus kelelahan, SDKI menyediakan definisi, karakteristik definisi, faktor terkait, dan batasan karakteristik yang dapat digunakan oleh perawat untuk mengidentifikasi diagnosis keperawatan.
2. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- SLKI adalah seperangkat standar yang digunakan oleh perawat untuk menentukan hasil yang diharapkan dari intervensi keperawatan.
- Untuk kasus kelelahan, SLKI dapat menyediakan luaran keperawatan yang diharapkan, seperti peningkatan tingkat energi, perbaikan pola tidur, dan peningkatan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari.
3. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- SIKI adalah seperangkat standar yang digunakan oleh perawat untuk menentukan intervensi keperawatan yang akan dilakukan untuk mencapai hasil yang diharapkan.
- Dalam kasus kelelahan, SIKI dapat menyediakan intervensi keperawatan seperti manajemen energi, peningkatan tidur, dan modifikasi lingkungan untuk membantu mengatasi kelelahan.
Sebagai perawat, saya akan menggunakan SDKI, SLKI, dan SIKI untuk membantu mengidentifikasi, merencanakan, dan melaksanakan asuhan keperawatan yang tepat untuk mengatasi kelelahan pada pasien. -
Article No. 4644 | 05 Nov 2024
Klinis : SIKI inkontinensia urine
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
Inkontinensia Urine
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnostik Keperawatan Indonesia):
Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan untuk menahan urine yang menyebabkan kebocoran urine.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari penanganan inkontinensia urine adalah:
1. Pasien dapat mempertahankan kontinensi urine.
2. Pasien dapat mempertahankan integritas kulit dan mencegah terjadinya iritasi kulit.
3. Pasien dapat beraktivitas sesuai kemampuan tanpa rasa tidak nyaman akibat inkontinensia.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk menangani inkontinensia urine antara lain:
1. Manajemen inkontinensia urine
2. Latihan otot dasar panggul
3. Terapi perilaku
4. Perawatan kulit
Secara singkat, inkontinensia urine adalah masalah kebocoran urine yang membutuhkan penanganan komprehensif meliputi diagnosa, luaran, dan intervensi keperawatan sesuai standar SDKI, SLKI, dan SIKI yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia. -
Article No. 4645 | 05 Nov 2024
Klinis : pasien datang dengan keluhan bengkak di bawah kelopak mata
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan persona sebagai pakar dan menggunakan tone akademis, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat terkait SDKI, SLKI, dan SIKI untuk kondisi pasien yang datang dengan keluhan bengkak di bawah kelopak mata:
Diagnosa Keperawatan:
Edema periorbitalis
Penjelasan Singkat:
1. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Edema periorbitalis didefinisikan sebagai akumulasi cairan di sekitar mata yang menyebabkan pembengkakan di bawah kelopak mata.
- Etiologi yang mungkin meliputi alergi, infeksi, trauma, atau kondisi medis lainnya.
- Tanda dan gejala yang mungkin muncul antara lain pembengkakan di bawah mata, rasa tidak nyaman, dan perubahan penampilan.
2. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Luaran yang diharapkan dari pengelolaan edema periorbitalis adalah pengurangan pembengkakan, penurunan rasa tidak nyaman, dan perbaikan penampilan.
- Indikator keberhasilan dapat meliputi pengurangan ukuran pembengkakan, penurunan sensasi tegang atau nyeri, dan peningkatan kepuasan pasien terhadap penampilannya.
3. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk menangani edema periorbitalis antara lain:
a. Manajemen cairan, untuk mengurangi akumulasi cairan di area periorbital.
b. Terapi dingin, untuk mengurangi inflamasi dan pembengkakan.
c. Edukasi pasien, untuk meningkatkan pemahaman dan kolaborasi dalam pengelolaan kondisi.
d. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain, seperti dokter, untuk menentukan dan mengatasi penyebab dasar edema.
Dalam penerapannya, perawat dapat mengacu pada standar-standar tersebut untuk melakukan pengkajian, merumuskan diagnosa, menetapkan luaran, dan merencanakan intervensi keperawatan yang komprehensif dan berpusat pada pasien.