Daftar Diagnosa Terbaru
-
Article No. 9160 | 17 Dec 2024
Klinis : Seorang pria berusia 22 tahun dirawat dengan keluhan demam tinggi terus-menerus selama tiga hari disertai menggigil, muntah, dan diare. Pasien tidak melaporkan nyeri perut, mialgia, nyeri retro-orbital, nyeri punggung, atau gejala sistemik lainnya. Tidak terdapat riwayat demam berdarah sebelumnya. Tiga anggota keluarganya (ayah, ibu, dan kakek) mengalami gejala serupa tetapi lebih ringan secara bersamaan. Tes protein non-struktural (NS1) (SD Bioline, Standard Diagnostics Inc., Gyeonggi-do, Korea) dan IgM terhadap virus dengue (Panbio, Alere, Brisbane) menunjukkan hasil positif, sehingga pasien didiagnosis dengan demam berdarah dengue (DBD). Pada hari kedua setelah masuk rumah sakit (hari kelima sakit, fase kritis), pasien mengalami hematoma (memar) di lokasi venipunktur (lokasi suntikan) dan perdarahan gusi tanpa provokasi. Jumlah trombosit turun dari 35 × 10⁹/L menjadi 14 × 10⁹/L, sementara hematokrit stabil pada 45%, dengan status hemodinamik yang stabil (Tabel 1). Pada hari ketiga setelah masuk rumah sakit, pasien mengalami takikardia (jantung berdetak cepat), nyeri perut ringan, nyeri tekan pada perut, serta penurunan tekanan darah. Pasien juga menunjukkan asidosis metabolik terkompensasi dan waktu tromboplastin parsial teraktivasi (APTT) yang memanjang (masalah tes pembekuan darah) (Tabel 2). Ultrasonografi abdomen menunjukkan efusi pleura basal bilateral (cairan di sekita paru), asites (cairan di perut), dan hepatitis (pembengkakan hati), dengan nilai alanine aminotransferase (ALT) (enzim hati) meningkat dari 112 U/L menjadi 212 U/L. Pasien tetap hemodinamik stabil. Terapi cairan intravena kristaloid isotonik (3 mL/kg/jam) diberikan selama 4 jam pertama, sambil memantau tekanan darah, status klinis, dan hitung darah lengkap. Terapi cairan dilanjutkan dengan dosis yang sama atau diturunkan menjadi 1–2 mL/kg/jam sesuai tekanan darah, status klinis, dan hematokrit hingga hari ketiga setelah masuk rumah sakit. Pada hari keempat setelah masuk rumah sakit (hari ketujuh sakit), pasien melewati fase kritis dan terapi cairan intravena dihentikan. Namun, pada hari kelima setelah masuk rumah sakit (hari kedelapan sakit), terjadi penurunan hemoglobin mendadak dari 15 g/dL menjadi 10 g/dL, yang kemudian terus turun hingga 8,5 g/dL pada hari berikutnya. Selain itu, terjadi peningkatan jumlah leukosit menjadi 13 × 10⁹/L, sementara jumlah trombosit meningkat menjadi 112 × 10⁹/L. Hasil pemeriksaan feses untuk darah samar menunjukkan hasil negatif, dan tidak terdapat manifestasi perdarahan. Pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa hati, limpa, dan kelenjar getah bening tidak membesar. Pemeriksaan sistemik lainnya normal, kecuali sedikit ikterus (warna kuning pada kulit), sehingga dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk hemolisis (kerusakan sel darah merah). Pemeriksaan apusan darah tepi menunjukkan hasil yang sesuai dengan hemolisis (Tabel 1). Bilirubin tidak langsung lebih tinggi dibandingkan bilirubin langsung pada hari pertama (61,5 µmol dan 9,6 µmol, secara berurutan). Aspartate aminotransferase (AST) lebih tinggi dibandingkan alanine aminotransferase (ALT) pada hari kelima (385 U/L dan 202 U/L, secara berurutan). Laktat dehidrogenase (LDH) sangat tinggi (2013–1708 U/L), tes Coombs tidak langsung positif, dan jumlah retikulosit (sel darah merah muda) meningkat secara signifikan (10,3%) (Tabel 1). Hasil tes defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD), antibodi antinuklear (ANA), virus Epstein-Barr, virus imunodefisiensi manusia (HIV), serta antibodi hepatitis A, B, dan C menunjukkan hasil negatif. Karena anemia yang dialami pasien relatif asimptomatik (positif menderita tapi tidak menunjukkan gejala klinis), pengobatan konservatif dilanjutkan. Hemoglobin meningkat menjadi 12 g/dL dalam tiga hari berikutnya. Pasien kemudian dipulangkan dengan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, dan trombosit yang normal. Antibodi IgM dan IgG terhadap virus dengue dalam darah yang diambil dua minggu setelah pemulangan pasien menunjukkan hasil positif.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang dipaparkan, berikut adalah diagnosis keperawatan, penjelasan singkat SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI):
Diagnosis Keperawatan:
1. Risiko Perdarahan Berhubungan dengan Penurunan Jumlah Trombosit pada Demam Berdarah Dengue
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Definisi: Kondisi di mana individu berisiko mengalami kehilangan darah yang berlebihan dari sistem tubuh.
Karakteristik Definisi: Penurunan jumlah trombosit, adanya tanda-tanda perdarahan (misalnya hematoma, perdarahan gusi), dan demam berdarah dengue.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Perdarahan Terkendali
2. Integritas Jaringan Membaik
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Pemantauan Tanda-tanda Vital
2. Pemantauan Perdarahan
3. Manajemen Cairan
4. Pemberian Terapeutik: Transfusi Darah
Penjelasan Singkat:
Pasien dengan demam berdarah dengue berisiko mengalami penurunan jumlah trombosit yang dapat menyebabkan perdarahan. Hal ini ditandai dengan adanya hematoma di area venipunktur dan perdarahan gusi tanpa provokasi. Intervensi keperawatan yang perlu dilakukan adalah memantau tanda-tanda vital, perdarahan, dan memberikan manajemen cairan yang tepat serta mempertimbangkan pemberian transfusi darah jika diperlukan untuk mencegah komplikasi perdarahan yang dapat mengancam nyawa. -
Article No. 9161 | 17 Dec 2024
Klinis : Seorang pria berusia 22 tahun dirawat dengan keluhan demam tinggi terus-menerus selama tiga hari disertai menggigil, muntah, dan diare. Pasien tidak melaporkan nyeri perut, mialgia, nyeri retro-orbital, nyeri punggung, atau gejala sistemik lainnya. Tidak terdapat riwayat demam berdarah sebelumnya. Tiga anggota keluarganya (ayah, ibu, dan kakek) mengalami gejala serupa tetapi lebih ringan secara bersamaan. Tes protein non-struktural (NS1) (SD Bioline, Standard Diagnostics Inc., Gyeonggi-do, Korea) dan IgM terhadap virus dengue (Panbio, Alere, Brisbane) menunjukkan hasil positif, sehingga pasien didiagnosis dengan demam berdarah dengue (DBD). Pada hari kedua setelah masuk rumah sakit (hari kelima sakit, fase kritis), pasien mengalami hematoma (memar) di lokasi venipunktur (lokasi suntikan) dan perdarahan gusi tanpa provokasi. Jumlah trombosit turun dari 35 × 10⁹/L menjadi 14 × 10⁹/L, sementara hematokrit stabil pada 45%, dengan status hemodinamik yang stabil (Tabel 1). Pada hari ketiga setelah masuk rumah sakit, pasien mengalami takikardia (jantung berdetak cepat), nyeri perut ringan, nyeri tekan pada perut, serta penurunan tekanan darah. Pasien juga menunjukkan asidosis metabolik terkompensasi dan waktu tromboplastin parsial teraktivasi (APTT) yang memanjang (masalah tes pembekuan darah) (Tabel 2). Ultrasonografi abdomen menunjukkan efusi pleura basal bilateral (cairan di sekita paru), asites (cairan di perut), dan hepatitis (pembengkakan hati), dengan nilai alanine aminotransferase (ALT) (enzim hati) meningkat dari 112 U/L menjadi 212 U/L. Pasien tetap hemodinamik stabil. Terapi cairan intravena kristaloid isotonik (3 mL/kg/jam) diberikan selama 4 jam pertama, sambil memantau tekanan darah, status klinis, dan hitung darah lengkap. Terapi cairan dilanjutkan dengan dosis yang sama atau diturunkan menjadi 1–2 mL/kg/jam sesuai tekanan darah, status klinis, dan hematokrit hingga hari ketiga setelah masuk rumah sakit. Pada hari keempat setelah masuk rumah sakit (hari ketujuh sakit), pasien melewati fase kritis dan terapi cairan intravena dihentikan. Namun, pada hari kelima setelah masuk rumah sakit (hari kedelapan sakit), terjadi penurunan hemoglobin mendadak dari 15 g/dL menjadi 10 g/dL, yang kemudian terus turun hingga 8,5 g/dL pada hari berikutnya. Selain itu, terjadi peningkatan jumlah leukosit menjadi 13 × 10⁹/L, sementara jumlah trombosit meningkat menjadi 112 × 10⁹/L. Hasil pemeriksaan feses untuk darah samar menunjukkan hasil negatif, dan tidak terdapat manifestasi perdarahan. Pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa hati, limpa, dan kelenjar getah bening tidak membesar. Pemeriksaan sistemik lainnya normal, kecuali sedikit ikterus (warna kuning pada kulit), sehingga dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk hemolisis (kerusakan sel darah merah). Pemeriksaan apusan darah tepi menunjukkan hasil yang sesuai dengan hemolisis (Tabel 1). Bilirubin tidak langsung lebih tinggi dibandingkan bilirubin langsung pada hari pertama (61,5 µmol dan 9,6 µmol, secara berurutan). Aspartate aminotransferase (AST) lebih tinggi dibandingkan alanine aminotransferase (ALT) pada hari kelima (385 U/L dan 202 U/L, secara berurutan). Laktat dehidrogenase (LDH) sangat tinggi (2013–1708 U/L), tes Coombs tidak langsung positif, dan jumlah retikulosit (sel darah merah muda) meningkat secara signifikan (10,3%) (Tabel 1). Hasil tes defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD), antibodi antinuklear (ANA), virus Epstein-Barr, virus imunodefisiensi manusia (HIV), serta antibodi hepatitis A, B, dan C menunjukkan hasil negatif. Karena anemia yang dialami pasien relatif asimptomatik (positif menderita tapi tidak menunjukkan gejala klinis), pengobatan konservatif dilanjutkan. Hemoglobin meningkat menjadi 12 g/dL dalam tiga hari berikutnya. Pasien kemudian dipulangkan dengan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, dan trombosit yang normal. Antibodi IgM dan IgG terhadap virus dengue dalam darah yang diambil dua minggu setelah pemulangan pasien menunjukkan hasil positif.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kasus yang diberikan, berikut adalah diagnosa keperawatan SDKI yang sesuai:
1. Risiko penurunan volume cairan berhubungan dengan proses patologis penyakit
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
- Keseimbangan cairan akan membaik
- Tanda-tanda vital akan stabil
- Tidak akan terjadi dehidrasi
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
- Pantau intake dan output cairan
- Pantau tanda-tanda vital secara teratur
- Berikan cairan intravena sesuai indikasi
- Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk pemberian terapi cairan yang adekuat
2. Risiko perdarahan berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
- Tidak akan terjadi perdarahan
- Jumlah trombosit akan meningkat
- Tidak akan terjadi komplikasi akibat perdarahan
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
- Pantau jumlah trombosit secara teratur
- Observasi tanda-tanda perdarahan
- Berikan perawatan luka dengan teknik steril
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi trombosit jika diperlukan
3. Risiko gangguan fungsi hati berhubungan dengan proses patologis penyakit
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
- Fungsi hati akan membaik
- Nilai enzim hati akan menurun
- Tidak akan terjadi komplikasi akibat gangguan fungsi hati
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
- Pantau nilai enzim hati secara teratur
- Berikan nutrisi adekuat sesuai kebutuhan
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi sesuai indikasi
4. Risiko hemolisis berhubungan dengan proses patologis penyakit
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
- Tidak akan terjadi hemolisis lanjut
- Kadar hemoglobin akan membaik
- Tidak akan terjadi komplikasi akibat hemolisis
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
- Pantau kadar hemoglobin, bilirubin, dan LDH secara teratur
- Berikan nutrisi adekuat sesuai kebutuhan
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi sesuai indikasi
Penjelasan di atas merupakan diagnosa keperawatan SDKI, luaran/output, dan intervensi keperawatan SIKI yang sesuai dengan kasus yang diberikan. Tone akademis, persona pakar, nurse. -
Article No. 9162 | 17 Dec 2024
Klinis : Seorang pria berusia 22 tahun dirawat dengan keluhan demam tinggi terus-menerus selama tiga hari disertai menggigil, muntah, dan diare. Pasien tidak melaporkan nyeri perut, mialgia, nyeri retro-orbital, nyeri punggung, atau gejala sistemik lainnya. Tidak terdapat riwayat demam berdarah sebelumnya. Tiga anggota keluarganya (ayah, ibu, dan kakek) mengalami gejala serupa tetapi lebih ringan secara bersamaan. Tes protein non-struktural (NS1) (SD Bioline, Standard Diagnostics Inc., Gyeonggi-do, Korea) dan IgM terhadap virus dengue (Panbio, Alere, Brisbane) menunjukkan hasil positif, sehingga pasien didiagnosis dengan demam berdarah dengue (DBD). Pada hari kedua setelah masuk rumah sakit (hari kelima sakit, fase kritis), pasien mengalami hematoma (memar) di lokasi venipunktur (lokasi suntikan) dan perdarahan gusi tanpa provokasi. Jumlah trombosit turun dari 35 × 10⁹/L menjadi 14 × 10⁹/L, sementara hematokrit stabil pada 45%, dengan status hemodinamik yang stabil (Tabel 1). Pada hari ketiga setelah masuk rumah sakit, pasien mengalami takikardia (jantung berdetak cepat), nyeri perut ringan, nyeri tekan pada perut, serta penurunan tekanan darah. Pasien juga menunjukkan asidosis metabolik terkompensasi dan waktu tromboplastin parsial teraktivasi (APTT) yang memanjang (masalah tes pembekuan darah) (Tabel 2). Ultrasonografi abdomen menunjukkan efusi pleura basal bilateral (cairan di sekita paru), asites (cairan di perut), dan hepatitis (pembengkakan hati), dengan nilai alanine aminotransferase (ALT) (enzim hati) meningkat dari 112 U/L menjadi 212 U/L. Pasien tetap hemodinamik stabil. Terapi cairan intravena kristaloid isotonik (3 mL/kg/jam) diberikan selama 4 jam pertama, sambil memantau tekanan darah, status klinis, dan hitung darah lengkap. Terapi cairan dilanjutkan dengan dosis yang sama atau diturunkan menjadi 1–2 mL/kg/jam sesuai tekanan darah, status klinis, dan hematokrit hingga hari ketiga setelah masuk rumah sakit. Pada hari keempat setelah masuk rumah sakit (hari ketujuh sakit), pasien melewati fase kritis dan terapi cairan intravena dihentikan. Namun, pada hari kelima setelah masuk rumah sakit (hari kedelapan sakit), terjadi penurunan hemoglobin mendadak dari 15 g/dL menjadi 10 g/dL, yang kemudian terus turun hingga 8,5 g/dL pada hari berikutnya. Selain itu, terjadi peningkatan jumlah leukosit menjadi 13 × 10⁹/L, sementara jumlah trombosit meningkat menjadi 112 × 10⁹/L. Hasil pemeriksaan feses untuk darah samar menunjukkan hasil negatif, dan tidak terdapat manifestasi perdarahan. Pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa hati, limpa, dan kelenjar getah bening tidak membesar. Pemeriksaan sistemik lainnya normal, kecuali sedikit ikterus (warna kuning pada kulit), sehingga dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk hemolisis (kerusakan sel darah merah). Pemeriksaan apusan darah tepi menunjukkan hasil yang sesuai dengan hemolisis (Tabel 1). Bilirubin tidak langsung lebih tinggi dibandingkan bilirubin langsung pada hari pertama (61,5 µmol dan 9,6 µmol, secara berurutan). Aspartate aminotransferase (AST) lebih tinggi dibandingkan alanine aminotransferase (ALT) pada hari kelima (385 U/L dan 202 U/L, secara berurutan). Laktat dehidrogenase (LDH) sangat tinggi (2013–1708 U/L), tes Coombs tidak langsung positif, dan jumlah retikulosit (sel darah merah muda) meningkat secara signifikan (10,3%) (Tabel 1). Hasil tes defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD), antibodi antinuklear (ANA), virus Epstein-Barr, virus imunodefisiensi manusia (HIV), serta antibodi hepatitis A, B, dan C menunjukkan hasil negatif. Karena anemia yang dialami pasien relatif asimptomatik (positif menderita tapi tidak menunjukkan gejala klinis), pengobatan konservatif dilanjutkan. Hemoglobin meningkat menjadi 12 g/dL dalam tiga hari berikutnya. Pasien kemudian dipulangkan dengan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, dan trombosit yang normal. Antibodi IgM dan IgG terhadap virus dengue dalam darah yang diambil dua minggu setelah pemulangan pasien menunjukkan hasil positif.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: 1. Kode ICD-10:
- Kode: A90
- Deskripsi: Demam berdarah dengue
2. Kode ICD-9-CM Procedure (jika ada):
- Tidak ada prosedur atau tindakan medis yang disebutkan dalam kasus ini.
Penjelasan:
Berdasarkan gejala yang dialami oleh pasien, yaitu demam tinggi, menggigil, muntah, diare, hematoma di venipunktur, perdarahan gusi, penurunan trombosit, efusi pleura, asites, hepatomegali, peningkatan enzim hati, serta hasil laboratorium yang positif untuk antigen NS1 dan IgM virus dengue, pasien tersebut didiagnosis dengan Demam Berdarah Dengue (DBD). Kode ICD-10 yang sesuai untuk kondisi ini adalah A90 (Demam berdarah dengue).
Tidak ada tindakan medis spesifik yang disebutkan dalam kasus ini, selain pemberian terapi cairan intravena kristaloid isotonik. Oleh karena itu, tidak ada kode ICD-9-CM Procedure yang perlu dicantumkan. -
Article No. 9163 | 17 Dec 2024
Klinis : Seorang pria berusia 22 tahun dirawat dengan keluhan demam tinggi terus-menerus selama tiga hari disertai menggigil, muntah, dan diare. Pasien tidak melaporkan nyeri perut, mialgia, nyeri retro-orbital, nyeri punggung, atau gejala sistemik lainnya. Tidak terdapat riwayat demam berdarah sebelumnya. Tiga anggota keluarganya (ayah, ibu, dan kakek) mengalami gejala serupa tetapi lebih ringan secara bersamaan. Tes protein non-struktural (NS1) (SD Bioline, Standard Diagnostics Inc., Gyeonggi-do, Korea) dan IgM terhadap virus dengue (Panbio, Alere, Brisbane) menunjukkan hasil positif, sehingga pasien didiagnosis dengan demam berdarah dengue (DBD). Pada hari kedua setelah masuk rumah sakit (hari kelima sakit, fase kritis), pasien mengalami hematoma (memar) di lokasi venipunktur (lokasi suntikan) dan perdarahan gusi tanpa provokasi. Jumlah trombosit turun dari 35 × 10⁹/L menjadi 14 × 10⁹/L, sementara hematokrit stabil pada 45%, dengan status hemodinamik yang stabil (Tabel 1). Pada hari ketiga setelah masuk rumah sakit, pasien mengalami takikardia (jantung berdetak cepat), nyeri perut ringan, nyeri tekan pada perut, serta penurunan tekanan darah. Pasien juga menunjukkan asidosis metabolik terkompensasi dan waktu tromboplastin parsial teraktivasi (APTT) yang memanjang (masalah tes pembekuan darah) (Tabel 2). Ultrasonografi abdomen menunjukkan efusi pleura basal bilateral (cairan di sekita paru), asites (cairan di perut), dan hepatitis (pembengkakan hati), dengan nilai alanine aminotransferase (ALT) (enzim hati) meningkat dari 112 U/L menjadi 212 U/L. Pasien tetap hemodinamik stabil. Terapi cairan intravena kristaloid isotonik (3 mL/kg/jam) diberikan selama 4 jam pertama, sambil memantau tekanan darah, status klinis, dan hitung darah lengkap. Terapi cairan dilanjutkan dengan dosis yang sama atau diturunkan menjadi 1–2 mL/kg/jam sesuai tekanan darah, status klinis, dan hematokrit hingga hari ketiga setelah masuk rumah sakit. Pada hari keempat setelah masuk rumah sakit (hari ketujuh sakit), pasien melewati fase kritis dan terapi cairan intravena dihentikan. Namun, pada hari kelima setelah masuk rumah sakit (hari kedelapan sakit), terjadi penurunan hemoglobin mendadak dari 15 g/dL menjadi 10 g/dL, yang kemudian terus turun hingga 8,5 g/dL pada hari berikutnya. Selain itu, terjadi peningkatan jumlah leukosit menjadi 13 × 10⁹/L, sementara jumlah trombosit meningkat menjadi 112 × 10⁹/L. Hasil pemeriksaan feses untuk darah samar menunjukkan hasil negatif, dan tidak terdapat manifestasi perdarahan. Pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa hati, limpa, dan kelenjar getah bening tidak membesar. Pemeriksaan sistemik lainnya normal, kecuali sedikit ikterus (warna kuning pada kulit), sehingga dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk hemolisis (kerusakan sel darah merah). Pemeriksaan apusan darah tepi menunjukkan hasil yang sesuai dengan hemolisis (Tabel 1). Bilirubin tidak langsung lebih tinggi dibandingkan bilirubin langsung pada hari pertama (61,5 µmol dan 9,6 µmol, secara berurutan). Aspartate aminotransferase (AST) lebih tinggi dibandingkan alanine aminotransferase (ALT) pada hari kelima (385 U/L dan 202 U/L, secara berurutan). Laktat dehidrogenase (LDH) sangat tinggi (2013–1708 U/L), tes Coombs tidak langsung positif, dan jumlah retikulosit (sel darah merah muda) meningkat secara signifikan (10,3%) (Tabel 1). Hasil tes defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD), antibodi antinuklear (ANA), virus Epstein-Barr, virus imunodefisiensi manusia (HIV), serta antibodi hepatitis A, B, dan C menunjukkan hasil negatif. Karena anemia yang dialami pasien relatif asimptomatik (positif menderita tapi tidak menunjukkan gejala klinis), pengobatan konservatif dilanjutkan. Hemoglobin meningkat menjadi 12 g/dL dalam tiga hari berikutnya. Pasien kemudian dipulangkan dengan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, dan trombosit yang normal. Antibodi IgM dan IgG terhadap virus dengue dalam darah yang diambil dua minggu setelah pemulangan pasien menunjukkan hasil positif.
ICD-SDKI: ICD
Diagnosa:
Kode ICD-10: Berdasarkan informasi yang diberikan, diagnosis pasien adalah:
1. Kode ICD-10:
- Kode: A97.1
- Deskripsi: Demam berdarah dengue tanpa tanda peringatan
2. Kode ICD-9-CM Procedure (tidak ada tindakan medis yang disebutkan):
- Tidak ada kode ICD-9-CM yang sesuai, karena tidak disebutkan adanya tindakan medis yang dilakukan.
Penjelasan:
Pasien ini didiagnosis dengan demam berdarah dengue (DBD) berdasarkan hasil tes laboratorium yang positif untuk protein non-struktural (NS1) dan IgM terhadap virus dengue. DBD adalah salah satu jenis infeksi virus dengue yang ditandai dengan manifestasi klinis seperti demam tinggi, trombositopenia (penurunan jumlah trombosit), dan peningkatan hematokrit.
Pada fase kritis, pasien mengalami hematoma di lokasi venipunktur, perdarahan gusi tanpa provokasi, dan penurunan jumlah trombosit, yang sesuai dengan kriteria DBD. Selanjutnya, pada hari ketiga setelah masuk rumah sakit, pasien mengalami tanda-tanda kegawatan seperti takikardia, nyeri perut, penurunan tekanan darah, dan masalah pembekuan darah yang ditandai dengan pemanjangan APTT. Hal ini menunjukkan adanya perburukan kondisi dan perkembangan ke arah sindrom syok dengue (SSD).
Pasien kemudian mengalami anemia mendadak, dengan penurunan kadar hemoglobin yang signifikan, disertai peningkatan jumlah leukosit dan trombosit. Temuan laboratorium ini, serta hasil pemeriksaan lanjutan yang menunjukkan adanya hemolisis, mengarahkan pada dugaan komplikasi lain, yaitu anemia hemolitik terkait infeksi virus dengue.
Secara keseluruhan, kasus ini sesuai dengan kriteria DBD berdasarkan manifestasi klinis dan hasil laboratorium. Tidak ada tindakan medis yang disebutkan dalam kasus ini, sehingga tidak ada kode ICD-9-CM prosedur yang sesuai. -
Article No. 9164 | 17 Dec 2024
Klinis : Seorang pria berusia 22 tahun dirawat dengan keluhan demam tinggi terus-menerus selama tiga hari disertai menggigil, muntah, dan diare. Pasien tidak melaporkan nyeri perut, mialgia, nyeri retro-orbital, nyeri punggung, atau gejala sistemik lainnya. Tidak terdapat riwayat demam berdarah sebelumnya. Tiga anggota keluarganya (ayah, ibu, dan kakek) mengalami gejala serupa tetapi lebih ringan secara bersamaan. Tes protein non-struktural (NS1) (SD Bioline, Standard Diagnostics Inc., Gyeonggi-do, Korea) dan IgM terhadap virus dengue (Panbio, Alere, Brisbane) menunjukkan hasil positif, sehingga pasien didiagnosis dengan demam berdarah dengue (DBD). Pada hari kedua setelah masuk rumah sakit (hari kelima sakit, fase kritis), pasien mengalami hematoma (memar) di lokasi venipunktur (lokasi suntikan) dan perdarahan gusi tanpa provokasi. Jumlah trombosit turun dari 35 × 10⁹/L menjadi 14 × 10⁹/L, sementara hematokrit stabil pada 45%, dengan status hemodinamik yang stabil (Tabel 1). Pada hari ketiga setelah masuk rumah sakit, pasien mengalami takikardia (jantung berdetak cepat), nyeri perut ringan, nyeri tekan pada perut, serta penurunan tekanan darah. Pasien juga menunjukkan asidosis metabolik terkompensasi dan waktu tromboplastin parsial teraktivasi (APTT) yang memanjang (masalah tes pembekuan darah) (Tabel 2). Ultrasonografi abdomen menunjukkan efusi pleura basal bilateral (cairan di sekita paru), asites (cairan di perut), dan hepatitis (pembengkakan hati), dengan nilai alanine aminotransferase (ALT) (enzim hati) meningkat dari 112 U/L menjadi 212 U/L. Pasien tetap hemodinamik stabil. Terapi cairan intravena kristaloid isotonik (3 mL/kg/jam) diberikan selama 4 jam pertama, sambil memantau tekanan darah, status klinis, dan hitung darah lengkap. Terapi cairan dilanjutkan dengan dosis yang sama atau diturunkan menjadi 1–2 mL/kg/jam sesuai tekanan darah, status klinis, dan hematokrit hingga hari ketiga setelah masuk rumah sakit. Pada hari keempat setelah masuk rumah sakit (hari ketujuh sakit), pasien melewati fase kritis dan terapi cairan intravena dihentikan. Namun, pada hari kelima setelah masuk rumah sakit (hari kedelapan sakit), terjadi penurunan hemoglobin mendadak dari 15 g/dL menjadi 10 g/dL, yang kemudian terus turun hingga 8,5 g/dL pada hari berikutnya. Selain itu, terjadi peningkatan jumlah leukosit menjadi 13 × 10⁹/L, sementara jumlah trombosit meningkat menjadi 112 × 10⁹/L. Hasil pemeriksaan feses untuk darah samar menunjukkan hasil negatif, dan tidak terdapat manifestasi perdarahan. Pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa hati, limpa, dan kelenjar getah bening tidak membesar. Pemeriksaan sistemik lainnya normal, kecuali sedikit ikterus (warna kuning pada kulit), sehingga dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk hemolisis (kerusakan sel darah merah). Pemeriksaan apusan darah tepi menunjukkan hasil yang sesuai dengan hemolisis (Tabel 1). Bilirubin tidak langsung lebih tinggi dibandingkan bilirubin langsung pada hari pertama (61,5 µmol dan 9,6 µmol, secara berurutan). Aspartate aminotransferase (AST) lebih tinggi dibandingkan alanine aminotransferase (ALT) pada hari kelima (385 U/L dan 202 U/L, secara berurutan). Laktat dehidrogenase (LDH) sangat tinggi (2013–1708 U/L), tes Coombs tidak langsung positif, dan jumlah retikulosit (sel darah merah muda) meningkat secara signifikan (10,3%) (Tabel 1). Hasil tes defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD), antibodi antinuklear (ANA), virus Epstein-Barr, virus imunodefisiensi manusia (HIV), serta antibodi hepatitis A, B, dan C menunjukkan hasil negatif. Karena anemia yang dialami pasien relatif asimptomatik (positif menderita tapi tidak menunjukkan gejala klinis), pengobatan konservatif dilanjutkan. Hemoglobin meningkat menjadi 12 g/dL dalam tiga hari berikutnya. Pasien kemudian dipulangkan dengan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, dan trombosit yang normal. Antibodi IgM dan IgG terhadap virus dengue dalam darah yang diambil dua minggu setelah pemulangan pasien menunjukkan hasil positif.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kasus yang dipaparkan, berikut adalah diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat mengenai SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Perdarahan berhubungan dengan trombositopenia pada fase kritis Demam Berdarah Dengue (DBD).
2. Penurunan Volume Cairan berhubungan dengan kehilangan cairan melalui muntah, diare, dan perdarahan pada fase kritis DBD.
3. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik akibat anemia dan trombositopenia pada fase konvalesen DBD.
Penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI:
SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia):
1. Risiko Perdarahan: Potensi kehilangan darah yang dapat mengancam kehidupan.
2. Penurunan Volume Cairan: Kekurangan volume cairan intravaskular, interstisial, dan/atau intraseluler.
3. Intoleransi Aktivitas: Keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik yang diinginkan.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
1. Risiko Perdarahan: Tidak terjadi perdarahan, tidak ada tanda-tanda perdarahan, dan tidak ada penurunan hematokrit.
2. Penurunan Volume Cairan: Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, hemodinamik stabil, dan laboratorium normal.
3. Intoleransi Aktivitas: Mampu melakukan aktivitas sehari-hari tanpa kelelahan.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
1. Risiko Perdarahan: Pemantauan tanda-tanda vital, pemeriksaan laboratorium, manajemen cairan dan elektrolit, serta pemberian produk darah jika perlu.
2. Penurunan Volume Cairan: Pemantauan tanda-tanda vital, pemberian cairan intravena, dan edukasi tentang pola makan yang sesuai.
3. Intoleransi Aktivitas: Manajemen aktivitas, latihan fisik yang bertahap, dan edukasi tentang aktivitas yang aman. -
Article No. 9165 | 17 Dec 2024
Klinis : Seorang pria berusia 22 tahun dirawat dengan keluhan demam tinggi terus-menerus selama tiga hari disertai menggigil, muntah, dan diare. Pasien tidak melaporkan nyeri perut, mialgia, nyeri retro-orbital, nyeri punggung, atau gejala sistemik lainnya. Tidak terdapat riwayat demam berdarah sebelumnya. Tiga anggota keluarganya (ayah, ibu, dan kakek) mengalami gejala serupa tetapi lebih ringan secara bersamaan. Tes protein non-struktural (NS1) (SD Bioline, Standard Diagnostics Inc., Gyeonggi-do, Korea) dan IgM terhadap virus dengue (Panbio, Alere, Brisbane) menunjukkan hasil positif, sehingga pasien didiagnosis dengan demam berdarah dengue (DBD). Pada hari kedua setelah masuk rumah sakit (hari kelima sakit, fase kritis), pasien mengalami hematoma (memar) di lokasi venipunktur (lokasi suntikan) dan perdarahan gusi tanpa provokasi. Jumlah trombosit turun dari 35 × 10⁹/L menjadi 14 × 10⁹/L, sementara hematokrit stabil pada 45%, dengan status hemodinamik yang stabil (Tabel 1). Pada hari ketiga setelah masuk rumah sakit, pasien mengalami takikardia (jantung berdetak cepat), nyeri perut ringan, nyeri tekan pada perut, serta penurunan tekanan darah. Pasien juga menunjukkan asidosis metabolik terkompensasi dan waktu tromboplastin parsial teraktivasi (APTT) yang memanjang (masalah tes pembekuan darah) (Tabel 2). Ultrasonografi abdomen menunjukkan efusi pleura basal bilateral (cairan di sekita paru), asites (cairan di perut), dan hepatitis (pembengkakan hati), dengan nilai alanine aminotransferase (ALT) (enzim hati) meningkat dari 112 U/L menjadi 212 U/L. Pasien tetap hemodinamik stabil. Terapi cairan intravena kristaloid isotonik (3 mL/kg/jam) diberikan selama 4 jam pertama, sambil memantau tekanan darah, status klinis, dan hitung darah lengkap. Terapi cairan dilanjutkan dengan dosis yang sama atau diturunkan menjadi 1–2 mL/kg/jam sesuai tekanan darah, status klinis, dan hematokrit hingga hari ketiga setelah masuk rumah sakit. Pada hari keempat setelah masuk rumah sakit (hari ketujuh sakit), pasien melewati fase kritis dan terapi cairan intravena dihentikan. Namun, pada hari kelima setelah masuk rumah sakit (hari kedelapan sakit), terjadi penurunan hemoglobin mendadak dari 15 g/dL menjadi 10 g/dL, yang kemudian terus turun hingga 8,5 g/dL pada hari berikutnya. Selain itu, terjadi peningkatan jumlah leukosit menjadi 13 × 10⁹/L, sementara jumlah trombosit meningkat menjadi 112 × 10⁹/L. Hasil pemeriksaan feses untuk darah samar menunjukkan hasil negatif, dan tidak terdapat manifestasi perdarahan. Pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa hati, limpa, dan kelenjar getah bening tidak membesar. Pemeriksaan sistemik lainnya normal, kecuali sedikit ikterus (warna kuning pada kulit), sehingga dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk hemolisis (kerusakan sel darah merah). Pemeriksaan apusan darah tepi menunjukkan hasil yang sesuai dengan hemolisis (Tabel 1). Bilirubin tidak langsung lebih tinggi dibandingkan bilirubin langsung pada hari pertama (61,5 µmol dan 9,6 µmol, secara berurutan). Aspartate aminotransferase (AST) lebih tinggi dibandingkan alanine aminotransferase (ALT) pada hari kelima (385 U/L dan 202 U/L, secara berurutan). Laktat dehidrogenase (LDH) sangat tinggi (2013–1708 U/L), tes Coombs tidak langsung positif, dan jumlah retikulosit (sel darah merah muda) meningkat secara signifikan (10,3%) (Tabel 1). Hasil tes defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD), antibodi antinuklear (ANA), virus Epstein-Barr, virus imunodefisiensi manusia (HIV), serta antibodi hepatitis A, B, dan C menunjukkan hasil negatif. Karena anemia yang dialami pasien relatif asimptomatik (positif menderita tapi tidak menunjukkan gejala klinis), pengobatan konservatif dilanjutkan. Hemoglobin meningkat menjadi 12 g/dL dalam tiga hari berikutnya. Pasien kemudian dipulangkan dengan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, dan trombosit yang normal. Antibodi IgM dan IgG terhadap virus dengue dalam darah yang diambil dua minggu setelah pemulangan pasien menunjukkan hasil positif.
ICD-SDKI: SDKI (+)
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Diagnosa Keperawatan SDKI:
1. Risiko Perdarahan berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit dan kelainan pembekuan darah terkait demam berdarah dengue.
2. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler dan ekstravaskular cairan terkait demam berdarah dengue.
3. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan penurunan energi dan kelemahan terkait demam berdarah dengue.
4. Nyeri Akut berhubungan dengan proses patologis infeksi virus dengue.
5. Risiko Gangguan Metabolisme berhubungan dengan disfungsi hati terkait demam berdarah dengue.
Luaran/Output yang diharapkan setelah Asuhan Keperawatan (SLKI):
1. Risiko Perdarahan:
- Perdarahan Terkendali
- Waktu Pembekuan Darah dalam Batas Normal
- Trombosit Memadai
2. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer:
- Perfusi Jaringan Membaik
- Tekanan Darah dalam Batas Normal
- Hematokrit dalam Batas Normal
3. Intoleransi Aktivitas:
- Toleransi Aktivitas Membaik
- Tingkat Energi Membaik
- Kekuatan Otot Membaik
4. Nyeri Akut:
- Nyeri Terkontrol
- Toleransi terhadap Nyeri Meningkat
- Kemampuan Mengatasi Nyeri Meningkat
5. Risiko Gangguan Metabolisme:
- Fungsi Hati Membaik
- Kadar Enzim Hati dalam Batas Normal
- Tidak Terjadi Komplikasi Terkait Disfungsi Hati
Intervensi Keperawatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan Luaran (SIKI):
1. Risiko Perdarahan:
- Pemantauan tanda-tanda perdarahan
- Pemantauan jumlah trombosit dan tes pembekuan darah
- Pemberian terapi pengganti trombosit jika diperlukan
- Edukasi pasien dan keluarga tentang pencegahan perdarahan
2. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer:
- Pemantauan tanda-tanda vital dan status hemodinamik
- Pemberian terapi cairan intravena sesuai kebutuhan
- Kolaborasi dengan dokter untuk pengobatan simtomatik
- Edukasi pasien dan keluarga tentang pentingnya istirahat dan pemantauan cairan
3. Intoleransi Aktivitas:
- Pengkajian toleransi dan kemampuan fungsional pasien
- Pemberian latihan fisik bertahap sesuai toleransi
- Pemberian nutrisi dan cairan yang adekuat
- Kolaborasi dengan fisioterapis untuk program rehabilitasi
4. Nyeri Akut:
- Pengkajian nyeri secara komprehensif
- Pemberian analgesik sesuai kebutuhan
- Teknik manajemen nyeri non-farmakologis
- Kolaborasi dengan dokter untuk penanganan nyeri
5. Risiko Gangguan Metabolisme:
- Pemantauan fungsi hati (enzim hati, bilirubin, dll.)
- Pemberian terapi suportif untuk fungsi hati
- Kolaborasi dengan dokter untuk pengobatan disfungsi hati
- Edukasi pasien dan keluarga tentang diet dan gaya hidup yang sehat
Penjelasan:
Diagnosa keperawatan dan luaran yang diharapkan didasarkan pada kondisi klinis pasien dengan demam berdarah dengue, yaitu penurunan jumlah trombosit, gangguan pembekuan darah, peningkatan permeabilitas kapiler, disfungsi hati, dan penurunan toleransi aktivitas. Intervensi keperawatan yang diperlukan mencakup pemantauan, manajemen cairan dan nutrisi, terapi suportif, latihan fisik, manajemen nyeri, dan edukasi pasien serta keluarga. Kolaborasi dengan dokter juga diperlukan untuk penanganan medis yang komprehensif. -
Article No. 9166 | 17 Dec 2024
Klinis : Seorang pria berusia 22 tahun dirawat dengan keluhan demam tinggi terus-menerus selama tiga hari disertai menggigil, muntah, dan diare. Pasien tidak melaporkan nyeri perut, mialgia, nyeri retro-orbital, nyeri punggung, atau gejala sistemik lainnya. Tidak terdapat riwayat demam berdarah sebelumnya. Tiga anggota keluarganya (ayah, ibu, dan kakek) mengalami gejala serupa tetapi lebih ringan secara bersamaan. Tes protein non-struktural (NS1) (SD Bioline, Standard Diagnostics Inc., Gyeonggi-do, Korea) dan IgM terhadap virus dengue (Panbio, Alere, Brisbane) menunjukkan hasil positif, sehingga pasien didiagnosis dengan demam berdarah dengue (DBD). Pada hari kedua setelah masuk rumah sakit (hari kelima sakit, fase kritis), pasien mengalami hematoma (memar) di lokasi venipunktur (lokasi suntikan) dan perdarahan gusi tanpa provokasi. Jumlah trombosit turun dari 35 × 10⁹/L menjadi 14 × 10⁹/L, sementara hematokrit stabil pada 45%, dengan status hemodinamik yang stabil (Tabel 1). Pada hari ketiga setelah masuk rumah sakit, pasien mengalami takikardia (jantung berdetak cepat), nyeri perut ringan, nyeri tekan pada perut, serta penurunan tekanan darah. Pasien juga menunjukkan asidosis metabolik terkompensasi dan waktu tromboplastin parsial teraktivasi (APTT) yang memanjang (masalah tes pembekuan darah) (Tabel 2). Ultrasonografi abdomen menunjukkan efusi pleura basal bilateral (cairan di sekita paru), asites (cairan di perut), dan hepatitis (pembengkakan hati), dengan nilai alanine aminotransferase (ALT) (enzim hati) meningkat dari 112 U/L menjadi 212 U/L. Pasien tetap hemodinamik stabil. Terapi cairan intravena kristaloid isotonik (3 mL/kg/jam) diberikan selama 4 jam pertama, sambil memantau tekanan darah, status klinis, dan hitung darah lengkap. Terapi cairan dilanjutkan dengan dosis yang sama atau diturunkan menjadi 1–2 mL/kg/jam sesuai tekanan darah, status klinis, dan hematokrit hingga hari ketiga setelah masuk rumah sakit. Pada hari keempat setelah masuk rumah sakit (hari ketujuh sakit), pasien melewati fase kritis dan terapi cairan intravena dihentikan. Namun, pada hari kelima setelah masuk rumah sakit (hari kedelapan sakit), terjadi penurunan hemoglobin mendadak dari 15 g/dL menjadi 10 g/dL, yang kemudian terus turun hingga 8,5 g/dL pada hari berikutnya. Selain itu, terjadi peningkatan jumlah leukosit menjadi 13 × 10⁹/L, sementara jumlah trombosit meningkat menjadi 112 × 10⁹/L. Hasil pemeriksaan feses untuk darah samar menunjukkan hasil negatif, dan tidak terdapat manifestasi perdarahan. Pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa hati, limpa, dan kelenjar getah bening tidak membesar. Pemeriksaan sistemik lainnya normal, kecuali sedikit ikterus (warna kuning pada kulit), sehingga dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk hemolisis (kerusakan sel darah merah). Pemeriksaan apusan darah tepi menunjukkan hasil yang sesuai dengan hemolisis (Tabel 1). Bilirubin tidak langsung lebih tinggi dibandingkan bilirubin langsung pada hari pertama (61,5 µmol dan 9,6 µmol, secara berurutan). Aspartate aminotransferase (AST) lebih tinggi dibandingkan alanine aminotransferase (ALT) pada hari kelima (385 U/L dan 202 U/L, secara berurutan). Laktat dehidrogenase (LDH) sangat tinggi (2013–1708 U/L), tes Coombs tidak langsung positif, dan jumlah retikulosit (sel darah merah muda) meningkat secara signifikan (10,3%) (Tabel 1). Hasil tes defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD), antibodi antinuklear (ANA), virus Epstein-Barr, virus imunodefisiensi manusia (HIV), serta antibodi hepatitis A, B, dan C menunjukkan hasil negatif. Karena anemia yang dialami pasien relatif asimptomatik (positif menderita tapi tidak menunjukkan gejala klinis), pengobatan konservatif dilanjutkan. Hemoglobin meningkat menjadi 12 g/dL dalam tiga hari berikutnya. Pasien kemudian dipulangkan dengan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, dan trombosit yang normal. Antibodi IgM dan IgG terhadap virus dengue dalam darah yang diambil dua minggu setelah pemulangan pasien menunjukkan hasil positif.
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi pasien yang Anda deskripsikan, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat mengenai SDKI, SLKI, dan SIKI dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Diagnosa Keperawatan:
1. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan akibat demam, muntah, dan diare pada Demam Berdarah Dengue (DBD).
2. Risiko Perdarahan berhubungan dengan penurunan trombosit pada DBD.
3. Risiko Kekurangan Volume Darah berhubungan dengan perdarahan pada DBD.
4. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat DBD.
Penjelasan singkat SDKI, SLKI, dan SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia) adalah standar yang digunakan untuk menentukan diagnosis keperawatan berdasarkan tanda dan gejala yang ditemukan pada pasien. Dalam kasus ini, diagnosis keperawatan yang sesuai antara lain Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit, Risiko Perdarahan, Risiko Kekurangan Volume Darah, dan Intoleransi Aktivitas.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia) adalah standar yang digunakan untuk menentukan luaran atau hasil yang diharapkan dari intervensi keperawatan. Luaran yang diharapkan dalam kasus ini antara lain Keseimbangan Cairan, Tidak Terjadi Perdarahan, Tidak Terjadi Kekurangan Volume Darah, dan Toleransi Aktivitas.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) adalah standar yang digunakan untuk menentukan intervensi keperawatan yang sesuai untuk mengatasi masalah keperawatan. Intervensi yang dapat dilakukan dalam kasus ini antara lain Manajemen Cairan, Manajemen Perdarahan, Manajemen Hemodinamik, dan Manajemen Aktivitas.
Dengan menggunakan SDKI, SLKI, dan SIKI, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan yang terstandar dan terukur dalam menangani pasien dengan Demam Berdarah Dengue. -
Article No. 9167 | 17 Dec 2024
Klinis : Ny. G, 59 tahun dirawat di ruang neuro dengan diagnosis Transient Ischemic Attack (TIA). Ny. G dibawa suami nya karena tiba-tiba bicara tidak jelas, dan wajahnya miring ke satu sisi. Ny. G mengeluh tidak bisa merasakan wajah dan tangan bagian kanan. Hasil pemeriksaan: Suhu 36.78C, Tekanan Darah 148/97 mmHg, frekuensi nadi 81, dan frekuensi napas 14. Pemeriksaan EKG menunjukaan ritme sinus normal. Ny. G bertanya apakah kondisi medis nya berbeda dengan stroke. Penjelasan yang akan diberikan pada Ny. G oleh perawat adalah.. a. Kondisi pasien terjadi akibat adanya sumbatan di otak secara mendadak b. Terjadi akibat adanya sumbatan pembuluh darah di otak c. Satu terjadi secara tiba tiba dan satu lagi secara perlahan d. Dua kondisi yang sama namun tidak usah dipikirkan e. Kondisi pasien adalah stroke yang terjadi tidak terlalu lama
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Jawaban yang tepat adalah:
a. Kondisi pasien terjadi akibat adanya sumbatan di otak secara mendadak
Penjelasan:
Diagnosa Keperawatan:
1. Risiko Ketidakstabilan Neurologi berhubungan dengan penyumbatan pembuluh darah otak
Penjelasan singkat SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Risiko Ketidakstabilan Neurologi adalah kondisi di mana individu berisiko mengalami perubahan pada fungsi sensorik, motorik, perilaku, atau kognitif akibat disfungsi sistem saraf pusat.
SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia):
Luaran yang diharapkan adalah individu dapat mempertahankan stabilitas neurologis.
SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain: Pemantauan tanda-tanda vital, pemantauan status neurologis, penanganan disfungsi saraf pusat, dan edukasi pasien/keluarga.
Penjelasan yang tepat untuk Ny. G adalah kondisi pasien terjadi akibat adanya sumbatan di otak secara mendadak, yang merupakan ciri dari Transient Ischemic Attack (TIA), berbeda dengan stroke yang terjadi secara perlahan. Hal ini penting untuk menjelaskan perbedaan antara TIA dan stroke kepada Ny. G. -
Article No. 9168 | 17 Dec 2024
Klinis : Pada pasien dengan meningitis,level kesadaran pasien bisa berubah setiap saat. Saat ini perawat sedang melakukan evaluasi pada Tingkat kesadaran pasien dengan Glasgow Coma Scale. Pasien berespon ketika di panggil, menjawab dengan kata kata tidak jelas, dan melakukan flexi ketika diberikan rangsang nyeri. Berapa nilai GCS pada pasien. a. 11 b. 8 c. 12 d. 10 e. 9
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Baik, saya akan memberikan diagnosa keperawatan dan penjelasan singkat sesuai dengan SDKI - SLKI - SIKI standar dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia untuk kondisi pasien dengan meningitis yang mengalami perubahan tingkat kesadaran.
Diagnosa Keperawatan:
Resiko Perubahan Tingkat Kesadaran Berhubungan dengan Proses Penyakit Meningitis
Penjelasan:
1. Resiko Perubahan Tingkat Kesadaran
- Pasien dengan meningitis berisiko mengalami perubahan tingkat kesadaran sebagai komplikasi dari proses penyakit.
- Tingkat kesadaran pasien dapat berfluktuasi dari waktu ke waktu.
2. Berhubungan dengan Proses Penyakit Meningitis
- Meningitis adalah peradangan pada selaput otak (meninges) yang dapat menyebabkan perubahan tingkat kesadaran.
- Proses infeksi dan peradangan pada meninges dapat mempengaruhi fungsi otak dan mengakibatkan penurunan kesadaran.
Berdasarkan informasi yang diberikan, dengan pasien yang merespons saat dipanggil, menjawab dengan kata-kata tidak jelas, dan melakukan fleksi ketika diberikan rangsang nyeri, maka nilai Glasgow Coma Scale (GCS) pada pasien adalah 12.
Penjelasan:
- Respons Verbal: Menjawab dengan kata-kata tidak jelas = Skor 3
- Respons Motor: Flexi ketika diberikan rangsang nyeri = Skor 5
- Respons Mata: Membuka mata saat dipanggil = Skor 4
Total Skor GCS = 3 + 5 + 4 = 12
Jadi, jawaban yang tepat adalah c. 12. -
Article No. 9169 | 17 Dec 2024
Klinis : Seorang laki-laki usia 31 tahun mengeluh alergi terhadap cuaca dingin, karena menimbulkan ruam-ruam merah dan gatal pada kulit diseluruh tubuh. Apakah masalah keperawatan yang utama pada kasus di atas? a. Resiko alergi b. Resiko infeksi c. Gangguan rasa nyama: gatal d. Gangguan integritas kulit e. Gangguan citra tubuh
ICD-SDKI: SDKI
Diagnosa:
DIAGNOSE SDKI: Berdasarkan kondisi yang diberikan, masalah keperawatan utama yang paling sesuai adalah:
d. Gangguan integritas kulit
Penjelasan:
Diagnosis Keperawatan berdasarkan SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia):
Gangguan integritas kulit
Definisi: Kerusakan atau perubahan struktur dan fungsi kulit.
Karakteristik Utama:
- Timbul ruam-ruam merah
- Kulit terasa gatal di seluruh tubuh
Faktor yang Berhubungan:
- Alergi terhadap cuaca dingin
Penjelasan singkat SDKI-SLKI-SIKI:
SDKI (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia) adalah sistem klasifikasi diagnosis keperawatan yang digunakan di Indonesia. SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia) adalah sistem klasifikasi luaran keperawatan yang digunakan di Indonesia. SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia) adalah sistem klasifikasi intervensi keperawatan yang digunakan di Indonesia. Ketiga standar ini dikeluarkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sebagai pedoman praktik keperawatan di Indonesia.