Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 3402 | 24 Oct 2024
Klinis : Pasien Ny. M usia 56 tahun datang ke poli bedah onkologi RSUDAM dengan keluhan muncul benjolan pada leher bagian kiri. Benjolan muncul sejak 4 bulan sebelum pasien datang ke RSAM. Benjolan berbentuk bulat dan awalnya sebesar kelereng atau sekitar 1 cm, tetapi lama- kelamaan benjolan tersebut membesar. Saat datang ke poli benjolan tersebut berukuran kurang lebih 8 cm. Benjolan terasa keras apabila diraba tetapi benjolan tersebut tidak terasa nyeri ataupun gatal. Benjolan berwarna seperti kulit sekitarnya dan tidak pernah berwarna kemerahan ataupun kehitaman. Pasien tidak mengalami kesulitan bernapas ataupun kesulitan dalam menelan. Berdebar-debar di dada dan mudah lelah disangkal. Pasien tidak mengalami penurunan berat badan drastis tanpa penyebab yang jelas. Sebelumnya, yaitu pada tahun 2016, 5 tahun yang lalu pasien pernah mengalami benjolan pada leher sebelah kiri. Benjolan berukuran sekitar 10 cm dan dioperasi karena mulai menyebabkan pasien merasa tidak nyaman. Pasien sempat meminum obat selama beberapa bulan lalu berhenti tetapi pasien tidak membawa dan tidak ingat nama obatnya. Riwayat alergi, Riwayat penyakit sistemik, dan keluhan serupa pada keluarga di sangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, nadi 70x/menit, respirasi 20x/menit, suhu aksila 36,6°C. Pada pemeriksaan kepala leher didapatkan massa di leher sebelah kiri berukuran kurang lebih 8x6 cm, teraba keras, berbatas tegas, immobile, berwarna kulit, dan pasien tidak merasakan nyeri. Pemeriksaan fisik thoraks, abdomen, dan ekstremitas tidak didapatkan kelainan. Pada pemeriksaan penunjang pasien diperoleh hasil pemeriksaan laboratorium berupa darah lengkap dengan hasil Hb 13,1 g/dL, Ht 41%, Leukosit 8.100/µL, Eritrosit 4,5 juta/µL, Trombosit 404.000/µL, MCV 89 fl, MCH 29 pg, MCHC 32 g/dL, LED 13 mm/jam. Hitung jenis basophil 0%, Eosinofil 0%, Batang 0%, Segmen 61%, Limfosit 33%, Monosit 6%. Pemeriksaan kimia darah yaitu SGOT 23 U/L, SGPT 34 U/L, GDS 97 mg/dL, Ureum 21 mg/dL, Creatinin 0,64 mg/dl, Natrium 140 mmol/L, Kalium 3,6 mmol/L, Kalsium 8,7 mg/dl, Klorida 111 mmol/L, CT 8 menit, BT 2 menit. Pemeriksaan fungsi tiroid T3 1,48 nmol/L dan 77.950 nmol/L. Hasil pemeriksaan rontgen thorax dalam batas normal. Hasil pemeriksaan FNAB makroskopis yaitu Benjolan submandibular kiri, 2 tahun kistik isi cairan 10cc encer kuning. Hasil pemeriksaan mikroskopis adalah sediaan sitologi dari submandibular terdiri atas tumor kistik yang mengandung sel makrofag, kista dan sedikit kelompokan sel epitel dengan kesan yaitu adanya kista retensi yang dapat berasal dari kelenjar liur dd/kista sisa perkembangan. Berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka diagnosis pada pasien ini adalah karsinoma tiroid dengan direncanakan untuk tindakan operasi yaitu RND. Pada kunjungan preoperatif didapatkan kondisi pasien tampak sakit sedang dengan skor American Society of Anesthesiologist (ASA) II. Hasil pemeriksaan laboratorium pasien memperoleh hasil dalam batas normal. Pemeriksaan pasien meliputi identitas pasien, persetujuan operasi, lembaran konsultasi anestesi, obat-obatan dan alat- alat uang diperlukan. Pasien dan keluarganya dijelaskan mengenai prosedur anestesi yang akan dilakukan. Pasien telah berpuasa selama 12 jam sebelum operasi. Pasien di instruksikan untuk menjaga oral hygiene, mengosongkan kandung kemih dan berdoa. Pasien dipastikan tidak menggunakan gigi palsu dan melepaskan perhiasan, lensa kontak maupun aksesoris lainnya. Kemudian pasien mengganti pakaian dengan pakaian operasi. Pasien juga dipasangkan akses intravena loading cairan kristaloid (Ringer Laktat) dengan menggunakan set tranfusi No. 18 telah terpasang di tangan kiri dan kanan dan menetes lancar. Lalu, pasien dibaringkan di meja operasi dengan posisi telentang. Di kamar operasi, pasien dipasang tensimeter dan saturasi oksigen untuk evaluasi nadi, tekanan darah, dan saturasi oksigen. Pada pasien ini didapatkan nadi pre-anastesi 70 kali/menit, tekanan darah 157/91 mmHg, dan saturasi oksigen 98%. Alat yang dipersiapkan di kamar operasi adalah mesin anestesi, monitor, selang penghubung (connector), face mask, tensimeter, oksimeter, memastikan selang gas O2 dan N2O terhubung dengan sumber sentral, mengisi vaporizer sevoflurane. Sebelum dilakukan induksi, pasien diberikan fentanyl 100 mcg yang berfungsi sebagai analgetik. Pasien juga di injeksi degan propofol 120 mg sebagai sedasi. Pasien diinduksi menggunakan gas oksigen dan sevofluran sebanyak 2% yang dialirkan ke sungkup dan ditempelkan terlebih dahulu ke wajah pasien sambal dilakukan Jaw Thrust dan melihat pergerakan dinding dadanya. Pasien dilakukan intubasi ETT nomor 7 dengan teknik intubasi apneu dengan muscle relaxant yaitu atracurium bromide 35 mg. Selama operasi, anestesi dipelihara dengan oksigen dan sevoflurane 2%. Operasi berlangsung kurang lebih selama 2 jam. Saat operasi hemodinamik pasien stabil, nadi dan saturasi dalam batas normal. Setelah operasi selesai, pasien dilakukan ekstubasi dan pasien dapat bernafas spontan regular dengan tanda- tanda vital yang dipertahankan stabil.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang Anda sampaikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat menggunakan standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Perdarahan (SDKI)
Definisi: Risiko mengalami kehilangan darah yang melebihi batas normal.
Etiologi: Prosedur pembedahan.
2. Nyeri Akut (SDKI)
Definisi: Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.
Etiologi: Prosedur pembedahan.
3. Risiko Infeksi (SDKI)
Definisi: Risiko terpapar mikroorganisme patogen yang dapat menyebabkan penyakit.
Etiologi: Prosedur pembedahan.
Rencana Keperawatan (SLKI):
1. Manajemen Perdarahan
Tujuan: Pasien tidak mengalami perdarahan selama dan setelah prosedur pembedahan.
Intervensi: Observasi tanda-tanda perdarahan, manajemen akses intravena, pemberian cairan/darah jika diindikasikan.
2. Manajemen Nyeri
Tujuan: Pasien bebas dari nyeri selama dan setelah prosedur pembedahan.
Intervensi: Asesmen nyeri, pemberian analgesik, terapi non-farmakologis.
3. Pencegahan Infeksi
Tujuan: Pasien bebas dari tanda-tanda infeksi selama dan setelah prosedur pembedahan.
Intervensi: Perawatan luka, pemberian antibiotik jika diindikasikan, edukasi pasien dan keluarga.
Implementasi dan Evaluasi (SIKI):
1. Pemantauan Tanda Vital
2. Pemberian Cairan/Darah
3. Pemberian Analgesik
4. Terapi Kompres Hangat/Dingin
5. Perawatan Luka Operasi
6. Edukasi Pencegahan Infeksi
Kesimpulan:
Diagnosa keperawatan yang muncul adalah Risiko Perdarahan, Nyeri Akut, dan Risiko Infeksi. Intervensi keperawatan berfokus pada manajemen perdarahan, nyeri, dan pencegahan infeksi dengan melakukan pemantauan, pemberian cairan/darah, analgesik, terapi kompres, perawatan luka, dan edukasi pada pasien. -
Article No. 3403 | 24 Oct 2024
Klinis : Pasien Ny. M usia 56 tahun datang ke poli bedah onkologi RSUDAM dengan keluhan muncul benjolan pada leher bagian kiri. Benjolan muncul sejak 4 bulan sebelum pasien datang ke RSAM. Benjolan berbentuk bulat dan awalnya sebesar kelereng atau sekitar 1 cm, tetapi lama- kelamaan benjolan tersebut membesar. Saat datang ke poli benjolan tersebut berukuran kurang lebih 8 cm. Benjolan terasa keras apabila diraba tetapi benjolan tersebut tidak terasa nyeri ataupun gatal. Benjolan berwarna seperti kulit sekitarnya dan tidak pernah berwarna kemerahan ataupun kehitaman. Pasien tidak mengalami kesulitan bernapas ataupun kesulitan dalam menelan. Berdebar-debar di dada dan mudah lelah disangkal. Pasien tidak mengalami penurunan berat badan drastis tanpa penyebab yang jelas. Sebelumnya, yaitu pada tahun 2016, 5 tahun yang lalu pasien pernah mengalami benjolan pada leher sebelah kiri. Benjolan berukuran sekitar 10 cm dan dioperasi karena mulai menyebabkan pasien merasa tidak nyaman. Pasien sempat meminum obat selama beberapa bulan lalu berhenti tetapi pasien tidak membawa dan tidak ingat nama obatnya. Riwayat alergi, Riwayat penyakit sistemik, dan keluhan serupa pada keluarga di sangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, nadi 70x/menit, respirasi 20x/menit, suhu aksila 36,6°C. Pada pemeriksaan kepala leher didapatkan massa di leher sebelah kiri berukuran kurang lebih 8x6 cm, teraba keras, berbatas tegas, immobile, berwarna kulit, dan pasien tidak merasakan nyeri. Pemeriksaan fisik thoraks, abdomen, dan ekstremitas tidak didapatkan kelainan. Pada pemeriksaan penunjang pasien diperoleh hasil pemeriksaan laboratorium berupa darah lengkap dengan hasil Hb 13,1 g/dL, Ht 41%, Leukosit 8.100/µL, Eritrosit 4,5 juta/µL, Trombosit 404.000/µL, MCV 89 fl, MCH 29 pg, MCHC 32 g/dL, LED 13 mm/jam. Hitung jenis basophil 0%, Eosinofil 0%, Batang 0%, Segmen 61%, Limfosit 33%, Monosit 6%. Pemeriksaan kimia darah yaitu SGOT 23 U/L, SGPT 34 U/L, GDS 97 mg/dL, Ureum 21 mg/dL, Creatinin 0,64 mg/dl, Natrium 140 mmol/L, Kalium 3,6 mmol/L, Kalsium 8,7 mg/dl, Klorida 111 mmol/L, CT 8 menit, BT 2 menit. Pemeriksaan fungsi tiroid T3 1,48 nmol/L dan 77.950 nmol/L. Hasil pemeriksaan rontgen thorax dalam batas normal. Hasil pemeriksaan FNAB makroskopis yaitu Benjolan submandibular kiri, 2 tahun kistik isi cairan 10cc encer kuning. Hasil pemeriksaan mikroskopis adalah sediaan sitologi dari submandibular terdiri atas tumor kistik yang mengandung sel makrofag, kista dan sedikit kelompokan sel epitel dengan kesan yaitu adanya kista retensi yang dapat berasal dari kelenjar liur dd/kista sisa perkembangan. Berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka diagnosis pada pasien ini adalah karsinoma tiroid dengan direncanakan untuk tindakan operasi yaitu RND. Pada kunjungan preoperatif didapatkan kondisi pasien tampak sakit sedang dengan skor American Society of Anesthesiologist (ASA) II. Hasil pemeriksaan laboratorium pasien memperoleh hasil dalam batas normal. Pemeriksaan pasien meliputi identitas pasien, persetujuan operasi, lembaran konsultasi anestesi, obat-obatan dan alat- alat uang diperlukan. Pasien dan keluarganya dijelaskan mengenai prosedur anestesi yang akan dilakukan. Pasien telah berpuasa selama 12 jam sebelum operasi. Pasien di instruksikan untuk menjaga oral hygiene, mengosongkan kandung kemih dan berdoa. Pasien dipastikan tidak menggunakan gigi palsu dan melepaskan perhiasan, lensa kontak maupun aksesoris lainnya. Kemudian pasien mengganti pakaian dengan pakaian operasi. Pasien juga dipasangkan akses intravena loading cairan kristaloid (Ringer Laktat) dengan menggunakan set tranfusi No. 18 telah terpasang di tangan kiri dan kanan dan menetes lancar. Lalu, pasien dibaringkan di meja operasi dengan posisi telentang. Di kamar operasi, pasien dipasang tensimeter dan saturasi oksigen untuk evaluasi nadi, tekanan darah, dan saturasi oksigen. Pada pasien ini didapatkan nadi pre-anastesi 70 kali/menit, tekanan darah 157/91 mmHg, dan saturasi oksigen 98%. Alat yang dipersiapkan di kamar operasi adalah mesin anestesi, monitor, selang penghubung (connector), face mask, tensimeter, oksimeter, memastikan selang gas O2 dan N2O terhubung dengan sumber sentral, mengisi vaporizer sevoflurane. Sebelum dilakukan induksi, pasien diberikan fentanyl 100 mcg yang berfungsi sebagai analgetik. Pasien juga di injeksi degan propofol 120 mg sebagai sedasi. Pasien diinduksi menggunakan gas oksigen dan sevofluran sebanyak 2% yang dialirkan ke sungkup dan ditempelkan terlebih dahulu ke wajah pasien sambal dilakukan Jaw Thrust dan melihat pergerakan dinding dadanya. Pasien dilakukan intubasi ETT nomor 7 dengan teknik intubasi apneu dengan muscle relaxant yaitu atracurium bromide 35 mg. Selama operasi, anestesi dipelihara dengan oksigen dan sevoflurane 2%. Operasi berlangsung kurang lebih selama 2 jam. Saat operasi hemodinamik pasien stabil, nadi dan saturasi dalam batas normal. Setelah operasi selesai, pasien dilakukan ekstubasi dan pasien dapat bernafas spontan regular dengan tanda- tanda vital yang dipertahankan stabil.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi pasien Ny. M yang dipaparkan, berikut diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI-SLKI-SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Perdarahan berhubungan dengan tindakan operasi serta faktor hematologi.
2. Risiko Infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan dan penggunaan alat medis invasif.
3. Risiko Gangguan Rasa Aman berhubungan dengan kondisi penyakit dan tindakan pembedahan.
Penjelasan singkat:
1. Risiko Perdarahan
SDKI: Peningkatan kemungkinan kehilangan darah yang melebihi batas normal, yang dapat mengancam kesehatan.
SLKI: Monitoring Perdarahan, Manajemen Perdarahan.
SIKI: Observasi Tanda-Tanda Vital, Kolaborasi Pemberian Obat Antikoagulan, Kolaborasi Pemberian Transfusi Darah.
2. Risiko Infeksi
SDKI: Peningkatan risiko yang dapat menimbulkan respon inflamasi sebagai akibat masuknya patogen atau mikroorganisme ke dalam tubuh.
SLKI: Manajemen Infeksi, Pencegahan Infeksi.
SIKI: Perawatan Luka Operasi, Kolaborasi Pemberian Antibiotik, Edukasi Pencegahan Infeksi.
3. Risiko Gangguan Rasa Aman
SDKI: Peningkatan kemungkinan pengalaman rasa takut, cemas, atau tidak aman yang berkaitan dengan ancaman yang dirasakan terhadap integritas diri.
SLKI: Manajemen Rasa Takut, Terapi Relaksasi.
SIKI: Komunikasi Terapeutik, Edukasi Prosedur Operasi, Pendampingan Psikologis.
Dalam mengelola kondisi pasien Ny. M, perawat perlu memperhatikan dan melaksanakan intervensi keperawatan sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah dirumuskan, dengan berpedoman pada standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia. -
Article No. 3404 | 24 Oct 2024
Klinis : Pasien Ny. M usia 56 tahun datang ke poli bedah onkologi RSUDAM dengan keluhan muncul benjolan pada leher bagian kiri. Benjolan muncul sejak 4 bulan sebelum pasien datang ke RSAM. Benjolan berbentuk bulat dan awalnya sebesar kelereng atau sekitar 1 cm, tetapi lama- kelamaan benjolan tersebut membesar. Saat datang ke poli benjolan tersebut berukuran kurang lebih 8 cm. Benjolan terasa keras apabila diraba tetapi benjolan tersebut tidak terasa nyeri ataupun gatal. Benjolan berwarna seperti kulit sekitarnya dan tidak pernah berwarna kemerahan ataupun kehitaman. Pasien tidak mengalami kesulitan bernapas ataupun kesulitan dalam menelan. Berdebar-debar di dada dan mudah lelah disangkal. Pasien tidak mengalami penurunan berat badan drastis tanpa penyebab yang jelas. Sebelumnya, yaitu pada tahun 2016, 5 tahun yang lalu pasien pernah mengalami benjolan pada leher sebelah kiri. Benjolan berukuran sekitar 10 cm dan dioperasi karena mulai menyebabkan pasien merasa tidak nyaman. Pasien sempat meminum obat selama beberapa bulan lalu berhenti tetapi pasien tidak membawa dan tidak ingat nama obatnya. Riwayat alergi, Riwayat penyakit sistemik, dan keluhan serupa pada keluarga di sangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, nadi 70x/menit, respirasi 20x/menit, suhu aksila 36,6°C. Pada pemeriksaan kepala leher didapatkan massa di leher sebelah kiri berukuran kurang lebih 8x6 cm, teraba keras, berbatas tegas, immobile, berwarna kulit, dan pasien tidak merasakan nyeri. Pemeriksaan fisik thoraks, abdomen, dan ekstremitas tidak didapatkan kelainan. Pada pemeriksaan penunjang pasien diperoleh hasil pemeriksaan laboratorium berupa darah lengkap dengan hasil Hb 13,1 g/dL, Ht 41%, Leukosit 8.100/µL, Eritrosit 4,5 juta/µL, Trombosit 404.000/µL, MCV 89 fl, MCH 29 pg, MCHC 32 g/dL, LED 13 mm/jam. Hitung jenis basophil 0%, Eosinofil 0%, Batang 0%, Segmen 61%, Limfosit 33%, Monosit 6%. Pemeriksaan kimia darah yaitu SGOT 23 U/L, SGPT 34 U/L, GDS 97 mg/dL, Ureum 21 mg/dL, Creatinin 0,64 mg/dl, Natrium 140 mmol/L, Kalium 3,6 mmol/L, Kalsium 8,7 mg/dl, Klorida 111 mmol/L, CT 8 menit, BT 2 menit. Pemeriksaan fungsi tiroid T3 1,48 nmol/L dan 77.950 nmol/L. Hasil pemeriksaan rontgen thorax dalam batas normal. Hasil pemeriksaan FNAB makroskopis yaitu Benjolan submandibular kiri, 2 tahun kistik isi cairan 10cc encer kuning. Hasil pemeriksaan mikroskopis adalah sediaan sitologi dari submandibular terdiri atas tumor kistik yang mengandung sel makrofag, kista dan sedikit kelompokan sel epitel dengan kesan yaitu adanya kista retensi yang dapat berasal dari kelenjar liur dd/kista sisa perkembangan. Berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka diagnosis pada pasien ini adalah karsinoma tiroid dengan direncanakan untuk tindakan operasi yaitu RND. Pada kunjungan preoperatif didapatkan kondisi pasien tampak sakit sedang dengan skor American Society of Anesthesiologist (ASA) II. Hasil pemeriksaan laboratorium pasien memperoleh hasil dalam batas normal. Pemeriksaan pasien meliputi identitas pasien, persetujuan operasi, lembaran konsultasi anestesi, obat-obatan dan alat- alat uang diperlukan. Pasien dan keluarganya dijelaskan mengenai prosedur anestesi yang akan dilakukan. Pasien telah berpuasa selama 12 jam sebelum operasi. Pasien di instruksikan untuk menjaga oral hygiene, mengosongkan kandung kemih dan berdoa. Pasien dipastikan tidak menggunakan gigi palsu dan melepaskan perhiasan, lensa kontak maupun aksesoris lainnya. Kemudian pasien mengganti pakaian dengan pakaian operasi. Pasien juga dipasangkan akses intravena loading cairan kristaloid (Ringer Laktat) dengan menggunakan set tranfusi No. 18 telah terpasang di tangan kiri dan kanan dan menetes lancar. Lalu, pasien dibaringkan di meja operasi dengan posisi telentang. Di kamar operasi, pasien dipasang tensimeter dan saturasi oksigen untuk evaluasi nadi, tekanan darah, dan saturasi oksigen. Pada pasien ini didapatkan nadi pre-anastesi 70 kali/menit, tekanan darah 157/91 mmHg, dan saturasi oksigen 98%. Alat yang dipersiapkan di kamar operasi adalah mesin anestesi, monitor, selang penghubung (connector), face mask, tensimeter, oksimeter, memastikan selang gas O2 dan N2O terhubung dengan sumber sentral, mengisi vaporizer sevoflurane. Sebelum dilakukan induksi, pasien diberikan fentanyl 100 mcg yang berfungsi sebagai analgetik. Pasien juga di injeksi degan propofol 120 mg sebagai sedasi. Pasien diinduksi menggunakan gas oksigen dan sevofluran sebanyak 2% yang dialirkan ke sungkup dan ditempelkan terlebih dahulu ke wajah pasien sambal dilakukan Jaw Thrust dan melihat pergerakan dinding dadanya. Pasien dilakukan intubasi ETT nomor 7 dengan teknik intubasi apneu dengan muscle relaxant yaitu atracurium bromide 35 mg. Selama operasi, anestesi dipelihara dengan oksigen dan sevoflurane 2%. Operasi berlangsung kurang lebih selama 2 jam. Saat operasi hemodinamik pasien stabil, nadi dan saturasi dalam batas normal. Setelah operasi selesai, pasien dilakukan ekstubasi dan pasien dapat bernafas spontan regular dengan tanda- tanda vital yang dipertahankan stabil.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah Diagnosa Keperawatan, penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI, dan rencana tindakan keperawatan untuk pasien Ny. M:
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Perdarahan berhubungan dengan prosedur pembedahan (NANDA-I)
2. Nyeri Akut berhubungan dengan prosedur pembedahan (NANDA-I)
3. Risiko Infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan (NANDA-I)
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
1. Risiko Perdarahan
- Definisi: Peningkatan risiko kehilangan darah melebihi volume normal, yang dapat membahayakan kesehatan.
- Faktor risiko: Prosedur pembedahan.
- Gejala/tanda: Perdarahan aktif, nadi cepat, tekanan darah rendah, pucat, payah, dan pusing.
2. Nyeri Akut
- Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.
- Penyebab: Prosedur pembedahan.
- Gejala/tanda: Ekspresi wajah mengernyit, mengeluh sakit, gerakan protektif, dan peningkatan tanda-tanda vital.
3. Risiko Infeksi
- Definisi: Peningkatan risiko terserang oleh organisme patogen.
- Faktor risiko: Prosedur pembedahan.
- Gejala/tanda: Peningkatan suhu tubuh, edema, kemerahan, dan nyeri.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Kontrol Perdarahan
2. Manajemen Nyeri
3. Pencegahan Infeksi
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Pemantauan Tanda-tanda Vital
2. Pemberian Analgesik
3. Perawatan Luka Operasi
Rencana Tindakan Keperawatan:
1. Pemantauan tanda-tanda vital secara berkala untuk mendeteksi tanda-tanda perdarahan.
2. Pemberian analgesik sesuai dengan resep dokter untuk mengelola nyeri.
3. Perawatan luka operasi dengan menjaga kebersihan dan kekeringan luka untuk mencegah infeksi.
4. Pemberian edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai perawatan luka, tanda-tanda komplikasi, dan pentingnya mengikuti instruksi setelah operasi. -
Article No. 3405 | 24 Oct 2024
Klinis : geriatri
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi geriatri dengan tone akademis dan persona sebagai pakar perawat.
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Jatuh
Definisi: Kerentanan yang meningkat untuk terjatuh, yang dapat menyebabkan cidera fisik.
2. Intoleransi Aktivitas
Definisi: Ketidakmampuan untuk mentolerir aktivitas fisik pada tingkat yang dibutuhkan.
3. Gangguan Mobilitas Fisik
Definisi: Keterbatasan dalam pergerakan fisik yang disebabkan oleh penurunan kekuatan, ketahanan, atau fleksibilitas.
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Merupakan standar diagnosis keperawatan yang dikembangkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).
- SDKI memberikan definisi, karakteristik, faktor yang berhubungan, dan indikator diagnosis keperawatan yang dapat digunakan oleh perawat.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Merupakan standar luaran atau hasil keperawatan yang dikembangkan oleh PPNI.
- SLKI menyediakan definisi, kriteria hasil, dan indikator untuk mengevaluasi efektivitas intervensi keperawatan.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Merupakan standar intervensi keperawatan yang dikembangkan oleh PPNI.
- SIKI menyediakan definisi, aktivitas, dan rasional untuk intervensi keperawatan yang dapat digunakan oleh perawat dalam memberikan perawatan yang berpusat pada pasien.
Dalam konteks geriatri, penggunaan SDKI, SLKI, dan SIKI membantu perawat dalam mengidentifikasi, merencanakan, dan mengevaluasi asuhan keperawatan yang komprehensif dan berpusat pada pasien lanjut usia. Hal ini penting untuk memenuhi kebutuhan unik pasien geriatri dan meningkatkan kualitas hidup mereka. -
Article No. 3406 | 24 Oct 2024
Klinis : mual, lemah badan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan kondisi mual, lemah badan yang Anda deskripsikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan standar SDKI - SLKI - SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
Diagnosa Keperawatan:
1. Mual (SDKI)
2. Intoleransi Aktivitas (SDKI)
Penjelasan Singkat:
1. Mual (SDKI)
- Definisi: Sensasi tidak nyaman di daerah epigastrium yang dapat mengarah pada keinginan untuk memuntahkan isi lambung.
- Faktor yang Berhubungan: Penyakit gastrointestinal, efek samping obat, infeksi, kelainan metabolik, stres psikologis.
- Gejala dan Tanda: Sensasi tidak nyaman di daerah epigastrium, rasa ingin muntah, pucat, keringat dingin.
2. Intoleransi Aktivitas (SDKI)
- Definisi: Ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas sehari-hari yang diinginkan karena keterbatasan fisik dan/atau psikologis.
- Faktor yang Berhubungan: Kelemahan umum, penurunan massa otot, ketidakseimbangan elektrolit, anemia, gangguan neurologis, gangguan kardiovaskular.
- Gejala dan Tanda: Fatigue, sesak napas, nyeri, palpitasi, lemah, cepat lelah.
Dalam konteks ini, mual dan intoleransi aktivitas (lemah badan) dapat saling terkait, di mana mual dapat menyebabkan penurunan masukan nutrisi dan cairan, sehingga menimbulkan kelemahan tubuh atau intoleransi aktivitas. Penanganan yang komprehensif diperlukan untuk mengelola kedua diagnosa keperawatan ini.
Sebagai seorang pakar keperawatan, saya akan melakukan pengkajian yang lebih mendalam untuk memperoleh data yang akurat, menentukan prioritas masalah, dan menyusun rencana asuhan keperawatan yang tepat untuk pasien. -
Article No. 3407 | 24 Oct 2024
Klinis : Sakit sedang, kolesterol 194, teigliserida 313
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berdasarkan informasi yang Anda berikan mengenai kondisi kesehatan dengan rincian sebagai berikut:
- Sakit sedang
- Kolesterol 194
- Trigliserida 313
Sesuai dengan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) yang diterbitkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), maka dapat diberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkatnya sebagai berikut:
Diagnosa Keperawatan:
1. Ketidakseimbangan Nutrisi: Lebih dari Kebutuhan Tubuh
- Penjelasan singkat: Kondisi di mana asupan nutrisi melebihi kebutuhan tubuh, sehingga mengakibatkan peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida dalam darah.
Luaran Keperawatan (SLKI):
1. Keseimbangan Nutrisi
- Indikator: Kadar kolesterol dan trigliserida dalam rentang normal.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Manajemen Terapi Nutrisi
- Bertujuan untuk mengatur asupan nutrisi agar sesuai dengan kebutuhan tubuh dan mempertahankan status gizi yang optimal.
2. Edukasi Gizi
- Bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman pasien terkait dengan kebutuhan nutrisi yang seimbang.
Dengan tone akademis, persona pakar/perawat, diharapkan informasi ini dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai diagnosa keperawatan, luaran keperawatan, dan intervensi keperawatan yang sesuai dengan kondisi yang Anda sampaikan. -
Article No. 3408 | 24 Oct 2024
Klinis : nyeri
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan: Nyeri
Penjelasan singkat berdasarkan standar SDKI - SLKI - SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau digambarkan dalam istilah kerusakan tersebut.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Setelah intervensi keperawatan, pasien dapat menunjukkan:
1. Ekspresi wajah rileks
2. Tanda-tanda vital dalam batas normal
3. Melaporkan nyeri berkurang
4. Dapat beristirahat dengan nyaman
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk menangani nyeri, antara lain:
1. Manajemen nyeri: mengkaji nyeri secara komprehensif, memberikan analgesik sesuai indikasi, dan melakukan teknik non-farmakologis seperti relaksasi, terapi musik, atau kompres hangat/dingin.
2. Edukasi: memberikan informasi tentang nyeri, penyebab, dan strategi penanganan nyeri.
3. Kolaborasi: koordinasi dengan tenaga kesehatan lain, seperti dokter, untuk penanganan nyeri yang efektif.
Sebagai perawat, saya akan melakukan assessment yang komprehensif untuk mengidentifikasi karakteristik nyeri pasien, mencari penyebab, dan merencanakan intervensi keperawatan yang sesuai untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan kenyamanan pasien. -
Article No. 3409 | 24 Oct 2024
Klinis : Pasien merasa lemas, tidak kuat berjalan, merasa sakit di tulang-tulang, nadi 101x/mnt, gds 78, dengan diagnosa DMT2, ckd st 5 on hemodialisa 2x/mggu, tidak bab 10 hari, tidak kencing satu setengah hari
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi pasien yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh
- SDKI: Keadaan di mana asupan zat gizi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
- SLKI: Peningkatan asupan nutrisi sesuai kebutuhan.
- SIKI: Pemberian terapi nutrisi, Monitor asupan nutrisi, Kolaborasi dengan tim gizi.
2. Intoleransi Aktivitas
- SDKI: Keterbatasan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas rutin yang diinginkan atau dibutuhkan akibat ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
- SLKI: Peningkatan kemampuan dalam beraktivitas.
- SIKI: Monitor tanda-tanda vital, Manajemen aktivitas, Fasilitasi pemulihan energi.
3. Konstipasi
- SDKI: Kondisi di mana terjadi penurunan frekuensi, kesulitan, atau ketidaknyamanan dalam defekasi.
- SLKI: Peningkatan pola defekasi yang normal.
- SIKI: Manajemen konstipasi, Monitor intake cairan dan eliminasi, Kolaborasi dengan tim kesehatan.
4. Oliguria
- SDKI: Penurunan volume urin kurang dari 400 ml/24 jam.
- SLKI: Peningkatan volume urin sesuai kebutuhan.
- SIKI: Monitor intake dan eliminasi cairan, Pemberian cairan intravena, Kolaborasi dengan tim kesehatan.
Penjelasan singkat:
Pasien mengalami kondisi yang mencakup beberapa permasalahan keperawatan, seperti ketidakseimbangan nutrisi, intoleransi aktivitas, konstipasi, dan oliguria. Diagnosa keperawatan ini didasarkan pada keluhan pasien, tanda-tanda vital, dan kondisi medis yang ada. Intervensi keperawatan yang direkomendasikan meliputi manajemen nutrisi, aktivitas, eliminasi, dan kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya untuk mencapai hasil yang optimal bagi pasien. -
Article No. 3410 | 24 Oct 2024
Klinis : Pasien merasa lemas, tidak kuat berjalan, merasa sakit di tulang-tulang, nadi 101x/mnt, gds 78, dengan diagnosa DMT2, ckd st 5 on hemodialisa 2x/mggu, tidak bab 10 hari, tidak kencing satu setengah hari
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis berdasarkan kondisi yang Anda deskripsikan. Dalam format yang terstruktur, sebagai berikut:
1. Kode ICD-10:
- Kode: R53.1
- Deskripsi: Malaise dan fatigue
2. Kode ICD-10:
- Kode: R26.2
- Deskripsi: Gangguan berjalan, tidak terklasifikasi di tempat lain
3. Kode ICD-10:
- Kode: M79.1
- Deskripsi: Mialagia
4. Kode ICD-10:
- Kode: R00.0
- Deskripsi: Takikardia, tidak terklasifikasi di tempat lain
5. Kode ICD-10:
- Kode: R73.9
- Deskripsi: Hiperglikemia, tidak terklasifikasi di tempat lain
6. Kode ICD-10:
- Kode: E11.22
- Deskripsi: Diabetes mellitus tipe 2 dengan komplikasi ginjal
7. Kode ICD-10:
- Kode: N18.6
- Deskripsi: Penyakit ginjal kronik stadium 5
8. Kode ICD-9-CM Procedure:
- Kode: 39.95
- Deskripsi: Hemodialisis
9. Kode ICD-10:
- Kode: R19.8
- Deskripsi: Tanda dan gejala gastrointestinal dan abdomen lainnya, tidak terklasifikasi di tempat lain
10. Kode ICD-10:
- Kode: R33.9
- Deskripsi: Retensi urin, tidak terklasifikasi di tempat lain
Penjelasan detail:
- Pasien mengalami gejala-gejala umum seperti merasa lemas, tidak kuat berjalan, dan rasa sakit di tulang-tulang, yang dapat diklasifikasikan dalam kode ICD-10 R53.1 (Malaise dan fatigue), R26.2 (Gangguan berjalan, tidak terklasifikasi di tempat lain), dan M79.1 (Mialagia).
- Tanda vital menunjukkan takikardia dengan nadi 101x/mnt, yang dapat diklasifikasikan dalam kode ICD-10 R00.0 (Takikardia, tidak terklasifikasi di tempat lain).
- Gula darah sewaktu (GDS) 78 mg/dL, yang dapat diklasifikasikan dalam kode ICD-10 R73.9 (Hiperglikemia, tidak terklasifikasi di tempat lain).
- Pasien diketahui memiliki riwayat Diabetes Mellitus Tipe 2 (DMT2) dengan komplikasi ginjal, yang dapat diklasifikasikan dalam kode ICD-10 E11.22 (Diabetes mellitus tipe 2 dengan komplikasi ginjal).
- Pasien juga diketahui menderita Penyakit Ginjal Kronik (CKD) stadium 5 yang sedang menjalani hemodialisis 2 kali seminggu, yang dapat diklasifikasikan dalam kode ICD-10 N18.6 (Penyakit ginjal kronik stadium 5) dan kode ICD-9-CM 39.95 (Hemodialisis).
- Pasien juga mengalami keluhan tidak bab selama 10 hari dan tidak kencing selama satu setengah hari, yang dapat diklasifikasikan dalam kode ICD-10 R19.8 (Tanda dan gejala gastrointestinal dan abdomen lainnya, tidak terklasifikasi di tempat lain) dan R33.9 (Retensi urin, tidak terklasifikasi di tempat lain). -
Article No. 3411 | 24 Oct 2024
Klinis : Pasien merasa lemas, tidak kuat berjalan, merasa sakit di tulang-tulang, nadi 101x/mnt, gds 78, dengan diagnosa DMT2, ckd st 5 on hemodialisa 2x/mggu, tidak bab 10 hari, tidak kencing satu setengah hari
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang Anda paparkan, berikut adalah diagnosis keperawatan beserta penjelasan singkat menggunakan standar SDKI - SLKI - SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
1. Diagnosis Keperawatan: Intoleransi Aktivitas
- SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia): Ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas harian yang diinginkan/dibutuhkan secara mandiri.
- SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia): Kemampuan individu untuk melakukan aktivitas harian yang diinginkan/dibutuhkan secara mandiri.
- SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia): Tindakan keperawatan untuk memfasilitasi kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas harian yang diinginkan/dibutuhkan secara mandiri.
2. Diagnosis Keperawatan: Konstipasi
- SDKI: Penurunan frekuensi, kesulitan, atau tidak dapat buang air besar.
- SLKI: Kemampuan individu untuk mempertahankan pola buang air besar yang normal.
- SIKI: Tindakan keperawatan untuk memfasilitasi pemeliharaan pola buang air besar yang normal.
3. Diagnosis Keperawatan: Kekurangan Volume Cairan
- SDKI: Kehilangan cairan secara berlebihan yang tidak dapat diganti.
- SLKI: Keseimbangan antara asupan dan pengeluaran cairan.
- SIKI: Tindakan keperawatan untuk memfasilitasi keseimbangan antara asupan dan pengeluaran cairan.
Penjelasan singkat:
Pasien mengalami gejala-gejala yang menunjukkan intoleransi aktivitas, seperti merasa lemas dan tidak kuat berjalan. Selain itu, pasien juga mengalami konstipasi (tidak bab selama 10 hari) dan kekurangan volume cairan (tidak kencing selama 1,5 hari). Kondisi ini dapat disebabkan oleh penyakit diabetes melitus tipe 2 (DMT2) dan penyakit ginjal kronis (CKD) stadium 5 yang memerlukan hemodialisis 2 kali seminggu.
Diagnosis keperawatan yang sesuai dengan kondisi pasien adalah Intoleransi Aktivitas, Konstipasi, dan Kekurangan Volume Cairan. Perawat perlu melakukan intervensi keperawatan yang sesuai untuk memfasilitasi kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas harian, mempertahankan pola buang air besar yang normal, dan menjaga keseimbangan antara asupan dan pengeluaran cairan.