Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 5631 | 14 Nov 2024
Klinis : Pasien mengatakan pernah jatuh di mushola
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan persona sebagai pakar perawat, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat mengenai SDKI, SLKI, dan SIKI berdasarkan standar Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi pasien yang Anda deskripsikan.
Diagnosa Keperawatan:
Risiko Jatuh
Penjelasan Singkat:
1. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Risiko Jatuh adalah kondisi di mana individu rentan mengalami cedera akibat terjatuh.
- Faktor risiko yang dapat menyebabkan risiko jatuh meliputi riwayat jatuh, gangguan keseimbangan, gangguan mobilitas, dan lingkungan tidak aman.
- Tanda dan gejala yang dapat diidentifikasi, seperti ketidakstabilan berjalan, gangguan penglihatan, dan penggunaan alat bantu jalan yang tidak sesuai.
2. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Luaran yang diharapkan dari diagnosa Risiko Jatuh adalah Adaptasi Keseimbangan dan Mobilitas Fisik yang Memadai.
- Indikator yang dapat diukur meliputi kestabilan berjalan, kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari, dan tidak ada riwayat jatuh.
3. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan, antara lain:
- Manajemen Risiko Jatuh: identifikasi faktor risiko, modifikasi lingkungan, dan penggunaan alat bantu yang sesuai.
- Peningkatan Keseimbangan: latihan keseimbangan, koordinasi, dan penguatan otot.
- Peningkatan Mobilitas Fisik: latihan ambulasi, latihan rentang gerak, dan aktivitas sesuai kemampuan.
Dengan demikian, diagnosa keperawatan yang sesuai untuk pasien yang pernah jatuh di mushola adalah Risiko Jatuh, dengan intervensi yang dapat dilakukan meliputi manajemen risiko jatuh, peningkatan keseimbangan, dan peningkatan mobilitas fisik, sesuai dengan standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). -
Article No. 5405 | 13 Nov 2024
Klinis : post operasi laparatomi eksplorasi karna pengangkatan massa ovarium. Pada saat operasi didapatkan perlengketan massa sehingga terjadi perdarahan di kamar operasi hingga 600ml, Saat pasien tiba di ICU dengan tekanan darah 60/32mmHg, nadi 143x/menit, irama sinus takikardi, akral dingin, pucat, sudah dilakukan transfusi darah PRC 500ml, FFP 500ml, Namun produksi drain sekitar 100ml/jam, Tekanan darah 72/35mmHg, dengan topangan Norefineprin 0.6mcq,kgbb/menit, dobutamine 10mcq/kgbb/menit, adrenalin 0.5mcq/kgbb/menit, Produksi urin 0.3ml/kgbb/jam. Saat dilakukan Echo hemodinamik didapatkan EF: 25% CO: 2.5L/menit, SV: 20ml/m²/beat, SVR: 1300 dyne/detik.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi pasien yang dijelaskan, Diagnosa Keperawatan yang sesuai adalah:
1. Hipovolemia Akut
Penjelasan: Pasien mengalami perdarahan akibat perlengketan massa saat operasi, sehingga terjadi penurunan volume cairan dalam tubuh yang ditandai dengan tekanan darah rendah, nadi cepat, akral dingin, dan produksi urin rendah.
2. Penurunan Curah Jantung
Penjelasan: Hasil pemeriksaan ekokardiografi menunjukkan penurunan ejeksi fraksi (EF 25%), cardiac output (2.5 L/menit), dan stroke volume (20 ml/m²/beat), yang menandakan gangguan fungsi jantung.
3. Ketidakstabilan Hemodinamik
Penjelasan: Pasien mengalami ketidakstabilan hemodinamik yang ditandai dengan tekanan darah rendah, nadi cepat, dan kebutuhan obat-obatan vasoaktif yang tinggi (norepinefrin, dobutamin, adrenalin) untuk mempertahankan perfusi jaringan.
Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) merupakan pedoman yang digunakan oleh perawat di Indonesia dalam melakukan proses keperawatan. Berikut penjelasan singkat untuk masing-masing standar:
1. SDKI: Merupakan panduan dalam menentukan diagnosis keperawatan berdasarkan penilaian klinis perawat terhadap respon pasien terhadap masalah kesehatan.
2. SLKI: Merupakan panduan dalam menentukan luaran atau hasil yang diharapkan dari intervensi keperawatan yang diberikan.
3. SIKI: Merupakan panduan dalam menentukan intervensi keperawatan yang dilakukan untuk mencapai luaran yang diharapkan.
Dengan mengacu pada SDKI, SLKI, dan SIKI, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan terstandarisasi sesuai dengan kondisi pasien. -
Article No. 5406 | 13 Nov 2024
Klinis : post operasi laparatomi eksplorasi karna pengangkatan massa ovarium. Pada saat operasi didapatkan perlengketan massa sehingga terjadi perdarahan di kamar operasi hingga 600ml, Saat pasien tiba di ICU dengan tekanan darah 60/32mmHg, nadi 143x/menit, irama sinus takikardi, akral dingin, pucat, sudah dilakukan transfusi darah PRC 500ml, FFP 500ml, Namun produksi drain sekitar 100ml/jam, Tekanan darah 72/35mmHg, dengan topangan Norefineprin 0.6mcq,kgbb/menit, dobutamine 10mcq/kgbb/menit, adrenalin 0.5mcq/kgbb/menit, Produksi urin 0.3ml/kgbb/jam. Saat dilakukan Echo hemodinamik didapatkan EF: 25% CO: 2.5L/menit, SV: 20ml/m²/beat, SVR: 1300 dyne/detik.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: 1. Kode ICD-10:
- Kode: N83.9
- Deskripsi: Gangguan ovarium, tidak terspesifikasi
2. Kode ICD-9-CM Procedure:
- Kode: 54.21
- Deskripsi: Laparotomi eksplorasi
Berdasarkan informasi yang diberikan, pasien mengalami kondisi post-operasi laparotomi eksplorasi akibat pengangkatan massa ovarium. Selama operasi, terjadi perlengketan massa yang menyebabkan perdarahan sekitar 600 ml. Saat tiba di ICU, pasien mengalami syok hipovolemik dengan tanda-tanda vital yang tidak stabil, seperti tekanan darah rendah, nadi takikardi, akral dingin, dan pucat. Telah dilakukan penanganan awal berupa transfusi darah PRC 500 ml dan FFP 500 ml, namun produksi drain masih sekitar 100 ml/jam.
Untuk mengatasi kondisi syok hipovolemik, pasien mendapatkan terapi vasoaktif berupa norepinefrin 0.6 mcg/kg/menit, dobutamin 10 mcg/kg/menit, dan epinefrin 0.5 mcg/kg/menit. Selain itu, produksi urin juga terbatas, yaitu 0.3 ml/kg/jam. Hasil pemeriksaan ekokardiografi menunjukkan disfungsi kardiovaskular dengan ejeksi fraksi 25%, cardiac output 2.5 L/menit, stroke volume 20 ml/m²/beat, dan SVR 1300 dyne/detik.
Berdasarkan kondisi klinis dan hasil pemeriksaan, diagnosis utama yang sesuai adalah gangguan ovarium yang tidak terspesifikasi (N83.9), dengan tindakan medis berupa laparotomi eksplorasi (54.21) yang dilakukan sebelumnya. -
Article No. 5407 | 13 Nov 2024
Klinis : post operasi laparatomi eksplorasi karna pengangkatan massa ovarium. Pada saat operasi didapatkan perlengketan massa sehingga terjadi perdarahan di kamar operasi hingga 600ml, Saat pasien tiba di ICU dengan tekanan darah 60/32mmHg, nadi 143x/menit, irama sinus takikardi, akral dingin, pucat, sudah dilakukan transfusi darah PRC 500ml, FFP 500ml, Namun produksi drain sekitar 100ml/jam, Tekanan darah 72/35mmHg, dengan topangan Norefineprin 0.6mcq,kgbb/menit, dobutamine 10mcq/kgbb/menit, adrenalin 0.5mcq/kgbb/menit, Produksi urin 0.3ml/kgbb/jam. Saat dilakukan Echo hemodinamik didapatkan EF: 25% CO: 2.5L/menit, SV: 20ml/m²/beat, SVR: 1300 dyne/detik.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi klinis yang Anda deskripsikan, berikut adalah diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan beserta penjelasan singkat sesuai dengan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
1. Diagnosa Keperawatan: Hipovolemia
- SDKI: Penurunan volume cairan dalam tubuh yang dapat mengancam kesehatan.
- SLKI: Stabilitas Hemodinamik: Kemampuan mempertahankan volume dan tekanan darah yang adekuat.
- SIKI: Manajemen Hipovolemia, Terapi Cairan, Manajemen Syok.
2. Diagnosa Keperawatan: Perfusi Jaringan Tidak Efektif
- SDKI: Penurunan sirkulasi darah ke jaringan tubuh yang dapat mengancam kesehatan.
- SLKI: Perfusi Jaringan: Kecukupan aliran darah ke jaringan tubuh.
- SIKI: Manajemen Syok, Manajemen Hemodinamik, Manajemen Oksigenasi.
3. Diagnosa Keperawatan: Nyeri Akut
- SDKI: Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.
- SLKI: Kontrol Nyeri: Kemampuan mengontrol rasa nyeri.
- SIKI: Manajemen Nyeri, Analgesik.
4. Diagnosa Keperawatan: Risiko Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
- SDKI: Ketidakmampuan untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit yang dapat mengancam kesehatan.
- SLKI: Keseimbangan Cairan: Kemampuan mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh yang adekuat.
- SIKI: Manajemen Cairan, Manajemen Elektroli.
Penjelasan singkat:
Pasien mengalami kondisi hipovolemia akibat perdarahan selama operasi, yang menyebabkan penurunan tekanan darah, takikardia, akral dingin, dan produksi urin rendah. Kondisi ini juga menyebabkan perfusi jaringan tidak efektif, yang dapat mengancam fungsi organ. Selain itu, pasien juga mengalami nyeri akut akibat prosedur pembedahan, serta risiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan meliputi manajemen hipovolemia, manajemen syok, manajemen hemodinamik, manajemen oksigenasi, manajemen nyeri, dan manajemen cairan dan elektrolit. -
Article No. 5408 | 13 Nov 2024
Klinis : post operasi laparatomi eksplorasi karna pengangkatan massa ovarium. Pada saat operasi didapatkan perlengketan massa sehingga terjadi perdarahan di kamar operasi hingga 600ml, Saat pasien tiba di ICU dengan tekanan darah 60/32mmHg, nadi 143x/menit, irama sinus takikardi, akral dingin, pucat, sudah dilakukan transfusi darah PRC 500ml, FFP 500ml, Namun produksi drain sekitar 100ml/jam, Tekanan darah 72/35mmHg, dengan topangan Norefineprin 0.6mcq,kgbb/menit, dobutamine 10mcq/kgbb/menit, adrenalin 0.5mcq/kgbb/menit, Produksi urin 0.3ml/kgbb/jam. Saat dilakukan Echo hemodinamik didapatkan EF: 25% CO: 2.5L/menit, SV: 20ml/m²/beat, SVR: 1300 dyne/detik.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi pasien post-operasi laparatomi eksplorasi karena pengangkatan massa ovarium yang mengalami perdarahan intra-operasi hingga 600 ml dan kondisi hemodinamik yang tidak stabil saat di ICU, berikut adalah diagnosa keperawatan beserta penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Perdarahan Lanjut
2. Gangguan Perfusi Jaringan Kardiovaskular
3. Intoleransi Aktivitas
Penjelasan Singkat:
1. Risiko Perdarahan Lanjut
- SDKI: Risiko Perdarahan
- SLKI: Pengendalian Perdarahan
- SIKI: Tindakan Keperawatan untuk Pengendalian Perdarahan
Pasien berisiko mengalami perdarahan lebih lanjut karena adanya perdarahan yang signifikan selama operasi dan kondisi hemodinamik yang tidak stabil saat di ICU. Diperlukan intervensi keperawatan untuk memantau tanda-tanda perdarahan, menjaga stabilitas hemodinamik, dan melakukan tindakan untuk mengendalikan perdarahan.
2. Gangguan Perfusi Jaringan Kardiovaskular
- SDKI: Gangguan Perfusi Jaringan Kardiovaskular
- SLKI: Stabilitas Hemodinamik
- SIKI: Tindakan Keperawatan untuk Stabilitas Hemodinamik
Pasien mengalami penurunan perfusi jaringan kardiovaskular yang ditandai dengan tekanan darah yang rendah, nadi takikardi, akral dingin, dan pucat. Hal ini disebabkan oleh perdarahan yang signifikan selama operasi. Diperlukan intervensi keperawatan untuk memantau dan menjaga stabilitas hemodinamik, serta memberikan dukungan hemodinamik yang adekuat.
3. Intoleransi Aktivitas
- SDKI: Intoleransi Aktivitas
- SLKI: Kemandirian Aktivitas
- SIKI: Tindakan Keperawatan untuk Kemandirian Aktivitas
Pasien mengalami penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas secara mandiri akibat kondisi hemodinamik yang tidak stabil. Diperlukan intervensi keperawatan untuk memantau toleransi aktivitas pasien, memberikan asuhan keperawatan yang tepat, dan membantu pasien dalam melakukan aktivitas sesuai dengan kondisinya.
Secara keseluruhan, diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI yang diberikan bertujuan untuk membantu perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan terstruktur untuk mengatasi permasalahan yang dialami oleh pasien post-operasi laparatomi eksplorasi dengan komplikasi perdarahan. -
Article No. 5409 | 13 Nov 2024
Klinis : Status Jalan Nafas (Airway) Pasien mengeluh merasa sesak nafas, terdapat sumbatan berupa sputum yang sulit dikeluarkan, SpO2 : 93% room air Pernapasan (Breathing) RR : 24x/menit, pasien tampak sesak nafas, terdengar suara dada bronkial, dan terdapat suara nafas tambahan ronchi pada kedua paru. Status Sirkulasi (Circulation) TD : 139/83 mmHg, Nadi : 90x/menit, S : 36.5C. Turgor kulit elastis, Ekstremitas hangat, tidak ada perdarahan. Fungsi Persyarafan (Disability) Pupil isokor, refleks cahaya positif, GCS : 15 E : 4, M : 6, V : 5 Composmentis. bentuk kepala simetris, tidak ada fraktur, kekuatan otot 5/5/5/5. Exposure Mobilisasi pasien terbatas dan dibantu keluarga karena terpasang infus dan oksigen, tidak ada luka ataupun jejas, akral hangat dan tidak ada edema. Foley Catheter : Pasien tidak terpasang foley catheter Gastric Tube : Pasien tidak terpasang nasogastric tube Heart Monitor : Pasien tidak terpasang bedside monitor
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan data klinis yang diberikan, berikut adalah Diagnosa Keperawatan, penjelasan singkat, dan kode standar SDKI - SLKI - SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi Status Jalan Nafas (Airway) pasien:
Diagnosa Keperawatan:
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
Definisi: Ketidakmampuan untuk membersihkan secreti atau obstruksi dari saluran napas untuk mempertahankan jalan napas yang terbuka.
Penjelasan singkat:
Pasien mengeluh sesak nafas dan terdapat sumbatan berupa sputum yang sulit dikeluarkan. Hal ini menunjukkan adanya gangguan pada bersihan jalan napas yang tidak efektif, yang dapat menyebabkan gangguan pertukaran gas.
Kode Standar:
SDKI: 00031
SLKI: 00042
SIKI: I0030 -
Article No. 5410 | 13 Nov 2024
Klinis : Pasien dengan SCC Tonsil Menggunakan trakeostomi Tidak ada nyeri menelan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan Bersihan Jalan Napas berhubungan dengan Obstruksi Jalan Napas sekunder terhadap Trakeostomi
Penjelasan:
Pasien dengan Kanker Serviks Sel Skuamosa (SCC) Tonsil yang menggunakan Trakeostomi dapat mengalami gangguan dalam membersihkan jalan napas. Trakeostomi dapat menyebabkan obstruksi jalan napas yang membutuhkan intervensi keperawatan untuk mempertahankan jalan napas yang bersih dan permeabel.
2. Risiko Infeksi berhubungan dengan Prosedur Invasi (Trakeostomi)
Penjelasan:
Pasien dengan Trakeostomi memiliki risiko tinggi untuk mengalami infeksi, baik infeksi lokal di area stoma trakeostomi maupun infeksi sistemik. Intervensi keperawatan diperlukan untuk mencegah dan mendeteksi dini tanda-tanda infeksi.
3. Perubahan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan Disfagia (Tidak ada Nyeri Menelan)
Penjelasan:
Pasien dengan SCC Tonsil dapat mengalami disfagia atau kesulitan menelan, meskipun tidak ada keluhan nyeri saat menelan. Kondisi ini dapat menyebabkan penurunan asupan nutrisi dan cairan yang dibutuhkan oleh tubuh. Intervensi keperawatan diperlukan untuk memastikan pemenuhan nutrisi dan cairan yang adekuat.
Standar Dokumentasi Keperawatan (SDKI - SLKI - SIKI):
- SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia)
- SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia)
- SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia)
Penggunaan standar ini membantu perawat dalam mendokumentasikan asuhan keperawatan secara terstruktur, sistematis, dan sesuai dengan praktik keperawatan berbasis bukti. -
Article No. 5411 | 13 Nov 2024
Klinis : Pasien laki-laki, An. U berusia 5 tahun, beragama Islam, tanggal lahir 16 Maret 2019 mengalami demam sejak tanggal 06 Januari 2024 saat dirumah hanya diberi paracetamol 3x1 sendok teh oleh ibunya dan memberinya kompres air dingin, namun tidak ada perubahan sama sekali sehingga pada tanggal 08 Januari 2024, pasien dibawa ke RS Grati oleh ibunya. Ibu pasien mengatakan tidak tahu penyebab utama anaknya demam, tiba-tiba anaknya kedinginan dan demam tanpa disertai batuk atau penyakit lain. Saat di RS Grati pasien mengalami kejang selama ±15 menit dengan kondisi otot pasien kaku, mata melirik ke atas, disertai gerakan menyentak hingga pasien mengalami penurunan kesadaran. Pada tanggal 09 Januari 2024 pasien dirujuk ke RSUD Sidoarjo dengan alasan pasien mengalami penurunan kesadaran dan memerlukan perawatan di ruang intensive. Ibu pasien mengatakan tidak tahu jika demamnya bisa berakibat seperti saat ini. Ibu pasien mengira anaknya hanya demam biasa. Pasien tiba di RSUD Sidoarjo pukul 14.00 dibawa ke IGD. Pasien datang sudah terpasang Oksigen 8 LPM, infus D5½. Saat di IGD RSUD Sidoarjo pasien mengalami kejang lagi 1x dengan durasi sama ±15 menit dengan kondisi otot pasien kaku, disertai gerakan menyentak. Saat kejang, napas pasien tampak pendek dan cepat, juga menggunakan otot bantuan napas. Kondisi pasien saat ini lemah, suhu tubuh 38,7 °C, RR 28x/menit, TD:135/95 mmHg, N: 162x/menit, tidak sadar (somnolen, GCS:2- 2-3), tampak pucat, tidak ada respon sama sekali. Kemudian dilakukan pemasangan DC dan terapi oksigen dilanjutkan 8 LPM, infus D5 ½ dan pasien dipindahkan di ruangan PICU untuk mendapatkan pemantauan dan perawatan intensif. Ibu pasien mengatakan kalau anaknya demam setiap mendapatkan vaksin/imunisasi DPT, tidak pernah kecelakaan, tidak ada alergi, dan tidak pernah operasi. Lingkungan rumah pasien bersih, selalu dibersihkan sehari 2x, rumah berventilasi, dan jauh dari pabrik maupun jalan raya. Ayahnya tidak merokok, ibunya selalu mencuci tangan sebelum membuatkan makanan, dan saat membuatkan susu, gelas selalu dalam keadaan bersih.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Sebagai seorang perawat, saya dapat memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kondisi pasien An. U yang mengalami demam dan kejang.
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko penurunan perfusi jaringan otak berhubungan dengan kejang
- SDKI: Risiko penurunan perfusi jaringan otak
- SLKI: Perfusi jaringan otak membaik
- SIKI: Manajemen kejang, Manajemen hipertermi
2. Gangguan pola napas berhubungan dengan kejang
- SDKI: Gangguan pola napas
- SLKI: Pola napas efektif
- SIKI: Manajemen jalan napas, Manajemen ventilasi
3. Hipertermi berhubungan dengan infeksi
- SDKI: Hipertermi
- SLKI: Suhu tubuh dalam rentang normal
- SIKI: Manajemen hipertermi
4. Risiko cedera berhubungan dengan kejang
- SDKI: Risiko cedera
- SLKI: Tidak ada cedera
- SIKI: Manajemen kejang, Manajemen lingkungan
Penjelasan singkat:
1. Risiko penurunan perfusi jaringan otak berhubungan dengan kejang:
- Pasien mengalami kejang selama ±15 menit dengan kondisi otot kaku, mata melirik ke atas, dan gerakan menyentak, yang dapat menyebabkan penurunan perfusi jaringan otak.
- Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah manajemen kejang dan manajemen hipertermi untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.
2. Gangguan pola napas berhubungan dengan kejang:
- Selama kejang, pasien mengalami napas pendek dan cepat serta menggunakan otot bantu pernapasan, menunjukkan gangguan pola napas.
- Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah manajemen jalan napas dan manajemen ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi yang adekuat.
3. Hipertermi berhubungan dengan infeksi:
- Pasien mengalami demam tinggi (38,7°C) yang dapat disebabkan oleh infeksi.
- Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah manajemen hipertermi untuk menurunkan suhu tubuh pasien.
4. Risiko cedera berhubungan dengan kejang:
- Pasien mengalami kejang dengan kondisi otot kaku dan gerakan menyentak, yang dapat menyebabkan risiko cedera.
- Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah manajemen kejang dan manajemen lingkungan untuk mencegah cedera selama kejang.
Secara keseluruhan, pasien An. U memerlukan perawatan yang komprehensif untuk mengatasi masalah keperawatan terkait dengan kejang, hipertermi, dan gangguan pola napas. Pemantauan dan intervensi yang tepat sangat penting untuk mencegah komplikasi lebih lanjut dan memperbaiki kondisi pasien. -
Article No. 5412 | 13 Nov 2024
Klinis : Pasien laki-laki, An. U berusia 5 tahun, beragama Islam, tanggal lahir 16 Maret 2019 mengalami demam sejak tanggal 06 Januari 2024 saat dirumah hanya diberi paracetamol 3x1 sendok teh oleh ibunya dan memberinya kompres air dingin, namun tidak ada perubahan sama sekali sehingga pada tanggal 08 Januari 2024, pasien dibawa ke RS Grati oleh ibunya. Ibu pasien mengatakan tidak tahu penyebab utama anaknya demam, tiba-tiba anaknya kedinginan dan demam tanpa disertai batuk atau penyakit lain. Saat di RS Grati pasien mengalami kejang selama ±15 menit dengan kondisi otot pasien kaku, mata melirik ke atas, disertai gerakan menyentak hingga pasien mengalami penurunan kesadaran. Pada tanggal 09 Januari 2024 pasien dirujuk ke RSUD Sidoarjo dengan alasan pasien mengalami penurunan kesadaran dan memerlukan perawatan di ruang intensive. Ibu pasien mengatakan tidak tahu jika demamnya bisa berakibat seperti saat ini. Ibu pasien mengira anaknya hanya demam biasa. Pasien tiba di RSUD Sidoarjo pukul 14.00 dibawa ke IGD. Pasien datang sudah terpasang Oksigen 8 LPM, infus D5½. Saat di IGD RSUD Sidoarjo pasien mengalami kejang lagi 1x dengan durasi sama ±15 menit dengan kondisi otot pasien kaku, disertai gerakan menyentak. Saat kejang, napas pasien tampak pendek dan cepat, juga menggunakan otot bantuan napas. Kondisi pasien saat ini lemah, suhu tubuh 38,7 °C, RR 28x/menit, TD:135/95 mmHg, N: 162x/menit, tidak sadar (somnolen, GCS:2- 2-3), tampak pucat, tidak ada respon sama sekali. Kemudian dilakukan pemasangan DC dan terapi oksigen dilanjutkan 8 LPM, infus D5 ½ dan pasien dipindahkan di ruangan PICU untuk mendapatkan pemantauan dan perawatan intensif. Ibu pasien mengatakan kalau anaknya demam setiap mendapatkan vaksin/imunisasi DPT, tidak pernah kecelakaan, tidak ada alergi, dan tidak pernah operasi. Lingkungan rumah pasien bersih, selalu dibersihkan sehari 2x, rumah berventilasi, dan jauh dari pabrik maupun jalan raya. Ayahnya tidak merokok, ibunya selalu mencuci tangan sebelum membuatkan makanan, dan saat membuatkan susu, gelas selalu dalam keadaan bersih.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Dengan mempertimbangkan informasi yang diberikan, berikut kode ICD-10 untuk diagnosis dan kode ICD-9-CM untuk prosedur/tindakan medis yang sesuai:
1. Kode ICD-10:
- Kode: G40.3
- Deskripsi: Epilepsi dan sindrom epileptik, idiopatik, dengan kejang umum (tonik-klonik)
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 93.90
- Deskripsi: Penggunaan ventilasi mekanik, tidak dikategorikan di tempat lain (penggunaan ventilasi mekanik di ruang perawatan intensif)
Penjelasan:
Berdasarkan informasi yang diberikan, pasien laki-laki berusia 5 tahun mengalami demam sejak tanggal 06 Januari 2024 dan kemudian mengalami kejang selama ±15 menit dengan kondisi otot kaku, mata melirik ke atas, gerakan menyentak, dan penurunan kesadaran. Kejang ini terjadi dua kali, yaitu saat di RS Grati dan saat di IGD RSUD Sidoarjo. Kondisi ini mengarah pada diagnosis Epilepsi dan sindrom epileptik, idiopatik, dengan kejang umum (tonik-klonik), yang sesuai dengan kode ICD-10 G40.3.
Selain itu, pasien juga memerlukan penggunaan ventilasi mekanik di ruang perawatan intensif (PICU) untuk pemantauan dan perawatan intensif, yang sesuai dengan kode ICD-9-CM 93.90. -
Article No. 5413 | 13 Nov 2024
Klinis : nilai SGOT, ureum, kreatinin, magnesium, kalsium lebih dari normal
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat berdasarkan SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi yang Anda sampaikan:
Diagnosa Keperawatan:
1. Ketidakseimbangan elektrolit
Penjelasan:
- SDKI: Kondisi di mana kadar elektrolit dalam tubuh tidak sesuai dengan kebutuhan, yang ditandai dengan nilai SGOT, ureum, kreatinin, magnesium, dan kalsium yang lebih dari normal.
- SLKI: Peningkatan/penurunan kadar elektrolit dalam batas aman, Keseimbangan elektrolit tercapai.
- SIKI: Intervensi yang dapat dilakukan meliputi pemantauan elektrolit, pemberian suplemen elektrolit, dan edukasi tentang kebutuhan elektrolit.
Persona: Sebagai perawat yang berpengalaman, saya memahami bahwa ketidakseimbangan elektrolit dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan yang serius. Oleh karena itu, penting untuk segera melakukan evaluasi dan penanganan yang tepat untuk mencapai keseimbangan elektrolit yang optimal. Saya siap membantu Anda dalam proses ini.