Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 9087 | 16 Dec 2024
Klinis : POLA NAFAS TIDAK EFEKTIF BERHUBUNGAN DENGAN PROSES INFLAMASI PARU
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
Pola Napas Tidak Efektif berhubungan dengan Proses Inflamasi Paru
Definisi: Ketidakmampuan untuk bernapas dengan normal, yang mengakibatkan ketidakadekuatan ventilasi/oksigenasi.
Pola Napas Tidak Efektif ini sesuai dengan kondisi di mana pasien mengalami proses inflamasi pada paru-parunya, yang dapat menyebabkan gangguan pada pola dan efektivitas pernapasannya.
Luaran/Output yang Diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Pola Napas Efektif
- Definisi: Kemampuan untuk bernapas dengan normal, yang menghasilkan ventilasi/oksigenasi adekuat.
- Kriteria hasil:
a. Pasien menunjukkan pola napas yang teratur dan efisien.
b. Pasien menunjukkan frekuensi napas dalam rentang normal.
c. Pasien menunjukkan kedalaman napas yang adekuat.
d. Pasien menunjukkan oksigenasi jaringan yang optimal.
2. Bebas dari Distres Pernapasan
- Definisi: Terbebas dari tanda-tanda dan gejala yang mengganggu pernapasan.
- Kriteria hasil:
a. Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda distres pernapasan (misalnya, penggunaan otot bantu napas, retraksi dinding dada, batuk produktif).
b. Pasien tidak mengeluhkan sesak napas atau sulit bernapas.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan untuk Mencapai Tujuan Luaran (SIKI):
1. Manajemen Jalan Napas
- Definisi: Upaya untuk mempertahankan dan menjaga agar jalan napas tetap terbuka dan bebas.
- Tindakan:
a. Posisikan pasien untuk memfasilitasi ventilasi yang optimal.
b. Lakukan suction jika diperlukan untuk membersihkan jalan napas.
c. Berikan oksigen sesuai kebutuhan untuk mempertahankan saturasi oksigen.
d. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk manajemen jalan napas yang efektif.
2. Manajemen Pernapasan
- Definisi: Upaya untuk mempertahankan pola napas yang efektif.
- Tindakan:
a. Ajarkan teknik pernapasan diafragmatik atau pernapasan dalam.
b. Latih pasien untuk melakukan pembersihan jalan napas (misalnya, batuk efektif).
c. Berikan humidifikasi oksigen untuk melembabkan dan menghangatkan aliran oksigen.
d. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk manajemen pernapasan yang optimal.
3. Manajemen Nyeri
- Definisi: Upaya untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri yang dirasakan pasien.
- Tindakan:
a. Identifikasi penyebab dan lokasi nyeri.
b. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk pemberian analgetik yang tepat.
c. Ajarkan teknik non-farmakologis untuk mengatasi nyeri (misalnya, relaksasi, distraksi).
d. Evaluasi efektivitas intervensi dalam mengurangi nyeri pasien.
Penjelasan Rinci dan Terperinci:
Diagnosa Keperawatan SDKI "Pola Napas Tidak Efektif berhubungan dengan Proses Inflamasi Paru" menggambarkan kondisi di mana pasien mengalami ketidakmampuan untuk bernapas dengan normal akibat adanya proses inflamasi pada paru-parunya. Inflamasi pada paru dapat menyebabkan perubahan pada pola pernapasan, seperti perubahan frekuensi, kedalaman, dan efisiensi pernapasan.
Luaran/Output yang Diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI) mencakup dua hal utama: 1) Pola Napas Efektif, yang mencerminkan kemampuan pasien untuk bernapas dengan normal dan memenuhi kebutuhan oksigenasi; dan 2) Bebas dari Distres Pernapasan, yang berarti pasien terbebas dari tanda-tanda dan gejala yang mengganggu proses pernapasan.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan untuk Mencapai Tujuan Luaran (SIKI) meliputi tiga area utama: 1) Manajemen Jalan Napas, untuk mempertahankan dan menjaga agar jalan napas tetap terbuka dan bebas; 2) Manajemen Pernapasan, untuk mempertahankan pola napas yang efektif; dan 3) Manajemen Nyeri, untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri yang dapat mengganggu pernapasan pasien.
Setiap intervensi tersebut terdiri dari berbagai tindakan keperawatan yang bertujuan untuk mencapai luaran atau hasil yang diharapkan. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain, seperti dokter dan terapi pernapasan, juga diperlukan untuk memastikan manajemen pernapasan yang optimal bagi pasien. -
Article No. 9088 | 16 Dec 2024
Klinis : nyeri kaki
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Dalam konteks keperawatan berdasarkan standar Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), diagnosa keperawatan untuk kondisi nyeri kaki dapat dirumuskan sebagai berikut:
Diagnosa Keperawatan:
Nyeri Akut
Penjelasan:
1. SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
- Definisi: Pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial.
- Karakteristik mayor: Perubahan ekspresi wajah, gelisah, dan laporan nyeri.
- Faktor yang berhubungan: Cedera fisik.
2. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
- Luaran yang diharapkan: Pasien melaporkan penurunan intensitas nyeri, pasien dapat beradaptasi dengan nyeri, dan pasien mengatasi nyeri secara efektif.
3. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
- Intervensi keperawatan: Manajemen nyeri, terapi relaksasi, terapi modalitas nyeri, dan pendidikan kesehatan tentang nyeri.
Sebagai seorang perawat, saya akan melakukan pengkajian yang lebih komprehensif untuk mengetahui penyebab, lokasi, karakteristik, durasi, dan faktor yang mempengaruhi nyeri kaki pada pasien. Berdasarkan hasil pengkajian, saya akan menyusun rencana asuhan keperawatan yang berfokus pada pengelolaan nyeri, mengurangi faktor yang memperburuk nyeri, dan membantu pasien beradaptasi dengan nyeri yang dialami. -
Article No. 9089 | 16 Dec 2024
Klinis : kesemutan tangan
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
Gangguan Sensasi Persepsi
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Gangguan Sensasi Persepsi adalah kondisi di mana klien mengalami perubahan atau penurunan dalam menerima, menginterpretasi, dan merespons rangsangan sensorik.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Tujuan utama intervensi keperawatan pada gangguan sensasi persepsi adalah untuk memulihkan fungsi sensorik klien secara optimal dan memungkinkan klien beradaptasi dengan perubahan sensorik yang terjadi.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain:
1. Manajemen Nyeri
2. Terapi Sensorik
3. Peningkatan Kenyamanan Fisik
4. Edukasi Kesehatan
Kesemutan tangan merupakan salah satu gejala dari gangguan sensasi persepsi. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kompresi saraf, gangguan sirkulasi darah, atau kondisi lainnya. Perawat berperan penting dalam mengevaluasi penyebab, mengidentifikasi intervensi yang tepat, dan membantu klien beradaptasi dengan perubahan sensorik yang terjadi. -
Article No. 9090 | 16 Dec 2024
Klinis : pasien datang dengan keluhan demam
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan:
Hipertermia
Penjelasan Singkat:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh di atas batas normal sebagai akibat kegagalan mekanisme pengaturan suhu tubuh.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Suhu tubuh dalam batas normal
2. Tidak ada tanda-tanda infeksi
3. Tidak ada komplikasi yang terkait dengan hipertermia
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Intervensi untuk menurunkan demam:
- Pemberian antipiretik
- Kompres dingin
- Peningkatan asupan cairan
2. Pemantauan tanda-tanda vital
3. Identifikasi penyebab hipertermia
4. Edukasi terkait manajemen demam
Sebagai seorang perawat, saya akan melakukan pengkajian yang komprehensif untuk mengidentifikasi penyebab hipertermia pada pasien. Selanjutnya, saya akan menyusun rencana keperawatan yang berfokus pada penanganan demam, pemantauan tanda-tanda vital, dan edukasi pada pasien serta keluarga. Tujuan utamanya adalah mencapai suhu tubuh dalam batas normal dan mencegah komplikasi yang mungkin terjadi. -
Article No. 9091 | 16 Dec 2024
Klinis : pasien datang dengan keluhan demam
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, dengan senang hati saya akan memberikan diagnosa keperawatan beserta penjelasan singkat menggunakan standar SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia), SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia), dan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi pasien yang datang dengan keluhan demam.
Diagnosa Keperawatan:
1. Hipertermia
Penjelasan singkat:
- SDKI: Keadaan peningkatan suhu tubuh di atas rentang normal.
- SLKI: Suhu tubuh dalam rentang normal.
- SIKI: Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain pemberian kompres hangat/dingin, pemberian antipiretik, peningkatan asupan cairan, dan pemantauan tanda-tanda vital secara berkala.
Secara akademis, hipertermia atau demam dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti infeksi, peradangan, atau kondisi lainnya. Sebagai seorang perawat, saya akan melakukan pengkajian komprehensif untuk menentukan penyebab demam pasien dan merencanakan intervensi yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut. Saya akan bekerja sama dengan tim kesehatan lain untuk memastikan pasien mendapatkan perawatan yang optimal. -
Article No. 9092 | 16 Dec 2024
Klinis : pasien datang dengan keluhan demam
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Sebagai seorang perawat, saya akan memberikan saran yang rinci dan terperinci untuk penatalaksanaan kondisi pasien dengan keluhan demam, berdasarkan standar diagnosis, luaran, dan intervensi keperawatan.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk pasien dengan keluhan demam adalah "Hipertermia" atau peningkatan suhu tubuh di atas batas normal. Diagnosa ini didasarkan pada tanda dan gejala yang dialami pasien, yaitu demam. Hipertermia dapat disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti infeksi, peradangan, atau respon tubuh terhadap stres.
Luaran/Output SLKI:
Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan pasien dapat mencapai luaran sebagai berikut:
1. Suhu tubuh dalam batas normal (36,5-37,5°C)
2. Tanda-tanda vital stabil (nadi, pernapasan, tekanan darah)
3. Tidak ada tanda-tanda komplikasi akibat demam (dehidrasi, kejang, dll.)
4. Pasien dapat mengenali faktor penyebab dan mencegah kekambuhan demam
5. Pasien dan keluarga dapat mengelola demam dengan tepat
Intervensi Keperawatan SIKI:
Untuk mencapai luaran yang diharapkan, intervensi keperawatan yang perlu dilakukan adalah:
1. Pemantauan suhu tubuh secara rutin dan pemberian obat penurun demam jika diperlukan
2. Manajemen cairan dan elektrolit untuk mencegah dehidrasi
3. Pengaturan lingkungan yang nyaman dan mencegah hipertermia (penggunaan kipas angin, kompres hangat, dll.)
4. Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai penyebab, gejala, dan penanganan demam yang tepat
5. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain (dokter, ahli gizi, dll.) untuk menentukan penyebab dan penanganan demam secara komprehensif
6. Evaluasi dan monitoring respon pasien terhadap intervensi yang diberikan
Dengan melaksanakan intervensi keperawatan yang tepat, diharapkan pasien dapat mencapai luaran yang diinginkan, yaitu stabilnya suhu tubuh, tidak adanya komplikasi, serta peningkatan pemahaman pasien dan keluarga dalam mengelola demam. Hal ini akan berkontribusi pada pemulihan kondisi kesehatan pasien secara optimal. -
Article No. 9093 | 16 Dec 2024
Klinis : pasien datang dengan keluhan demam
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan informasi yang rinci dan terperinci terkait kondisi pasien yang datang dengan keluhan demam.
Diagnosa Keperawatan SDKI yang Sesuai:
Diagnosa keperawatan yang sesuai untuk kondisi pasien yang datang dengan keluhan demam adalah "Hipertermi". Hipertermi didefinisikan sebagai peningkatan suhu tubuh di atas batas normal, yang disebabkan oleh berbagai faktor, seperti infeksi, peradangan, atau kondisi medis lainnya. Kondisi ini memerlukan intervensi keperawatan yang tepat untuk mengembalikan suhu tubuh ke dalam rentang normal.
Luaran/Output yang Diharapkan Setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan hipertermi, diharapkan dapat tercapai luaran/output sebagai berikut:
1. Suhu tubuh dalam rentang normal: Pasien menunjukkan suhu tubuh yang stabil dan berada dalam rentang normal, yaitu 36,5°C - 37,5°C.
2. Tanda-tanda vital yang stabil: Selain suhu tubuh, tanda-tanda vital lainnya, seperti nadi, pernapasan, dan tekanan darah, juga berada dalam batas normal.
3. Tidak ada tanda-tanda komplikasi: Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda komplikasi yang dapat terjadi akibat hipertermi, seperti demam tinggi, kejang, atau dehidrasi.
4. Peningkatan kemampuan pasien dalam mengelola gejala: Pasien menunjukkan peningkatan pemahaman dan kemampuan dalam mengelola gejala hipertermi, seperti mengetahui faktor penyebab, mengidentifikasi tanda-tanda, dan melakukan tindakan pencegahan atau pengurangan gejala.
Intervensi Keperawatan yang Diperlukan untuk Mencapai Tujuan Luaran (SIKI):
Untuk mencapai luaran/output yang diharapkan, berikut adalah intervensi keperawatan yang diperlukan:
1. Pemantauan suhu tubuh dan tanda-tanda vital secara berkala: Perawat melakukan pemantauan suhu tubuh dan tanda-tanda vital pasien secara rutin untuk mengetahui perubahan kondisi.
2. Pemberian kompres dingin: Perawat melakukan kompres dingin pada bagian tubuh pasien, seperti dahi, leher, atau ketiak, untuk membantu menurunkan suhu tubuh.
3. Pemberian cairan dan elektrolit: Perawat memberikan cairan dan elektrolit yang sesuai untuk mencegah dehidrasi dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh pasien.
4. Pengaturan lingkungan: Perawat mengatur lingkungan pasien, seperti suhu ruangan, kelembapan, dan ventilasi, untuk menciptakan lingkungan yang nyaman dan mendukung penurunan suhu tubuh.
5. Edukasi dan konseling: Perawat memberikan edukasi dan konseling kepada pasien dan keluarga mengenai hipertermi, penyebab, tanda-tanda, dan tindakan yang dapat dilakukan untuk mengelola gejala.
6. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain: Perawat berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain, seperti dokter, untuk menentukan penyebab hipertermi dan pemberian pengobatan yang tepat.
Dengan melaksanakan intervensi keperawatan yang komprehensif, diharapkan dapat membantu pasien mencapai luaran/output yang diharapkan dan mengatasi kondisi hipertermi secara efektif. -
Article No. 9094 | 16 Dec 2024
Klinis : Kasus 2: Seorang pria berusia 22 tahun dirawat dengan keluhan demam tinggi terus-menerus selama tiga hari disertai menggigil, muntah, dan diare. Pasien tidak melaporkan nyeri perut, mialgia, nyeri retro-orbital, nyeri punggung, atau gejala sistemik lainnya. Tidak terdapat riwayat demam berdarah sebelumnya. Tiga anggota keluarganya (ayah, ibu, dan kakek) mengalami gejala serupa tetapi lebih ringan secara bersamaan. Tes protein non-struktural (NS1) (SD Bioline, Standard Diagnostics Inc., Gyeonggi-do, Korea) dan IgM terhadap virus dengue (Panbio, Alere, Brisbane) menunjukkan hasil positif, sehingga pasien didiagnosis dengan demam berdarah dengue (DBD). Pada hari kedua setelah masuk rumah sakit (hari kelima sakit, fase kritis), pasien mengalami hematoma di lokasi venipunktur dan perdarahan gusi tanpa provokasi. Jumlah trombosit turun dari 35 × 10⁹/L menjadi 14 × 10⁹/L, sementara hematokrit stabil pada 45%, dengan status hemodinamik yang stabil (Tabel 1). Pada hari ketiga setelah masuk rumah sakit, pasien mengalami takikardia, nyeri perut ringan, nyeri tekan pada perut, serta penurunan tekanan darah. Pasien juga menunjukkan asidosis metabolik terkompensasi dan waktu tromboplastin parsial teraktivasi (APTT) yang memanjang (Tabel 2). Ultrasonografi abdomen menunjukkan efusi pleura basal bilateral, asites, dan hepatitis, dengan nilai alanine aminotransferase (ALT) meningkat dari 112 U/L menjadi 212 U/L. Pasien tetap hemodinamik stabil. Terapi cairan intravena kristaloid isotonik (3 mL/kg/jam) diberikan selama 4 jam pertama, sambil memantau tekanan darah, status klinis, dan hitung darah lengkap. Terapi cairan dilanjutkan dengan dosis yang sama atau diturunkan menjadi 1–2 mL/kg/jam sesuai tekanan darah, status klinis, dan hematokrit hingga hari ketiga setelah masuk rumah sakit. Pada hari keempat setelah masuk rumah sakit (hari ketujuh sakit), pasien melewati fase kritis dan terapi cairan intravena dihentikan. Namun, pada hari kelima setelah masuk rumah sakit (hari kedelapan sakit), terjadi penurunan hemoglobin mendadak dari 15 g/dL menjadi 10 g/dL, yang kemudian terus turun hingga 8,5 g/dL pada hari berikutnya. Selain itu, terjadi peningkatan jumlah leukosit menjadi 13 × 10⁹/L, sementara jumlah trombosit meningkat menjadi 112 × 10⁹/L (Tabel 1). Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Hematologi dan Biokimia Laboratory Investigations Day 1 * Day 3 Day 5 Day 7 Day 9 Day 15 Normal Range Haemoglobin 15.0 15.5 10.2 8.4 9.1 11.0 13–17 g/dL Red blood cell count 5.15 5.14 3.32 2.9 3.03 3.70 1.50–5.50 × 1012/L Haematocrit 45.3 46 26.7 25.6 27 33.9 10%–50% White blood cell count 3.1 6.0 11.4 14.1 8.9 7.5 4.00–10.0 × 109/L Platelets 35 14 29 127 136 259 150–410 ×109/L Monocytes % 12.2 17.3 15.4 22.8 18 10.1 2%–10% Reticulocyte count 10.8% Indirect Coomb’s test Positive Serum bilirubin • Total 71.4 65.6 51.9 59.9 48.9 48.7 <18.7 µmol/L • Direct 9.6 30.1 21.5 17.2 14.3 <5.7 µmol/L • Indirect 61.5 35.5 30.2 42.7 34.6 2.00–3.00 µmol/L Serum enzymes • AST 87 385 187 131 1–40 U/L • ALT 112 109 202 156 126 80 1–41 U/L • CK 487 1331 465 298 <190 U/L • LDH 1090 2013 1063 240–480 U/L Urea 1.9 2.31 3.2 1.9 2.5 1.7–8.3 mmol/L APTT 56.8 27.7–41 s Serum lactate 2.2 0.2–2.0 mmol/L * Day of admission, AST= aspartate aminotransferase, ALT = alanine aminotransferase, CK = creatinine kinase, LDH = lactate dehydrogenase, APTT = activated partial thromboplastin time. Tabel 2. Hasil laboratorium lainnya Investigation Day 1 * Day 3 Day 5 Day 29 Dengue NS1 antigen Positive Dengue IgM Positive Positive Dengue IgG Positive Ultrasound of hepatobiliary system Hepatitis, ascites, pleural effusion * Day of admission. Hasil pemeriksaan feses untuk darah samar menunjukkan hasil negatif, dan tidak terdapat manifestasi perdarahan. Pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa hati, limpa, dan kelenjar getah bening tidak membesar. Pemeriksaan sistemik lainnya normal, kecuali sedikit ikterus, sehingga dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk hemolisis. Pemeriksaan apusan darah tepi menunjukkan hasil yang sesuai dengan hemolisis (Tabel 1). Bilirubin tidak langsung lebih tinggi dibandingkan bilirubin langsung pada hari pertama (61,5 µmol dan 9,6 µmol, secara berurutan). Aspartate aminotransferase (AST) lebih tinggi dibandingkan alanine aminotransferase (ALT) pada hari kelima (385 U/L dan 202 U/L, secara berurutan). Laktat dehidrogenase (LDH) sangat tinggi (2013–1708 U/L), tes Coombs tidak langsung positif, dan jumlah retikulosit meningkat secara signifikan (10,3%) (Tabel 1). Hasil tes defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD), antibodi antinuklear (ANA), virus Epstein-Barr, virus imunodefisiensi manusia (HIV), serta antibodi hepatitis A, B, dan C menunjukkan hasil negatif. Karena anemia yang dialami pasien relatif asimptomatik, pengobatan konservatif dilanjutkan. Hemoglobin meningkat menjadi 12 g/dL dalam tiga hari berikutnya. Pasien kemudian dipulangkan dengan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, dan trombosit yang normal. Antibodi IgM dan IgG terhadap virus dengue dalam darah yang diambil dua minggu setelah pemulangan pasien menunjukkan hasil positif (Tabel 2). Buatkan askep sesuai kasus di atas de ngan format sesuai yang telah diajarkan saat kuliah.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Dengan senang hati, saya akan memberikan diagnosa keperawatan serta penjelasan singkat mengenai standar SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) untuk kasus yang Anda berikan.
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Perdarahan berhubungan dengan trombositopenia dan kelainan pembekuan darah, ditandai dengan hematoma di lokasi venipunktur dan perdarahan gusi tanpa provokasi.
2. Gangguan Perfusi Jaringan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan koagulasi, ditandai dengan efusi pleura, asites, dan peningkatan enzim hati.
3. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan penurunan tingkat energi dan malaise, ditandai dengan kelelahan dan kelemahan umum.
Penjelasan Singkat:
1. Risiko Perdarahan
SDKI: Risiko Perdarahan
SLKI: Peningkatan Pembekuan Darah, Pencegahan Komplikasi Perdarahan
SIKI: Pemantauan Tanda-Tanda Perdarahan, Pemberian Produk Darah, Manajemen Perdarahan
2. Gangguan Perfusi Jaringan
SDKI: Gangguan Perfusi Jaringan
SLKI: Stabilitas Hemodinamik, Manajemen Cairan dan Elektrolit
SIKI: Pemantauan Tanda-Tanda Vital, Pemberian Cairan Intravena, Manajemen Asites dan Efusi Pleura
3. Intoleransi Aktivitas
SDKI: Intoleransi Aktivitas
SLKI: Peningkatan Energi, Perawatan Diri
SIKI: Pengkajian Tingkat Energi, Manajemen Kelelahan, Bantuan Perawatan Diri
Dalam kasus ini, pasien mengalami komplikasi dari demam berdarah dengue yang ditandai dengan trombositopenia, gangguan perfusi jaringan, dan intoleransi aktivitas. Perawatan yang diberikan harus berfokus pada pemantauan tanda-tanda perdarahan, stabilisasi hemodinamik, dan intervensi untuk meningkatkan energi dan kemandirian pasien dalam perawatan diri. Evaluasi yang cermat terhadap kondisi pasien sangat penting untuk memastikan pemulihan yang optimal. -
Article No. 9095 | 16 Dec 2024
Klinis : Kasus 2: Seorang pria berusia 22 tahun dirawat dengan keluhan demam tinggi terus-menerus selama tiga hari disertai menggigil, muntah, dan diare. Pasien tidak melaporkan nyeri perut, mialgia, nyeri retro-orbital, nyeri punggung, atau gejala sistemik lainnya. Tidak terdapat riwayat demam berdarah sebelumnya. Tiga anggota keluarganya (ayah, ibu, dan kakek) mengalami gejala serupa tetapi lebih ringan secara bersamaan. Tes protein non-struktural (NS1) (SD Bioline, Standard Diagnostics Inc., Gyeonggi-do, Korea) dan IgM terhadap virus dengue (Panbio, Alere, Brisbane) menunjukkan hasil positif, sehingga pasien didiagnosis dengan demam berdarah dengue (DBD). Pada hari kedua setelah masuk rumah sakit (hari kelima sakit, fase kritis), pasien mengalami hematoma di lokasi venipunktur dan perdarahan gusi tanpa provokasi. Jumlah trombosit turun dari 35 × 10⁹/L menjadi 14 × 10⁹/L, sementara hematokrit stabil pada 45%, dengan status hemodinamik yang stabil (Tabel 1). Pada hari ketiga setelah masuk rumah sakit, pasien mengalami takikardia, nyeri perut ringan, nyeri tekan pada perut, serta penurunan tekanan darah. Pasien juga menunjukkan asidosis metabolik terkompensasi dan waktu tromboplastin parsial teraktivasi (APTT) yang memanjang (Tabel 2). Ultrasonografi abdomen menunjukkan efusi pleura basal bilateral, asites, dan hepatitis, dengan nilai alanine aminotransferase (ALT) meningkat dari 112 U/L menjadi 212 U/L. Pasien tetap hemodinamik stabil. Terapi cairan intravena kristaloid isotonik (3 mL/kg/jam) diberikan selama 4 jam pertama, sambil memantau tekanan darah, status klinis, dan hitung darah lengkap. Terapi cairan dilanjutkan dengan dosis yang sama atau diturunkan menjadi 1–2 mL/kg/jam sesuai tekanan darah, status klinis, dan hematokrit hingga hari ketiga setelah masuk rumah sakit. Pada hari keempat setelah masuk rumah sakit (hari ketujuh sakit), pasien melewati fase kritis dan terapi cairan intravena dihentikan. Namun, pada hari kelima setelah masuk rumah sakit (hari kedelapan sakit), terjadi penurunan hemoglobin mendadak dari 15 g/dL menjadi 10 g/dL, yang kemudian terus turun hingga 8,5 g/dL pada hari berikutnya. Selain itu, terjadi peningkatan jumlah leukosit menjadi 13 × 10⁹/L, sementara jumlah trombosit meningkat menjadi 112 × 10⁹/L (Tabel 1). Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Hematologi dan Biokimia Laboratory Investigations Day 1 * Day 3 Day 5 Day 7 Day 9 Day 15 Normal Range Haemoglobin 15.0 15.5 10.2 8.4 9.1 11.0 13–17 g/dL Red blood cell count 5.15 5.14 3.32 2.9 3.03 3.70 1.50–5.50 × 1012/L Haematocrit 45.3 46 26.7 25.6 27 33.9 10%–50% White blood cell count 3.1 6.0 11.4 14.1 8.9 7.5 4.00–10.0 × 109/L Platelets 35 14 29 127 136 259 150–410 ×109/L Monocytes % 12.2 17.3 15.4 22.8 18 10.1 2%–10% Reticulocyte count 10.8% Indirect Coomb’s test Positive Serum bilirubin • Total 71.4 65.6 51.9 59.9 48.9 48.7 <18.7 µmol/L • Direct 9.6 30.1 21.5 17.2 14.3 <5.7 µmol/L • Indirect 61.5 35.5 30.2 42.7 34.6 2.00–3.00 µmol/L Serum enzymes • AST 87 385 187 131 1–40 U/L • ALT 112 109 202 156 126 80 1–41 U/L • CK 487 1331 465 298 <190 U/L • LDH 1090 2013 1063 240–480 U/L Urea 1.9 2.31 3.2 1.9 2.5 1.7–8.3 mmol/L APTT 56.8 27.7–41 s Serum lactate 2.2 0.2–2.0 mmol/L * Day of admission, AST= aspartate aminotransferase, ALT = alanine aminotransferase, CK = creatinine kinase, LDH = lactate dehydrogenase, APTT = activated partial thromboplastin time. Tabel 2. Hasil laboratorium lainnya Investigation Day 1 * Day 3 Day 5 Day 29 Dengue NS1 antigen Positive Dengue IgM Positive Positive Dengue IgG Positive Ultrasound of hepatobiliary system Hepatitis, ascites, pleural effusion * Day of admission. Hasil pemeriksaan feses untuk darah samar menunjukkan hasil negatif, dan tidak terdapat manifestasi perdarahan. Pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa hati, limpa, dan kelenjar getah bening tidak membesar. Pemeriksaan sistemik lainnya normal, kecuali sedikit ikterus, sehingga dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk hemolisis. Pemeriksaan apusan darah tepi menunjukkan hasil yang sesuai dengan hemolisis (Tabel 1). Bilirubin tidak langsung lebih tinggi dibandingkan bilirubin langsung pada hari pertama (61,5 µmol dan 9,6 µmol, secara berurutan). Aspartate aminotransferase (AST) lebih tinggi dibandingkan alanine aminotransferase (ALT) pada hari kelima (385 U/L dan 202 U/L, secara berurutan). Laktat dehidrogenase (LDH) sangat tinggi (2013–1708 U/L), tes Coombs tidak langsung positif, dan jumlah retikulosit meningkat secara signifikan (10,3%) (Tabel 1). Hasil tes defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD), antibodi antinuklear (ANA), virus Epstein-Barr, virus imunodefisiensi manusia (HIV), serta antibodi hepatitis A, B, dan C menunjukkan hasil negatif. Karena anemia yang dialami pasien relatif asimptomatik, pengobatan konservatif dilanjutkan. Hemoglobin meningkat menjadi 12 g/dL dalam tiga hari berikutnya. Pasien kemudian dipulangkan dengan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, dan trombosit yang normal. Antibodi IgM dan IgG terhadap virus dengue dalam darah yang diambil dua minggu setelah pemulangan pasien menunjukkan hasil positif (Tabel 2). Buatkan askep sesuai kasus di atas de ngan format sesuai yang telah diajarkan saat kuliah.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI untuk kasus tersebut. Tone saya akan akademis dan persona saya akan sebagai perawat ahli.
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Perdarahan
- SDKI: Perdarahan
- SLKI: Kontrol Perdarahan
- SIKI: Pemantauan Perdarahan
Penjelasan:
Pasien mengalami hematoma di lokasi venipunktur dan perdarahan gusi tanpa provokasi, serta penurunan jumlah trombosit yang signifikan. Hal ini menunjukkan risiko perdarahan yang perlu dipantau dan dikelola dengan baik.
2. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan
- SDKI: Perfusi Jaringan
- SLKI: Peningkatan Perfusi
- SIKI: Pemantauan Perfusi
Penjelasan:
Pasien mengalami gejala-gejala seperti takikardia, nyeri perut, dan penurunan tekanan darah, yang mengindikasikan adanya penurunan perfusi jaringan yang perlu dipantau dan ditingkatkan.
3. Risiko Ketidakseimbangan Cairan
- SDKI: Keseimbangan Cairan
- SLKI: Manajemen Cairan
- SIKI: Pemantauan Cairan
Penjelasan:
Pasien mengalami demam tinggi, muntah, dan diare yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan cairan. Selain itu, pemberian terapi cairan intravena juga perlu dipantau untuk mencegah kelebihan atau kekurangan cairan.
4. Risiko Ketidakseimbangan Nutrisi
- SDKI: Nutrisi
- SLKI: Optimalisasi Nutrisi
- SIKI: Manajemen Nutrisi
Penjelasan:
Pasien mengalami demam tinggi, muntah, dan diare yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan nutrisi. Asupan nutrisi yang adekuat perlu dipantau dan dikelola untuk mendukung pemulihan pasien.
5. Risiko Infeksi
- SDKI: Infeksi
- SLKI: Pencegahan Infeksi
- SIKI: Manajemen Infeksi
Penjelasan:
Pasien didiagnosis dengan demam berdarah dengue, yang merupakan penyakit infeksius. Risiko infeksi perlu dipantau dan dicegah untuk menghindari komplikasi yang dapat terjadi.
Dalam penerapan asuhan keperawatan, perawat perlu menggunakan pendekatan yang berpusat pada pasien, memberikan intervensi yang komprehensif, dan bekerja sama dengan tim kesehatan lainnya untuk memastikan pemulihan pasien yang optimal. -
Article No. 9096 | 16 Dec 2024
Klinis : Kasus 2: Seorang pria berusia 22 tahun dirawat dengan keluhan demam tinggi terus-menerus selama tiga hari disertai menggigil, muntah, dan diare. Pasien tidak melaporkan nyeri perut, mialgia, nyeri retro-orbital, nyeri punggung, atau gejala sistemik lainnya. Tidak terdapat riwayat demam berdarah sebelumnya. Tiga anggota keluarganya (ayah, ibu, dan kakek) mengalami gejala serupa tetapi lebih ringan secara bersamaan. Tes protein non-struktural (NS1) (SD Bioline, Standard Diagnostics Inc., Gyeonggi-do, Korea) dan IgM terhadap virus dengue (Panbio, Alere, Brisbane) menunjukkan hasil positif, sehingga pasien didiagnosis dengan demam berdarah dengue (DBD). Pada hari kedua setelah masuk rumah sakit (hari kelima sakit, fase kritis), pasien mengalami hematoma di lokasi venipunktur dan perdarahan gusi tanpa provokasi. Jumlah trombosit turun dari 35 × 10⁹/L menjadi 14 × 10⁹/L, sementara hematokrit stabil pada 45%, dengan status hemodinamik yang stabil (Tabel 1). Pada hari ketiga setelah masuk rumah sakit, pasien mengalami takikardia, nyeri perut ringan, nyeri tekan pada perut, serta penurunan tekanan darah. Pasien juga menunjukkan asidosis metabolik terkompensasi dan waktu tromboplastin parsial teraktivasi (APTT) yang memanjang (Tabel 2). Ultrasonografi abdomen menunjukkan efusi pleura basal bilateral, asites, dan hepatitis, dengan nilai alanine aminotransferase (ALT) meningkat dari 112 U/L menjadi 212 U/L. Pasien tetap hemodinamik stabil. Terapi cairan intravena kristaloid isotonik (3 mL/kg/jam) diberikan selama 4 jam pertama, sambil memantau tekanan darah, status klinis, dan hitung darah lengkap. Terapi cairan dilanjutkan dengan dosis yang sama atau diturunkan menjadi 1–2 mL/kg/jam sesuai tekanan darah, status klinis, dan hematokrit hingga hari ketiga setelah masuk rumah sakit. Pada hari keempat setelah masuk rumah sakit (hari ketujuh sakit), pasien melewati fase kritis dan terapi cairan intravena dihentikan. Namun, pada hari kelima setelah masuk rumah sakit (hari kedelapan sakit), terjadi penurunan hemoglobin mendadak dari 15 g/dL menjadi 10 g/dL, yang kemudian terus turun hingga 8,5 g/dL pada hari berikutnya. Selain itu, terjadi peningkatan jumlah leukosit menjadi 13 × 10⁹/L, sementara jumlah trombosit meningkat menjadi 112 × 10⁹/L (Tabel 1). Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Hematologi dan Biokimia Laboratory Investigations Day 1 * Day 3 Day 5 Day 7 Day 9 Day 15 Normal Range Haemoglobin 15.0 15.5 10.2 8.4 9.1 11.0 13–17 g/dL Red blood cell count 5.15 5.14 3.32 2.9 3.03 3.70 1.50–5.50 × 1012/L Haematocrit 45.3 46 26.7 25.6 27 33.9 10%–50% White blood cell count 3.1 6.0 11.4 14.1 8.9 7.5 4.00–10.0 × 109/L Platelets 35 14 29 127 136 259 150–410 ×109/L Monocytes % 12.2 17.3 15.4 22.8 18 10.1 2%–10% Reticulocyte count 10.8% Indirect Coomb’s test Positive Serum bilirubin • Total 71.4 65.6 51.9 59.9 48.9 48.7 <18.7 µmol/L • Direct 9.6 30.1 21.5 17.2 14.3 <5.7 µmol/L • Indirect 61.5 35.5 30.2 42.7 34.6 2.00–3.00 µmol/L Serum enzymes • AST 87 385 187 131 1–40 U/L • ALT 112 109 202 156 126 80 1–41 U/L • CK 487 1331 465 298 <190 U/L • LDH 1090 2013 1063 240–480 U/L Urea 1.9 2.31 3.2 1.9 2.5 1.7–8.3 mmol/L APTT 56.8 27.7–41 s Serum lactate 2.2 0.2–2.0 mmol/L * Day of admission, AST= aspartate aminotransferase, ALT = alanine aminotransferase, CK = creatinine kinase, LDH = lactate dehydrogenase, APTT = activated partial thromboplastin time. Tabel 2. Hasil laboratorium lainnya Investigation Day 1 * Day 3 Day 5 Day 29 Dengue NS1 antigen Positive Dengue IgM Positive Positive Dengue IgG Positive Ultrasound of hepatobiliary system Hepatitis, ascites, pleural effusion * Day of admission. Hasil pemeriksaan feses untuk darah samar menunjukkan hasil negatif, dan tidak terdapat manifestasi perdarahan. Pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa hati, limpa, dan kelenjar getah bening tidak membesar. Pemeriksaan sistemik lainnya normal, kecuali sedikit ikterus, sehingga dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk hemolisis. Pemeriksaan apusan darah tepi menunjukkan hasil yang sesuai dengan hemolisis (Tabel 1). Bilirubin tidak langsung lebih tinggi dibandingkan bilirubin langsung pada hari pertama (61,5 µmol dan 9,6 µmol, secara berurutan). Aspartate aminotransferase (AST) lebih tinggi dibandingkan alanine aminotransferase (ALT) pada hari kelima (385 U/L dan 202 U/L, secara berurutan). Laktat dehidrogenase (LDH) sangat tinggi (2013–1708 U/L), tes Coombs tidak langsung positif, dan jumlah retikulosit meningkat secara signifikan (10,3%) (Tabel 1). Hasil tes defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD), antibodi antinuklear (ANA), virus Epstein-Barr, virus imunodefisiensi manusia (HIV), serta antibodi hepatitis A, B, dan C menunjukkan hasil negatif. Karena anemia yang dialami pasien relatif asimptomatik, pengobatan konservatif dilanjutkan. Hemoglobin meningkat menjadi 12 g/dL dalam tiga hari berikutnya. Pasien kemudian dipulangkan dengan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, dan trombosit yang normal. Antibodi IgM dan IgG terhadap virus dengue dalam darah yang diambil dua minggu setelah pemulangan pasien menunjukkan hasil positif (Tabel 2). Buatkan askep sesuai kasus di atas de ngan format sesuai yang telah diajarkan saat kuliah.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Assalamualaikum, Selamat pagi. Sebagai seorang perawat, saya akan membantu Anda dalam membuat asuhan keperawatan sesuai dengan kasus yang telah Anda berikan. Mari kita bahas satu per satu.
Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Perubahan Perfusi Jaringan Perifer berhubungan dengan Penurunan Hitung Trombosit dan Fungsi Hati yang Terganggu, Ditandai dengan Adanya Hematoma dan Perdarahan Gusi Tanpa Provokasi.
2. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit berhubungan dengan Peningkatan Permeabilitas Kapiler, Ditandai dengan Adanya Efusi Pleura, Asites, dan Penurunan Hematokrit.
3. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Penurunan Hitung Trombosit dan Kelelahan, Ditandai dengan Takikardia dan Nyeri Perut.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Perubahan Perfusi Jaringan Perifer:
- Tidak ada tanda-tanda perdarahan
- Tidak ada tanda-tanda hemoragik
- Kadar trombosit dalam batas normal
- Fungsi hati normal
2. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit:
- Tidak ada edema
- Tidak ada asites
- Tidak ada efusi pleura
- Hematokrit dalam batas normal
3. Toleransi Aktivitas:
- Tidak ada takikardia
- Tidak ada nyeri perut
- Kekuatan otot dalam batas normal
- Tidak ada kelelahan yang berlebihan
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Perubahan Perfusi Jaringan Perifer:
- Observasi tanda-tanda perdarahan dan hemoragik
- Pemantauan jumlah trombosit
- Pemantauan fungsi hati (enzim hati)
- Kolaborasi pemberian terapi pengganti trombosit jika diperlukan
- Edukasi pasien dan keluarga tentang pencegahan perdarahan
2. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit:
- Pemantauan tanda-tanda dehidrasi dan kelebihan cairan
- Pemantauan asites dan efusi pleura melalui pemeriksaan fisik dan ultrasonografi
- Pemantauan hematokrit dan elektrolit
- Kolaborasi pemberian terapi cairan sesuai kebutuhan
- Edukasi pasien dan keluarga tentang intake dan output cairan
3. Toleransi Aktivitas:
- Pemantauan tanda-tanda intoleransi aktivitas (takikardia, nyeri perut)
- Pengkajian kekuatan otot dan tingkat kelelahan
- Perencanaan aktivitas sesuai toleransi pasien
- Kolaborasi pemberian terapi antipiretik dan analgesik jika diperlukan
- Edukasi pasien dan keluarga tentang manajemen aktivitas
Semoga penjelasan ini dapat membantu Anda dalam menyusun asuhan keperawatan yang sesuai dengan kasus yang diberikan. Jika ada pertanyaan lain, jangan ragu untuk menanyakannya. Terima kasih.