Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 5411 | 13 Nov 2024
Klinis : Pasien laki-laki, An. U berusia 5 tahun, beragama Islam, tanggal lahir 16 Maret 2019 mengalami demam sejak tanggal 06 Januari 2024 saat dirumah hanya diberi paracetamol 3x1 sendok teh oleh ibunya dan memberinya kompres air dingin, namun tidak ada perubahan sama sekali sehingga pada tanggal 08 Januari 2024, pasien dibawa ke RS Grati oleh ibunya. Ibu pasien mengatakan tidak tahu penyebab utama anaknya demam, tiba-tiba anaknya kedinginan dan demam tanpa disertai batuk atau penyakit lain. Saat di RS Grati pasien mengalami kejang selama ±15 menit dengan kondisi otot pasien kaku, mata melirik ke atas, disertai gerakan menyentak hingga pasien mengalami penurunan kesadaran. Pada tanggal 09 Januari 2024 pasien dirujuk ke RSUD Sidoarjo dengan alasan pasien mengalami penurunan kesadaran dan memerlukan perawatan di ruang intensive. Ibu pasien mengatakan tidak tahu jika demamnya bisa berakibat seperti saat ini. Ibu pasien mengira anaknya hanya demam biasa. Pasien tiba di RSUD Sidoarjo pukul 14.00 dibawa ke IGD. Pasien datang sudah terpasang Oksigen 8 LPM, infus D5½. Saat di IGD RSUD Sidoarjo pasien mengalami kejang lagi 1x dengan durasi sama ±15 menit dengan kondisi otot pasien kaku, disertai gerakan menyentak. Saat kejang, napas pasien tampak pendek dan cepat, juga menggunakan otot bantuan napas. Kondisi pasien saat ini lemah, suhu tubuh 38,7 °C, RR 28x/menit, TD:135/95 mmHg, N: 162x/menit, tidak sadar (somnolen, GCS:2- 2-3), tampak pucat, tidak ada respon sama sekali. Kemudian dilakukan pemasangan DC dan terapi oksigen dilanjutkan 8 LPM, infus D5 ½ dan pasien dipindahkan di ruangan PICU untuk mendapatkan pemantauan dan perawatan intensif. Ibu pasien mengatakan kalau anaknya demam setiap mendapatkan vaksin/imunisasi DPT, tidak pernah kecelakaan, tidak ada alergi, dan tidak pernah operasi. Lingkungan rumah pasien bersih, selalu dibersihkan sehari 2x, rumah berventilasi, dan jauh dari pabrik maupun jalan raya. Ayahnya tidak merokok, ibunya selalu mencuci tangan sebelum membuatkan makanan, dan saat membuatkan susu, gelas selalu dalam keadaan bersih.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Sebagai seorang perawat, saya dapat memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi pasien An. U yang mengalami demam dan kejang.
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko penurunan perfusi jaringan otak berhubungan dengan kejang
- SDKI: Risiko penurunan perfusi jaringan otak
- SLKI: Perfusi jaringan otak membaik
- SIKI: Manajemen kejang, Manajemen hipertermi
2. Gangguan pola napas berhubungan dengan kejang
- SDKI: Gangguan pola napas
- SLKI: Pola napas efektif
- SIKI: Manajemen jalan napas, Manajemen ventilasi
3. Hipertermi berhubungan dengan infeksi
- SDKI: Hipertermi
- SLKI: Suhu tubuh dalam rentang normal
- SIKI: Manajemen hipertermi
4. Risiko cedera berhubungan dengan kejang
- SDKI: Risiko cedera
- SLKI: Tidak ada cedera
- SIKI: Manajemen kejang, Manajemen lingkungan
Penjelasan singkat:
1. Risiko penurunan perfusi jaringan otak berhubungan dengan kejang:
- Pasien mengalami kejang selama ±15 menit dengan kondisi otot kaku, mata melirik ke atas, dan gerakan menyentak, yang dapat menyebabkan penurunan perfusi jaringan otak.
- Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah manajemen kejang dan manajemen hipertermi untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.
2. Gangguan pola napas berhubungan dengan kejang:
- Selama kejang, pasien mengalami napas pendek dan cepat serta menggunakan otot bantu pernapasan, menunjukkan gangguan pola napas.
- Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah manajemen jalan napas dan manajemen ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi yang adekuat.
3. Hipertermi berhubungan dengan infeksi:
- Pasien mengalami demam tinggi (38,7°C) yang dapat disebabkan oleh infeksi.
- Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah manajemen hipertermi untuk menurunkan suhu tubuh pasien.
4. Risiko cedera berhubungan dengan kejang:
- Pasien mengalami kejang dengan kondisi otot kaku dan gerakan menyentak, yang dapat menyebabkan risiko cedera.
- Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah manajemen kejang dan manajemen lingkungan untuk mencegah cedera selama kejang.
Secara keseluruhan, pasien An. U memerlukan perawatan yang komprehensif untuk mengatasi masalah keperawatan terkait dengan kejang, hipertermi, dan gangguan pola napas. Pemantauan dan intervensi yang tepat sangat penting untuk mencegah komplikasi lebih lanjut dan memperbaiki kondisi pasien. -
Article No. 5412 | 13 Nov 2024
Klinis : Pasien laki-laki, An. U berusia 5 tahun, beragama Islam, tanggal lahir 16 Maret 2019 mengalami demam sejak tanggal 06 Januari 2024 saat dirumah hanya diberi paracetamol 3x1 sendok teh oleh ibunya dan memberinya kompres air dingin, namun tidak ada perubahan sama sekali sehingga pada tanggal 08 Januari 2024, pasien dibawa ke RS Grati oleh ibunya. Ibu pasien mengatakan tidak tahu penyebab utama anaknya demam, tiba-tiba anaknya kedinginan dan demam tanpa disertai batuk atau penyakit lain. Saat di RS Grati pasien mengalami kejang selama ±15 menit dengan kondisi otot pasien kaku, mata melirik ke atas, disertai gerakan menyentak hingga pasien mengalami penurunan kesadaran. Pada tanggal 09 Januari 2024 pasien dirujuk ke RSUD Sidoarjo dengan alasan pasien mengalami penurunan kesadaran dan memerlukan perawatan di ruang intensive. Ibu pasien mengatakan tidak tahu jika demamnya bisa berakibat seperti saat ini. Ibu pasien mengira anaknya hanya demam biasa. Pasien tiba di RSUD Sidoarjo pukul 14.00 dibawa ke IGD. Pasien datang sudah terpasang Oksigen 8 LPM, infus D5½. Saat di IGD RSUD Sidoarjo pasien mengalami kejang lagi 1x dengan durasi sama ±15 menit dengan kondisi otot pasien kaku, disertai gerakan menyentak. Saat kejang, napas pasien tampak pendek dan cepat, juga menggunakan otot bantuan napas. Kondisi pasien saat ini lemah, suhu tubuh 38,7 °C, RR 28x/menit, TD:135/95 mmHg, N: 162x/menit, tidak sadar (somnolen, GCS:2- 2-3), tampak pucat, tidak ada respon sama sekali. Kemudian dilakukan pemasangan DC dan terapi oksigen dilanjutkan 8 LPM, infus D5 ½ dan pasien dipindahkan di ruangan PICU untuk mendapatkan pemantauan dan perawatan intensif. Ibu pasien mengatakan kalau anaknya demam setiap mendapatkan vaksin/imunisasi DPT, tidak pernah kecelakaan, tidak ada alergi, dan tidak pernah operasi. Lingkungan rumah pasien bersih, selalu dibersihkan sehari 2x, rumah berventilasi, dan jauh dari pabrik maupun jalan raya. Ayahnya tidak merokok, ibunya selalu mencuci tangan sebelum membuatkan makanan, dan saat membuatkan susu, gelas selalu dalam keadaan bersih.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Dengan mempertimbangkan informasi yang diberikan, berikut kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis yang sesuai:
1. Kode ICD-10:
- Kode: G40.3
- Deskripsi: Epilepsi dan sindrom epileptik, idiopatik, dengan kejang umum (tonik-klonik)
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 93.90
- Deskripsi: Penggunaan ventilasi mekanik, tidak dikategorikan di tempat lain (penggunaan ventilasi mekanik di ruang perawatan intensif)
Penjelasan:
Berdasarkan informasi yang diberikan, pasien laki-laki berusia 5 tahun mengalami demam sejak tanggal 06 Januari 2024 dan kemudian mengalami kejang selama ±15 menit dengan kondisi otot kaku, mata melirik ke atas, gerakan menyentak, dan penurunan kesadaran. Kejang ini terjadi dua kali, yaitu saat di RS Grati dan saat di IGD RSUD Sidoarjo. Kondisi ini mengarah pada diagnosis Epilepsi dan sindrom epileptik, idiopatik, dengan kejang umum (tonik-klonik), yang sesuai dengan kode ICD-10 G40.3.
Selain itu, pasien juga memerlukan penggunaan ventilasi mekanik di ruang perawatan intensif (PICU) untuk pemantauan dan perawatan intensif, yang sesuai dengan kode ICD-9-CM 93.90. -
Article No. 5413 | 13 Nov 2024
Klinis : nilai SGOT, ureum, kreatinin, magnesium, kalsium lebih dari normal
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi yang Anda sampaikan:
Diagnosa Keperawatan:
1. Ketidakseimbangan elektrolit
Penjelasan:
- SDKI: Kondisi di mana kadar elektrolit dalam tubuh tidak sesuai dengan kebutuhan, yang ditandai dengan nilai SGOT, ureum, kreatinin, magnesium, dan kalsium yang lebih dari normal.
- SLKI: Peningkatan/penurunan kadar elektrolit dalam batas aman, Keseimbangan elektrolit tercapai.
- SIKI: Intervensi yang dapat dilakukan meliputi pemantauan elektrolit, pemberian suplemen elektrolit, dan edukasi tentang kebutuhan elektrolit.
Persona: Sebagai perawat yang berpengalaman, saya memahami bahwa ketidakseimbangan elektrolit dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan yang serius. Oleh karena itu, penting untuk segera melakukan evaluasi dan penanganan yang tepat untuk mencapai keseimbangan elektrolit yang optimal. Saya siap membantu Anda dalam proses ini. -
Article No. 5414 | 13 Nov 2024
Klinis : stimulasi uterus
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosis Keperawatan:
Stimulasi Uterus
Definisi:
Stimulasi uterus adalah kondisi ketika terjadi rangsangan atau aktivitas yang memicu kontraksi uterus, baik secara fisiologis maupun patologis.
Penyebab Utama:
- Persalinan atau kelahiran
- Perdarahan postpartum
- Kondisi medis tertentu (misalnya perdarahan uterus, fibroid uterus, endometriosis)
- Penggunaan obat-obatan tertentu (misalnya oksitosin, prostaglandin)
Karakteristik:
- Nyeri atau kram di area abdomen bawah
- Kontraksi uterus yang teratur dan semakin kuat
- Perdarahan dari vagina
- Perubahan pada serviks atau leher rahim
Intervensi Keperawatan:
1. Pantau tanda-tanda vital dan perubahan kondisi pasien secara berkala.
2. Berikan analgetik atau agen tokolisis (obat untuk menghentikan kontraksi) sesuai instruksi dokter.
3. Tingkatkan istirahat dan tidur pasien.
4. Berikan dukungan emosional dan informasi kepada pasien dan keluarga.
5. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain (dokter, bidan, fisioterapis) untuk penanganan yang komprehensif.
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Kode Diagnosis: 00129
- Judul Diagnosis: Stimulasi Uterus
- Definisi: Kontraksi uterus yang tidak diinginkan dan tidak terkendali.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Kode Luaran: 10014
- Judul Luaran: Kontrol Otot Uterus
- Kriteria Hasil: Pasien mampu mempertahankan kontraksi uterus yang optimal.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Kode Intervensi: 5540
- Judul Intervensi: Manajemen Distosia Uterus
- Definisi: Upaya untuk mengatur kontraksi uterus yang tidak teratur dan berlebihan.
- Aktivitas Keperawatan: Pantau tanda-tanda vital, berikan analgetik, kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain. -
Article No. 5415 | 13 Nov 2024
Klinis : uterus
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan: Risiko Perdarahan
Penjelasan:
1. SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
Risiko Perdarahan adalah diagnosa keperawatan yang berkaitan dengan potensi kehilangan darah melebihi jumlah normal, yang dapat membahayakan kesehatan individu.
2. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari diagnosa Risiko Perdarahan adalah:
a. Tidak terjadi perdarahan
b. Tanda-tanda vital stabil
c. Kadar hemoglobin dalam batas normal
d. Tidak ada tanda-tanda syok hipovolemik
3. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi Risiko Perdarahan meliputi:
a. Pemantauan tanda-tanda vital secara berkala
b. Pemantauan perdarahan
c. Pemberian cairan intravena jika diperlukan
d. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk pemberian obat-obatan jika diperlukan
e. Edukasi kepada pasien dan keluarga tentang tanda-tanda perdarahan dan penanganannya
Peran perawat dalam mengatasi Risiko Perdarahan pada kasus uterus adalah melakukan pengkajian yang komprehensif, merencanakan dan melaksanakan intervensi keperawatan yang sesuai, serta melakukan evaluasi terhadap hasil intervensi. Perawat juga berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk memastikan penanganan yang tepat dan efektif bagi pasien. -
Article No. 5416 | 13 Nov 2024
Klinis : kontraksi uterus
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat mengenai SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi kontraksi uterus.
Diagnosa Keperawatan:
Kontraksi Uterus Tidak Efektif
Penjelasan:
1. SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
- Kontraksi Uterus Tidak Efektif: Kontraksi uterus yang tidak adekuat untuk memfasilitasi proses persalinan.
- Karakteristik: Durasi kontraksi uterus kurang dari 40 detik, intensitas kontraksi uterus kurang dari 25 mmHg, jarak kontraksi uterus lebih dari 5 menit.
2. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Kontraksi uterus adekuat: Kontraksi uterus yang memadai untuk memfasilitasi proses persalinan.
- Kriteria hasil: Durasi kontraksi uterus 40-60 detik, intensitas kontraksi uterus 25-50 mmHg, jarak kontraksi uterus 2-5 menit.
3. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Manajemen Kontraksi Uterus: Intervensi keperawatan untuk memantau, mempertahankan, atau meningkatkan kontraksi uterus yang efektif.
- Tindakan: Pantau kontraksi uterus, identifikasi penyebab kontraksi uterus tidak efektif, berikan intervensi sesuai kebutuhan (misal: oksigen, cairan intravena, analgesik, oksitosin, dsb.).
Dalam praktik keperawatan, diagnosa, luaran, dan intervensi keperawatan ini berpedoman pada SDKI, SLKI, dan SIKI yang diterbitkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk menjamin kualitas dan keseragaman asuhan keperawatan yang diberikan. -
Article No. 5417 | 13 Nov 2024
Klinis : 2. Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d. Penuruan Aliran Arteri dan atau Vena
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Sebagai seorang dokter/perekam medis, berikut adalah kode ICD-10 dan ICD-9-CM terkait dengan kondisi "Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d. Penurunan Aliran Arteri dan atau Vena":
1. Kode ICD-10:
- Kode: I87.8
- Deskripsi: Gangguan vaskular perifer lainnya, tidak diklasifikasikan di tempat lain. Kondisi ini dapat disebabkan oleh penurunan aliran darah arteri dan/atau vena, yang mengakibatkan perfusi perifer yang tidak efektif.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 39.50
- Deskripsi: Angioplasti atau aterektomi arteri perifer, tidak spesifik. Prosedur ini dapat dilakukan untuk meningkatkan aliran darah arteri dan memperbaiki perfusi perifer yang tidak efektif.
Penjelasan:
- Kode ICD-10 I87.8 mengacu pada gangguan vaskular perifer lainnya, yang tidak diklasifikasikan di tempat lain. Kondisi ini mencakup penurunan aliran darah arteri dan/atau vena, yang menyebabkan perfusi perifer yang tidak efektif.
- Kode ICD-9-CM 39.50 mewakili prosedur angioplasti atau aterektomi arteri perifer yang tidak spesifik. Prosedur ini dapat dilakukan untuk meningkatkan aliran darah arteri dan memperbaiki perfusi perifer yang tidak efektif.
- Dalam praktik klinis, dapat diperlukan pemeriksaan diagnostik tambahan, seperti tes fungsi vaskular, untuk mengidentifikasi penyebab pasti dari perfusi perifer yang tidak efektif dan menentukan tindakan yang tepat. -
Article No. 5418 | 13 Nov 2024
Klinis : 2. Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d. Penuruan Aliran Arteri dan atau Vena
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Dengan senang hati, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat mengenai SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi yang Anda sampaikan.
Diagnosa Keperawatan:
Perfusi Perifer Tidak Efektif berhubungan dengan Penurunan Aliran Arteri dan/atau Vena
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Perfusi Perifer Tidak Efektif adalah ketidakadekuatan sirkulasi darah ke bagian tubuh yang menyebabkan penurunan asupan oksigen dan nutrisi serta pengeluaran limbah ke bagian tersebut.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari masalah ini adalah Perfusi Perifer Efektif, di mana terdapat aliran darah yang adekuat ke seluruh bagian tubuh sehingga kebutuhan oksigen dan nutrisi terpenuhi serta pengeluaran limbah berjalan dengan baik.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini antara lain:
1. Pemantauan tanda-tanda vital dan saturasi oksigen
2. Pengkajian perfusi perifer (nadi, warna kulit, suhu, kapiler refill time)
3. Pemberian oksigen sesuai indikasi
4. Manajemen posisi untuk meningkatkan aliran darah
5. Pemberian obat-obatan (vasoaktif, antikoagulan) sesuai indikasi
6. Edukasi kepada pasien dan keluarga terkait pentingnya menjaga perfusi perifer.
Diharapkan penjelasan singkat ini dapat membantu Anda dalam memahami diagnosa keperawatan dan standar SDKI, SLKI, serta SIKI yang berlaku di Indonesia. -
Article No. 5419 | 13 Nov 2024
Klinis : 2. Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d. Penuruan Aliran Arteri dan atau Vena
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan standar SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi "Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d. Penurunan Aliran Arteri dan atau Vena" dengan nada akademis dan persona sebagai pakar perawat.
Diagnosa Keperawatan:
Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d. Penurunan Aliran Arteri dan atau Vena
Penjelasan:
1. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Perfusi Perifer Tidak Efektif adalah ketidakcukupan aliran darah ke perifer yang mengakibatkan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen dan nutrisi pada jaringan perifer.
2. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari diagnosa ini adalah: Perfusi Perifer Membaik, yang ditandai dengan peningkatan suhu kulit, warna kulit yang membaik, pengisian kapiler yang membaik, serta tidak ada tanda-tanda gangguan sirkulasi perifer.
3. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan meliputi:
a. Pemantauan tanda-tanda vital, perfusi perifer, dan sirkulasi perifer
b. Manajemen posisi tubuh untuk meningkatkan aliran darah
c. Terapi oksigen sesuai indikasi
d. Manajemen nyeri untuk mengurangi vasokonstriksi
e. Edukasi pasien dan keluarga terkait perawatan ekstremitas
Dalam menangani kondisi ini, perawat harus memperhatikan penurunan aliran darah arteri dan/atau vena yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen serta nutrisi pada jaringan perifer. Tindakan keperawatan yang komprehensif, termasuk pemantauan, posisioning, terapi oksigen, dan manajemen nyeri, diperlukan untuk memulihkan perfusi perifer yang optimal. -
Article No. 5420 | 13 Nov 2024
Klinis : Pasien mengeluh mual muntah setelah dilakukan kemoterapi, suhu pasien tinggi, adanya tumor pada anus
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang Anda deskripsikan, dapat diberikan beberapa diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat menurut standar SDKI - SLKI - SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
1. Diagnosa Keperawatan: Mual (Nausea)
- Penjelasan: Mual adalah perasaan ketidaknyamanan di perut yang dapat menyebabkan keinginan untuk muntah. Pasien dengan riwayat kemoterapi berisiko mengalami mual sebagai efek samping dari pengobatan.
2. Diagnosa Keperawatan: Hipertermia (Hyperthermia)
- Penjelasan: Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh di atas normal, yang dapat disebabkan oleh infeksi, efek samping pengobatan, atau kondisi medis lainnya. Dalam kasus ini, pasien dengan tumor pada anus dapat mengalami hipertermia.
3. Diagnosa Keperawatan: Nyeri (Pain)
- Penjelasan: Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial. Pasien dengan tumor pada anus dapat mengalami nyeri di area tersebut.
Penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI:
- SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia) adalah standar yang berisi definisi, karakteristik, faktor yang berhubungan, dan faktor yang berhubungan dan disarankan untuk setiap diagnosa keperawatan.
- SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia) adalah standar yang berisi definisi, kriteria hasil, dan intervensi untuk setiap luaran keperawatan.
- SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) adalah standar yang berisi definisi, aktivitas, dan rasional untuk setiap intervensi keperawatan.
Sebagai perawat, kami akan menggunakan standar-standar tersebut untuk mengidentifikasi masalah kesehatan pasien, menetapkan tujuan perawatan, dan merencanakan intervensi keperawatan yang tepat untuk membantu pasien mencapai hasil yang diinginkan.