Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 6949 | 25 Nov 2024
Klinis : Budi seorang anak laki-laki berusia 2,5 tahun dari Desa Tanah Karaeng, Sulawesi Selatan, menunjukkan gejala pra-stunting yang mulai mengkhawatirkan. Berat badannya hanya mencapai 8 kg dengan tinggi 76 cm, yang tergolong rendah untuk usianya. Lingkar lengan atas Budi hanya 12,5 cm, lebih kecil dari standar minimal untuk anak seusianya, mengindikasikan kurangnya asupan nutrisi yang cukup. Dari segi kesehatan, Budi tampak kurus, dengan otot-otot yang kurang berkembang dan kulit yang sedikit kering. Budi mudah lelah saat bermain, tidak memiliki energi seperti anak-anak lain seusianya, dan terkadang cenderung lemas. Denyut nadinya juga sedikit tinggi pada 100x/menit, yang menunjukkan tubuhnya bekerja lebih keras untuk mendukung pertumbuhan yang kurang optimal. Riwayat kesehatannya menunjukkan bahwa masalah gizi yang dihadapi Budi sudah muncul sejak lahir. Ibunya, Ani, mengalami kekurangan energi kronis (KEK) selama kehamilan, yang menyebabkan Budi lahir dengan berat hanya 2,3 kg. Setelah ASI eksklusif hingga enam bulan pertama, Budi mulai menerima makanan pendamping ASI, tetapi sayangnya makanan yang diberikan kurang bervariasi dan tidak mencukupi kebutuhan gizi di usianya. Selain itu, Budi sering mengalami diare ringan yang berulang serta demam, yang diperparah oleh kondisi sanitasi lingkungan yang kurang memadai. Selain itu, Budi belum menerima suplemen penting seperti vitamin A atau zat besi secara rutin. Sehari-hari, Budi hanya menerima makanan sederhana seperti nasi dan sedikit sayuran, sementara protein hewani sangat jarang diberikan karena keterbatasan ekonomi keluarga. Pola makan yang minim gizi ini membuat Budi lebih rentan terhadap masalah kesehatan. Untuk mengatasi kondisinya, intervensi yang direncanakan adalah memberikan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) berupa biskuit kacang hijau dan daun katuk, yang kaya akan protein, vitamin, dan mineral penting. Selain itu, edukasi gizi bagi Ibu Ani dirancang untuk membantu keluarga mengolah bahan pangan lokal yang bernutrisi dan terjangkau. Dalam program ini, mereka juga akan diajari praktik sanitasi yang lebih baik, seperti mencuci tangan dan menjaga area bermain tetap bersih.Setiap bulan, pertumbuhan Budi akan dipantau melalui pengukuran berat dan tinggi badan serta evaluasi pola makannya. Diharapkan dengan intervensi ini, Budi akan mendapatkan nutrisi yang cukup untuk tumbuh optimal, mencegah risiko stunting yang lebih parah, dan memperbaiki kesehatannya secara keseluruhan.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, akan saya berikan diagnosa, luaran, dan intervensi keperawatan yang sesuai untuk kasus Budi:
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Risiko malnutrisi berhubungan dengan asupan nutrisi yang tidak adekuat, ditandai dengan berat badan di bawah persentil 5 untuk usia, lingkar lengan atas kurang dari standar minimal, dan gejala klinis seperti kurus, otot kurang berkembang, dan kelelahan saat aktivitas.
2. Gangguan pertumbuhan berhubungan dengan asupan nutrisi yang tidak adekuat, ditandai dengan tinggi badan di bawah persentil 5 untuk usia.
3. Risiko infeksi berhubungan dengan kondisi sanitasi lingkungan yang kurang memadai, ditandai dengan riwayat diare ringan dan demam yang berulang.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Status Nutrisi: Berat badan meningkat sesuai persentil untuk usia, lingkar lengan atas mencapai standar minimal, tidak ditemukan tanda-tanda defisiensi nutrisi.
2. Pertumbuhan dan Perkembangan: Tinggi badan meningkat sesuai persentil untuk usia.
3. Manajemen Infeksi: Tidak terjadi episode diare atau demam selama periode intervensi.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Risiko malnutrisi:
a. Berikan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) berupa biskuit kacang hijau dan daun katuk yang kaya protein, vitamin, dan mineral.
b. Lakukan edukasi gizi bagi ibu Ani tentang pengolahan bahan pangan lokal yang bernutrisi dan terjangkau.
c. Pantau asupan makanan dan berat badan Budi secara rutin.
d. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menyusun rencana diet sesuai kebutuhan Budi.
2. Gangguan pertumbuhan:
a. Berikan PMT yang sesuai untuk meningkatkan asupan nutrisi Budi.
b. Pantau pertumbuhan (tinggi badan) Budi secara berkala.
c. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menyusun rencana diet yang mendukung pertumbuhan optimal.
3. Risiko infeksi:
a. Edukasi kepada ibu Ani tentang praktik sanitasi yang baik, seperti cuci tangan dan menjaga area bermain tetap bersih.
b. Kolaborasi dengan petugas kesehatan untuk memastikan Budi mendapatkan suplemen vitamin A dan zat besi secara rutin.
c. Pantau tanda-tanda infeksi (diare, demam) dan berikan perawatan yang sesuai.
Dengan intervensi yang komprehensif mencakup asupan nutrisi, edukasi gizi, sanitasi, dan pemantauan pertumbuhan serta kesehatan, diharapkan Budi dapat mencapai status gizi dan pertumbuhan yang optimal, serta terhindar dari risiko infeksi. Kerja sama yang erat antara perawat, ahli gizi, dan keluarga Budi akan sangat membantu dalam mencapai luaran yang diharapkan. -
Article No. 6950 | 25 Nov 2024
Klinis : Pasien mengatakan malu
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan informasi yang rinci dan terperinci mengenai diagnosis keperawatan, luaran, dan intervensi keperawatan yang sesuai untuk pasien yang mengatakan malu.
Diagnosis Keperawatan SDKI:
Diagnosis keperawatan yang sesuai untuk kondisi pasien yang mengatakan malu adalah "Harga Diri Rendah". Diagnosis ini menggambarkan adanya gangguan pada kemampuan individu untuk menghargai dirinya sendiri. Pasien yang merasa malu cenderung memiliki penilaian negatif terhadap dirinya dan merasa tidak berharga, sehingga menimbulkan harga diri yang rendah.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan pasien dapat mencapai luaran/output sebagai berikut:
1. Integritas Diri: Pasien dapat menunjukkan penerimaan dan penghargaan terhadap diri sendiri.
2. Konsep Diri: Pasien dapat menunjukkan persepsi yang positif terhadap dirinya.
3. Harga Diri: Pasien dapat menunjukkan penghargaan terhadap dirinya.
Luaran-luaran ini menggambarkan bahwa pasien dapat meningkatkan penerimaan, persepsi, dan penghargaan terhadap dirinya sendiri, sehingga dapat mengatasi perasaan malu yang dialaminya.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
Untuk mencapai luaran/output yang diharapkan, berikut adalah intervensi keperawatan yang dapat diberikan:
1. Terapi Kognitif: Membantu pasien mengidentifikasi dan mengoreksi distorsi kognitif, serta mengembangkan pemikiran yang lebih positif tentang dirinya.
2. Terapi Kelompok: Memfasilitasi pasien untuk berinteraksi dengan orang lain, sehingga dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri dan harga diri.
3. Konseling: Memberikan dukungan emosional, membantu pasien mengeksplorasi perasaan dan pengalaman, serta mengembangkan strategi untuk mengatasi perasaan malu.
4. Edukasi: Memberikan informasi dan pemahaman kepada pasien mengenai konsep harga diri, serta pentingnya menerima dan menghargai diri sendiri.
5. Fasilitasi Interaksi Sosial: Membantu pasien untuk terlibat dalam aktivitas sosial, sehingga dapat meningkatkan interaksi dan penerimaan dari lingkungan.
Melalui intervensi-intervensi tersebut, diharapkan pasien dapat meningkatkan penerimaan, persepsi, dan penghargaan terhadap dirinya sendiri, sehingga dapat mengatasi perasaan malu yang dialaminya. -
Article No. 6951 | 25 Nov 2024
Klinis : pasien datang dengan keluhan demam
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan kondisi yang Anda sampaikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat menurut SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
Diagnosa Keperawatan:
1. Hipertermia
- Definisi: Peningkatan suhu tubuh di atas nilai normal.
- Penyebab: Infeksi, dehidrasi, cedera, penyakit kronis, atau reaksi obat.
- Tanda dan Gejala: Suhu tubuh tinggi, kulit terasa panas, menggigil, sakit kepala, dan kelelahan.
Luaran Keperawatan (SLKI):
1. Suhu Tubuh Normal
- Kriteria Hasil: Pasien menunjukkan suhu tubuh normal (36,5-37,5°C).
- Indikator: Pasien mampu mempertahankan suhu tubuh dalam rentang normal.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Manajemen Demam
- Tujuan: Menurunkan suhu tubuh pasien.
- Aktivitas Keperawatan:
- Monitor suhu tubuh secara berkala.
- Berikan cairan yang cukup untuk mencegah dehidrasi.
- Gunakan kompres hangat atau dingin untuk menurunkan suhu.
- Berikan obat antipiretik sesuai instruksi dokter.
- Anjurkan istirahat yang cukup.
Dalam pendekatan akademis dan sebagai seorang pakar, saya menyarankan untuk menerapkan intervensi keperawatan yang komprehensif untuk mengatasi hipertermia pada pasien. Pemantauan suhu tubuh secara teratur, pemberian cairan, penggunaan kompres, dan pemberian obat antipiretik dapat membantu menurunkan suhu tubuh pasien dan menjaga agar suhu tetap dalam batas normal. Selain itu, istirahat yang cukup juga penting untuk pemulihan pasien. -
Article No. 6952 | 25 Nov 2024
Klinis : tindakan keperawatan pada pelaku kekrasan hingga korban bundir terhadap tindakan memalukan
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci mengenai diagnosa keperawatan, luaran/output yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang diperlukan untuk kondisi yang Anda sampaikan.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi pelaku kekerasan hingga korban bunuh diri terhadap tindakan memalukan adalah "Risiko Perilaku Kekerasan". Diagnosa ini didasarkan pada adanya perilaku agresif, impulsif, atau destruktif yang dapat membahayakan diri sendiri atau orang lain.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Kontrol Perilaku: Pasien mampu mengendalikan perilaku kekerasan atau agresi yang muncul.
2. Keamanan Diri: Pasien bebas dari bahaya atau cedera yang dapat ditimbulkan oleh perilaku kekerasan.
3. Integritas Fisik: Pasien bebas dari cedera fisik akibat perilaku kekerasan.
4. Dukungan Sosial: Pasien memperoleh dukungan sosial yang memadai untuk mengatasi perilaku kekerasan.
5. Stabilitas Emosional: Pasien mencapai keseimbangan emosional yang memadai untuk mengendalikan perilaku kekerasan.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Manajemen Perilaku Kekerasan:
- Identifikasi pemicu penyebab perilaku kekerasan
- Kembangkan rencana intervensi untuk mengendalikan perilaku kekerasan
- Terapkan teknik pengendalian perilaku kekerasan (misalnya teknik relaksasi, pengalihan perhatian, dll.)
- Evaluasi efektivitas intervensi dan lakukan penyesuaian jika diperlukan
2. Pencegahan Cedera:
- Ciptakan lingkungan yang aman dan mendukung untuk mencegah cedera
- Ajarkan pasien dan keluarga teknik manajemen perilaku kekerasan
- Monitor tanda-tanda perilaku kekerasan dan lakukan intervensi segera jika diperlukan
- Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk memastikan keamanan pasien
3. Dukungan Emosional:
- Identifikasi sumber stres dan tantangan yang dihadapi pasien
- Berikan empati, dukungan, dan validasi perasaan pasien
- Dorong pasien untuk mengekspresikan perasaan dan membicarakan masalah yang dihadapi
- Libatkan keluarga atau significant other untuk memberikan dukungan emosional
4. Edukasi Kesehatan:
- Jelaskan tentang perilaku kekerasan, penyebab, dan dampaknya
- Ajarkan teknik manajemen stres dan pengendalian emosi
- Berikan informasi tentang sumber bantuan dan dukungan yang tersedia
- Dorong pasien dan keluarga untuk aktif terlibat dalam proses perawatan
Penerapan intervensi keperawatan yang komprehensif dan kolaboratif diharapkan dapat membantu pasien dalam mengendalikan perilaku kekerasan, mencegah cedera, meningkatkan stabilitas emosional, dan memperoleh dukungan sosial yang memadai. -
Article No. 6953 | 25 Nov 2024
Klinis : kejang
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan: Resiko Trauma Fisik
Penjelasan:
Berdasarkan Standar Diagnostik Keperawatan Indonesia (SDKI), kondisi kejang dapat dikategorikan sebagai Resiko Trauma Fisik. Resiko Trauma Fisik didefinisikan sebagai keadaan rentan terhadap cedera fisik yang dapat mengakibatkan kerusakan pada struktur atau fungsi tubuh.
Dalam konteks kejang, pasien berisiko mengalami trauma fisik akibat gerakan otot yang tidak terkendali selama episode kejang. Hal ini dapat menyebabkan cedera pada kepala, tulang, atau bagian tubuh lainnya. Selain itu, pasien juga dapat mengalami aspirasi atau hipoksia selama kejang, yang dapat menimbulkan komplikasi lebih lanjut.
Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) menetapkan bahwa hasil yang diharapkan dari penanganan Resiko Trauma Fisik adalah pasien dapat mempertahankan integritas fisik dan mencegah komplikasi. Sedangkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) merekomendasikan intervensi-intervensi seperti pemantauan tanda-tanda vital, manajemen kejang, pencegahan komplikasi, dan edukasi kepada pasien dan keluarga.
Sebagai perawat, peran saya adalah mengidentifikasi faktor risiko, memantau kondisi pasien secara ketat, memberikan intervensi keperawatan yang tepat, serta bekerja sama dengan tim kesehatan lainnya untuk meminimalkan risiko trauma fisik pada pasien yang mengalami kejang. -
Article No. 6954 | 25 Nov 2024
Klinis : resiko kejang
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi risiko kejang.
Diagnosa Keperawatan:
Risiko Kejang
Definisi:
Keadaan di mana individu berisiko mengalami perubahan pola aktivitas listrik otak yang tidak normal, yang dapat menyebabkan gerakan yang tidak terkendali pada sebagian atau seluruh tubuh.
Faktor Risiko (SDKI):
1. Riwayat kejang sebelumnya
2. Peningkatan suhu tubuh
3. Gangguan keseimbangan elektrolit
4. Perubahan pola tidur
5. Stres
Tujuan (SLKI):
1. Tidak terjadi kejang
2. Tidak terjadi cedera akibat kejang
3. Tidak terjadi perburukan kondisi yang menyebabkan kejang
Intervensi (SIKI):
1. Observasi tanda-tanda vital dan gejala awal kejang
2. Pemberian obat anti-kejang sesuai resep
3. Pencegahan trauma akibat kejang
4. Pengaturan lingkungan yang aman
5. Edukasi terkait faktor risiko dan pencegahan kejang
Peran perawat sebagai pakar adalah mengidentifikasi faktor risiko, merencanakan intervensi yang tepat, dan memantau efektivitas penanganan untuk mencegah terjadinya kejang dan komplikasi yang mungkin timbul. Perawat juga berperan dalam memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga terkait kondisi ini. -
Article No. 6955 | 25 Nov 2024
Klinis : PASIEN MENGELUH NYERI
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk pasien yang mengeluh nyeri.
Diagnosa Keperawatan:
Nyeri Akut
Penjelasan:
1. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Nyeri Akut adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau digambarkan dalam istilah kerusakan tersebut (International Association for the Study of Pain, 1979). Nyeri akut ditandai dengan munculnya nyeri yang tiba-tiba dan intensitasnya dapat bervariasi, serta dapat berlangsung dari beberapa menit hingga beberapa hari.
2. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari pasien dengan diagnosa Nyeri Akut adalah:
a. Pasien dapat melaporkan pengurangan nyeri.
b. Pasien dapat mendemonstrasikan teknik pengurangan nyeri yang efektif.
c. Pasien dapat melaporkan peningkatan kemampuan beraktivitas.
3. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan untuk mengatasi Nyeri Akut meliputi:
a. Manajemen nyeri: Mengidentifikasi karakteristik nyeri, mengkaji respon pasien terhadap nyeri, dan melakukan intervensi farmakologis maupun non-farmakologis untuk mengurangi nyeri.
b. Terapi relaksasi: Mengajarkan teknik relaksasi seperti napas dalam, distraksi, atau imagery untuk membantu pasien mengatasi nyeri.
c. Manajemen aktivitas: Mengatur aktivitas dan istirahat pasien untuk mencegah dan mengurangi nyeri.
Dalam praktik keperawatan, diagnosa, luaran, dan intervensi ini digunakan sebagai panduan untuk memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan efektif bagi pasien yang mengalami nyeri akut. -
Article No. 6956 | 25 Nov 2024
Klinis : PASIEN MENGELUH NYERI
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci terkait dengan kondisi pasien yang mengeluh nyeri.
1. Diagnosa Keperawatan SDKI yang sesuai:
Berdasarkan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi pasien yang mengeluh nyeri adalah "Nyeri Akut". Nyeri akut didefinisikan sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial, atau diuraikan dalam istilah seperti itu (International Association for the Study of Pain, 1979).
Karakteristik definisi ini adalah:
- Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
- Akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial
- Diuraikan dalam istilah seperti itu
Manifestasi klinis yang dapat muncul pada pasien dengan nyeri akut antara lain: perubahan tanda-tanda vital, perubahan ekspresi wajah, perubahan perilaku, dan verbalisasi nyeri.
2. Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI)
Berdasarkan Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), luaran yang diharapkan setelah pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan nyeri akut adalah:
a. Kontrol Nyeri
- Pasien dapat mengenali faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Pasien dapat melaporkan penurunan intensitas nyeri
- Pasien dapat mendemonstrasikan teknik manajemen nyeri yang efektif
b. Kenyamanan
- Pasien dapat melaporkan rasa nyaman
- Pasien dapat beristirahat dengan tenang
- Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan nyaman
Luaran ini menggambarkan bahwa setelah diberikan asuhan keperawatan, pasien diharapkan dapat mengendalikan nyeri yang dirasakan dan meningkatkan kenyamanannya.
3. Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI)
Berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), beberapa intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mencapai luaran yang diharapkan pada pasien dengan nyeri akut antara lain:
a. Manajemen Nyeri
- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
- Identifikasi penyebab dan faktor yang mempengaruhi nyeri
- Berikan analgesik sesuai resep
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri (misalnya relaksasi, distraksi, kompres hangat/dingin)
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk penatalaksanaan nyeri yang optimal
b. Manajemen Kenyamanan
- Sediakan lingkungan yang nyaman
- Bantu pasien untuk beristirahat dan tidur yang cukup
- Dorong pasien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuan
- Libatkan keluarga dalam upaya meningkatkan kenyamanan pasien
Intervensi-intervensi ini ditujukan untuk mengendalikan nyeri yang dirasakan pasien dan meningkatkan kenyamanannya secara holistik, baik dari aspek fisik, psikologis, sosial, maupun spiritual.
Dengan demikian, diharapkan pasien dapat mencapai luaran yang diharapkan setelah diberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Jika ada pertanyaan atau hal yang perlu dijelaskan lebih lanjut, saya siap untuk membantu. -
Article No. 6957 | 25 Nov 2024
Klinis : Pasien pria, usia 45 tahun, datang dengan keluhan batuk berdahak selama 2 minggu, demam, sesak napas, dan kehilangan nafsu makan. Hasil pemeriksaan menunjukkan suara napas bronkial di paru kanan atas, hasil rontgen menunjukkan adanya lesi di paru. Diagnosis awal adalah tuberkulosis paru.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan kondisi pasien yang dijelaskan, diagnosis awal yang diberikan adalah tuberkulosis paru. Berikut adalah kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis:
1. Kode ICD-10:
- Kode: A15.0
- Deskripsi: Tuberkulosis paru dengan konfirmasi bakteriologis dan histologis
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 33.26
- Deskripsi: Bronkoskopi, diagnostik, dengan atau tanpa biopsi
Penjelasan:
Kode ICD-10 A15.0 digunakan untuk tuberkulosis paru dengan konfirmasi bakteriologis dan histologis. Ini sesuai dengan gejala yang dialami pasien, yaitu batuk berdahak, demam, sesak napas, dan hasil pemeriksaan menunjukkan lesi di paru.
Untuk prosedur medis, kode ICD-9-CM 33.26 (Bronkoskopi, diagnostik, dengan atau tanpa biopsi) dapat digunakan jika dokter mempertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan bronkoskopi untuk membantu menegakkan diagnosis tuberkulosis paru pada pasien ini. -
Article No. 6958 | 25 Nov 2024
Klinis : Pasien pria, usia 45 tahun, datang dengan keluhan batuk berdahak selama 2 minggu, demam, sesak napas, dan kehilangan nafsu makan. Hasil pemeriksaan menunjukkan suara napas bronkial di paru kanan atas, hasil rontgen menunjukkan adanya lesi di paru. Diagnosis awal adalah tuberkulosis paru.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci untuk setiap poin yang Anda minta.
Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
- Definisi: Ketidakmampuan untuk membersihkan sekret atau obstruksi dari saluran pernapasan untuk mempertahankan bersihan jalan napas.
- Faktor yang Berhubungan: Produksi sekret yang berlebihan, ketidakmampuan untuk batuk efektif, kelemahan otot pernapasan.
- Tanda dan Gejala: Bunyi napas bronkial, dispnea, penggunaan otot bantu napas, sputum berlebih atau kental.
2. Intoleransi Aktivitas
- Definisi: Ketidakmampuan untuk bertoleransi terhadap aktivitas fisik.
- Faktor yang Berhubungan: Penurunan kekuatan dan daya tahan otot, penurunan kapasitas fisiologis, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
- Tanda dan Gejala: Sesak napas, kelelahan, perubahan tanda-tanda vital saat beraktivitas.
3. Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh
- Definisi: Asupan nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
- Faktor yang Berhubungan: Anoreksia, penurunan nafsu makan, gangguan fungsi gastrointestinal.
- Tanda dan Gejala: Berat badan menurun, penurunan massa otot, dan perubahan laboratorium terkait status nutrisi.
Luaran/Output yang Diharapkan Setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Bersihan Jalan Napas Efektif
- Definisi: Mampu untuk membersihkan sekret atau obstruksi dari saluran pernapasan untuk mempertahankan bersihan jalan napas.
- Kriteria Hasil:
- Pasien dapat batuk efektif untuk mengeluarkan sekret.
- Suara napas bronkial berkurang.
- Frekuensi napas dalam batas normal.
2. Toleransi Aktivitas Membaik
- Definisi: Kemampuan untuk mentoleransi aktivitas fisik.
- Kriteria Hasil:
- Pasien dapat melakukan aktivitas harian tanpa sesak napas atau kelelahan yang berlebihan.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal saat beraktivitas.
- Pasien melaporkan peningkatan energi dan kekuatan.
3. Status Nutrisi Membaik
- Definisi: Pasien dapat mempertahankan berat badan yang sehat dan asupan nutrisi yang adekuat.
- Kriteria Hasil:
- Berat badan pasien meningkat atau stabil.
- Hasil laboratorium terkait status nutrisi dalam batas normal.
- Pasien melaporkan peningkatan nafsu makan.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan (SIKI):
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif:
- Monitor status pernapasan dan bunyi napas.
- Ajarkan teknik batuk efektif dan senam napas.
- Berikan humidifikasi oksigen dan nebulizer sesuai indikasi.
- Lakukan suction sesuai kebutuhan.
- Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian bronkodilator dan mukolitik.
2. Intoleransi Aktivitas:
- Evaluasi toleransi aktivitas pasien dan batasi aktivitas sesuai kemampuan.
- Berikan latihan fisik yang bertahap sesuai toleransi.
- Ajarkan teknik pengaturan energi dalam melakukan aktivitas.
- Kolaborasi dengan fisioterapis untuk intervensi rehabilitasi.
- Pantau tanda-tanda vital saat aktivitas.
3. Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh:
- Lakukan pengkajian status nutrisi secara komprehensif.
- Berikan nutrisi enteral atau parenteral sesuai kebutuhan.
- Edukasi pasien dan keluarga tentang pentingnya nutrisi yang adekuat.
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk merencanakan diet yang sesuai.
- Monitor asupan dan output nutrisi serta berat badan pasien.
Diharapkan melalui intervensi keperawatan yang komprehensif, pasien dapat mencapai luaran yang diharapkan dan memperoleh kondisi kesehatan yang optimal. Pendekatan holistik dengan melibatkan tim kesehatan lain akan mendukung proses pemulihan pasien.