Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 3372 | 24 Oct 2024
Klinis : Pada tanggal 23 Oktober 2023, pasien laki-laki Tn. H 63 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) dengan keluhan nyeri di wajah yang menjalar ke area dahi dengan Visual Analog Scale (VAS) 8 yang dirasakan bertambah berat. Muntah, penurunan kesadaran, kejang disangkal. Pasien juga mengeluhkan lemas sejak satu minggu sebelumnya. Pasien kesulitan untuk mengunyah dan menelan dan berat badan turun 20 kg dalam empat bulan terakhir. Sejak empat bulan lalu muncul keluhan nyeri di belakang hidung. Pasien memperoleh obat nyeri di rumah sakit, namun tidak membaik. Nyeri di wajah dirasakan makin hebat. Sejak dua bulan, pasien mengeluh nyeri di wajah memberat dengan VAS 7-8. Sejak satu bulan sebelum perawatan, pasien mengeluh mulai sulit menelan, pasien hanya bisa konsumsi makanan dalam bentuk cair. Keluhan nyeri di wajah dan pandangan kabur dirasakan masih sama seperti sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit berat, kesadaran somnolen, dan keadaan gizi buruk. Tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 84x/menit, suhu 36,7 C, dan pernapasan 22 x/menit.Ditemukan ptosis mata kiri, deviasi septum nasi, nyeri tekan sinus, dan perdarahan pada hidung. Pada pemeriksaan CT scan, ditemukan massa padat karakteristik maligna di regio nasofaring dengan perluasan ke parafaring bilateral, sinus ethmoid dan sphenoid bilateral, dan perluasan intrakranial regio sellaparasella bilateral dan sisterna prepontine. Hasil biopsi massa tumor menemukan sel kanker nasofaring stadium lokal lanjut. Pasien diberikan Morphine Immediate Release (MIR) 10 mg per oral dan gabapentin 2 x 200 mg per oral untuk mengatasi keluhan nyeri. Pasien mengaku rasa nyeri membaik setelah diberi obat, namun terkadang nyeri masih dirasakan hilang timbul (VAS 3-4). Pasien lebih sering tertidur di siang hari dan seringkali merasa gelisah di malam hari sehingga sulit untuk tertidur. Pasien juga mengeluh mengalami sembelit. Dokter mempertimbangkan untuk memberikan terapi non- farmakologis sebagai terapi komplementer terkait keluhan nyeri tersebut.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi pasien yang Anda berikan:
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri kronis berhubungan dengan pertumbuhan tumor ganas pada nasofaring dan parafaring, ditandai dengan keluhan nyeri di wajah dengan VAS 8 yang menjalar ke daerah dahi.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum dan malnutrisi, ditandai dengan keluhan lemas dan penurunan berat badan 20 kg dalam 4 bulan terakhir.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan kecemasan, ditandai dengan sering tertidur di siang hari dan kesulitan tidur di malam hari.
4. Konstipasi berhubungan dengan efek samping obat analgesik, ditandai dengan keluhan sembelit.
Penjelasan Singkat SDKI - SLKI - SIKI:
1. Nyeri Kronis:
- SDKI: Nyeri yang tidak kunjung membaik dalam jangka waktu yang lama, disebabkan oleh proses patologis yang menetap.
- SLKI: Kolaborasi dengan tim medis untuk penanganan nyeri kronis, pemberian analgesik yang tepat, terapi nonfarmakologis seperti relaksasi, distraksi, dan terapi komplementer.
- SIKI: Manajemen nyeri, pemberian analgesik, terapi komplementer, edukasi pasien dan keluarga.
2. Intoleransi Aktivitas:
- SDKI: Keterbatasan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari akibat adanya kondisi yang mengganggu.
- SLKI: Intervensi untuk meningkatkan toleransi aktivitas, nutrisi adekuat, dan manajemen gejala penyakit.
- SIKI: Pengkajian toleransi aktivitas, perawatan nutrisi, manajemen gejala, dan rehabilitasi.
3. Gangguan Pola Tidur:
- SDKI: Perubahan dalam kualitas atau kuantitas tidur yang mengganggu fungsi normal individu.
- SLKI: Intervensi untuk memperbaiki kualitas tidur, manajemen nyeri, dan pengelolaan kecemasan.
- SIKI: Pengkajian pola tidur, manajemen nyeri, intervensi relaksasi, dan edukasi.
4. Konstipasi:
- SDKI: Penurunan frekuensi, kesulitan, atau inkomplet defekasi.
- SLKI: Intervensi untuk meningkatkan frekuensi dan kemudahan defekasi, monitor intake cairan dan nutrisi.
- SIKI: Pengkajian pola defekasi, manajemen pemberian laksatif, edukasi diet dan cairan.
Secara keseluruhan, penanganan komprehensif melibatkan kolaborasi tim kesehatan, manajemen gejala, terapi nonfarmakologis, edukasi, dan upaya rehabilitatif untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. -
Article No. 3373 | 24 Oct 2024
Klinis : Pada tanggal 23 Oktober 2023, pasien laki-laki Tn. H 63 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) dengan keluhan nyeri di wajah yang menjalar ke area dahi dengan Visual Analog Scale (VAS) 8 yang dirasakan bertambah berat. Muntah, penurunan kesadaran, kejang disangkal. Pasien juga mengeluhkan lemas sejak satu minggu sebelumnya. Pasien kesulitan untuk mengunyah dan menelan dan berat badan turun 20 kg dalam empat bulan terakhir. Sejak empat bulan lalu muncul keluhan nyeri di belakang hidung. Pasien memperoleh obat nyeri di rumah sakit, namun tidak membaik. Nyeri di wajah dirasakan makin hebat. Sejak dua bulan, pasien mengeluh nyeri di wajah memberat dengan VAS 7-8. Sejak satu bulan sebelum perawatan, pasien mengeluh mulai sulit menelan, pasien hanya bisa konsumsi makanan dalam bentuk cair. Keluhan nyeri di wajah dan pandangan kabur dirasakan masih sama seperti sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit berat, kesadaran somnolen, dan keadaan gizi buruk. Tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 84x/menit, suhu 36,7 C, dan pernapasan 22 x/menit.Ditemukan ptosis mata kiri, deviasi septum nasi, nyeri tekan sinus, dan perdarahan pada hidung. Pada pemeriksaan CT scan, ditemukan massa padat karakteristik maligna di regio nasofaring dengan perluasan ke parafaring bilateral, sinus ethmoid dan sphenoid bilateral, dan perluasan intrakranial regio sellaparasella bilateral dan sisterna prepontine. Hasil biopsi massa tumor menemukan sel kanker nasofaring stadium lokal lanjut. Pasien diberikan Morphine Immediate Release (MIR) 10 mg per oral dan gabapentin 2 x 200 mg per oral untuk mengatasi keluhan nyeri. Pasien mengaku rasa nyeri membaik setelah diberi obat, namun terkadang nyeri masih dirasakan hilang timbul (VAS 3-4). Pasien lebih sering tertidur di siang hari dan seringkali merasa gelisah di malam hari sehingga sulit untuk tertidur. Pasien juga mengeluh mengalami sembelit. Dokter mempertimbangkan untuk memberikan terapi non- farmakologis sebagai terapi komplementer terkait keluhan nyeri tersebut.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi pasien yang telah dideskripsikan, berikut adalah diagnosa keperawatan, beserta penjelasan singkat mengenai SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri Kronis Berhubungan dengan Keganasan Tumor Nasofaring
SDKI:
Nyeri Kronis adalah rasa tidak nyaman yang berlangsung lebih dari 3 bulan dan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari pasien. Dalam kasus ini, nyeri wajah yang dirasakan pasien telah berlangsung selama empat bulan dan semakin memburuk, serta menyebabkan kesulitan menelan dan penurunan berat badan.
SLKI:
Luaran yang diharapkan adalah pasien dapat melaporkan nyeri terkontrol, mampu melakukan aktivitas sehari-hari, dan terpenuhinya kebutuhan nutrisi.
SIKI:
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah pemberian analgesik sesuai resep, terapi non-farmakologis (misalnya terapi relaksasi, kompres hangat, distraksi), serta edukasi mengenai manajemen nyeri dan upaya memenuhi kebutuhan nutrisi.
2. Gangguan Pola Tidur Berhubungan dengan Efek Samping Pengobatan dan Kecemasan
SDKI:
Gangguan Pola Tidur adalah kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur, atau tidur yang tidak restoratif, yang mengakibatkan gangguan fungsi sehari-hari. Dalam kasus ini, pasien mengalami kesulitan tidur di malam hari dan sering tertidur di siang hari.
SLKI:
Luaran yang diharapkan adalah pasien dapat melaporkan pola tidur yang normal, merasa segar setelah bangun tidur, dan dapat beraktivitas sehari-hari dengan baik.
SIKI:
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah pemberian edukasi mengenai hygiene tidur, terapi relaksasi, serta pemberian obat tidur sesuai resep dokter.
3. Resiko Konstipasi Berhubungan dengan Efek Samping Pengobatan
SDKI:
Resiko Konstipasi adalah kemungkinan mengalami kesulitan untuk buang air besar, yang dapat diakibatkan oleh berbagai faktor seperti efek samping obat-obatan. Dalam kasus ini, pasien mengeluh mengalami sembelit.
SLKI:
Luaran yang diharapkan adalah pasien dapat buang air besar secara teratur tanpa kesulitan.
SIKI:
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah pemberian edukasi mengenai manajemen konstipasi, pengaturan pola diet dan cairan, serta pemberian laksatif sesuai resep dokter.
Dengan memperhatikan SDKI, SLKI, dan SIKI, perawat dapat melakukan pengkajian yang komprehensif, menetapkan diagnosa keperawatan yang tepat, serta merencanakan intervensi keperawatan yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan pasien secara holistik. -
Article No. 3374 | 24 Oct 2024
Klinis : Pada tanggal 23 Oktober 2023, pasien laki-laki Tn. H 63 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) dengan keluhan nyeri di wajah yang menjalar ke area dahi dengan Visual Analog Scale (VAS) 8 yang dirasakan bertambah berat. Muntah, penurunan kesadaran, kejang disangkal. Pasien juga mengeluhkan lemas sejak satu minggu sebelumnya. Pasien kesulitan untuk mengunyah dan menelan dan berat badan turun 20 kg dalam empat bulan terakhir. Sejak empat bulan lalu muncul keluhan nyeri di belakang hidung. Pasien memperoleh obat nyeri di rumah sakit, namun tidak membaik. Nyeri di wajah dirasakan makin hebat. Sejak dua bulan, pasien mengeluh nyeri di wajah memberat dengan VAS 7-8. Sejak satu bulan sebelum perawatan, pasien mengeluh mulai sulit menelan, pasien hanya bisa konsumsi makanan dalam bentuk cair. Keluhan nyeri di wajah dan pandangan kabur dirasakan masih sama seperti sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit berat, kesadaran somnolen, dan keadaan gizi buruk. Tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 84x/menit, suhu 36,7 C, dan pernapasan 22 x/menit.Ditemukan ptosis mata kiri, deviasi septum nasi, nyeri tekan sinus, dan perdarahan pada hidung. Pada pemeriksaan CT scan, ditemukan massa padat karakteristik maligna di regio nasofaring dengan perluasan ke parafaring bilateral, sinus ethmoid dan sphenoid bilateral, dan perluasan intrakranial regio sellaparasella bilateral dan sisterna prepontine. Hasil biopsi massa tumor menemukan sel kanker nasofaring stadium lokal lanjut. Pasien diberikan Morphine Immediate Release (MIR) 10 mg per oral dan gabapentin 2 x 200 mg per oral untuk mengatasi keluhan nyeri. Pasien mengaku rasa nyeri membaik setelah diberi obat, namun terkadang nyeri masih dirasakan hilang timbul (VAS 3-4). Pasien lebih sering tertidur di siang hari dan seringkali merasa gelisah di malam hari sehingga sulit untuk tertidur. Pasien juga mengeluh mengalami sembelit. Dokter mempertimbangkan untuk memberikan terapi non- farmakologis sebagai terapi komplementer terkait keluhan nyeri tersebut.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, dapat disusun diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI sebagai berikut:
1. Diagnosa Keperawatan:
a. Nyeri Kronis Berhubungan dengan Proses Penyakit Neoplasma Nasofaring
2. Penjelasan Singkat:
a. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Nyeri Kronis: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau yang digambarkan dalam istilah kerusakan tersebut, berlangsung lebih dari 3 bulan.
- Penyebab: Proses penyakit neoplasma pada nasofaring yang menyebabkan kerusakan jaringan dan nyeri kronis.
b. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Kontrol Nyeri: Kemampuan individu untuk mengatur dan mengendalikan pengalaman nyeri.
- Kualitas Tidur: Pola tidur yang memungkinkan pemulihan fisik dan psikologis.
c. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Manajemen Nyeri: Tindakan untuk mengendalikan nyeri yang dirasakan pasien.
- Terapi Komplementer: Tindakan menggunakan modalitas terapi komplementer dalam rangka mencapai hasil perawatan yang optimal.
- Manajemen Tidur: Tindakan untuk memfasilitasi pola tidur yang memadai.
- Manajemen Konstipasi: Tindakan untuk mencegah dan mengatasi konstipasi.
Berdasarkan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI-SLKI-SIKI di atas, perawat dapat memberikan intervensi keperawatan yang komprehensif untuk mengatasi masalah nyeri kronis, gangguan tidur, dan konstipasi yang dialami oleh pasien, serta mempertimbangkan terapi komplementer sebagai terapi tambahan untuk mengelola keluhan nyeri. -
Article No. 3375 | 24 Oct 2024
Klinis : Pada tanggal 23 Oktober 2023, pasien laki-laki Tn. H 63 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) dengan keluhan nyeri di wajah yang menjalar ke area dahi dengan Visual Analog Scale (VAS) 8 yang dirasakan bertambah berat. Muntah, penurunan kesadaran, kejang disangkal. Pasien juga mengeluhkan lemas sejak satu minggu sebelumnya. Pasien kesulitan untuk mengunyah dan menelan dan berat badan turun 20 kg dalam empat bulan terakhir. Sejak empat bulan lalu muncul keluhan nyeri di belakang hidung. Pasien memperoleh obat nyeri di rumah sakit, namun tidak membaik. Nyeri di wajah dirasakan makin hebat. Sejak dua bulan, pasien mengeluh nyeri di wajah memberat dengan VAS 7-8. Sejak satu bulan sebelum perawatan, pasien mengeluh mulai sulit menelan, pasien hanya bisa konsumsi makanan dalam bentuk cair. Keluhan nyeri di wajah dan pandangan kabur dirasakan masih sama seperti sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit berat, kesadaran somnolen, dan keadaan gizi buruk. Tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 84x/menit, suhu 36,7 C, dan pernapasan 22 x/menit.Ditemukan ptosis mata kiri, deviasi septum nasi, nyeri tekan sinus, dan perdarahan pada hidung. Pada pemeriksaan CT scan, ditemukan massa padat karakteristik maligna di regio nasofaring dengan perluasan ke parafaring bilateral, sinus ethmoid dan sphenoid bilateral, dan perluasan intrakranial regio sellaparasella bilateral dan sisterna prepontine. Hasil biopsi massa tumor menemukan sel kanker nasofaring stadium lokal lanjut. Pasien diberikan Morphine Immediate Release (MIR) 10 mg per oral dan gabapentin 2 x 200 mg per oral untuk mengatasi keluhan nyeri. Pasien mengaku rasa nyeri membaik setelah diberi obat, namun terkadang nyeri masih dirasakan hilang timbul (VAS 3-4). Pasien lebih sering tertidur di siang hari dan seringkali merasa gelisah di malam hari sehingga sulit untuk tertidur. Pasien juga mengeluh mengalami sembelit. Dokter mempertimbangkan untuk memberikan terapi non- farmakologis sebagai terapi komplementer terkait keluhan nyeri tersebut.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan data yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan, penjelasan singkat SDKI, SLKI, dan SIKI yang sesuai dengan kondisi pasien Tn. H:
Diagnosa Keperawatan:
1. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan sekunder akibat kanker nasofaring.
2. Gangguan tidur berhubungan dengan kecemasan dan nyeri.
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan.
Penjelasan singkat:
1. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan sekunder akibat kanker nasofaring:
- SDKI: Nyeri Akut
- SLKI: Manajemen Nyeri
- SIKI: Manajemen Nyeri, Terapi Komplementer: Relaksasi, Distraksi
2. Gangguan tidur berhubungan dengan kecemasan dan nyeri:
- SDKI: Gangguan Tidur
- SLKI: Manajemen Tidur
- SIKI: Manajemen Kecemasan, Terapi Komplementer: Relaksasi
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan:
- SDKI: Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh
- SLKI: Manajemen Nutrisi
- SIKI: Manajemen Nutrisi, Terapi Komplementer: Konseling Gizi
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) telah menetapkan standar diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, dan hasil keperawatan melalui SDKI, SLKI, dan SIKI. Standar ini digunakan sebagai panduan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan berkualitas. -
Article No. 3376 | 24 Oct 2024
Klinis : Pasien pria, usia 45 tahun, datang dengan keluhan batuk berdahak selama 2 minggu, demam, sesak napas, dan kehilangan nafsu makan. Hasil pemeriksaan menunjukkan suara napas bronkial di paru kanan atas, hasil rontgen menunjukkan adanya lesi di paru. Diagnosis awal adalah tuberkulosis paru.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Halo, sebagai seorang perawat profesional, berikut saya sampaikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi pasien yang Anda deskripsikan:
Diagnosa Keperawatan:
1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
2. Intoleransi Aktivitas
3. Kekurangan Volume Cairan
Penjelasan Singkat:
1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
- SDKI: Keadaan di mana individu mengalami hambatan dalam membersihkan sekret atau obstruksi dari saluran napas untuk mempertahankan jalan napas yang terbuka.
- SLKI: Intervensi keperawatan untuk memfasilitasi pembersihan sekresi dari saluran napas dan mempertahankan jalan napas yang terbuka.
- SIKI: Tindakan keperawatan untuk memfasilitasi pembersihan sekresi dari saluran napas dan mempertahankan jalan napas yang terbuka.
2. Intoleransi Aktivitas
- SDKI: Ketidakmampuan untuk menahan atau menyelesaikan aktivitas harian.
- SLKI: Intervensi keperawatan untuk memfasilitasi toleransi terhadap aktivitas fisik.
- SIKI: Tindakan keperawatan untuk memfasilitasi toleransi terhadap aktivitas fisik.
3. Kekurangan Volume Cairan
- SDKI: Keadaan di mana individu mengalami kehilangan cairan tubuh yang berlebihan.
- SLKI: Intervensi keperawatan untuk mempertahankan keseimbangan cairan yang adekuat.
- SIKI: Tindakan keperawatan untuk mempertahankan keseimbangan cairan yang adekuat.
Dengan mengidentifikasi diagnosa keperawatan yang sesuai, perawat dapat merencanakan dan melaksanakan intervensi keperawatan yang tepat untuk membantu pasien mencapai hasil yang diharapkan. -
Article No. 3377 | 24 Oct 2024
Klinis : Nn. S berumur 28 tahun. Mengeluh sesak dan kesulitan bernafas. Sekitar 2 minggu yang lalu pernah menghadiri pemakaman seseorang yang terdiagnosa positif Covid-19. 5 hari kemudian mengeluhkan batuk kering dan diperiksa dengan rapid test tanggal 29 Maret 2020 didapatkan hasil negatif sehingga Nn. S pulang ke rumah orang tuanya. Setelah 5 hari di rumah orang tuanya pasien mengeluh batuk kering, demam 39o C. tubuh terasa lemas, nyeri otot, mengalami sesak dan kesulitan bernapas. Klien dibawa ke RS pada tanggal 5 April 2020 dan bertambah mengalami sesak napas, terasa seperti ada cairan yang memenuhi paru-parunya, dan pasien kehilangan nafsu makan. Hasil pemeriksaan thorax: corakan bronchovaskuler ramai dengan bercak interstitial dan ground glass basal kedua paru, cord an aorta normal, kedua sinus dan diafragma normal, tulang-tulang normal. Kesimpulan : Sugestif viral pneumonia bilateral. Hasil CRP positif, dan hasil pemeriksaan AGD sebagai berikut: pH 7,1; HCO3 27 mEq/L; PaO2 75 mmHg, PaCO2 46 mmHg, SaO2 92%
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Dengan kondisi Nn. S yang Anda deskripsikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan Pertukaran Gas
2. Intoleransi Aktivitas
3. Nyeri Akut
Penjelasan Singkat:
1. Gangguan Pertukaran Gas
- SDKI: Ketidakmampuan untuk mempertahankan oksigenasi atau eliminasi karbon dioksida pada level normal
- SLKI: Intervensi untuk memfasilitasi pertukaran gas yang efektif
- SIKI: Tindakan keperawatan untuk memfasilitasi pertukaran gas yang efektif, seperti pemberian oksigen, pemantauan saturasi oksigen, dan manajemen ventilasi
2. Intoleransi Aktivitas
- SDKI: Ketidakcukupan energi fisiologis atau psikologis untuk mempertahankan atau menyelesaikan aktivitas sehari-hari yang diinginkan atau dibutuhkan
- SLKI: Intervensi untuk memfasilitasi pemenuhan kebutuhan aktivitas sesuai toleransi
- SIKI: Tindakan keperawatan untuk memfasilitasi pemenuhan kebutuhan aktivitas, seperti manajemen aktivitas, perawatan diri, dan manajemen kelelahan
3. Nyeri Akut
- SDKI: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial
- SLKI: Intervensi untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri
- SIKI: Tindakan keperawatan untuk mengurangi atau menghilangkan nyeri, seperti pemberian analgesik, kompres hangat/dingin, dan manajemen stres
Dalam kasus Nn. S, diagnosa keperawatan yang muncul adalah gangguan pertukaran gas, intoleransi aktivitas, dan nyeri akut. Hal ini disebabkan oleh kondisi Nn. S yang mengalami sesak napas, kesulitan bernapas, dan nyeri otot yang menghambat aktivitas sehari-hari. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan mencakup manajemen oksigenasi, pengelolaan aktivitas, dan penatalaksanaan nyeri sesuai dengan standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia. -
Article No. 3378 | 24 Oct 2024
Klinis : AKI
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, berikut adalah kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis untuk kondisi Acute Kidney Injury (AKI):
1. Kode ICD-10:
- Kode: N17.x
- Deskripsi: Acute kidney injury
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 39.95
- Deskripsi: Hemodialysis
Penjelasan:
1. Kode ICD-10 N17.x adalah kategori yang mencakup semua jenis Acute Kidney Injury (AKI), termasuk AKI karena sebab yang tidak spesifik (N17.9), AKI dengan nekrosis tubulus akut (N17.0), AKI dengan kegagalan ginjal akut (N17.1), dan AKI dengan gagal ginjal akut (N17.2). Kode N17.x digunakan untuk mengidentifikasi kondisi AKI secara umum.
2. Kode ICD-9-CM 39.95 merujuk pada prosedur hemodialisis, yang merupakan salah satu modalitas terapi pengganti ginjal yang sering digunakan dalam tatalaksana pasien dengan AKI. Hemodialisis dilakukan untuk membantu mengeluarkan kelebihan cairan, elektrolit, dan zat sisa metabolisme dari tubuh pasien saat ginjal tidak dapat berfungsi secara optimal.
Dalam praktik klinis, kode diagnosis ICD-10 dan kode prosedur ICD-9-CM digunakan oleh tenaga kesehatan, seperti dokter dan perekam medis, untuk mengidentifikasi dan mendokumentasikan kondisi pasien serta tindakan medis yang dilakukan. Hal ini penting untuk tujuan perawatan, dokumentasi, dan penagihan biaya perawatan kesehatan. -
Article No. 3379 | 24 Oct 2024
Klinis : STROKE LAMA
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, berikut adalah kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis untuk kondisi "STROKE LAMA":
1. Kode ICD-10:
- Kode: I69
- Deskripsi: Sekuele dari stroke
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: Tidak ada kode spesifik untuk "stroke lama"
- Deskripsi: Tidak ada prosedur atau tindakan medis yang spesifik untuk kondisi "stroke lama". Manajemen pasien dengan stroke lama umumnya mencakup terapi rehabilitasi, terapi wicara, fisioterapi, dan tindakan suportif lainnya untuk membantu pasien beradaptasi dan memulihkan fungsi yang tergangga.
Penjelasan:
Kode ICD-10 I69 digunakan untuk mengkodekan sekuele (efek sisa) dari stroke, termasuk kondisi "stroke lama". Ini mencakup berbagai gangguan neurologis, cacat, dan keterbatasan fungsional yang dapat terjadi setelah episode stroke sebelumnya.
Tidak ada kode ICD-9-CM spesifik untuk "stroke lama", karena manajemen pasien dengan kondisi ini umumnya lebih berfokus pada terapi rehabilitasi dan tindakan suportif untuk membantu pasien beradaptasi dan memulihkan fungsi yang terganggu, daripada tindakan medis prosedural tertentu. -
Article No. 3380 | 24 Oct 2024
Klinis : luka
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi luka, dengan nada akademis dan persona sebagai pakar/perawat.
Diagnosa Keperawatan:
Risiko Infeksi Terkait Integritas Kulit Terganggu
Penjelasan:
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
Risiko Infeksi adalah kerentanan terhadap invasi dan multiplikasi organisme patogen, yang dapat menimbulkan kerusakan sel, jaringan, atau fungsi organ.
Terkait Integritas Kulit Terganggu adalah keadaan di mana terdapat perubahan struktur dan fungsi kulit.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan adalah tidak terjadi infeksi pada luka, pemulihan integritas kulit, dan tidak ada tanda-tanda infeksi.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah:
1. Perawatan Luka: Membersihkan luka, menerapkan penutup luka yang sesuai, dan memantau perkembangan luka.
2. Pencegahan Infeksi: Memastikan kebersihan dan sterilitas alat dan bahan, menerapkan teknik aseptik, dan memantau tanda-tanda infeksi.
3. Edukasi Pasien dan Keluarga: Memberikan informasi tentang perawatan luka, pencegahan infeksi, dan tanda-tanda infeksi yang harus dilaporkan.
Dengan penerapan intervensi keperawatan yang tepat, diharapkan dapat mencegah terjadinya infeksi pada luka dan membantu pemulihan integritas kulit pasien. -
Article No. 3381 | 24 Oct 2024
Klinis : alergi
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi alergi.
Diagnosa Keperawatan:
Intoleransi Alergi
Penjelasan singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Intoleransi Alergi didefinisikan sebagai respons tubuh yang berlebihan terhadap paparan alergen yang spesifik, yang dapat menyebabkan reaksi sistemik.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari intervensi keperawatan untuk Intoleransi Alergi adalah pasien dapat mengenali tanda dan gejala alergi, menghindari paparan alergen, dan mengelola respons alergi dengan efektif.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan untuk Intoleransi Alergi meliputi edukasi tentang alergi, identifikasi dan penghindaran alergen, pemberian terapi farmakologi, serta pemantauan respons tubuh terhadap alergen.
Sebagai seorang perawat profesional, saya sangat memahami pentingnya penanganan yang tepat terhadap kondisi alergi. Dengan menggunakan kerangka SDKI, SLKI, dan SIKI, kita dapat memastikan bahwa pasien mendapatkan asuhan keperawatan yang komprehensif dan berpusat pada pasien.