Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 6946 | 25 Nov 2024
Klinis : STUDI KASUS Seorang Wanita usia 51 tahun, memiliki riwayat hipertensi sejak 15 tahun terkontrol dan infark miokard 2 tahun yang lalu. Pasien sering mengeluhkan sesak nafas terutama saat beraktivitas sedang-berat, kaki tampak bengkak. Sehari-hari dirawat di rumah oleh anaknya, pasien menggunakan nasal kanul 4 lpm dengan frekuensi >50% saat di rumah. Hasil pemeriksaan rontgen thorax terakhir menunjukkan cardiomegaly 68%. Pasien tampak lelah dengan kondisinya, tampak lemah dan sering menanyakan kondisinya pada perawat home care yang berkunjung ke rumahnya. Obat-obatan yang dikonsumsi sehari-hari nifedipine, digoxin, furosemide, simvastatin. PENGKAJIAN Identitas Klien Nama : Ny. M Usia : 51 tahun Jenis kelamin : Perempuan Alamat : Diptomulyo, Malang No. Register : 1146xxxx Tgl. Masuk : 24 November 2024 Tgl. Pengkajian : 24 November 2024 Sumber informasi : Pasien dan anaknya Nama orang tua : Ny.T Status pernikahan : Cerai mati Pekerjaan : Tidak bekerja Pendidikan : SMA Agama : Islam Suku : Jawa Status Kesehatan Sekarang Keluhan utama : Sesak napas terutama saat beraktivitas sedang hingga berat, kaki bengkak. Saat MRS : Pasien mengeluhkan sesak napas berat, terutama saat beraktivitas, disertai kaki bengkak. Saat Pengkajian : Pasien masih merasakan sesak napas, menggunakan nasal kanul dengan aliran 4 Lpm (>50% dalam sehari). Pasien juga mengeluhkan kelelahan, tampak lemah, dan terus menanyakan kondisi kesehatannya. Lama keluhan : Sesak napas sudah berlangsung beberapa hari terakhir, terutama semakin berat setelah aktivitas. Kaki bengkak sudah dirasakan dalam beberapa minggu terakhir. Faktor pencetus : Aktivitas sedang hingga berat. Faktor pemberat : Aktivitas fisik, kondisi medis sebelumnya (riwayat infark miokard dan hipertensi). Upaya yang telah dilakukan : Penggunaan nasal kanul 4 Lpm, konsumsi obat-obatan (nifedipine, digoxin, furosemide, simvastatin). Diagnosa medis : Gagal Jantung Kongestif (Congestive Heart Failure/CHF), Cardiomegaly 68%. Riwayat Kesehatan Saat Ini Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 15 tahun yang terkontrol dengan obat, serta riwayat infark miokard 2 tahun lalu. Keluhan utama adalah sesak nafas, terutama saat melakukan aktivitas sedang hingga berat, disertai dengan pembengkakan di kaki. Pasien merasa lemah dan tampak lelah dengan kondisinya. Saat di rumah, menggunakan nasal kanul 4 Lpm dengan kebutuhan oksigen lebih dari 50% sehari. Pemeriksaan rontgen thorax terakhir menunjukkan kardiomegali dengan ukuran jantung mencapai 68%. Obat-obatan yang dikonsumsi pasien meliputi nifedipine, digoxin, furosemide, dan simvastatin. Pasien dirawat di rumah oleh anaknya dengan kunjungan rutin dari perawat home care. Riwayat Kesehatan Terdahulu Penyakit yang pernah dialami Kecelakaan (jenis dan waktu) : Tidak ada riwayat kecelakaan yang dilaporkan. Operasi (jenis dan waktu) : Tidak ada riwayat operasi yang dilaporkan. Penyakit Akut : Infark miokard 2 tahun lalu. Kronis : Hipertensi (15 tahun), gagal jantung dengan cardiomegaly (68%). Terakhir MRS : Kemungkinan terkait infark miokard, 2 tahun lalu. Alergi : Tidak ada alergi yang dilaporkan. Riwayat Kehamilan dan Persalinan Prenatal : Tidak ada informasi khusus yang dilaporkan. Natal : Tidak ada komplikasi yang diketahui saat proses persalinan. Postnatal : Tidak ada kelainan yang dilaporkan setelah kelahiran. Imunisasi : Tidak ada informasi mengenai status imunisasi. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Pertumbuhan : Tidak ada gangguan pertumbuhan yang dilaporkan, tinggi dan berat badan sesuai dengan usia saat dewasa. Perkembangan : Perkembangan berjalan normal sesuai tahap usia, tidak ada riwayat keterlambatan dalam pencapaian milestone perkembangan. Riwayat Keluarga Hipertensi: Ada riwayat hipertensi pada anggota keluarga, kemungkinan faktor genetik berperan. Penyakit Jantung: Terdapat riwayat penyakit jantung, termasuk infark miokard pada orang tua. Diabetes Mellitus: Tidak ada riwayat diabetes mellitus yang dilaporkan dalam keluarga. Penyakit Lainnya: Tidak ada riwayat penyakit lainnya seperti kanker atau stroke pada keluarga dekat. Genogram @sarah Pola Nutrisi Jenis Rumah Rumah Sakit Jenis makanan Tidak terkaji Tidak terkaji Frekuensi makan Tidak terkaji Tidak terkaji Porsi yang dihabiskan Tidak terkaji Tidak terkaji Komposisi menu Tidak terkaji Tidak terkaji Pantangan Tidak terkaji Tidak terkaji Nafsu makan Tidak terkaji Tidak terkaji Jenis minuman Tidak terkaji Tidak terkaji Frekuensi minum Tidak terkaji Tidak terkaji Jumlah minuman Tidak terkaji Tidak terkaji Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum : Pasien tampak lelah, lemah, dan cemas dengan kondisi kesehatannya. Kesadaran : Compos mentis (sadar, orientasi baik) Tanda-tanda vital TD: 140/90 mmHg Nadi : 90 kali/menit, teratur Suhu : 36.8°C RR : 20 kali/menit Tinggi badan : 160 cm Berat badan : 75 kg BMI : 29.3 kg/m² (Obesitas) Kepala dan Leher Kepala Inspeksi: Tidak ada pembengkakan atau deformitas. Palpasi: Tidak ada rasa nyeri atau benjolan Mata Inspeksi: Konjungtiva tampak pucat Palpasi: Tidak ada nyeri atau kelainan. Hidung Inspeksi: Hidung tampak simetris, tidak ada pembengkakan. Palpasi: Tidak ada nyeri tekan pada sinus. Mulut & tenggorokan: Inspeksi: Selaput lendir mulut tampak kering, gusi pucat. Palpasi: Tidak ada pembesaran kelenjar liur atau nyeri. Telinga: Inspeksi: Tidak ada kelainan bentuk. Palpasi: Tidak ada rasa nyeri atau pembengkakan pada telinga. Leher: Inspeksi: Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening atau pembengkakan pada leher. Palpasi: Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid atau nyeri tekan. Thorak Paru Inspeksi: Pernapasan tampak agak cepat dengan sesak saat beraktivitas sedang-berat. Palpasi: Tidak ada nyeri tekan pada dada. Perkusi: Bunyi pekak pada kedua sisi dada. Auskultasi: Wheezing terdengar pada kedua sisi paru, terutama saat ekspirasi. Jantung Inspeksi: Tidak ada pembesaran jantung yang tampak. Palpasi: Tidak ada nyeri tekan pada dada. Perkusi: Cardiomegali terdeteksi (68%). Auskultasi: S1, S2 normal, tidak terdengar murmur atau bunyi jantung tambahan. Payudara dan Ketiak Inspeksi: Tidak ada benjolan atau kelainan pada payudara. Palpasi: Tidak ada pembengkakan atau benjolan pada payudara atau ketiak. Punggung dan Tulang Belakang Inspeksi: Tidak ada kelainan postur atau deformitas. Palpasi: Tidak ada nyeri tekan pada tulang belakang atau otot punggung. Abdomen Inspeksi: Abdomen tampak distensi ringan, terutama di area perut bagian bawah. Palpasi: Tidak ada nyeri tekan atau massa yang teraba. Perkusi: Terdapat bunyi timpani di seluruh perut. Auskultasi: Peristaltik normal, tidak ada suara tambahan. Genetalia dan Anus Inspeksi: Tidak ada kelainan atau luka pada genitalia eksternal. Palpasi: Tidak ada pembengkakan atau nyeri. Ekstremitas Atas: Tidak ada pembengkakan atau deformitas pada tangan atau lengan. Bawah: Kaki tampak bengkak, terutama pada area pergelangan kaki dan betis. Sistem Neurologi Pasien sadar, orientasi baik, respons terhadap rangsang verbal normal, tidak ada kelainan motorik atau sensori. Kulit & Kuku Kulit: Kulit tampak agak pucat dan kering, terutama di sekitar wajah dan tangan. Kuku: Kuku tampak sedikit rapuh, tidak ada kelainan warna atau bentuk.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan studi kasus yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan beserta penjelasan singkat menggunakan standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
1. Diagnosa Keperawatan: Intoleransi Aktivitas
SDKI: Ketidakmampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktivitas harian yang diinginkan/dibutuhkan akibat keterbatasan energi.
Faktor Berhubungan: Penyakit kardiovaskular (gagal jantung kongestif), pembatasan aktivitas, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
Karakteristik Definisi: Letargi, kelelahan, sesak napas saat beraktivitas.
2. Diagnosa Keperawatan: Kelebihan Volume Cairan
SDKI: Akumulasi cairan isotonik di dalam ruang intravaskular, interstisial, dan/atau rongga tubuh.
Faktor Berhubungan: Penyakit kardiovaskular (gagal jantung kongestif), penurunan kemampuan tubuh dalam membuang kelebihan cairan.
Karakteristik Definisi: Pembengkakan pada ekstremitas, sesak napas, peningkatan berat badan.
3. Diagnosa Keperawatan: Ansietas
SDKI: Respon emosional dan psikologis individu terhadap sumber ancaman yang tidak jelas atau tidak diketahui.
Faktor Berhubungan: Perubahan kondisi kesehatan, hospitalisasi, ketidakpastian mengenai penyakit.
Karakteristik Definisi: Ketakutan, kekhawatiran, frekuensi bertanya mengenai kondisi kesehatan.
4. Diagnosa Keperawatan: Gangguan Pola Napas
SDKI: Ketidakmampuan mempertahankan pola napas yang efektif.
Faktor Berhubungan: Penyakit kardiovaskular (gagal jantung kongestif), ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
Karakteristik Definisi: Sesak napas, penggunaan otot-otot bantu napas, irama napas tidak teratur.
Penjelasan singkat mengenai standar SDKI, SLKI, dan SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Merupakan panduan yang mengidentifikasi masalah/diagnosa keperawatan berdasarkan analisis data pengkajian pasien. Meliputi definisi, faktor berhubungan, dan karakteristik definisi.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Menggambarkan hasil yang diharapkan dari intervensi keperawatan. Terdiri dari domain, kelas, dan luaran keperawatan yang terukur.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Berisi rekomendasi aktivitas keperawatan untuk mengatasi masalah/diagnosa keperawatan. Mencakup definisi, aktivitas, dan rasional intervensi.
Dengan menggunakan standar SDKI, SLKI, dan SIKI, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang terstandar dan komprehensif untuk mengatasi masalah kesehatan pasien. -
Article No. 6947 | 25 Nov 2024
Klinis : An. A, berusia 34 bulan mengalami kesulitan untuk menaikkan tinggi badan sejak An. A berusia 12 bulan. An. A rutin melakukan kontrol setiap bulan ke posyandu. Sejak usia 12 bulan, ibu pasien melihat TB dan BB pasien lambat bertambah (setiap bulan kontrol ke posyandu). TB pasien pada saat usia 12 bulan sama dengan TB pasien ketika usia 9 bulan yaitu 67 cm. BB pasien pada saat usia 12 bulan sama dengan BB pasien ketika usia 9 bulan yaitu 6,5 kg. An. A memiliki riwayat susah makan dan biasanya makan 3 kali sehari, namun hanya mau memakan 2-3 kepalan suapan tangan ibunya saja. An. A lebih menyukai jajanan dan minuman kemasan dibandingkan nasi, lauk, dan juga sayuran. Anak A juga tampak lebih kecil dari teman-teman seusianya. Didapatkan data bahwa An. A dalam keadaan umum baik, composmentis, nadi 92 x/menit, suhu 36,5 °C, pernafasan 25 x/menit, serta hasil pemeriksaan laboratorium normal. Status gizi An. A adalah stunting dan gizi kurang dimana berat badan An. A 9,6 kg, tinggi badan 78 cm, lingkar kepala 50 cm, lingkar lengan 12 cm, lingkar dada 46,5 cm, dan lingkar perut 50 cm. An. A didiagnosis stunting dan gizi kurang. Riwayat imunisasi tidak dilakukan karena tidak mendapatkan izin dari ayah pasien.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Assalamualaikum, Ibu. Sebagai seorang perawat profesional, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat mengenai standar SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) untuk kondisi An. A.
Diagnosa Keperawatan:
1. Defisit Pertumbuhan Fisik Anak Berhubungan dengan Asupan Nutrisi Tidak Adekuat
Penjelasan:
- SDKI: Defisit Pertumbuhan Fisik Anak adalah ketidakmampuan anak untuk mencapai pertumbuhan fisik yang sesuai dengan usia, jenis kelamin, dan tahapan perkembangan.
- SLKI: Luaran yang diharapkan adalah anak dapat mencapai pertumbuhan fisik sesuai usia, jenis kelamin, dan tahapan perkembangan.
- SIKI: Intervensi keperawatan yang dapat diberikan adalah mengkaji asupan nutrisi, mengoptimalkan asupan nutrisi, memantau pertumbuhan fisik, dan memberikan edukasi kepada keluarga tentang pentingnya nutrisi seimbang.
2. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh Berhubungan dengan Asupan Makan Kurang
Penjelasan:
- SDKI: Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh adalah konsumsi nutrisi yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
- SLKI: Luaran yang diharapkan adalah anak dapat mencapai status gizi optimal sesuai usia dan jenis kelamin.
- SIKI: Intervensi keperawatan yang dapat diberikan adalah mengkaji asupan nutrisi, mengoptimalkan asupan nutrisi, memberikan edukasi kepada keluarga tentang nutrisi seimbang, dan memantau status gizi anak.
Kesimpulan:
Berdasarkan kondisi An. A, diagnosa keperawatan yang muncul adalah Defisit Pertumbuhan Fisik Anak Berhubungan dengan Asupan Nutrisi Tidak Adekuat dan Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh Berhubungan dengan Asupan Makan Kurang. Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan meliputi pengkajian asupan nutrisi, optimalisasi asupan nutrisi, edukasi kepada keluarga, serta pemantauan pertumbuhan dan status gizi anak. -
Article No. 6948 | 25 Nov 2024
Klinis : Seorang Wanita usia 51 tahun, memiliki riwayat hipertensi sejak 15 tahun terkontrol dan infark miokard 2 tahun yang lalu. Pasien sering mengeluhkan sesak nafas terutama saat beraktivitas sedang-berat, kaki tampak bengkak. Sehari-hari dirawat di rumah oleh anaknya, pasien menggunakan nasal kanul 4 lpm dengan frekuensi >50% saat di rumah. Hasil pemeriksaan rontgen thorax terakhir menunjukkan cardiomegaly 68%. Pasien tampak lelah dengan kondisinya, tampak lemah dan sering menanyakan kondisinya pada perawat home care yang berkunjung ke rumahnya. Obat-obatan yang dikonsumsi sehari-hari nifedipine, digoxin, furosemide, simvastatin.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
1. Kelebihan Volume Cairan berhubungan dengan penurunan fungsi jantung dan ginjal, ditandai dengan edema pada tungkai, sesak napas, dan cardiomegaly.
Penjelasan singkat:
- SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia): Kelebihan Volume Cairan adalah kondisi di mana individu mengalami kelebihan cairan tubuh yang ditandai dengan edema, kongesti paru, dan peningkatan berat badan.
- SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia): Luaran yang diharapkan adalah pasien dapat mempertahankan status cairan yang seimbang, bebas dari edema, dan memiliki pola napas yang normal.
- SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia): Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain pemantauan intake dan output cairan, pembatasan asupan cairan, pemberian diuretik, serta latihan fisik untuk meningkatkan fungsi kardiovaskular.
2. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan penurunan fungsi kardiopulmonal, ditandai dengan mudah lelah, sesak napas, dan kelemahan saat beraktivitas.
Penjelasan singkat:
- SDKI: Intoleransi Aktivitas adalah kondisi di mana individu mengalami keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik yang diinginkan atau dibutuhkan.
- SLKI: Luaran yang diharapkan adalah pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan toleransi yang baik, bebas dari kelelahan, dan tidak mengalami sesak napas.
- SIKI: Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain pemberian oksigen, pengaturan aktivitas, latihan fisik yang terencana, dan manajemen gejala.
3. Ketidakefektifan Pola Napas berhubungan dengan penurunan fungsi kardiopulmonal, ditandai dengan penggunaan alat bantu oksigen dan sesak napas saat beraktivitas.
Penjelasan singkat:
- SDKI: Ketidakefektifan Pola Napas adalah kondisi di mana individu mengalami perubahan frekuensi, kedalaman, atau pola pernapasan yang tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
- SLKI: Luaran yang diharapkan adalah pasien dapat mempertahankan pola napas yang efektif, bebas dari sesak napas, dan mampu bernapas dengan bantuan oksigen.
- SIKI: Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain pemantauan respirasi, pemberian oksigen, latihan napas pursed-lip, dan manajemen gejala. -
Article No. 6949 | 25 Nov 2024
Klinis : Budi seorang anak laki-laki berusia 2,5 tahun dari Desa Tanah Karaeng, Sulawesi Selatan, menunjukkan gejala pra-stunting yang mulai mengkhawatirkan. Berat badannya hanya mencapai 8 kg dengan tinggi 76 cm, yang tergolong rendah untuk usianya. Lingkar lengan atas Budi hanya 12,5 cm, lebih kecil dari standar minimal untuk anak seusianya, mengindikasikan kurangnya asupan nutrisi yang cukup. Dari segi kesehatan, Budi tampak kurus, dengan otot-otot yang kurang berkembang dan kulit yang sedikit kering. Budi mudah lelah saat bermain, tidak memiliki energi seperti anak-anak lain seusianya, dan terkadang cenderung lemas. Denyut nadinya juga sedikit tinggi pada 100x/menit, yang menunjukkan tubuhnya bekerja lebih keras untuk mendukung pertumbuhan yang kurang optimal. Riwayat kesehatannya menunjukkan bahwa masalah gizi yang dihadapi Budi sudah muncul sejak lahir. Ibunya, Ani, mengalami kekurangan energi kronis (KEK) selama kehamilan, yang menyebabkan Budi lahir dengan berat hanya 2,3 kg. Setelah ASI eksklusif hingga enam bulan pertama, Budi mulai menerima makanan pendamping ASI, tetapi sayangnya makanan yang diberikan kurang bervariasi dan tidak mencukupi kebutuhan gizi di usianya. Selain itu, Budi sering mengalami diare ringan yang berulang serta demam, yang diperparah oleh kondisi sanitasi lingkungan yang kurang memadai. Selain itu, Budi belum menerima suplemen penting seperti vitamin A atau zat besi secara rutin. Sehari-hari, Budi hanya menerima makanan sederhana seperti nasi dan sedikit sayuran, sementara protein hewani sangat jarang diberikan karena keterbatasan ekonomi keluarga. Pola makan yang minim gizi ini membuat Budi lebih rentan terhadap masalah kesehatan. Untuk mengatasi kondisinya, intervensi yang direncanakan adalah memberikan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) berupa biskuit kacang hijau dan daun katuk, yang kaya akan protein, vitamin, dan mineral penting. Selain itu, edukasi gizi bagi Ibu Ani dirancang untuk membantu keluarga mengolah bahan pangan lokal yang bernutrisi dan terjangkau. Dalam program ini, mereka juga akan diajari praktik sanitasi yang lebih baik, seperti mencuci tangan dan menjaga area bermain tetap bersih.Setiap bulan, pertumbuhan Budi akan dipantau melalui pengukuran berat dan tinggi badan serta evaluasi pola makannya. Diharapkan dengan intervensi ini, Budi akan mendapatkan nutrisi yang cukup untuk tumbuh optimal, mencegah risiko stunting yang lebih parah, dan memperbaiki kesehatannya secara keseluruhan.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, akan saya berikan diagnosa, luaran, dan intervensi keperawatan yang sesuai untuk kasus Budi:
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Risiko malnutrisi berhubungan dengan asupan nutrisi yang tidak adekuat, ditandai dengan berat badan di bawah persentil 5 untuk usia, lingkar lengan atas kurang dari standar minimal, dan gejala klinis seperti kurus, otot kurang berkembang, dan kelelahan saat aktivitas.
2. Gangguan pertumbuhan berhubungan dengan asupan nutrisi yang tidak adekuat, ditandai dengan tinggi badan di bawah persentil 5 untuk usia.
3. Risiko infeksi berhubungan dengan kondisi sanitasi lingkungan yang kurang memadai, ditandai dengan riwayat diare ringan dan demam yang berulang.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Status Nutrisi: Berat badan meningkat sesuai persentil untuk usia, lingkar lengan atas mencapai standar minimal, tidak ditemukan tanda-tanda defisiensi nutrisi.
2. Pertumbuhan dan Perkembangan: Tinggi badan meningkat sesuai persentil untuk usia.
3. Manajemen Infeksi: Tidak terjadi episode diare atau demam selama periode intervensi.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Risiko malnutrisi:
a. Berikan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) berupa biskuit kacang hijau dan daun katuk yang kaya protein, vitamin, dan mineral.
b. Lakukan edukasi gizi bagi ibu Ani tentang pengolahan bahan pangan lokal yang bernutrisi dan terjangkau.
c. Pantau asupan makanan dan berat badan Budi secara rutin.
d. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menyusun rencana diet sesuai kebutuhan Budi.
2. Gangguan pertumbuhan:
a. Berikan PMT yang sesuai untuk meningkatkan asupan nutrisi Budi.
b. Pantau pertumbuhan (tinggi badan) Budi secara berkala.
c. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menyusun rencana diet yang mendukung pertumbuhan optimal.
3. Risiko infeksi:
a. Edukasi kepada ibu Ani tentang praktik sanitasi yang baik, seperti cuci tangan dan menjaga area bermain tetap bersih.
b. Kolaborasi dengan petugas kesehatan untuk memastikan Budi mendapatkan suplemen vitamin A dan zat besi secara rutin.
c. Pantau tanda-tanda infeksi (diare, demam) dan berikan perawatan yang sesuai.
Dengan intervensi yang komprehensif mencakup asupan nutrisi, edukasi gizi, sanitasi, dan pemantauan pertumbuhan serta kesehatan, diharapkan Budi dapat mencapai status gizi dan pertumbuhan yang optimal, serta terhindar dari risiko infeksi. Kerja sama yang erat antara perawat, ahli gizi, dan keluarga Budi akan sangat membantu dalam mencapai luaran yang diharapkan. -
Article No. 6950 | 25 Nov 2024
Klinis : Pasien mengatakan malu
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan informasi yang rinci dan terperinci mengenai diagnosis keperawatan, luaran, dan intervensi keperawatan yang sesuai untuk pasien yang mengatakan malu.
Diagnosis Keperawatan SDKI:
Diagnosis keperawatan yang sesuai untuk kondisi pasien yang mengatakan malu adalah "Harga Diri Rendah". Diagnosis ini menggambarkan adanya gangguan pada kemampuan individu untuk menghargai dirinya sendiri. Pasien yang merasa malu cenderung memiliki penilaian negatif terhadap dirinya dan merasa tidak berharga, sehingga menimbulkan harga diri yang rendah.
Luaran/Output yang Diharapkan (SLKI):
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, diharapkan pasien dapat mencapai luaran/output sebagai berikut:
1. Integritas Diri: Pasien dapat menunjukkan penerimaan dan penghargaan terhadap diri sendiri.
2. Konsep Diri: Pasien dapat menunjukkan persepsi yang positif terhadap dirinya.
3. Harga Diri: Pasien dapat menunjukkan penghargaan terhadap dirinya.
Luaran-luaran ini menggambarkan bahwa pasien dapat meningkatkan penerimaan, persepsi, dan penghargaan terhadap dirinya sendiri, sehingga dapat mengatasi perasaan malu yang dialaminya.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
Untuk mencapai luaran/output yang diharapkan, berikut adalah intervensi keperawatan yang dapat diberikan:
1. Terapi Kognitif: Membantu pasien mengidentifikasi dan mengoreksi distorsi kognitif, serta mengembangkan pemikiran yang lebih positif tentang dirinya.
2. Terapi Kelompok: Memfasilitasi pasien untuk berinteraksi dengan orang lain, sehingga dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri dan harga diri.
3. Konseling: Memberikan dukungan emosional, membantu pasien mengeksplorasi perasaan dan pengalaman, serta mengembangkan strategi untuk mengatasi perasaan malu.
4. Edukasi: Memberikan informasi dan pemahaman kepada pasien mengenai konsep harga diri, serta pentingnya menerima dan menghargai diri sendiri.
5. Fasilitasi Interaksi Sosial: Membantu pasien untuk terlibat dalam aktivitas sosial, sehingga dapat meningkatkan interaksi dan penerimaan dari lingkungan.
Melalui intervensi-intervensi tersebut, diharapkan pasien dapat meningkatkan penerimaan, persepsi, dan penghargaan terhadap dirinya sendiri, sehingga dapat mengatasi perasaan malu yang dialaminya. -
Article No. 6951 | 25 Nov 2024
Klinis : pasien datang dengan keluhan demam
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan kondisi yang Anda sampaikan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat menurut SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
Diagnosa Keperawatan:
1. Hipertermia
- Definisi: Peningkatan suhu tubuh di atas nilai normal.
- Penyebab: Infeksi, dehidrasi, cedera, penyakit kronis, atau reaksi obat.
- Tanda dan Gejala: Suhu tubuh tinggi, kulit terasa panas, menggigil, sakit kepala, dan kelelahan.
Luaran Keperawatan (SLKI):
1. Suhu Tubuh Normal
- Kriteria Hasil: Pasien menunjukkan suhu tubuh normal (36,5-37,5°C).
- Indikator: Pasien mampu mempertahankan suhu tubuh dalam rentang normal.
Intervensi Keperawatan (SIKI):
1. Manajemen Demam
- Tujuan: Menurunkan suhu tubuh pasien.
- Aktivitas Keperawatan:
- Monitor suhu tubuh secara berkala.
- Berikan cairan yang cukup untuk mencegah dehidrasi.
- Gunakan kompres hangat atau dingin untuk menurunkan suhu.
- Berikan obat antipiretik sesuai instruksi dokter.
- Anjurkan istirahat yang cukup.
Dalam pendekatan akademis dan sebagai seorang pakar, saya menyarankan untuk menerapkan intervensi keperawatan yang komprehensif untuk mengatasi hipertermia pada pasien. Pemantauan suhu tubuh secara teratur, pemberian cairan, penggunaan kompres, dan pemberian obat antipiretik dapat membantu menurunkan suhu tubuh pasien dan menjaga agar suhu tetap dalam batas normal. Selain itu, istirahat yang cukup juga penting untuk pemulihan pasien. -
Article No. 6952 | 25 Nov 2024
Klinis : tindakan keperawatan pada pelaku kekrasan hingga korban bundir terhadap tindakan memalukan
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan penjelasan yang rinci dan terperinci mengenai diagnosa keperawatan, luaran/output yang diharapkan, dan intervensi keperawatan yang diperlukan untuk kondisi yang Anda sampaikan.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi pelaku kekerasan hingga korban bunuh diri terhadap tindakan memalukan adalah "Risiko Perilaku Kekerasan". Diagnosa ini didasarkan pada adanya perilaku agresif, impulsif, atau destruktif yang dapat membahayakan diri sendiri atau orang lain.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Kontrol Perilaku: Pasien mampu mengendalikan perilaku kekerasan atau agresi yang muncul.
2. Keamanan Diri: Pasien bebas dari bahaya atau cedera yang dapat ditimbulkan oleh perilaku kekerasan.
3. Integritas Fisik: Pasien bebas dari cedera fisik akibat perilaku kekerasan.
4. Dukungan Sosial: Pasien memperoleh dukungan sosial yang memadai untuk mengatasi perilaku kekerasan.
5. Stabilitas Emosional: Pasien mencapai keseimbangan emosional yang memadai untuk mengendalikan perilaku kekerasan.
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Manajemen Perilaku Kekerasan:
- Identifikasi pemicu penyebab perilaku kekerasan
- Kembangkan rencana intervensi untuk mengendalikan perilaku kekerasan
- Terapkan teknik pengendalian perilaku kekerasan (misalnya teknik relaksasi, pengalihan perhatian, dll.)
- Evaluasi efektivitas intervensi dan lakukan penyesuaian jika diperlukan
2. Pencegahan Cedera:
- Ciptakan lingkungan yang aman dan mendukung untuk mencegah cedera
- Ajarkan pasien dan keluarga teknik manajemen perilaku kekerasan
- Monitor tanda-tanda perilaku kekerasan dan lakukan intervensi segera jika diperlukan
- Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk memastikan keamanan pasien
3. Dukungan Emosional:
- Identifikasi sumber stres dan tantangan yang dihadapi pasien
- Berikan empati, dukungan, dan validasi perasaan pasien
- Dorong pasien untuk mengekspresikan perasaan dan membicarakan masalah yang dihadapi
- Libatkan keluarga atau significant other untuk memberikan dukungan emosional
4. Edukasi Kesehatan:
- Jelaskan tentang perilaku kekerasan, penyebab, dan dampaknya
- Ajarkan teknik manajemen stres dan pengendalian emosi
- Berikan informasi tentang sumber bantuan dan dukungan yang tersedia
- Dorong pasien dan keluarga untuk aktif terlibat dalam proses perawatan
Penerapan intervensi keperawatan yang komprehensif dan kolaboratif diharapkan dapat membantu pasien dalam mengendalikan perilaku kekerasan, mencegah cedera, meningkatkan stabilitas emosional, dan memperoleh dukungan sosial yang memadai. -
Article No. 6953 | 25 Nov 2024
Klinis : kejang
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan: Resiko Trauma Fisik
Penjelasan:
Berdasarkan Standar Diagnostik Keperawatan Indonesia (SDKI), kondisi kejang dapat dikategorikan sebagai Resiko Trauma Fisik. Resiko Trauma Fisik didefinisikan sebagai keadaan rentan terhadap cedera fisik yang dapat mengakibatkan kerusakan pada struktur atau fungsi tubuh.
Dalam konteks kejang, pasien berisiko mengalami trauma fisik akibat gerakan otot yang tidak terkendali selama episode kejang. Hal ini dapat menyebabkan cedera pada kepala, tulang, atau bagian tubuh lainnya. Selain itu, pasien juga dapat mengalami aspirasi atau hipoksia selama kejang, yang dapat menimbulkan komplikasi lebih lanjut.
Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) menetapkan bahwa hasil yang diharapkan dari penanganan Resiko Trauma Fisik adalah pasien dapat mempertahankan integritas fisik dan mencegah komplikasi. Sedangkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) merekomendasikan intervensi-intervensi seperti pemantauan tanda-tanda vital, manajemen kejang, pencegahan komplikasi, dan edukasi kepada pasien dan keluarga.
Sebagai perawat, peran saya adalah mengidentifikasi faktor risiko, memantau kondisi pasien secara ketat, memberikan intervensi keperawatan yang tepat, serta bekerja sama dengan tim kesehatan lainnya untuk meminimalkan risiko trauma fisik pada pasien yang mengalami kejang. -
Article No. 6954 | 25 Nov 2024
Klinis : resiko kejang
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi risiko kejang.
Diagnosa Keperawatan:
Risiko Kejang
Definisi:
Keadaan di mana individu berisiko mengalami perubahan pola aktivitas listrik otak yang tidak normal, yang dapat menyebabkan gerakan yang tidak terkendali pada sebagian atau seluruh tubuh.
Faktor Risiko (SDKI):
1. Riwayat kejang sebelumnya
2. Peningkatan suhu tubuh
3. Gangguan keseimbangan elektrolit
4. Perubahan pola tidur
5. Stres
Tujuan (SLKI):
1. Tidak terjadi kejang
2. Tidak terjadi cedera akibat kejang
3. Tidak terjadi perburukan kondisi yang menyebabkan kejang
Intervensi (SIKI):
1. Observasi tanda-tanda vital dan gejala awal kejang
2. Pemberian obat anti-kejang sesuai resep
3. Pencegahan trauma akibat kejang
4. Pengaturan lingkungan yang aman
5. Edukasi terkait faktor risiko dan pencegahan kejang
Peran perawat sebagai pakar adalah mengidentifikasi faktor risiko, merencanakan intervensi yang tepat, dan memantau efektivitas penanganan untuk mencegah terjadinya kejang dan komplikasi yang mungkin timbul. Perawat juga berperan dalam memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga terkait kondisi ini. -
Article No. 6955 | 25 Nov 2024
Klinis : PASIEN MENGELUH NYERI
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk pasien yang mengeluh nyeri.
Diagnosa Keperawatan:
Nyeri Akut
Penjelasan:
1. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Nyeri Akut adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau digambarkan dalam istilah kerusakan tersebut (International Association for the Study of Pain, 1979). Nyeri akut ditandai dengan munculnya nyeri yang tiba-tiba dan intensitasnya dapat bervariasi, serta dapat berlangsung dari beberapa menit hingga beberapa hari.
2. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan dari pasien dengan diagnosa Nyeri Akut adalah:
a. Pasien dapat melaporkan pengurangan nyeri.
b. Pasien dapat mendemonstrasikan teknik pengurangan nyeri yang efektif.
c. Pasien dapat melaporkan peningkatan kemampuan beraktivitas.
3. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan untuk mengatasi Nyeri Akut meliputi:
a. Manajemen nyeri: Mengidentifikasi karakteristik nyeri, mengkaji respon pasien terhadap nyeri, dan melakukan intervensi farmakologis maupun non-farmakologis untuk mengurangi nyeri.
b. Terapi relaksasi: Mengajarkan teknik relaksasi seperti napas dalam, distraksi, atau imagery untuk membantu pasien mengatasi nyeri.
c. Manajemen aktivitas: Mengatur aktivitas dan istirahat pasien untuk mencegah dan mengurangi nyeri.
Dalam praktik keperawatan, diagnosa, luaran, dan intervensi ini digunakan sebagai panduan untuk memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan efektif bagi pasien yang mengalami nyeri akut.