Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 5374 | 12 Nov 2024
Klinis : S: Pasien dtg dgn keluhan gelisah sekitar 1 jam yang lalu, pasien dikatakan hari ini sempat ke poli interna dengan keluhan nyeri ulu hati. Pasien ada kaku di kedua tangan dan kaki, saat coba dibangunkan pasien membuka mata namun tidak dapat merespon. Sebelumnya pasien mengeluhkan nyeri ulu hati +, mual +, muntah +, dikatakan setiap makan dan minum pasien muntah sejak kemarin. Pasien dikatakan sempat menggigil kemudian tidak dapat diajak komunikasi setelah diberikan obat lambung. RPD : Hipokalemia (mei 2024) RPO : - O: GCS: 14 TD: 90/60 mmHg N: 120 x/mnt T: 37.6 ^C R: 20 x/mnt Sat O2: 98% Kepala: Mata : an -/-, ik -/-, refleks pupil +/+ THT : kesan tenang Thorax: Pulmo : ves +/+, rh -/-, wh -/- Cor : S1S2 tunggal Abdomen: BU + N, NT - Extremitas: Hangat ++/++ A: DOC + Vomiting + Riwayat hipokalemia
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Ketidakstabilan Cairan dan Elektrolit berhubungan dengan defisit cairan dan elektrolit (hipokalemia).
Penjelasan Singkat berdasarkan SDKI - SLKI - SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Risiko Ketidakstabilan Cairan dan Elektrolit: Keadaan rentan terjadi perubahan cairan dan elektrolit dalam tubuh yang dapat mengancam kesehatan.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Tujuan: Klien menunjukkan keseimbangan cairan dan elektrolit yang adekuat.
Indikator Hasil: 1) Nilai elektrolit dalam batas normal, 2) Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan tidak ada tanda-tanda ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi Keperawatan:
1. Pantau tanda-tanda vital, input dan output cairan secara akurat.
2. Kolaborasi untuk pemeriksaan laboratorium (elektrolit) dan pemberian terapi cairan/elektrolit sesuai hasil pemeriksaan.
3. Berikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang pentingnya pemantauan cairan dan elektrolit.
Penjelasan Singkat:
Pasien mengalami gejala gelisah, kaku di tangan dan kaki, penurunan kesadaran, serta riwayat hipokalemia, yang mengindikasikan adanya risiko ketidakstabilan cairan dan elektrolit. Intervensi keperawatan diperlukan untuk memantau tanda-tanda vital, mengatur pemberian cairan/elektrolit, serta memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga. -
Article No. 5375 | 12 Nov 2024
Klinis : asuhan keperawatan sisitem persyarafan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi asuhan keperawatan sistem persyarafan dengan nada akademis dan persona sebagai perawat ahli.
Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan Fungsi Kognitif
2. Nyeri Akut
3. Risiko Cedera
Penjelasan:
1. Gangguan Fungsi Kognitif
- Definisi: Keterbatasan dalam kemampuan mental, termasuk memori, orientasi, perhatian, persepsi, pemecahan masalah, dan proses berpikir.
- SDKI: Gangguan Fungsi Kognitif
- SLKI: Peningkatan Fungsi Kognitif
- SIKI: Terapi Stimulasi Kognitif
2. Nyeri Akut
- Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial.
- SDKI: Nyeri Akut
- SLKI: Manajemen Nyeri
- SIKI: Manajemen Nyeri Farmakologis, Manajemen Nyeri Non-Farmakologis
3. Risiko Cedera
- Definisi: Kerentanan terhadap cedera fisik yang dapat menimbulkan konsekuensi yang merugikan.
- SDKI: Risiko Cedera
- SLKI: Pencegahan Cedera
- SIKI: Manajemen Lingkungan untuk Keselamatan, Manajemen Keselamatan Pasien
Sebagai perawat ahli, saya akan melakukan pengkajian, merumuskan diagnosa keperawatan, menyusun rencana asuhan keperawatan, dan melaksanakan intervensi yang sesuai dengan standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Tujuannya adalah untuk memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan berkualitas bagi pasien dengan kondisi sistem persyarafan. -
Article No. 5217 | 11 Nov 2024
Klinis : lelas, sesak napas saat aktivitas
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Dengan hormat, saya sebagai perawat profesional akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI-SLKI-SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi yang Anda sampaikan.
Diagnosa Keperawatan:
Intoleransi Aktivitas
Penjelasan singkat berdasarkan SDKI-SLKI-SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Intoleransi Aktivitas adalah ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas rutin yang diinginkan atau diperlukan, akibat keterbatasan fisik dan/atau psikologis.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Toleransi Aktivitas Meningkat
2. Kelelahan Berkurang
3. Tidak Terjadi Komplikasi Akibat Aktivitas
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Manajemen Aktivitas
2. Manajemen Energi
3. Edukasi Aktivitas
Berdasarkan kondisi yang Anda sampaikan, yaitu lelah dan sesak napas saat aktivitas, diagnosa keperawatan yang sesuai adalah Intoleransi Aktivitas. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah manajemen aktivitas, manajemen energi, dan edukasi aktivitas untuk membantu meningkatkan toleransi aktivitas, mengurangi kelelahan, serta mencegah komplikasi yang mungkin terjadi.
Sebagai perawat, saya siap memberikan perawatan yang komprehensif dan berpusat pada pasien untuk membantu Anda mencapai hasil yang diharapkan. Jangan ragu untuk menanyakan hal lain yang mungkin Anda perlukan. -
Article No. 5218 | 11 Nov 2024
Klinis : KEJANG
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat terkait SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi "KEJANG".
Diagnosa Keperawatan:
Risiko Cedera Fisik berhubungan dengan Kejang
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Risiko Cedera Fisik didefinisikan sebagai "Kerentanan terhadap cedera fisik yang dapat mengganggu kesehatan."
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan pada pasien dengan risiko cedera fisik akibat kejang adalah:
1. Pasien dapat mengidentifikasi faktor-faktor pemicu kejang.
2. Pasien dapat mendemonstrasikan tindakan pencegahan cedera selama kejang.
3. Pasien dapat mendemonstrasikan teknik relaksasi untuk mengurangi risiko kejang.
4. Pasien dapat mempertahankan integritas kulit selama episode kejang.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi risiko cedera fisik akibat kejang antara lain:
1. Identifikasi faktor-faktor pencetus kejang.
2. Atur lingkungan untuk mencegah cedera selama kejang.
3. Berikan penjelasan tentang tindakan pencegahan cedera selama kejang.
4. Lakukan tindakan untuk mengurangi risiko cedera selama kejang.
5. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk manajemen kejang.
Sebagai pakar keperawatan, saya menekankan pentingnya pengelolaan yang komprehensif pada pasien dengan risiko cedera fisik akibat kejang, dengan mengacu pada standar diagnosis, luaran, dan intervensi keperawatan yang telah ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Hal ini bertujuan untuk mencegah komplikasi dan memaksimalkan keselamatan serta kenyamanan pasien. -
Article No. 5219 | 11 Nov 2024
Klinis : Seorang laki-laki 45 tahun berada di ruangan rawat inap. Klien direncanakan operasi ring pada jantung Klien terlihat gugup, sulit tidur, mengatakan khawatir Perawat juga memperhatikan bahwa klien sering terlihat melamun dan menangis. Klien berkeringat dingin dan nafas pun pendek. Keluarga mengatakan bahwa klien berkali-kali mengatakan khawtir operasinya gagal. Istri dan anak terlibat senantiasa membersamai sang bapak, mendoakan dan terlihat terus menerus berdzikir. Sebutkan diagnosa ICD dan SDKI. Sertakan pula SLKI, SIKI dan kodenya. Sebutkan pula pemeriksaan diagnostik pada pasien dan sebutkan obat-obatan yang sesuai untuk pasien.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan informasi yang diberikan, berikut adalah kode ICD-10, ICD-9-CM procedure, diagnosis NANDA-I, rencana asuhan keperawatan, dan pemeriksaan diagnostik serta pengobatan yang sesuai:
1. Kode ICD-10:
- Kode: F41.1
- Deskripsi: Gangguan kecemasan umum
2. Kode ICD-9-CM Procedure:
- Kode: 35.52
- Deskripsi: Operasi pemasangan ring pada jantung
3. Diagnosis NANDA-I:
- Kecemasan (00146)
- Pola tidur terganggu (00198)
- Risiko perubahan perfusi jaringan kardiak (00200)
4. Rencana Asuhan Keperawatan:
- Kecemasan: Lakukan manajemen kecemasan dengan teknik relaksasi, distraksi, dan terapi suportif.
- Pola tidur terganggu: Berikan edukasi tentang kebiasaan tidur yang baik, bantu pasien untuk mencapai tidur yang cukup.
- Risiko perubahan perfusi jaringan kardiak: Monitor tanda-tanda vital, observasi perubahan kondisi jantung, dan berikan dukungan emosional.
5. Pemeriksaan Diagnostik:
- Elektrokardiogram (EKG) untuk mengevaluasi kondisi jantung
- Ekokardiogram untuk melihat struktur dan fungsi jantung
- Pemeriksaan darah rutin untuk melihat status kesehatan umum
6. Pengobatan:
- Antiansietas, seperti benzodiazepina, untuk mengurangi kecemasan
- Analgetik, seperti paracetamol, untuk mengatasi nyeri dan meningkatkan kenyamanan
- Obat-obatan kardiovaskular yang sesuai untuk mempersiapkan kondisi jantung sebelum operasi
Dalam kondisi ini, pasien mengalami kecemasan yang terkait dengan rencana operasi jantung. Pendekatan keperawatan yang holistik, termasuk manajemen kecemasan, dukungan emosional, serta pemeriksaan dan pengobatan yang tepat, diharapkan dapat membantu pasien menghadapi prosedur operasi dengan lebih baik. -
Article No. 5220 | 11 Nov 2024
Klinis : Seorang laki-laki 45 tahun berada di ruangan rawat inap. Klien direncanakan operasi ring pada jantung Klien terlihat gugup, sulit tidur, mengatakan khawatir Perawat juga memperhatikan bahwa klien sering terlihat melamun dan menangis. Klien berkeringat dingin dan nafas pun pendek. Keluarga mengatakan bahwa klien berkali-kali mengatakan khawtir operasinya gagal. Istri dan anak terlibat senantiasa membersamai sang bapak, mendoakan dan terlihat terus menerus berdzikir. Sebutkan diagnosa ICD dan SDKI. Sertakan pula SLKI, SIKI dan kodenya. Sebutkan pula pemeriksaan diagnostik pada pasien dan sebutkan obat-obatan yang sesuai untuk pasien.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat mengenai standar SDKI, SLKI, dan SIKI untuk kondisi yang Anda deskripsikan.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Kecemasan (Anxiety) - SDKI 00146
Karakteristik: Perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang dirasakan individu terkait peristiwa atau situasi yang belum jelas hasilnya.
2. Gangguan Pola Tidur (Sleep Disorder) - SDKI 00198
Karakteristik: Gangguan dalam jumlah dan kualitas tidur yang mengganggu fungsi sehari-hari.
Diagnosa ICD:
1. F41.1 - Gangguan Kecemasan Generalisasi
2. G47.0 - Insomnia
SLKI:
1. Manajemen Kecemasan (Anxiety Management) - SLKI 30063
2. Manajemen Tidur (Sleep Management) - SLKI 30162
SIKI:
1. Terapi Kognitif (Cognitive Therapy) - SIKI 30137
2. Terapi Relaksasi (Relaxation Therapy) - SIKI 30138
Pemeriksaan Diagnostik:
1. Pemeriksaan Psikologis (Psychological Assessment)
2. Pemeriksaan Polisomnografi (Polysomnography)
Obat-obatan yang Sesuai:
1. Anxiolitik (Obat Penenang), misalnya Benzodiazepine
2. Sedatif-Hipnotik (Obat Tidur), misalnya Zolpidem atau Eszopiclone
Penjelasan singkat:
1. Kecemasan (Anxiety): Klien mengalami perasaan tidak nyaman dan kekhawatiran yang berlebihan terkait dengan rencana operasi jantung. Ini dapat mengganggu fungsi dan aktivitas sehari-hari.
2. Gangguan Pola Tidur (Sleep Disorder): Klien mengalami kesulitan tidur dan memiliki kualitas tidur yang buruk, yang dapat menyebabkan keletihan dan gangguan dalam fungsi sehari-hari.
Intervensi keperawatan yang dapat diberikan berdasarkan SLKI dan SIKI antara lain:
- Terapi Kognitif: Membantu klien mengidentifikasi dan mengatasi pikiran-pikiran negatif yang berkontribusi pada kecemasan.
- Terapi Relaksasi: Membantu klien mencapai ketenangan fisik dan mental, sehingga dapat memfasilitasi tidur yang lebih baik.
- Manajemen Kecemasan: Strategi untuk mengelola dan menurunkan tingkat kecemasan klien.
- Manajemen Tidur: Intervensi untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas tidur klien.
Peran perawat yang penting adalah memberikan dukungan emosional, edukasi, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk memenuhi kebutuhan klien secara komprehensif. -
Article No. 5221 | 11 Nov 2024
Klinis : resiko perfusi serebral tidak efektif
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Baik, dokter. Berikut adalah informasi yang Anda minta:
1. Kode ICD-10:
- Kode: R68.81
- Deskripsi: Risiko perfusi serebral tidak efektif
Penjelasan:
Kode ICD-10 R68.81 digunakan untuk mengindikasikan adanya risiko atau kemungkinan terjadinya gangguan pada perfusi atau aliran darah ke otak. Kondisi ini dapat terjadi akibat berbagai faktor, seperti penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah otak, gangguan pada sistem kardiovaskular, atau kondisi medis lain yang mempengaruhi suplai darah ke otak.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: Tidak ada kode ICD-9-CM yang spesifik untuk risiko perfusi serebral tidak efektif.
- Deskripsi: Tidak ada prosedur atau tindakan medis yang secara spesifik tercakup dalam kode ICD-9-CM untuk kondisi ini. Penanganan akan bergantung pada penyebab dan rencana perawatan yang disesuaikan dengan kondisi pasien.
Dalam kasus risiko perfusi serebral tidak efektif, perawatan yang mungkin dilakukan antara lain:
- Pemantauan ketat tanda-tanda vital dan perfusi jaringan
- Pengaturan posisi, seperti elevasi kepala, untuk meningkatkan aliran darah ke otak
- Pemberian oksigen, jika diperlukan
- Penanganan penyebab dasar, seperti pengobatan kondisi kardiovaskular atau neurologis
- Rehabilitasi fisik, jika diperlukan, untuk meningkatkan fungsi otak
Penentuan langkah-langkah perawatan yang tepat akan bergantung pada penilaian klinis oleh dokter yang menangani pasien. -
Article No. 5222 | 11 Nov 2024
Klinis : resiko perfusi serebral tidak efektif
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi "risiko perfusi serebral tidak efektif" dalam tone akademis dan dengan persona sebagai perawat profesional.
Diagnosa Keperawatan:
Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif
Penjelasan:
1. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Definisi: Kondisi di mana individu berisiko mengalami penurunan aliran darah ke otak, yang dapat menyebabkan kerusakan seluler.
- Faktor Risiko: Hipertensi, diabetes, penyakit kardiovaskular, cedera kepala, stroke, hipoperfusi, emboli, trombus.
2. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Luaran yang diharapkan: Perfusi serebral yang efektif, tidak ada tanda-tanda hipoksia serebral, tidak ada penurunan tingkat kesadaran.
- Indikator: Tanda-tanda vital dalam batas normal, tidak ada perubahan status mental, tidak ada gejala sisa neurologis.
3. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi Keperawatan:
a. Pemantauan tanda-tanda vital secara berkala
b. Pemeriksaan status neurologis dan tingkat kesadaran
c. Manajemen hipertensi atau hipotensi
d. Pencegahan komplikasi serebral (misalnya, peningkatan tekanan intrakranial)
e. Edukasi pasien dan keluarga tentang faktor risiko dan tanda-tanda komplikasi
Dengan memahami standar SDKI, SLKI, dan SIKI, perawat dapat melakukan pengkajian, perencanaan, implementasi, dan evaluasi yang komprehensif untuk mengelola risiko perfusi serebral tidak efektif pada pasien. Tujuannya adalah untuk mencegah komplikasi dan mempertahankan perfusi serebral yang optimal. -
Article No. 5223 | 11 Nov 2024
Klinis : 2.2.2 Diagnosis Keperawatan Pada kasus dari hasil pengkajian didapatkan diagnosis keperawatan yang muncul pertama yaitu resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan infeksi otak, defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan dan mencerna makanan, nausea berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial. Diagnosis utama yang peneliti tegakkan, yaitu risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan infeksi otak. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan data yang ditemukan pada hari pertama dan kedua pada saat melakukan penelitian tidak demam, pada hari ketiga mengalami demam, bintik kemerahan dan hitam diseluruh tubuh, dan mengalami mual dan muntah. Data objektif didapatkan GCS tidak dapat dinilai karena pengaruh obat. Menurut Ngastiyah (2014), pada pasien meningitis meskipun awalnya hanya selaput otak yang terjadi infeksi tetapi umumnya akan meluas pada bagian otak lainnya, sehingga dapat terjadi meningoensefalitis dan akan menyebabkan gangguan kesadaran hingga koma. Berdasarkan analisa peneliti diagnosis keperawatan utama pada partisipan yaitu resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan infeksi otak. Kurangnya suplai oksigen ke otak akan menyebabkan iskemik jaringan otak, bila tidak diatasi segera akan menyebabkan kejang atau bahkan penurunan kesadaran pada anak. Hal ini ditandai dengan pemeriksaan pada partisipan didapatkan GCS tidak dapat dinilai karena pengaruh obat dan kaku kuduk positif. Diagnosis keperawatan yang kedua, yaitu defisit nutrisi berhubungan dengan menelan dan mencerna makanan. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan datayaitu mengalami penurunan nafsu makan, makanan dapat dihabiskan dari porsi makanan yang diberikan rumah sakit. Berdasarkan analisa peneliti diagnosis keperawatan ketiga pada partisipan yaitu nausea berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial. Aktifitas muntah ditandai adanya siklus retching yang diikuti ekpulsi kuat isi lambung keluar melalui mulut. Diafraghma turun, kontraksi otot pernafasan (intercostals respiratorymuscle) dan glottis tertutup. Esofagus dilatasi sebagai respon terhadap tekanan intratorakal yang menurun. Otot abdomen mulai kontraksi menekan lambung dan memeras isi lambung kefundus dan bagian bawah esophagus.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi yang Anda deskripsikan:
1. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif
- Definisi: Peningkatan risiko penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke otak.
- Faktor Berhubungan: Infeksi otak (meningitis).
- Gejala dan Tanda: Demam, bintik kemerahan dan hitam di seluruh tubuh, mual dan muntah, penurunan kesadaran, kaku kuduk.
2. Defisit Nutrisi
- Definisi: Asupan nutrisi yang tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
- Faktor Berhubungan: Ketidakmampuan menelan dan mencerna makanan.
- Gejala dan Tanda: Penurunan nafsu makan, makanan tidak dapat dihabiskan.
3. Mual
- Definisi: Perasaan tidak nyaman dan keinginan untuk muntah.
- Faktor Berhubungan: Peningkatan tekanan intrakranial.
- Gejala dan Tanda: Siklus retching, ekspulsi isi lambung melalui mulut, kontraksi otot pernapasan, dilatasi esofagus.
Ketiga diagnosis keperawatan tersebut sesuai dengan standar SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Pemilihan diagnosis didasarkan pada data pengkajian yang ditemukan, dengan tujuan untuk memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan tepat sasaran. -
Article No. 5224 | 11 Nov 2024
Klinis : PASIEN KEJANG SAAT TIDUR
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat dari SDKI, SLKI, dan SIKI standar Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi pasien kejang saat tidur.
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Cedera Berhubungan dengan Aktivitas Motorik yang Tidak Terkontrol
Penjelasan Singkat:
a. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Definisi: Risiko terjadinya cedera fisik akibat aktivitas motorik yang tidak terkontrol, seperti kejang.
- Faktor Risiko: Gangguan neurologis, gangguan pola tidur, dan riwayat kejang.
b. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Luaran yang diharapkan: Pasien bebas dari cedera, tidak terjadi komplikasi akibat kejang, dan kemampuan beraktivitas meningkat.
c. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi Keperawatan: Pemantauan tanda-tanda vital, pengaturan lingkungan, pencegahan cedera, edukasi pasien dan keluarga, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain (misalnya dokter) untuk pemberian terapi antikonvulsan.
Sebagai perawat, saya akan berfokus pada pengkajian yang komprehensif, pemantauan yang ketat, dan intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya cedera pada pasien serta memfasilitasi pemulihan yang optimal. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain juga sangat penting untuk memastikan penatalaksanaan yang efektif.