Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 8613 | 11 Dec 2024
Klinis : Pasien An. A usia 6 bln, jenis kelamin Perempuan, Alamat Sewon, Bantul, DIY mengalami demam selama dua hari sebelum kejang, demam disertai menggigil, pasien sempat diberi obat penurun panas oleh ibunya tapi tidak ada perubahan dan selama demam pasien rewel dan tidak mau menyusu. Lalu pasien sempat kejang 1 kali selama 30 menit sebelum masuk Rumah Sakit Respati Jogjakarta, kejang seluruh tubuh dengan mata keatas, tanpa disertai muntah, Setelah kejang pasien tetap sadar (menangis / rewel) sampai MRS. Lalu pasien kejang lagi 1 kali selama 5 menit saat sampai di rumah sakit. Pasien masuk ke RS tanggal 09 Desember 2024. Riwayat kejang sebelumnya (-), riwayat trauma (-), BAB (+), BAK (+) normal. Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit kejang. BB 7,2 kg, TB 66 cm, BB lahir 3000 gr, panjang lahir 49 cm, saat ini pasien sudah bisa tengkurap. Suhu 38˚ C, Frekuensi nafas 36 x / menit, Nadi 136 x/ menit. Hasil pemeriksaan laboratorium Leukosit 25.100 /mm3 , Hb 10,7 gr/dl, hematokrit 31,0 %, Trombosit 489.000 / mm3, SGOT 69 U/L, SGPT 74 U/L, Ureum 46,9 gr/dl , Creatinin 1, 4 gr/dl.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, pasien An. A usia 6 bulan mengalami kondisi demam, kejang, dan gejala lainnya. Berikut adalah diagnosa keperawatan beserta penjelasan singkat SDKI, SLKI, dan SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Kejang Berulang (NANDA-I)
Penjelasan:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Definisi: Keadaan di mana individu berisiko mengalami kejang berulang.
- Faktor Risiko: Demam, riwayat kejang sebelumnya, pemberian obat penurun panas yang tidak efektif, dan hasil pemeriksaan lab yang menunjukkan peningkatan.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Luaran yang diharapkan: Kejang tidak terjadi, tingkat kecemasan keluarga menurun, dan pengetahuan keluarga tentang perawatan saat kejang meningkat.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi Keperawatan: Pemantauan tanda-tanda vital, pemberian obat antikonvulsan sesuai instruksi, edukasi keluarga tentang penanganan saat kejang, dan kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain.
2. Hipertermia (NANDA-I)
Penjelasan:
SDKI:
- Definisi: Keadaan di mana individu mengalami peningkatan suhu tubuh di atas 37,8°C.
- Faktor Risiko: Infeksi, dehidrasi, dan pemberian obat penurun panas yang tidak efektif.
SLKI:
- Luaran yang diharapkan: Suhu tubuh kembali normal, tanda-tanda vital stabil, dan ketidaknyamanan akibat demam berkurang.
SIKI:
- Intervensi Keperawatan: Pemantauan tanda-tanda vital, pemberian kompres dingin, pemberian obat penurun panas sesuai instruksi, dan manajemen cairan dan elektrolit.
3. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh (NANDA-I)
Penjelasan:
SDKI:
- Definisi: Keadaan di mana asupan nutrisi tidak memenuhi kebutuhan metabolik.
- Faktor Risiko: Demam, kejang, dan rewel/tidak mau menyusu.
SLKI:
- Luaran yang diharapkan: Berat badan membaik, tidak ada tanda-tanda malnutrisi, dan asupan nutrisi adekuat.
SIKI:
- Intervensi Keperawatan: Pemantauan berat badan dan status nutrisi, pemberian asupan nutrisi melalui oral atau parenteral, dan kolaborasi dengan tenaga gizi. -
Article No. 8614 | 11 Dec 2024
Klinis : Pasien An. A usia 6 bln, jenis kelamin Perempuan, Alamat Sewon, Bantul, DIY mengalami demam selama dua hari sebelum kejang, demam disertai menggigil, pasien sempat diberi obat penurun panas oleh ibunya tapi tidak ada perubahan dan selama demam pasien rewel dan tidak mau menyusu. Lalu pasien sempat kejang 1 kali selama 30 menit sebelum masuk Rumah Sakit Respati Jogjakarta, kejang seluruh tubuh dengan mata keatas, tanpa disertai muntah, Setelah kejang pasien tetap sadar (menangis / rewel) sampai MRS. Lalu pasien kejang lagi 1 kali selama 5 menit saat sampai di rumah sakit. Pasien masuk ke RS tanggal 09 Desember 2024. Riwayat kejang sebelumnya (-), riwayat trauma (-), BAB (+), BAK (+) normal. Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit kejang. BB 7,2 kg, TB 66 cm, BB lahir 3000 gr, panjang lahir 49 cm, saat ini pasien sudah bisa tengkurap. Suhu 38˚ C, Frekuensi nafas 36 x / menit, Nadi 136 x/ menit. Hasil pemeriksaan laboratorium Leukosit 25.100 /mm3 , Hb 10,7 gr/dl, hematokrit 31,0 %, Trombosit 489.000 / mm3, SGOT 69 U/L, SGPT 74 U/L, Ureum 46,9 gr/dl , Creatinin 1, 4 gr/dl.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang dipaparkan, diagnosis keperawatan SDKI yang sesuai adalah:
1. Risiko kejang berhubungan dengan demam
- Definisi: Keadaan berisiko mengalami kontraksi otot yang tidak terkendali dan abnormal, disertai dengan penurunan kesadaran.
- Faktor risiko: Demam, riwayat kejang sebelumnya.
2. Hipertermia berhubungan dengan proses patologis
- Definisi: Peningkatan suhu tubuh di atas batas normal.
- Penyebab: Proses infeksi.
3. Perubahan pola tidur berhubungan dengan rasa tidak nyaman akibat demam
- Definisi: Gangguan durasi dan kualitas tidur yang menyebabkan ketidaknyamanan.
- Penyebab: Demam dan rasa tidak nyaman.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Risiko kejang berhubungan dengan demam:
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
- Tidak terjadi kejang selama perawatan
- Pasien dan keluarga dapat mengidentifikasi tanda-tanda awal kejang
2. Hipertermia berhubungan dengan proses patologis:
- Suhu tubuh kembali dalam batas normal
- Tidak terjadi peningkatan suhu tubuh selama perawatan
- Pasien dan keluarga dapat menggunakan metode penurunan suhu yang efektif
3. Perubahan pola tidur berhubungan dengan rasa tidak nyaman akibat demam:
- Pasien dapat tidur dengan nyenyak
- Pasien terlihat segar dan bugar saat bangun
- Pasien dan keluarga merasa puas dengan kualitas dan kuantitas tidur
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Risiko kejang berhubungan dengan demam:
- Monitor tanda-tanda vital secara berkala
- Berikan obat antikonvulsan sesuai indikasi
- Edukasi pasien dan keluarga tentang tanda-tanda awal kejang dan tindakan yang harus dilakukan
- Ciptakan lingkungan yang aman untuk mencegah cedera saat kejang
2. Hipertermia berhubungan dengan proses patologis:
- Monitor suhu tubuh secara berkala
- Berikan intervensi penurunan suhu (kompres hangat, antipiretik)
- Pastikan asupan cairan yang adekuat
- Edukasi pasien dan keluarga tentang metode penurunan suhu yang efektif
3. Perubahan pola tidur berhubungan dengan rasa tidak nyaman akibat demam:
- Bantu pasien mencapai kenyamanan fisik (kompres hangat, analgetik)
- Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang untuk tidur
- Ajarkan teknik relaksasi untuk membantu pasien tidur
- Edukasi pasien dan keluarga tentang pentingnya tidur yang cukup dan nyenyak -
Article No. 8615 | 11 Dec 2024
Klinis : Seorang anak C laki-laki usia 6 tahun dirawat di RSUA dengan keluhan mudah Lelah saat beraktifitas. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan data: Konjunctiva pucat, pasien mengatakan Sakit kepala dan pusing. Detak jantung tidak teratur, teraba dingin pada ekstremitas, dan kulit terlihat pucat. Frekuensi napas saat beraktifitas: 40x/menit, Frekuensi nadi 125x/menit. HB: 4,1g/dl. Ibu pasien mengatakan Anak C mempunyai Riwayat Kehilangan darah yang banyak akibat adanya lesi pada saluran pencernaan, An. C tidak mau mengkonsumsi sayuran yang berwarna hijau. Tindakan yang harus segera diberikan pada anak C untuk mengatasi masalah keperawatan prioritas diatas adalah.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, berdasarkan kondisi yang Anda jelaskan, saya dapat memberikan diagnosis keperawatan dan penjelasan singkat mengenai SDKI, SLKI, dan SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk anak C.
Diagnosis Keperawatan Prioritas:
1. Penurunan Volume Cairan Tubuh (Hypovolemia) berhubungan dengan kehilangan darah akibat lesi pada saluran pencernaan.
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Penurunan Volume Cairan Tubuh (Hypovolemia) adalah kekurangan volume cairan dalam tubuh yang dapat disebabkan oleh kehilangan darah, dehidrasi, atau gangguan keseimbangan cairan.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Luaran yang diharapkan adalah Keseimbangan Cairan Tubuh Membaik, yang ditandai dengan tanda-tanda vital dalam batas normal, mukosa lembab, dan tidak ada edema.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah Pemberian Cairan Intravena, Pemantauan Tanda-Tanda Vital, dan Edukasi Manajemen Cairan.
Tindakan yang harus segera diberikan pada anak C:
Tindakan prioritas yang harus dilakukan adalah Pemberian Cairan Intravena untuk mengatasi Penurunan Volume Cairan Tubuh (Hypovolemia). Hal ini bertujuan untuk mengembalikan volume cairan tubuh yang hilang akibat kehilangan darah, sehingga dapat memperbaiki tanda-tanda vital dan memulihkan kondisi anak C. -
Article No. 8616 | 11 Dec 2024
Klinis : pasien tidur kurang nyenyak, sering haus, banyak kencing penyakit diabetes,
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat mengenai SDKI, SLKI, dan SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi pasien yang Anda sebutkan.
Diagnosa Keperawatan:
Berdasarkan gejala yang Anda paparkan, yakni pasien tidur kurang nyenyak, sering haus, dan banyak kencing, serta menderita penyakit diabetes, maka dapat ditetapkan diagnosa keperawatan utama adalah:
1. Gangguan Pola Tidur
Definisi: Gangguan dalam jumlah dan kualitas tidur yang mengganggu fungsi sehari-hari.
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
- Tanda dan gejala: Tidur tidak nyenyak, sering terbangun di malam hari, sulit untuk kembali tidur.
- Faktor yang berhubungan: Penyakit kronis (diabetes).
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Luaran yang diharapkan: Pasien dapat tidur dengan nyenyak selama 6-8 jam per malam.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi keperawatan: Manajemen tidur, edukasi tentang pola tidur yang sehat, pengaturan lingkungan yang kondusif untuk tidur.
Dengan pendekatan berbasis SDKI-SLKI-SIKI, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan terstandar untuk mengatasi gangguan pola tidur pada pasien dengan diabetes.
Saya harap penjelasan ini dapat membantu Anda memahami bagaimana diagnosa keperawatan dan standar asuhan keperawatan diterapkan dalam kasus pasien dengan kondisi yang Anda sampaikan. Jika ada pertanyaan lain, jangan ragu untuk menanyakannya. -
Article No. 8617 | 11 Dec 2024
Klinis : Pasangan remaja berusia 17 tahun yang masih duduk dibangku Sekolah Menengah Atas bernama Ny. W dan Tn. R, berlatar belakang pendidikan tamat Sekolah Menengah Pertama, mempunyai anak dari hasil pernikahannya bernama An. N berusia kurang dari satu minggu yang sedang dirawat di RS Citra Bayu Semarang, karena mengalami kelainan fisik yang parah dengan gangguan perkembangan. Mereka tinggal satu rumah dengan orang tua Ny. W, yaitu Ny. A berusia 37 tahun dan Tn. D berusia 44 tahun, keluarga ini adalah keluarga yang paham akan agama. Suatu ketika dipagi hari saat sedang sarapan bersama keluarga, Ny. W merasa mual muntah lalu dia berlari ke kamar mandi, kejadian ini tidak hanya terjadi sekali namun sudah terjadi berkali-kali dalam beberapa hari belakangan. Orang tua Ny. W tidak menyimpan rasa curiga hanya menganggap bahwa itu adalah penyakit magh biasa, karena kebetulan Ny. W mempunyai riwayat penyakit magh. Selang tiga minggu setelahnya saat Ny. A sedang membersihkan kamar anaknya, Ny. A justru mendapati tes kehamilan yang bergaris dua ditempat sampah, dengan rasa yang cemas dan panik Ny. A langsung memanggil Tn. D yang sedang membersihkan halaman depan rumahnya, mendengar panggilan istrinya Tn. D langsung menghampiri istrinya yang duduk lemas diruang tamu, dengan keadaan shok Ny. A memperlihatkan tes kehamilan itu kesuaminya dan mencritakan awal mula menemukan tes kehamilan itu. Tidak berselang lama Ny. W pulang dari sekolah dan langsung ditanya banyak hal oleh orang tuanya tentang tes kehamilan itu, dengan keadaan menangis Ny. W lalu menjelaskan dan menceritakan bahwa itu adalah miliknya, semua berawal saat Ny. W yang seharusnya mengalami haid dibulan tersebut justru tidak kunjung haid sampai dua bulan selanjutnya, lalu Ny. W melakukan tes kehamilan mandiri dirumah dan ternyata hasilnya positif. Ny. W juga mengatakan melakukan perbuatan yang dilarang tersebut dengan pacarnya yaitu Tn. R, dia juga menceritakan bahwa dia terjerumus ke pergaulan bebas. Ny. W langsung dibawa ke Rumah Sakit untuk memastikan kehamilannya, ternyata hasilnya adalah Ny. W hamil sudah berjalan hampir empat bulan. Mendapati anaknya hamil orang tua Ny. W tidak terima dan meminta pertanggung jawab an ke keluarga Tn. R, tidak berselang lama acara pernikahan sederhana pun dilakukan. Tidak berselang lama akhirnya Ny. W melahirkan anak pertamanya yaitu An. N dan Dokter mendiagnosis bahwa An. N mengalami kelainan fisik dan gangguan perkembangan dikarenakan semasa dalam kandungan, gizi yang dibutuhkan tidak tercukupi sehingga pada saat lahir anak mengalami kecacatan. Lalu perawat V menyarankan kekeluarga An. N, agar mereferensikan anak ke fisioterapi dan program terapi yang akan membantu anak untuk menjadi lebih mandiri kedepannya, namun keluarga An. N menolak dan mengatakan itu tugas mereka untuk merawat anaknya, keluarga juga menganggap bahwa kondisi anaknya adalah hukuman dari Allah SWT karena telah dikandung sebelum orang tuanya menikah. Perawat V merasa kesal dan menganggap bahwa keluarga tidak memberikan hal yang terbaik untuk anaknya.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang diberikan, berikut adalah diagnosis keperawatan dan penjelasan singkat mengenai SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) yang sesuai dengan Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosis Keperawatan:
1. Gangguan proses keluarga berhubungan dengan anggota keluarga yang belum siap untuk memiliki anak.
2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan minimnya pendidikan seksual pada remaja.
3. Risiko ketidakpatuhan berhubungan dengan keyakinan keagamaan yang kuat.
Penjelasan Singkat:
1. Gangguan proses keluarga berhubungan dengan anggota keluarga yang belum siap untuk memiliki anak.
- SDKI: Gangguan proses keluarga adalah ketidakmampuan keluarga untuk melakukan fungsi keluarga secara efektif.
- SLKI: Keluarga mampu beradaptasi dengan perubahan dalam keluarga.
- SIKI: Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah memberikan dukungan emosional, membantu keluarga mengidentifikasi sumber daya, dan memberikan pendidikan kesehatan tentang manajemen konflik keluarga.
2. Kurang pengetahuan berhubungan dengan minimnya pendidikan seksual pada remaja.
- SDKI: Kurang pengetahuan adalah keterbatasan informasi kognitif yang dibutuhkan untuk pembuatan keputusan atau tindakan.
- SLKI: Keluarga memiliki pengetahuan yang cukup tentang perawatan anak dan kesehatan reproduksi remaja.
- SIKI: Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah memberikan pendidikan kesehatan tentang kesehatan reproduksi remaja, pencegahan kehamilan remaja, dan perawatan anak.
3. Risiko ketidakpatuhan berhubungan dengan keyakinan keagamaan yang kuat.
- SDKI: Risiko ketidakpatuhan adalah keadaan di mana individu atau kelompok berisiko tidak mengikuti rekomendasi terapi.
- SLKI: Keluarga patuh terhadap rencana perawatan anak.
- SIKI: Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan adalah melibatkan pemuka agama dalam proses edukasi, mencari solusi yang sejalan dengan keyakinan keluarga, dan membangun komunikasi yang terbuka antara petugas kesehatan dan keluarga.
Secara keseluruhan, pendekatan yang diperlukan adalah dengan mempertimbangkan aspek psikososial, edukasi, dan kolaborasi dengan pemuka agama untuk membantu keluarga dalam menghadapi situasi ini dan memberikan perawatan terbaik bagi anak. -
Article No. 8618 | 11 Dec 2024
Klinis : Pasangan remaja berusia 17 tahun yang masih duduk dibangku Sekolah Menengah Atas bernama Ny. W dan Tn. R, berlatar belakang pendidikan tamat Sekolah Menengah Pertama, mempunyai anak dari hasil pernikahannya bernama An. N berusia kurang dari satu minggu yang sedang dirawat di RS Citra Bayu Semarang, karena mengalami kelainan fisik yang parah dengan gangguan perkembangan. Mereka tinggal satu rumah dengan orang tua Ny. W, yaitu Ny. A berusia 37 tahun dan Tn. D berusia 44 tahun, keluarga ini adalah keluarga yang paham akan agama. Suatu ketika dipagi hari saat sedang sarapan bersama keluarga, Ny. W merasa mual muntah lalu dia berlari ke kamar mandi, kejadian ini tidak hanya terjadi sekali namun sudah terjadi berkali-kali dalam beberapa hari belakangan. Orang tua Ny. W tidak menyimpan rasa curiga hanya menganggap bahwa itu adalah penyakit magh biasa, karena kebetulan Ny. W mempunyai riwayat penyakit magh. Selang tiga minggu setelahnya saat Ny. A sedang membersihkan kamar anaknya, Ny. A justru mendapati tes kehamilan yang bergaris dua ditempat sampah, dengan rasa yang cemas dan panik Ny. A langsung memanggil Tn. D yang sedang membersihkan halaman depan rumahnya, mendengar panggilan istrinya Tn. D langsung menghampiri istrinya yang duduk lemas diruang tamu, dengan keadaan shok Ny. A memperlihatkan tes kehamilan itu kesuaminya dan mencritakan awal mula menemukan tes kehamilan itu. Tidak berselang lama Ny. W pulang dari sekolah dan langsung ditanya banyak hal oleh orang tuanya tentang tes kehamilan itu, dengan keadaan menangis Ny. W lalu menjelaskan dan menceritakan bahwa itu adalah miliknya, semua berawal saat Ny. W yang seharusnya mengalami haid dibulan tersebut justru tidak kunjung haid sampai dua bulan selanjutnya, lalu Ny. W melakukan tes kehamilan mandiri dirumah dan ternyata hasilnya positif. Ny. W juga mengatakan melakukan perbuatan yang dilarang tersebut dengan pacarnya yaitu Tn. R, dia juga menceritakan bahwa dia terjerumus ke pergaulan bebas. Ny. W langsung dibawa ke Rumah Sakit untuk memastikan kehamilannya, ternyata hasilnya adalah Ny. W hamil sudah berjalan hampir empat bulan. Mendapati anaknya hamil orang tua Ny. W tidak terima dan meminta pertanggung jawab an ke keluarga Tn. R, tidak berselang lama acara pernikahan sederhana pun dilakukan. Tidak berselang lama akhirnya Ny. W melahirkan anak pertamanya yaitu An. N dan Dokter mendiagnosis bahwa An. N mengalami kelainan fisik dan gangguan perkembangan dikarenakan semasa dalam kandungan, gizi yang dibutuhkan tidak tercukupi sehingga pada saat lahir anak mengalami kecacatan. Lalu perawat V menyarankan kekeluarga An. N, agar mereferensikan anak ke fisioterapi dan program terapi yang akan membantu anak untuk menjadi lebih mandiri kedepannya, namun keluarga An. N menolak dan mengatakan itu tugas mereka untuk merawat anaknya, keluarga juga menganggap bahwa kondisi anaknya adalah hukuman dari Allah SWT karena telah dikandung sebelum orang tuanya menikah. Perawat V merasa kesal dan menganggap bahwa keluarga tidak memberikan hal yang terbaik untuk anaknya. Diagnosa keperawatannya adalah gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan pengabaian
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kasus yang diberikan, berikut adalah Diagnosa Keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Gangguan Tumbuh Kembang berhubungan dengan Pengabaian
Penjelasan:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Gangguan Tumbuh Kembang: Ketidakmampuan mencapai potensi perkembangan fisik, sosial, spiritual, dan/atau intelektual sesuai dengan tahap perkembangannya.
- Pengabaian: Tidak memberikan perhatian, perlindungan, dan/atau dukungan yang dibutuhkan untuk perkembangan optimal.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Pertumbuhan dan Perkembangan Anak: Kemampuan anak dalam mencapai tahap-tahap perkembangan fisik, kognitif, psikososial, dan spiritual sesuai usia.
- Kemampuan Keluarga Merawat Anggota Keluarga: Kemampuan keluarga untuk merawat anggota keluarga yang sakit atau cacat.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Stimulasi Perkembangan: Tindakan untuk meningkatkan perkembangan fisik, kognitif, psikososial, dan spiritual anak sesuai usia.
- Edukasi Kesehatan: Tindakan memberikan informasi dan/atau pengajaran untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap agar mampu merawat diri sendiri atau anggota keluarga.
Dalam kasus ini, bayi An. N mengalami kelainan fisik dan gangguan perkembangan karena ibu (Ny. W) tidak mendapatkan gizi yang cukup selama kehamilan. Keluarga menolak untuk memberikan intervensi yang terbaik bagi An. N dengan alasan agama. Hal ini menunjukkan adanya pengabaian terhadap kebutuhan tumbuh kembang bayi An. N. -
Article No. 8619 | 11 Dec 2024
Klinis : pasien mengalami pusing, mual, tidak nafsu makan, lemas. dx intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
Penjelasan singkat sesuai standar SDKI, SLKI, dan SIKI PPNI:
SDKI (Standar Diagnostik Keperawatan Indonesia):
Intoleransi Aktivitas didefinisikan sebagai keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik yang diinginkan atau dibutuhkan.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari penanganan Intoleransi Aktivitas adalah pasien dapat melakukan aktivitas fisik sesuai toleransi, tidak mengalami kelelahan yang berlebihan, dan dapat mempertahankan kebugaran.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan meliputi pemantauan tanda-tanda vital, pengaturan aktivitas dan istirahat, manajemen kelelahan, serta edukasi terkait manajemen energi dan aktivitas.
Secara akademis, kondisi pusing, mual, tidak nafsu makan, dan lemas dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, yang dapat menimbulkan intoleransi aktivitas pada pasien. Peran perawat sebagai seorang pakar adalah memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif untuk mengatasi masalah tersebut sesuai dengan standar praktik keperawatan yang berlaku. -
Article No. 8620 | 11 Dec 2024
Klinis : Seorang anak usia 4 tahun dibawa ibunya ke RS dengan keluhan lemas. Hasil pengkajian: nadi lemah, frekuensi nadi 90 x/menit RR 60 x/menit, suhu tubuh 37 oC, bibir pucat, konjungtiva anemis, tampak sesak, CRT > 3 detik, ibu mengatakan anak mudah lelah bila beraktivtias dan tidak pernah lagi bermain di luar rumah, Hb 6,2 mg/dl. Apakah diagnosa utama pada kasus tersebut? a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b. Resiko ketidakefektifan pola nafas c. Intoleransi aktifitas d. Isolasi sosial e. Hambatan mobilitas
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan informasi yang diberikan, diagnosis utama yang sesuai adalah:
1. Kode ICD-10:
- Kode: D50.8
- Deskripsi: Anemia besi lainnya
Penjelasan:
Pasien anak usia 4 tahun menunjukkan gejala-gejala yang sesuai dengan anemia berat, yaitu nadi lemah, frekuensi nadi tinggi, pucat, konjungtiva anemis, dan Hb yang rendah (6,2 mg/dl). Hal ini mengindikasikan adanya kekurangan zat besi, yang menyebabkan terjadinya anemia.
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Kode: 85.14
- Deskripsi: Transfusi sel darah merah total
Penjelasan:
Mengingat kondisi anemia yang berat, pasien mungkin memerlukan tindakan transfusi sel darah merah untuk meningkatkan kadar hemoglobin dan memperbaiki perfusi jaringan.
Berdasarkan informasi yang diberikan, diagnosis utama yang sesuai adalah anemia besi lainnya (D50.8). Selain itu, tindakan medis yang mungkin diperlukan adalah transfusi sel darah merah (85.14) untuk mengatasi kondisi anemia yang berat. -
Article No. 8621 | 11 Dec 2024
Klinis : Seorang anak usia 4 tahun dibawa ibunya ke RS dengan keluhan lemas. Hasil pengkajian: nadi lemah, frekuensi nadi 90 x/menit RR 60 x/menit, suhu tubuh 37 oC, bibir pucat, konjungtiva anemis, tampak sesak, CRT > 3 detik, ibu mengatakan anak mudah lelah bila beraktivtias dan tidak pernah lagi bermain di luar rumah, Hb 6,2 mg/dl. Apakah diagnosa utama pada kasus tersebut? a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b. Resiko ketidakefektifan pola nafas c. Intoleransi aktifitas d. Isolasi sosial e. Hambatan mobilitas
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan informasi yang diberikan, diagnosa keperawatan yang paling sesuai untuk kasus tersebut adalah:
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
Penjelasan:
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer adalah kondisi di mana aliran darah ke jaringan perifer tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolik jaringan. Pada kasus ini, gejala-gejala yang muncul seperti nadi lemah, frekuensi nadi tinggi, bibir pucat, konjungtiva anemis, dan CRT > 3 detik menunjukkan adanya gangguan perfusi jaringan perifer.
Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI):
- Domain: Aktivitas/Istirahat
- Kelas: Kardiovaskular/Sirkulasi
- Kode: 00228
- Definisi: Penurunan sirkulasi darah ke jaringan perifer yang dapat mengancam kesehatan.
Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI):
- Domain: Aktivitas/Istirahat
- Kelas: Kardiovaskular/Sirkulasi
- Kode: 30001
- Luaran: Perfusi Jaringan Perifer
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI):
- Domain: Aktivitas/Istirahat
- Kelas: Kardiovaskular/Sirkulasi
- Kode: 6340
- Intervensi: Manajemen Perfusi Jaringan
Jadi, diagnosa keperawatan utama yang sesuai pada kasus ini adalah Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer. -
Article No. 8622 | 11 Dec 2024
Klinis : Seorang anak usia 4 tahun dibawa ibunya ke RS dengan keluhan lemas. Hasil pengkajian: nadi lemah, frekuensi nadi 90 x/menit RR 60 x/menit, suhu tubuh 37 oC, bibir pucat, konjungtiva anemis, tampak sesak, CRT > 3 detik, ibu mengatakan anak mudah lelah bila beraktivtias dan tidak pernah lagi bermain di luar rumah, Hb 6,2 mg/dl. Apakah diagnosa utama pada kasus tersebut? a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b. Resiko ketidakefektifan pola nafas c. Intoleransi aktifitas d. Isolasi sosial e. Hambatan mobilitas
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
Definisi: Ketidakcukupan aliran darah dan oksigen ke jaringan perifer untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
Ditandai dengan: nadi lemah, frekuensi nadi 90 x/menit, CRT > 3 detik, bibir pucat, konjungtiva anemis.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Perfusi jaringan perifer: Tujuan akhir: Adekuat
Indikator:
- Nadi perifer teraba baik
- Pengisian kapiler <3 detik
- Suhu ekstremitas hangat
- Tidak ada rasa kebas/kesemutan
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Monitor tanda-tanda vital secara berkala
2. Kaji perfusi perifer (pengisian kapiler, suhu ekstremitas, nadi perifer)
3. Berikan posisi yang meningkatkan aliran balik vena (elevasi ekstremitas)
4. Fasilitasi istirahat dan tidur yang adekuat
5. Kolaborasi pemberian terapi cairan/transfusi darah sesuai indikasi
b. Risiko Ketidakefektifan Pola Napas
Definisi: Berisiko mengalami penurunan kemampuan untuk mempertahankan pola napas yang efektif.
Ditandai dengan: Tampak sesak, frekuensi napas 60 x/menit.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Status Pernapasan: Tujuan akhir: Efektif
Indikator:
- Frekuensi napas dalam rentang normal
- Irama napas teratur
- Tidak ada retraksi otot bantu pernapasan
- Tidak ada suara napas tambahan
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Monitor tanda-tanda vital secara berkala
2. Kaji status pernapasan (frekuensi, irama, penggunaan otot bantu pernapasan)
3. Berikan posisi semi-fowler untuk memudahkan pernapasan
4. Berikan oksigen sesuai indikasi
5. Kolaborasi pemberian terapi obat bronkodilator/mukolitik jika diperlukan
c. Intoleransi Aktivitas
Definisi: Ketidakmampuan untuk bertoleransi terhadap aktivitas fisik.
Ditandai dengan: Anak mudah lelah bila beraktivitas dan tidak pernah lagi bermain di luar rumah.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
1. Toleransi Aktivitas: Tujuan akhir: Membaik
Indikator:
- Mampu melakukan aktivitas sehari-hari tanpa kelelahan yang berlebihan
- Tidak ada sesak napas saat beraktivitas
- Tanda-tanda vital stabil saat beraktivitas
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Kaji tingkat toleransi aktivitas anak
2. Ajarkan teknik pengaturan aktivitas dan istirahat yang seimbang
3. Berikan edukasi kepada keluarga tentang pentingnya aktivitas fisik yang tepat
4. Dorong anak untuk melakukan aktivitas fisik sesuai kemampuan
5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk peningkatan asupan nutrisi
Berdasarkan data yang diberikan, diagnosa keperawatan utama yang paling sesuai adalah Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer. Hal ini didukung oleh tanda-tanda seperti nadi lemah, bibir pucat, konjungtiva anemis, dan CRT yang memanjang. Intervensi keperawatan utama yang diperlukan adalah pemantauan tanda vital, pengkajian perfusi perifer, serta kolaborasi pemberian terapi cairan/transfusi darah. Luaran yang diharapkan adalah perfusi jaringan perifer yang adekuat.